39
BAB III ANALISIS SOSIOLOGI TERHADAP CERITA NOVEL “
SAGA NO GABAI BAACHAN” KARYA YOSHICHI SHIMADA
3.1 Sinopsis Cerita Novel “Saga no Gabai Baachan”
Pasca pemboman kota Hiroshima dan Nagasaki, perekonomian Jepang hancur, sehingga dampaknya secara langsung juga dirasakan oleh sebagian besar
rakyatnya. Hal ini juga dirasakan oleh keluarga Akihiro Tokunaga, apalagi tak lama setelah Akihiro lahir ayahnya yang merupakan tulang punggung keluarga
meninggal dunia akibat terpapar radiasi bom atom di Hiroshima. Ibunya terpaksa bekerja sendiri membuka usaha bar kecil untuk menghidupi dirinya, Akihiro dan
abangnya. Kesibukan di bar membuat ibunya tidak bisa meluangkan banyak waktu untuk membesarkan Akihiro dan abangnya. Ditambah pula bar tersebut
berada di wilayah kumuh, membuat ibu merasa cemas akan perkembangan Akihiro yang saat itu usianya masih sangat kecil. Karena merasa tak sanggup
untuk membesarkan dan menyekolahkan anaknya di Hiroshima, maka oleh ibunya Akihiro dititipkan pada neneknya di kota Saga.
Berbeda dengan Hiroshima yang merupakan sebuah kota besar di Jepang, Saga adalah sebuah kota kecil yang jauh dari keramaian. Kehidupan Akihiro di
Hiroshima memang sulit, kepindahannya ke Saga tidak membuat hidupnya menjadi nyaman, bersama neneknya ia malah harus hidup lebih miskin lagi
dibanding ketika ia bersama ibunya di Hiroshima. Secara materi memang Akihiro menjadi semakin miskin. Namun dari sikap hidup, pandangan, dan perilaku
Universitas Sumatera Utara
40
neneknya yang bersahaja ternyata membuat hidupnya menjadi kaya akan berbagai
pengalaman hidup yang kelak akan membuatnya kaya dan bahagia secara batiniah.
Kehidupan Akihiro bersama neneknya memang sangat-sangat sederhana bahkan bisa dikatakan sangat miskin. Neneknya hanyalah seorang petugas
kebersihan di sebuah universitas di Saga. Jadi, untuk memenuhi kebutuhan sehari- harinya nenek Osano hanya mengandalkan gajinya yang kecil dan uang bulanan
kiriman ibu Akihiro yang pas – pasan. Namun walau hidup miskin bukan berarti nenek Osano menyerah pada keadaan dan menjadi nenek yang murung. Bersama
Akihiro ia menjalani hidupnya secara optimis, wajahnya selalu berseri karena bagi dia kebahagiaan bukan ditentukan oleh uang, melainkan dari hati. Nenek Osano
menerima kenyataan bahwa ia hidup dalam kemiskinan, tapi ia tak mau bersedih dengan keadaannya. Dalam sebuah kesempatan, nenek Osano mengatakan pada
Akihiro bahwa ada dua jenis orang miskin yaitu miskin muram dan miskin ceria dan miskin yang mereka jalani ini adalah miskin ceria dan kemiskinan ini juga
sudah turun temurun jadi sudah terbiasa. Demikianlah kehidupan nenek Osano, walau hidup miskin tapi dia tidak
pernah membiarkan dirinya dikalahkan keadaan melainkan selalu tampak bahagia. Sang nenek berusaha sekuat tenaga untuk membiayai kebutuhan hidup dengan
segala kemampuannya. Suatu hari Akihiro ingin ikut berlatih kendo mengikuti teman-temannya. Kemiskinan membuat
nenek Osano melarang Akihiro
ikut berlatih kendo. Biayanya amat sangat memberatkan nenek. Sehingga nenek Osano
menawarkan Akihiro untuk olahraga lari yang selain menyehatkan juga tanpa biaya tentunya. Akihiro menyetujuinya. Maka sejak kelas II SD dia terus
Universitas Sumatera Utara
41
menggelutinya hingga mengantarnya menjadi juara lomba lari dan pemain andalan bisbol karena kecepatan larinya.
Untuk menyiasati hidupnya yang serba kekurangan nenek Osano memanfaatkan semua yang ada di sekitarnya. Ketika berangkat kerja nenek Osano
tanpa malu sengaja mengikatkan sebuah tali di pinggangnya dimana di ujungnya terdapat sebuah magnet yang menyapu tiap jalan yang dilaluinya. Dengan cara itu
ia mendapat paku atau sampah logam yang berserakan di jalan untuk dikumpulkan dan dijual kembali. Ketika Akihiro menanyakan hal ini pada neneknya, neneknya
menjawab dengan lugas bahwa sungguh sayang kalau kita hanya sekedar berjalan tanpa memperhatikan jalan sekitar. Padahal banyak hal-hal yang sangat
menguntungkan yang dapat kita temukan. Persoalan utama menjadi miskin adalah makan. Untuk memenuhi
kebutuhan tersebut, setiap harinya nenek memanfaatkan sungai yang mengalir di depan rumahnya. Setiap hari ia mengumpulkan ranting-ranting yang terseret arus
sungai, ranting-ranting itu kemudian dijemur dan dijadikan kayu bakar. Selain itu sungai itu pula selalu membawa sayur-sayuran dan buah-buahan yang dibuang
penjualnya karena tidak laku dan rusak secara fisik. Sayur-sayuran dan buah- buahan itu diambil oleh nenek Osano, dicuci dan dimasak. Dengan begitu
sebagaian besar makanan yang ada di rumah nenek merupakan hasil perolehan dari sungai.
Bagi nenek Osano kehidupan yang dialaminya adalah anugerah yang harus dijalaninya dan tanpa ragu ia berkata bahwa “Hidup itu selalu menarik. Daripada
hanya pasrah, lebih baik selalu coba cari jalan”
Universitas Sumatera Utara
42
Walau hidup miskin nenek Osano juga selalu berusaha berbuat kebaikan tanpa harus digembar-gemborkan atau diketahui oleh si penerima kebaikan karena
baginya kebaikan sejati dan tulus adalah kebaikan yang dilakukan tanpa diketahui orang yang menerima kebaikan.
Hal-hal seperti inilah yang dilihat dan dialami oleh Akihiro selama ia tinggal bersama neneknya. Bagi Akihiro ini adalah kesempatan berharga dimana
dia bisa memiliki pengalaman yang luar biasa untuk menjalani hari-hari bersama neneknya yang sangat menyenangkan walau kemiskinan membelit hidup mereka.
Kehidupan berharga bersama nenek dijalaninya selama hampir 8 tahun. Tibalah saatnya ia harus masuk ke sekolah menengah atas di Hiroshima dan harus
meninggalkan nenek dan kota Saga yang sangat dicintainya. Ini pilihan terberat yang harus ia hadapi. Tapi di lain sisi ia bertekad ingin melanjutkan cita-citanya
menjadi seorang pemain baseball professional dan kembali tinggal barsama ibunya. Dan dengan berat hati, ia memilih melanjutkan sekolahnya karena hidup
ini adalah sebuah pilihan. Pada hari kepergian Akihiro, nenek terlihat sangat tegar. Ia ingin mengatakan kepada cucunya untuk tidak pergi, tetapi kata-kata itu tidak
bisa terucap. Akihiro mengatakan ucapan terima kasihnya atas perhatian, kasih sayang dan usaha nenek selama ini untuk membesarkannya. Dan setelah Akihiro
pergi, nenek menangis sejadi-jadinya.
Universitas Sumatera Utara
43
3.2 Analisis Sosiologis Tokoh Utama dalam Novel “