Analisis Interaksi Sosial Tokoh Utama dengan Anggota Keluarga

43

3.2 Analisis Sosiologis Tokoh Utama dalam Novel “

Saga no Gabai Baachan” Karya Yoshichi Shimada

3.2.1 Analisis Interaksi Sosial Tokoh Utama dengan Anggota Keluarga

Berikut adalah interaksi sosial yang terjadi antara nenek Osano dengan anggota keluarga. Dalam hal ini melibatkan anak, cucu dan sepupu. Cuplikan 1 : Nenek Osano dan Akhiro Tokunaga Cucu Hal : 59 – 60 Segera saja seusai sekolah aku mencoba ikut latihan. Meski olahraga yang ini tidaklah semenarik kendo bagiku, berbeda dengan kendo, judo hanya membutuhkan pakaian khusus. Aku pun buru – buru pulang, kemudian masih dengan napas terengah – engah memohon kepada nenek. “Aku ikutan judo ya, nek? Dibandingkan kendo, judo tidak butuh banyak uang kok.” “Gratis?” “Yah, tidak gratis juga sih...” “Lupakan saja.” Biasanya bila sudah begini keadaannya, aku tidak akan berkeras memaksakan kehendak. Masalahnya aku sudah benar – benar menetapkan di dalam hati untuk punya kegiatan olahraga. Universitas Sumatera Utara 44 Saat aku sekuat tenaga menjelaskan soal ini kepada nenek, nenek mendengarkan dengan seksama lalu mengangguk keras. “Baiklah. Kalau begitu, aku punya ide bagus.” “Apa?” “Mulai besok, kau lari saja.” “Lari?” “Ya. Tidak perlu peralatan dan tempat berlarinya juga gratis. Lari saja.” Meski merasa ada sesuatu yang aneh, karena masih kanak – kanak, aku pun setuju dan memutuskan untuk mulai olahraga lari. Analisis : Dari cuplikan di atas dapat diketahui interaksi yang terjadi antara nenek Osano dengan Akihiro Tokunaga yang tidak lain adalah cucunya sendiri. Dalam cuplikan di atas, dapat dilihat adanya hubungan saling pengertian antara keduanya. Di mana Akihiro meminta izin dan dukungan dari nenek Osano untuk mengikuti latihan Judo. Namun tentunya hal ini di tolak oleh nenek Osano, dikarenakan olahraga Judo memerlukan biaya untuk latihan. Sebagai gantinya, nenek Osano menyarankan Akihiro untuk memilih lari sebagai olahraganya. Hal ini dikarenakan lari tidak memerlukan biaya, karena tempat berlarinya gratis, kemudian tidak memerlukan pakaian dan peralatan khusus yang memerlukan uang. nenek Osano berbuat demikian dikarenakan Universitas Sumatera Utara 45 kondisi keuangan keluarganya yang tidak bisa dikatakan berlebih. Selain itu, dari cuplikan di atas dapat dilihat kecerdikan nenek Osano dalam menyikapi permintaan Akihiro yang mendesak untuk mengikuti latihan Judo. Cuplikan di atas juga mengandung nilai “ninjou” yang diperlihatkan oleh sikap nenek Osano kepada Akihiro. Karena nenek Osano mau mendengarkan permintaan Akhiro dan penjelasannya tentang olahraga Judo yang ingin dikutinya. Walau permintaan itu di tolak, tetapi nenek Osano mau meluangkan pemikirannya untuk membantu Akihiro mencari olahraga lain sebagai kegiatannya. Cuplikan 2 : Nenek Osano dan Bibi Kisako Anak Nenek Osano Hal : 32 – 33 Rumah itu secara luar biasa tampak menyatu dengan rumpun pampas. Rumah yang paling menyedihkan. Rumah yang sungguh merupakan penggambaran tepat gubuk bobrok beratap jerami dalam kisah rakyat Jepang. Sudah begitu, separuhnya, di bagian yang jeraminya terlepas tampak ditempeli lempengan timah. “Akihiro – Chan, kita sudah sampai,” begitulah kata bibi. Langkahnya berhenti di depan rumah tersebut. Saat itu kepalaku langsung kosong. Aku bahkan takut membayangkan rupa nenek yang tinggal di rumah bobrok ini. Bagaimanapun, rumahnya saja sudah seperti tempat tinggal nenek sihir gunung. Universitas Sumatera Utara 46 “Ibu, kami sudah tiba.” Ketika bibi membuka pintu depan rumah lebar – lebar, dari dalam muncullah sosok nenek yang di luar dugaan bertubuh tinggi dan langsing, berkulit putih bersih, dan memiliki aura anggun. Melihat ini, kalau boleh jujur, aku agak kecewa. “Akihiro – Chan, ini nenekmu,” Bibi berucap sambil berdiri di antara aku dan nenek. Kemudian seolah ingin menyadarkan diriku yang cuma diam terpaku, dia menambahkan sambil tersenyum, “Waktu kau masih kecil, kalian pernah bertemu. Ingat, tidak?” Aku rasa bibi sedang berusaha keras mencari kata – kata yang tepat untuk saat itu. Meski sudah tentu, saat nenek dan aku bertemu untuk pertama kali, aku masih terlalu kecil untuk mengingatnya. “Nah, sekarang Bibi pulang ya... Ibu, selanjutnya kuserahkan kepadamu.” Ternyata bibi pastinya masih merasa sangat bersalah. Bahkan tanpa masuk ke rumah, dia segera berlalu pergi meninggalkan kami. Kini tinggal aku dan nenek, hanya berdua, yang bisa dibilang baru bertemu untuk pertama kalinya. Universitas Sumatera Utara 47 Analisis : Dari analisis cuplikan di atas dapat dilihat bahwa hubungan nenek Osano dengan bibi Kisako berjalan dengan baik. Walaupun bibi Kisako jarang datang berkunjung ke rumah nenek Osano, tetapi hubungan di antara keduanya baik – baik saja. Bibi Kisako pada hari itu datang hanya untuk menitipkan Akihiro, tetapi nenek Osano tetap bersikap biasa – biasa saja seperti tidak ada masalah. Padahal Akihiro di titipkan kepada nenek Osano untuk tinggal bersama nya di kota Saga karena ibunya sibuk bekerja di kota Hiroshima. Dari cuplikan di atas, dapat dilihat juga kebaikan hati nenek Osano yang merupakan penerapan dari nilai “ninjou” dalam masyarakat Jepang. Akihiro dititipkan kepada nenek Osano untuk tinggal dan dirawatnya, yang pada dasarnya merupakan menambah tanggung jawab dan beban hidupnya sehari – hari. Akan tetapi nenek Osano bersikap biasa saja ketika Akhiro dan bibi Kisako datang saat itu. Selain itu, merawat dan membesarkan cucu merupakan salah satu tindakan dalam menanamkan “on” kepada orang lain dalam masyarakat Jepang, dalam hal ini nenek Osano menanamkan “ko on” kepada Akhiro yang kelak suatu hari harus ia kembalikan dalam bentuk “gimu” kepada keluarga yang telah membesarkannya. Universitas Sumatera Utara 48 Cuplikan 3 : Nenek Osano dan Yoshiko Tokunaga Anak Nenek Osano dan Ibu Akhiro Hal : 132 – 134 Nah, karena hanya bisa bertemu setahun sekali, aku dan ibuku berkomunikasi lewat surat – menyurat. Kalau aku menulis, “Aku butuh barang ini, jadi tolong kirim ya,” sudah pasti hanya separuh surat yang dikabulkan, sedangkan separuhnya lagi tidak. Dari kenyataan ini, aku dapat merasakan kasih sayang sekaligus kesusahan ibu. Saat surat dari ibu datang, pasti ada dua surat yang datang bersamaan. Yang satu, khusus ditujukan kepadaku sedangkan yang satu lagi, khusus untuk nenek. Di hari itu pun, dua surat datang dari Ibu. Aku dan nenek sedang berada di ruang duduk sambil membaca surat. “Permisi” “Ya, sebentar. Siapa ya?” Karena ada suara yang menyapa di pintu masuk, nenek pun keluar untuk melihat siapa yang datang. Pada saat itu, surat untuk nenek tergeletak begitu saja dalam keadaan terbuka. Sama sekali tidak ada niatan dalam diriku untuk mencuri lihat surat tersebut. Tanpa berpikir macam – macam, aku meraih dan membacanya. Universitas Sumatera Utara 49 Surat tersebut dibuka dengan tulisan, “Ibu yang tersayang. Apakah Akihiro sehat – sehat saja?” Karena namaku sudah muncul di awal surat, saking bahagianya aku pun melanjutkan membaca. Sayangnya setelah itu, surat tersebut hanya dapat mengisahkan kesulitan Ibu. “... Meski setiap bulan biasanya aku dapat mengirimkan lima ribu yen, sayangnya untuk bulan ini, aku hanya dapat mengirim dua ribu yen. Untuk sisanya, aku harap Ibu dapat membantu,” begitu isinya. Waktu Nenek kembali ke ruang duduk, aku langsung duduk dengan memasang wajah tak tahu apa – apa. Meski sebenarnya hatiku bergemuruh karena tidak tahu harus berbuat bagaimana. Analisis : Dari cuplikan diatas dapat dilihat hubungan nenek Osano dengan Yoshiko berjalan baik. Mereka terpisah jarak dan waktu, tetapi keduanya tetap berhubungan baik walau hanya surat yang menghubungkan mereka berdua. Pada cuplikan di atas, dapat dilihat terjalin rasa saling percaya di antara keduanya, di mana Yoshiko dengan jujur dan terbuka menceritakan permasalahan yang ia alami di Hiroshima. Rasa saling percaya yang ditunjukkan antara nenek Osano dan Yashiko ini didasari oleh rasa kasih sayang di antara keduanya yang merupakan penerapan dari nilai “ninjou” dalam masyarakat Jepang. Universitas Sumatera Utara 50 Dari isi surat yang di tujukan kepada nenek Osano pada cuplikan di atas dapat lihat juga rasa sayang yang mendalam dari Yoshiko kepada Akhiro dan juga rasa hormatnya kepada nenek Osano karena sudah merawat serta menjaga Akhiro untuk dirinya yang sibuk bekerja di Hiroshima. Rasa hormat dari Yashiko kepada nenek Osano di sini merupakan suatu bentuk “gimu”, karena nenek Osano adalah ibunya Yoshiko dan juga karena pada saat itu nenek Osano menggantikan posisi Yashiko dalam merawat serta mendidik Akihiro. Cuplikan 4 : Nenek Osano dan Sanrou – San Sepupu Nenek Hal : 198 – 199 Kalau ditulis seperti ini, seolah nenek hanya bisa bergantung pada kebaikan orang lain. Tapi sebenarnyanenek sendiri juga orang yang gemar membantu orang lain. “Permisi.” Ketika datang kerumah, sepupu nenek, Sanrou – san, selalu membawa serta bungkusan kain besar. Lalu sambil melebarkan bungkusan kain tersebut untuk memperlihatkannya kepada kami, dia akan berkata, “Hari ini, begitu kain ini selesai dijahit, aku akan membawanya dan mendapatkan uang sepuluh ribu yen di akhir bulan.” Pekerjaan Sanrou adalah menjahit pakaian ala barat, namun upahnya baru bisa dia peroleh di akhir bulan. Kalimat berikutnya dari Sanrou-san sudah dapat ditebak. Universitas Sumatera Utara 51 “Tolong pinjami aku lima ribu yen, akan ku kembalikan di akhir bulan.” Pertama kali mendengar permintaanya, aku tak dapat memepercayai telingaku sendiri. Tak kusangka ada orang yang bakal datang ke rumah ini untuk meminjam uang Bila dipikir – pikir, sebenarnya siapa yang berhati besar dan siapa yang lebih membutuhkan bantuan di sini? Sanrou-san mungkin yang kedua, karena nenek tidak pernah sekalipun menolak permintaannya. Nenek akan membuka nagamochi beremblemnya, lalu seolah tidak ada masalah apa – apa, memberi uang lima ribu yen kepada Sanrou-san. “Kapan saja, tidak apa – apa.” Bila dipikir – pikir, kehidupan kami sehari – hari tidaklah selalu mudah, namun jika melihat kejadian ini, aku benar – benar tidak tahu apakah nenek memang pelit atau malah royal. Sungguh nenek yang aneh. Analisis : Pada cuplikan di atas dapat dilihat hubungan nenek Osano dengan kerabatnya, dalam hal ini diwakili oleh sepupunya yaitu Sanrou – San berjalan baik. Karena nenek Osano percaya dan tidak ragu meminjamkan uangnya 5000 Yen kepada Sanrou – San yang datang meminjam uang. Padahal 5000 Yen merupakan jumlah uang yang cukup besar pada saat itu, apalagi bagi orang seperti nenek Osano yang bekerja sebagai tukang bersih – bersih di sekolah yang hidup dalam kondisi miskin. Universitas Sumatera Utara 52 Dari peristiwa ini dapat dilihat kebaikan hati nenek Osano yang merupakan penerapan dari “ninjou” dalam masyarakat Jepang, walaupun ia miskin tetapi tetap ingin menyenangkan hati orang dengan meminjamkan uangnya kepada orang yang membutuhkan. Selain itu, dari peristiwa di atas dapat dilihat bahwa nenek Osano menanamkan “giri” kepada Sanrou – San yang kelak suatu hari bila nenek Osano memerlukan bantuan, maka Sanrou – San wajib membantunya.

3.2.2 Analisis Interaksi Sosial Tokoh Utama dengan Anggota Masyarakat