Hak Konstitusional Pasca Putusan MK

1. Hak Konstitusional Pasca Putusan MK

Setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 102/ PUU-VII/2009, yaitu pengujian atas Pasal 28 dan Pasal 111 Undang- Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, maka warga negara Indonesia tidak perlu resah lagi untuk tidak bisa memberikan hak pilih pada pemilu presiden yang diadakan pada tanggal 8 Juli 2009 lalu, sehingga warga negara Indonesia baik yang berada di dalam maupun di luar negeri yang tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) tetap bisa menggunakan hak pilihnya dengan syarat dan cara sebagai berikut:

1. Selain warga negara Indonesia yang terdaftar dalam DPT, warga negara Indonesia yang belum terdaftar dalam DPT dapat menggunakan hak pilihnya dengan menunjukan Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang masih berlaku atau Paspor yang masih berlaku bagi warga negara Indonesia yang berada di luar negeri;

2. Warga negara Indonesia yang menggunakan KTP harus dilengkapi dengan Kartu Keluarga (KK) atau nama sejenisnya;

3. Penggunaan hak pilih bagi warga negara Indonesia yang menggunakan KTP yang masih berlaku hanya dapat digunakan di Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang berada di RT/RW atau nama sejenisnya sesuai dengan alamat yang tertera di dalam KTP-nya;

88 Jurnal Konstitusi , Volume 6, Nomor 3, September 2009

Implementasi dan Implikasi Putusan mK Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia

4. Warga negara Indonesia sebagaimana disebutkan dalam angka

3 di atas, sebelum menggunakan hak pilihnya, terlebih dahulu mendaftarkan diri pada KPPS setempat;

5. Warga negara Indonesia yang akan menggunakan hak pilihnya dengan KTP atau Paspor dilakukan pada 1 (satu) jam sebelum selesainya pemungutan suara di TPS atau TPS Luar Negeri setempat. 10 Putusan MK tersebut tentu berpihak kepada warga negara

Indonesia, karena dengan putusan tersebut, MK telah mengembalikan hak konstitusional warga negara Indonesia, yaitu prinsip persamaam kesempatan (equal opportunity principle) sebagaimana dalam Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Putusan tersebut sebagaimana dalam UUD Negara Indonesia Tahun 1945 yang mencerminkan asas demokrasi, Pasal 27 ayat (1) bukan hanya menjamin persamaan kedudukan dalam hukum saja, tatapi juga persamaan hak dan kewajiban dalam politik dan

sosial 11 . Putusan yang dibacakan pada sidang terbuka untuk umum, sebelum diadakan pemilu presiden ini tentu sudahlah tepat karena dengan putusan tersebut sebagai wujud kepedulian MK terhadap hak konstitusional warga yang dijamin dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sehingga dapat menggugurkan kepesimisan warga untuk tidak dapat menggunakan haknya dalam pemilu presiden pada tanggal 8 Juli kemarin disebabkan karena warga tidak masuk dalam DPT.

Putusan MK tersebut bisa dikatakan sebagai kemenangan demokrasi dan wujud penguatan Hak Asasi Manusia (HAM), karena apabila tidak adanya putusan tersebut, rakyat akan kehilangan hak suaranya karena tidak masuk dalam DPT. Komnas HAM sudah mengingatkan bahwa jutaan orang yang dengan sengaja tidak bisa menggunakan hak politiknya itu sebagai pelanggaran HAM berat.

Ternyata Hakim MK mendengar suara rakyat. Dalam amar putusannya, MK menetapkan bahwa warga negara yang tidak masuk

10 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 102/PUU-VII/2009. 11 Azhary, Negara Hukum Indonesia Analisis Yuridis Normatif tentang Unsur-

Unsurnya (Jakarta: UI-Press,1995) hlm. 132.

Jurnal Konstitusi , Volume 6, Nomor 3, September 2009

Wacana Hukum dan Konstitusi

DPT bisa tetap menggunakan hak suaranya dengan menggunakan KTP. Hak suara itu bisa dilakukan di tempat KTP itu dikeluarkan sambil juga menunjukkan Kartu Keluarga (KK).

Atas putusan tersebut ternyata mendapat sambutan gembira dari beberapa kalangan seperti Din Syamsudin, beliau mangatakan: Sebagai warga masyarakat, kita bersyukur dan bergembira atas keputusan tersebut karena memberi jaminan bagi penunaian hak-hak pilih rakyat yang dijamin oleh konstitusi. Kami sudah lama menyerukan agar KTP dapat digunakan pada pilpres, karena kami tahu hal itu memerlukan Perppu, maka kami juga meminta dikeluarkan Perppu sebagai pengganti undang-undang. Sayangnya yang kita harapkan tidak juga keluar tentu sangat disesalkan. Namun alhamdulillah, MK bisa secara jernih dan bertanggung jawab memperhatikan usulan tersebut dan mengeluarkan keputusannya. 12

Ternyata putusan tersebut di luar dugaan para kalangan, mengingat putusan tersebut bisa langsung diterapkan oleh KPU tanpa membutuhkan Peraturan pemerintah Pengganti Undang- Undang (Perppu). Hal ini hanya terdapat tambahan pengaturan teknis lebih lanjut oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Selanjutnya yang menjadi pertanyaan, kenapa jumlah warga negara yang tidak memilih (golput) masih tinggi? Apakah penggunaan KTP bisa memberikan dampak pemenuhan hak asasi dan hak konstitusional warga? Hal ini dapat dijawab yaitu; pertama, jumlah warga yang golput masih tinggi tersebut bukanlah mutlak pada kekurangan dan lambatnya putusan MK tersebut, akan tetapi karena dalam hal ini pihak yang berwenang menyelenggarakan Pemilihan Umum adalah KPU, sehingga banyaknya jumlah warga yang golput menjadi tanggungjawab bersama antara KPU dan rakyat, misalnyai kurangnya sosialisasi kepada warga tentang pemilu dan manfaat pemilu untuk mewujudkan negara demokratis. Di samping itu juga masih terdapat masyarakat yang sengaja tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilu tersebut.

Kedua, tentu penggunaan KTP tersebut bisa memberikan dampak penguatan hak konstitusional warga negara, karena warga yang tidak termasuk dalam DPT tetap bisa menggunakan hak pilihnya dalam pemilu presiden. Sehingga putusan MK telah

12 Din Syamsudin, http://www.inilah.com/berita/politik/2009/07/07/124952/ din-sambut-gembira-putusan-mk/ diakses tanggal 27 Juli 2009.

90 Jurnal Konstitusi , Volume 6, Nomor 3, September 2009

Implementasi dan Implikasi Putusan mK Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia

mengurangi jumlah warga negara yang golput dan semakin memacu pertumbuhan demokrasi di Indonesia.