Perkembangan Haki di Indonesia dan Kepentingan Negara Maju
2. Perkembangan Haki di Indonesia dan Kepentingan Negara Maju
Bulan Juli tahun 2003, pemerintah melalui Direktorat Jendral Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) mensosialisasikan Undang-undang no 19 Tahun 2002 tentang HAKI. UU No 19/2002 tentang HaKI ini sebenarnya merupakan
amandemen dari beberapa undang-undang sebelumnya 73 . Bermula dari UU No 7/1994 tentang Hak Cipta yang diratifikasi menjadi UU No 18/1997. Undang-
undang yang terakhir ini lebih ditujukan kepada para pemakai komputer (end user). Pada undang-undang yang baru ini, unsur pidana akan dikenakan kepada pemakai barang ciptaan orang lain secara tidak sah. Para pemakai peranti lunak bajakan secara bisnis bisa disebut sebagai pelanggar berat HaKI, bahkan sampai tingkat Warnet.
Bulan April 2005, sejumlah warnet di Indonesia mulai merasakan pemberlakuan UU HAKI ini. Aparat kepolisian mulai melakukan razia pada warnet yang diketahui menggunakan software bajakan pada komputer. Beberapa bulan sebelumnya, kalangan pengusaha komputer, khususnya software kelabakan akibat razia yang dilakukan oleh aparat kepolisian bekerja sama dengan Aliansi pengusaha software (BSA). Pemberlakuan Undang-undang ini tidak memberikan pilihan bagi siapapun. Bagi pengusaha warnet, pada saat sebuah warnet diketahui mengggunakan software bajakan, maka ia harus menggantinya dengan yang asli atau jika tidak punya biaya untuk membeli yang asli, menutup usaha tersebut.
Pemberlakuan Undang-undang HAKI di Indonesia dan banyak negara berkembang masih meninggalkan perdebatan yang cukup panjang. Sebagai anggota dari badan perdagangan internasional (WTO/World Trade Organization),
73 Kompas, 9 juni 2003 73 Kompas, 9 juni 2003
WTO adalah organisasi internasional yang bertugas menjalankan seperangkat aturan pedagangan seperti, antara lain, General Agreement on Tariffs and Trade (GATT = Perjanjian Bea-masuk dan Perdagangan), Trade Related Intellectual Property Measures (TRIPS = Perdagangan yang Berhubungan dengaan Hak Atas Kekayaan Intelektual), General Agreement on Trade in Services (GATS = Perjanjian Perdagangan Jasa). Kelahiran WTO diawali dengan disahkannya beberapa konvensi Internasional. Konvensi internasional yang dimaksud antara lain Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights Including Trade in Counterfeit Goods (TRIPs), sebagai salah satu agenda Agreement on Establishing the World Trade Organization (WTO) yang telah disahkan oleh Indonesia melalui Undang-Undang No 7/1994. Dalam pelaksanaan TRIPs, negara anggota mendasarkan diri pada The Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works yang telah disahkan melalui Keppres No 18/1997 sebagai basis minimal perlindungan.
Selain itu ada dua kesepakatan, yakni The World Intellectual Property Organization (WIPO), Copyright Treaty (WCCT) dan WIPO Performances and Phonograms Treaty (WPPT) yang telah disahkan melalui Keppres RI No 19/1997 yang lazim disebut Digital Agenda. Negara anggota harus menyediakan perlindungan hukum yang layak dan upaya pemulihan hukum yang efektif untuk melawan tindak pembobolan sarana teknologi yang efektif yang digunakan pencipta dalam rangka melaksanakan hak ciptanya. Ini berdasar kesepakatan dan Berne Convention serta tindakan yang dilarang terkait dengan ciptaannya secara Selain itu ada dua kesepakatan, yakni The World Intellectual Property Organization (WIPO), Copyright Treaty (WCCT) dan WIPO Performances and Phonograms Treaty (WPPT) yang telah disahkan melalui Keppres RI No 19/1997 yang lazim disebut Digital Agenda. Negara anggota harus menyediakan perlindungan hukum yang layak dan upaya pemulihan hukum yang efektif untuk melawan tindak pembobolan sarana teknologi yang efektif yang digunakan pencipta dalam rangka melaksanakan hak ciptanya. Ini berdasar kesepakatan dan Berne Convention serta tindakan yang dilarang terkait dengan ciptaannya secara
74 (Uruguay Round), Desember 1993, telah lahir organisasi untuk mengurus aturan perdagangan intemasional, yaitu WTO. Sebelum Putaran Uruguay, aturan-
aturan GATT terpusat pada penentuan tarif dan kuota. Seluruh anggota GATT sepakat untuk mewajibkan pelaksanaan aturan-aturannya. Putaran Uruguay memperluas aturan-aturan GATT mencakup jargon perdagangan yang dikenal sebagai "non-tariff barriers to trade" (hambatan non-tarif terhadap perdagangan). Rintangan dimaksud adalah undang-undang keamanan pangan, standar produk, undang-undang pemakaian uang pajak, kebijakan investasi, dan undang-undang domestik lainnya yang memengaruhi perdagangan. Aturan WTO membatasi kebijakan non-tarif yang dapat diberlakukan atau dipertahankan oleh negara bersangkutan.
Selain terbentuknya WTO, kesepakatan lain yang didapat dalam Putaran Uruguay (yang kemudian diresmikan di Marakesh 1994 lalu) adalah persetujuan tentang aspek-aspek yang berhubungan dengan perdagangan dan hak kekayaan intelektual atau Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs). Indonesia telah meratifikasi persetujuan WTO melalui UU No 7 Tahun 1994. Dengan demikian, Indonesia terikat akan aturan-aturan yang dikeluarkan oleh WTO, termasuk kesepakatan TRIPs.
Bagi negara maju seperti AS, pemberlakuan HAKI di seluruh dunia sangat penting karena menyangkut kemajuan perekonomiannya. Kepentingan
74 Putaran Uruguay adalah perundingan GATT tentang perdagangan multi-sektoral yang paling akhir, dimulai sejak tahun 1996. Putaran ini membentuk WTO, dan mencakup perluasan
GATT terhadap isu-isu baru seperti, jasa, HAKI, dan beberapa isu investasi. Lihat Panduan Masyarakat untuk Memahami WTO, terjemahan INFID, Jakarta, 1999.
negara maju terhadap industri berbasis copyright terutama dipicu oleh besarnya pemasukan/devisa yang diperoleh dari sektor ini. Menurut release yang dikeluarkan oleh IIPA (International Intellectual Property Alliance) tahun 2002 disebutkan bahwa kontribusi industri ini pada pendapatan kotor Amerika (GDP)
adalah 791,2 miliar dollar AS atau 7,75% dari total GDP 75 . Dengan jumlah pemasukan yang sedemikian besar, maka wajar apabila
penegakan HaKI sangat diperlukan untuk mengatasi persoalan pelanggaran HaKI. United States Trade Representative (USTR), misalnya, memperkirakan bahwa pada tahun 1986 saja, AS dirugikan sekitar 23,8 miliar dolar akibat pelanggaran HAKI. Pada tahun 2003-2004, USTR melaporkan kerugian miliaran
dolar akibat pembajakan yang dilakukan di Indonesia 76 . Sedang pada tahun 1986, akibat faktor yang sama, AS dirugikan sekitar 36 miliar dolar 77 . Itulah sebabnya,
bagi AS kepatuhan negara-negara di dunia terhadap ketentuan-ketentuan HAKI merupakan sebuah keharusan untuk melindungi perekonomiannya. Jika tidak, AS akan menjadi sponsor utama pemberian sanksi ekonomi terhadap para pelanggarnya. Dalam kaitan inilah Indonesia yang dalam banyak hal masih tergantung AS merasa ketakutan bila tidak segera memberlakukan UU HC tadi.
Mulai tanggal 1 Januari tahun 2000 yang lalu persetujuan TRIP's telah berlaku secara penuh di Indonesia. Hal ini sesuai dengan pasal 65 persetujuan tersebut yang menetapkan tentang masa peralihan selama lima tahun dari tanggal
1 Januari 1995. Dengan demikian semua pemakaian HaKI oleh orang Indonesia harus seijin dari pemilik paten serta harus membayar biaya royalti atas pemakaian
75 Kompas, 1 Agustus 2001 76 IIPA 2003-2004 Final Estimated Trade Losses due to Copyrighr Piracy and Piracy Levels in Country, Asia Pasifik Region, dapat diakses di www.iipa.com, download Mei 2004
77 The Economist, 23 Juni 2001 77 The Economist, 23 Juni 2001
Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1997 tentang pengesahan the Paris Convention for the protection of Industrial Property and Conventional Establishing the World Intellectual Property Organization .
Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1997 tentang pengesahan the Patent Cooperation Treaty and Regulations under PCT .
Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 1997 tentang pengesahan the Trademarks Law Treaty .
Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 tentang pengesahan Berne Convention for Protection of Literate and Artistic Works .
Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997 tentang pengesahan the WIPO Copyright Treaty .
Besarnya pengaruh Amerika terhadap perdagangan di negara-negara berkembang khususnya Indonesia dapat dilihat dari tinjuan yang dibuat oleh Depertemen Perdagangan Amerika Serikat dalam situsnya. Setiap tahun USTR membuat tinjauan terhadap semua partner dagang Amerika, lalu menjatuhkan penilaian dan sanksi jika ada negara yang dianggap lemah dalam melindungi hak atas kekayaan intelektual produk-produknya. Pada bagian tentang Indonesia dalam laporan itu selalu menyebut Indonesia sebagai negeri para pembajak, mulai dari CD, VCD, DVD musik dan film Barat. Jumlah produk bajakan yang beredar lebih banyak daripada produk yang memiliki lisensi. Karena itu Indonesia termasuk daftar negara yang sangat perlu diawasi (priority watch list), dan terancam sanksi dagang berupa blokade ekspor ke AS karena dituduh 'melakukan Besarnya pengaruh Amerika terhadap perdagangan di negara-negara berkembang khususnya Indonesia dapat dilihat dari tinjuan yang dibuat oleh Depertemen Perdagangan Amerika Serikat dalam situsnya. Setiap tahun USTR membuat tinjauan terhadap semua partner dagang Amerika, lalu menjatuhkan penilaian dan sanksi jika ada negara yang dianggap lemah dalam melindungi hak atas kekayaan intelektual produk-produknya. Pada bagian tentang Indonesia dalam laporan itu selalu menyebut Indonesia sebagai negeri para pembajak, mulai dari CD, VCD, DVD musik dan film Barat. Jumlah produk bajakan yang beredar lebih banyak daripada produk yang memiliki lisensi. Karena itu Indonesia termasuk daftar negara yang sangat perlu diawasi (priority watch list), dan terancam sanksi dagang berupa blokade ekspor ke AS karena dituduh 'melakukan
Hasil penilaian USTR ini digunakan oleh pemerintah Amerika Serikat untuk menekan negara-negara pelanggar HaKI agar segera menyesuaikan aturan soal hak cipta. Bahkan, lewat Omnibus Trade and Competitive Act 1998, khususnya seksi 301 pemerintah AS dapat memberlakukan sanksi kepada negara yang dianggap tidak melakukan perdagangan secara fair sebagaimana diatur dalam GATT, yang mendului WTO 80 .
Bagi negara berkembang seperti Indonesia sendiri tidak mempunyai pilihan lain kecuali menuruti ketentuan-ketentuan tersebut. Negara berkembang, khususnya Indonesia berada pada posisi dilematis, mengingat Amerika
merupakan partner dagang penting bagi Indonesia 81 . Sebaliknya, bagi Amerika, Indonesia merupakan pasar yang potensial bagi industri berbasis copyright.
Penerapan HaKI bagi Indonesia dilematis karena, disatu sisi Indonesia perlu melindungi keaneragaman hayati yang terkandung dibumi pertiwi. Namun disisi lain, kemampuan teknologis untuk melakukan perlindungan tersebut masih rendah, bahkan sebagian besar adalah hasil bajakan dari negara maju.
Posisi dilematis yang dihadapi oleh Indonesia ditunjukkan melalui pilihan-pilihan yang diambil oleh pemerintah untuk mensikapi ketentuan- ketentuan berbasis HaKI. Misalnya pada tahun 1991, Pemerintah Amerika meminta pemerintah Indonesia untuk memperbesar kuota impor film Amerika dan
78 Ignatius Haryanto, Monopoli Pengetahuan, dapat diakses di www.mkb.kerjabudaya.org
79 Dalam realese tersebut, IIPA menempatkan Indonesia pada posisi kedua setelah India. Status OCR juga diberikan pada Philipina. Lihat IIPA 2003-2004 Final Estimated Trade Losses due to
Copyrighr Piracy and Piracy Levels in Country, Asia Pasifik Region, dapat diakses di www.iipa.com, download Mei 2004
80 Ignatius Haryanto, Ibid 81 Amerika merupakan partner dagang kedua terbesar setelah Jepang, Lihat Ignatius Haryanto,
Penghisapan Rezim HAKI , debt-Watch, Jakarta, 2002, hal 49 Penghisapan Rezim HAKI , debt-Watch, Jakarta, 2002, hal 49
untuk melindungi perkembangan film dalam negeri. Namun akhirnya permintaan ini disetujui setelah Amerika Serikat mengancam akan mencabut fasilitas GSP 83
dan mengurangi kuota impor tekstil dan plywood. Ketidakberdayaan negara berkembang dalam menghadapi rejim copyright juga dialami dalam bidang IT. Dengan berlindung dibalik aturan global sebagaimana yang diatur oleh WTO, perusahaan software dan hardware komputer melakukan beberapa tekanan yang berujung pada pemasaran produk-produknya. Ratifikasi dan amandemen UU HaKI, merupakan salah satu contoh besarnya tekanan yang dilakukan oleh perusahaan software dan hardware komputer terhadap Indonesia. Pembajakan software menjadi tema utama untuk melakukan tekanan tersebut dan makin memperkokoh posisi dan kedudukan perusahaan tersebut.