Alternatif Model Ideal Untuk Indonesia
2. Alternatif Model Ideal Untuk Indonesia
Idealnya, sebuah model seleksi yang baik adalah model seleksi yang mampu meramu sistem yang tepat sebagai campuran antara kebutuhan mendapatkan orang yang berkualitas dengan pelibatan civil society dalam kerangka transparansi dan akuntabilitas. Artinya, meramukan alternatif penyelesaian dari semua unsur yang telah dituliskan di atas, serta ditambahkan dengan upaya mengagregasi peran serta masyarakat sipil seperti yang juga telah dipaparkan di atas.
Berdasarkan atas prinsip tersebut serta berbagai kendala dan hasil komparasi yang dilakukan atas lembaga negara di beberapa negara lain tersebut, setidaknya ada dua model menarik untuk menjadi alternatif model seleksi di samping yang ada selama ini. Yaitu; Pertama, Model Penunjukan Partisipatif (Partisipative Appointment) dan Berimbang (Checks-Balances); Kedua, menggunakan komisi untuk rekrutmen komisioner.
2.1 Model Penunjukan Partisipatif dan Berimbang
Model ini ingin menegaskan bahwa pada proses pemilihan anggota komisi negara, prinsip cabang kekuasaan dapat melakukan penunjukan dalam menentukan anggota komisioner. Namun, dalam proses penunjukan tersebut harus dikedepankan perimbangan (checks and balances) antar cabang kekuasaan negara maupun intra cabang kekuasaan negara. Selain ada perimbangan, juga harus dikedepankan prinsip partisipasi dari seluruh stakeholders yang
Jurnal Konstitusi , Volume 6, Nomor 3, September 2009
ada, baik pemerintah, perlemen, maupun masyarakat sipil secara keseluruhan.
Model ini terdiri dari beberapa tahap dengan dua model; Pertama, jika inisiasi penunjukannya dilakukan di cabang
kekuasaan eksekutif, maka sejumlah nama tersebut diserahkan ke parlemen untuk dibuatkan panitia seleksi. Panitia seleksi ini bekerja untuk melakukan head hunting dan proses seleksi yang hasilnya kemudian dikirimkan ke eksekutif untuk dilakukan proses fit and proper test. Bagannya terlihat seperti di bawah ini;
Presiden
Appointee 2x
negara v. masyarakat sipil
Jumlah
Tambahan Parlemen
Pansel
(dPr dan dPd) (Parlemen + Masyarakat) ½ dPr + ½ dPd
Masyarakat NGO/ Sipil
Lembaga/ 2x Jumlah yang
Universitas Dibutuhkan
Presiden (Fit & Proper Test)
Paham/ Peduli
Panel ahli (kapabel/akuntabilitas
Pelantikan oleh
Presiden
keppres
Bagan 1. KPPU, KPI,KI, LPSK, Bawaslu
Jurnal Konstitusi , Volume 6, Nomor 3, September 2009 Jurnal Konstitusi , Volume 6, Nomor 3, September 2009
Kedua, jika inisiasi penunjukannya dilakukan di parlemen, maka sejumlah nama tersebut diserahkan ke eksekutif untuk dibuatkan panitia seleksi. Panitia seleksi ini bekerja untuk melakukan head hunting dan proses seleksi yang hasilnya kemudian dikirimkan ke kembali ke parlemen untuk dilakukan proses fit and proper test. Bagannya terlihat seperti di bawah ini;
dPr dan
Appointee 2x
Pansel (Parlemen + Masyarakat)
Masyarakat NGO/ Sipil
Lembaga/ Universitas
2x Jumlah yang Dibutuhkan
Paham/ Peduli
dPr & dPd (Fit & Proper Test)
Panel ahli
Pelantikan oleh
Presiden
keppres
Bagan 2. Model II KP, KPK,Komnas HAM, KPAI, DP
Jurnal Konstitusi , Volume 6, Nomor 3, September 2009
Tabel 9
Pembagian Komisi Negara Berdasar Penginisiasian Penunjukannya
Inisiasi Penunjukan KPPU, KPU, KPI,KI, LPSK, Bawaslu
Oleh Eksekutif
Inisiasi Penunjukan KPK, KY, KPAI, Komnas HAM, dan Dewan
Oleh Parlemen
Pers
2.2 Komisi Untuk Rekrutmen Komisioner
Dalam praktek ketatanegaraan Indonesia saat ini minimal ada
11 lembaga negara independen. Kemunculan banyak komisi negara ini tentu memerlukan proses rekrutmen yang baik dan stabil, sehingga diperlukan komisi rekrutmen yang permanen. Mohammad Fajrul Falaakh (2008), mengemukakan gagasan dibentuknya komisi permanen untuk seleksi pejabat komisi negara. Gagasan ini ternyata dipraktekkan di Philipine di mana untuk pengangkatan pejabat komisi negara, Philipine memberikan kewenangan kepada Presiden dengan persetujuan Commission of Appoinments. Commission of Appoinments ini, sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, terdiri dari Presiden Senate sebagai ketua dan 24 orang anggota yang terdiri 12 anggota House of Representative dan 12 anggota Senate. Untuk kasus Indonesia, sesungguhnya dalam hal tertentu juga telah memiliki komisi khusus seleksi para hakim agung, yaitu Komisi Yudisial.
Dengan diinspirasi oleh hal-hal di atas, maka dapat diusulkan model ke III dari sistem seleksi komisi negara di Indonesia yaitu model yang melibatkan Presiden dan sebuah Komisi Khusus yang dibentuk untuk rekrutmen komisi negara (Commission for Recruitmen of Commissioners). Komisi Rekrutmen Komisioner ini dapat terdiri dari Ketua DPR sebagai Ketua dan dibantu oleh 20 orang anggota yang terdiri dari 10 anggota DPR dan 10 anggota DPD. Komisi ini keanggotaannya dapat bersifat staggered atau malah tidak dapat dipilih kembali untuk kedua kalinya.
Untuk membentuk komisi rekrutmen yang kuat, maka persyaratan anggota komisi negara harus dibuat secara komprehensif, sehingga anggota yang dihasilkan betul-betul memiliki kapasitas untuk melakukan rekrutmen pejabat komisi negara. Ada beberapa
Jurnal Konstitusi , Volume 6, Nomor 3, September 2009 Jurnal Konstitusi , Volume 6, Nomor 3, September 2009
syarat substantif yang dapat dikemukakan adalah berumur minimal
40 tahun, minimal sarjana S-1, anggota dari kamar DPR tidak berasal dari partai yang sama dan anggota dari DPD berasal dari wakil propinsi yang berbeda.
Berikut ini bagan proses seleksi komisi negara model III:
Presiden
komisi khusus (komisioner rekrutmen)
2x Jumlah yang Dibutuhkan
komisi rekrutmen menilai dan memilih seuai dengan
Panel ahli jumlah yang dibutuhkan
(Fit & Proper Test) untuk diangkat
diangkat oleh Presiden
keppres
Bagan 3. Model III
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pertama, model seleksi ke III ini relatif sederhana dan efisien dibandingkan model sebelumnya karena dalam model ini, dua