Menata Desain Penegakan Hukum Pemilu
E. Menata Desain Penegakan Hukum Pemilu
1. Kesimpulan
a. Desain penegakan hukum pemilu adalah untuk menjamin kewibawaan hasil pemilu. Penyelenggaraan pemilu harus terbebas dari pelanggaran, dan jika pun terjadi harus tertangani secara efektif. Dengan demikian, perolehan suara yang dilakukan dengan kecurangan, tindakan manipulatif hingga pemaksaan kehendak, harus dapat dianulir dan dikembalikan kepada yang berhak. Mekanisme itu dapat dilakukan melalui 2 cara, yaitu criminal process dan civil process.
b. Sejarah penegakan hukum pemilu di Indonesia, khususnya dalam penyelenggaraan pemilu langsung, tidak berjalan efektif. Pelanggaran sangat signifikan, namun dalam penyelesaian khususnya pelanggaran pidana dan administrasi pemilu tidak tertangani dengan baik. Bahkan desain penegakan hukum pemilu dalam mekanisme criminal process tidak membuka peluang dikembalikannya suara rakyat.
c. Tidak efektifnya penegakan hukum pemilu, telah mengacaukan desain penegakan hukum pemilu. Mekanisme civil proses yang didesain untuk menyelesaikan perselisihan hasil justru melebar menembus batas lingkup kewenangan criminal process. Ruang lingkup kewenangan MK dalam memutus perselisihan hasil pemilu, tidak lagi dibatasi oleh penilaian atas Penetapan Hasil Pemilihan Umum secara Nasional oleh KPU namun telah masuk dalam ranah pidana dan administrasi pemilu.
2. Format Ulang Desain Penegakan Hukum Pemilu
Kedepan, perlu penataan desain penegakan hukum pemilu yang lebih efektif dalam menegakkan keadilan untuk demokrasi substansial. Langkah ini diperlukan untuk adanya kepastian hukum dan terhindarnya tumpang tindih kewenangan dalam penegakan hukum pemilu. Dengan demikian, peluang munculnya permasalahan hukum akan terhindarkan. Penataan itu dapat dilakukan melalui penguatan mekanisme crime process, yaitu mengembalikan efektifitas penegakan hukum pemilu, baik pidana maupun administrasi pemilu. Agenda ini terkait dengan perbaikan regulasi dan komitmen penegak hukum. Perbaikan terhadap aturan hukum diperlukan agar kepastian akan penegakan hukum terjamin.
Jurnal Konstitusi , Volume 6, Nomor 3, September 2009 Jurnal Konstitusi , Volume 6, Nomor 3, September 2009
Lebih penting lagi, ketentuan hukum pemilu harus lebih banyak mengatur tentang klausula yang memungkinkan pemberian sanksi lebih berat, yaitu menganulir keterpilihan dan perolehan suara calon yang diperoleh dengan cara manipulatif dan bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Jurnal Konstitusi , Volume 6, Nomor 3, September 2009
Wacana Hukum dan Konstitusi
DAFTAR PUSTAKA Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Undang-Undang Nomor. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah
Konstitusi Undang-Undang Nomor. 9 Tahun 2004 tentang Pengadilan Tata
Usaha Negara Undang-Undang Nomor. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara
Pemilu Undang-Undang Nomor. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Anggota
DPR, DPD dan DPRD. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden
dan Wakil Presiden Putusan MK No. 41/PHPU.D-VI/2008 tentang Perselisihan Hasil
Pemilu Kepala Daerah Propinsi Jawa Timur Putusan MK No. 57/PHPU.D-VI/2008 tentang Perselisihan Hasil
Pemilu Kepala Daerah Kabupaten Bengkulu Selatan. Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor. 15 Tahun 2008 tentang
Pedoman Perselisihan Hasil Pemilu Kepala Daerah di Mahkamah Konstitusi.
Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor. 16 Tahun 2009 tentang Pedoman Perselisihan Hasil Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD.
Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor. 17 Tahun 2009 tentang Pedoman Perselisihan Hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
Peraturan KPU No. 31 Tahun 2008 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilu.
Peraturan KPU No. 38 Tahun 2008 tentang Dewan Kehormatan. Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor. 8 Tahun 2005 tentang
Petunjuk Teknis Sengketa Pemilu Kepala Daerah.
Jurnal Konstitusi , Volume 6, Nomor 3, September 2009 Jurnal Konstitusi , Volume 6, Nomor 3, September 2009
Buku
Held David, 2006, Models of Democracy, Edisi Bahasa Indonesia, Penerjemah : Abdul Haris, Jakarta : The Akbar Tandjung Institute.
Mustafa Bachsan, 2001, Sistem Hukum Administrasi Negara Indonesia, Bandung : Citra Aditya Bakti.
Santoso Topo, dkk, 2006, Penegakan Hukum Pemilu, Praktik Pemilu 2004, Kajian Pemilu 2009-2014, Jakarta : Perludem.
Surbakti Ramlan, dkk, 2008, Perekayasaan Sistem Pemilihan Umum, Untuk Pembangunan Tatanan Politk Demokratis, Jakarta : Kemitraan.
Surbakti Ramlan, 2007, Memahami Ilmu Politik, Jakarta : Grasindo. Yulianto dan Junaidi Veri, 2009, Pelanggaran Pemilu 2009 dan Tata
Cara Penyelesaiannya. Jakarta : KRHN kerjasama Yayasan Tifa. Jurnal Pantarei, Penegakan Hukum Pemilu, Jakarta : KRHN , volume
1 nomor 2, Nopember 2009.
Makalah/ Opini
KMPP, 2009, Menggagas Desain Pengawasan Pemilu, disampaikan pada seminar Evaluasi Pengawasan Pemilu 2009 kerja sama KMPP- Yayasan Tifa, Jakarta 6 Agustus 2009.
Sardini Hidayat Nur, makalah “Empowering Lembaga Pengawas Pemilu Pasca Putusan MK”, Badan Pengawas Pemilu, 25 Agustus 2009.
Veri junaidi, “Pidana Pemilu Rawan Dipecundangi”, Opini Suara Karya, 14 Nopember 2008.
Veri Junaidi, “Kekosongan Hukum Sengketa Administrasi Pemilu”, Opini Suara Karya, 30 Januari 2009.
Wirdyaningsih, 2009, Evaluasi Penegakan Hukum Pemilu DPR, DPD dan DPRD 2009, makalah disampaikan dalam diskusi publik KRHN, Rabu 6 Mei 2009.
Jurnal Konstitusi , Volume 6, Nomor 3, September 2009
143
efeKTIVITas sIsTem PeNYeleKsIaN PeJabaT KOmIsI NegaRa DI INDONesIa
Zainal Arifin Mochtar
Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Jalan Sosio Justisia, Bulaksumur, Yogyakarta E-mail: [email protected]
Iwan Satriawan
Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Jalan Lingkar Selatan, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta E-mail: [email protected]
Abstract
After reformation, in Indonesia there has been an increasing number of state commissions which are directly formed by the president such as Attorney Commission, Ombudsman Commission and other commissions. The other commissions are formed by the House of Representatives based on the president’s recommendation such as General Election Commission, Judicial Commission, Corruption Eradication Commission and many more state commissions. The tendency to create such independence bodies is unavoidable because the existing state bodies did not show satisfying performance, committed corruption, collusions, and nepotism, and did not display any independent competency from other bodies. The facts showed that, after a few years of the establishment of the commissions, some observers stated that the performance of the state commissions were not maximized, if not, disappointing. The other observers even stated that the state commissions had failed. Therefore, this research was conducted. Based on the research conducted, there should be a new selection system for looking better commissioners of state commissions. There were at least two alternative selection models, aside from the existing models. The first model is participative appointment and check-balances; the second model is using the commissions to recruit the commissioners
Key words: effectiveness, selection system, commissioners of independent regulatory commissions Key words: effectiveness, selection system, commissioners of independent regulatory commissions