Permasalahan Hukum Pemilu

3. Permasalahan Hukum Pemilu

Ruang lingkup bahasan tentang permasalahan hukum pemilu cenderung lebih luas, tidak terbatas pada pemilu legislatif atau pemilu presiden dan wakil presiden. Pemilu dimaksud melingkupi pemilihan anggota DPR, DPD, DPRD, Presiden dan Wakil Presiden serta pemilihan kepala daerah baik tingkat propinsi dan kabupaten/ kota.

Merujuk pada ketentuan perundang-undangan tentang pemilu baik Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu (UU Penyelenggara Pemilu), Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD Propinsi dan DPRD Kabupaten/ Kota (UU Pemilu Legislatif), Undang-Undang

42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pemilu Presiden), serta beberapa ketentuan perundang-undangan terkait, maka permasalahan hukum pemilu terbagi atas 5 permasalahan. Secara garis besar, UU Pemilu membaginya berdasarkan kategori jenis permasalahan hukum pemilu, yaitu : pelanggaran pemilu dan sengketa pemilu. Pelanggaran pemilu merupakan penyimpangan yang dilakukan oleh subjek hukum terhadap ketentuan undang- undang pemilu. Pelanggaran pemilu terbagi atas : (1) pelanggaran administrasi pemilu; (2) pelanggaran pidana pemilu dan (3) pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu. Sedangkan sengketa pemilu adalah perselisihan yang terjadi antara penyelenggara

Jurnal Konstitusi , Volume 6, Nomor 3, September 2009 Jurnal Konstitusi , Volume 6, Nomor 3, September 2009

dengan peserta pemilu terkait dengan kebijakan atau keputusan yang dikeluarkan penyelenggara. Sengketa pemilu dapat terbagi menjadi 2, yaitu (1) sengketa hasil pemilu dan (2) sengketa administrasi pemilu.

Adapun subjek hukum yang berpotensi menimbulkan permasalahan hukum antara lain : 10

1. Penyelenggara Pemilu yang meliputi anggota KPU, KPU Propinsi, KPU Kabupaten/Kota, anggota Bawaslu, Panwaslu Propinsi, Panwaslu Kabupaten Kota, Panwas Kecamatan, jajaran sekretariat dan petugas pelaksana lapangan lainnya;

2. Peserta pemilu yaitu pengurus partai politik, calon anggota DPR, DPD, DPRD, tim kampanye;

3. Pejabat tertentu seperti PNS, anggota TNI, anggota Polri, pengurus BUMN/BUMD, Gubernur/pimpinan Bank Indonesia, Perangkat Desa, dan badan lain lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara;

4. Profesi Media cetak/elektronik, pelaksana pengadaan barang, distributor;

5. Pemantau dalam negeri maupun asing;

6. Masyarakat Pemilih dan masyarakat secara umum yang disebut sebagai “setiap orang”.

a. Pelanggaran Administrasi

Pasal 248 UU Pemilu Legislatif dan Pasal 191 UU Pemilu Presiden, mendefinisikan perbuatan yang termasuk dalam

pelanggaran administrasi adalah pelanggaran terhadap ketentuan UU Pemilu yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana pemilu dan ketentuan lain yang diatur dalam Peraturan KPU. Dengan demikian maka semua jenis pelanggaran, kecuali yang telah ditetapkan sebagai tindak pidana, termasuk dalam kategori pelanggaran administrasi.

b. Pelanggaran Pidana Pemilu

Pasal 252 UU Pemilu Legislatif dan Pasal 195 UU Pemilu Presiden, mengatur tentang tindak pidana pemilu sebagai pelanggaran pemilu yang mengandung unsur pidana.

10 Yulianto dan Veri Junaidi, Pelanggaran Pemilu 2009 dan Tata Cara Penyelesaiannya. (Jakarta : KRHN kerjasama Yayasan Tifa, 2009), hlm. 2.

Jurnal Konstitusi , Volume 6, Nomor 3, September 2009

Wacana Hukum dan Konstitusi

Pelanggaran ini merupakan tindakan yang dalam UU Pemilu diancam dengan sanksi pidana.

c. Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu

Merujuk pada Peraturan No. 31/ 2008 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum, maka pelanggaran kode etik merupakan penyimpangan terhadap prinsip-prinsip moral dan etika penyelenggara Pemilu yang berpedoman kepada sumpah janji sebelum menjalankan tugas sebagai penyelenggara pemilu dan asas penyelenggara pemilu yang diberlakukan, ditetapkan oleh KPU.

d. Perselisihan Hasil Pemilu

Ketentuan Pasal 258 UU Pemilu Legislatif mendefinisikan perselisihan hasil pemilu sebagai perselisihan antara KPU dan peserta pemilu mengenai penetapan jumlah perolehan suara hasil pemilu secara nasional. Perselisihan tentang hasil suara sebagaimana dimaksud hanya terhadap perbedaan penghitungan perolehan hasil suara yang dapat memengaruhi perolehan kursi peserta pemilu. Perkembangan atas ruang

lingkup definisi “hasil pemilu” akan diuraikan secara detail dalam bab berikutnya.

e. Sengketa Administrasi Pemilu

Salah satu permasalahan hukum pemilu yang belum menemukan pengaturannya dalam undang-undang pemilu adalah sengketa administrasi pemilu. Namun tanpa harus memaksakan diri mengacu pada ketentuan perundang-undangan pemilu dapat disimpulkan bahwa sengketa administrasi pemilu, terjadi akibat benturan kepentingan antara KPU sebagai penyelenggara dengan peserta pemilu atau pihak lain, akibat dikeluarkannya suatu Peraturan dan Keputusan KPU.

Walaupun tidak ada pengaturannya, sengketa administrasi pemilu berpotensi muncul, karena tidak adanya ketentuan UU Pemilu baik Legislatif maupun Presiden tahun 2009 yang menegaskan bahwa keputusan KPU bersifat final dan mengikat. Sehingga setiap keputusan yang dikeluarkan KPU (kecuali hasil pemilu) sangat mungkin dipersengketakan oleh peserta pemilu. Berbeda dengan UU 12/2003 tentang Pemilu anggota DPR, DPD,

Jurnal Konstitusi , Volume 6, Nomor 3, September 2009 Jurnal Konstitusi , Volume 6, Nomor 3, September 2009

DPRD (UU 12/2003) yang menegaskan bahwa Keputusan KPU bersifat final dan mengikat. Dengan demikian maka Keputusan

KPU yang dianggap merugikan terbuka kemungkinan untuk dipersengketakan.