Kelemahan Penyelenggara Pilpres

2. Kelemahan Penyelenggara Pilpres

Dalam penyelenggaraan Pilpres 2009, KPU beserta jajarannya dinilai banyak pihak memiliki sejumlah kekurangan. Sikap yang pasif dan bekerja setengah-setengah serta tidak mau belajar dari kesalahan yang pernah dilakukan dalam Pemilu Legislatif terutama

dalam menyusun dan menangani DPT, 54 adalah beberapa bukti yang menguatkan kritik dari berbagai pihak terkait dengan kelemahan KPU beserta jajarannya dalam menyelenggarakan Pilpres 2009. Berbagai kelemahan yang dimiliki KPU beserta jajarannya tersebut, bisa jadi akan semakin bertambah banyak bila dilihat dari berbagai aspek. Namun bila ditinjau dari aspek yuridis yakni hal-hal yang menurut peraturan perundang-undangan seharusnya dilakukan oleh KPU tetapi tidak dilaksanakan, setidaknya ada tiga yaitu sosialisasi Pilpres yang minim, pemahaman yang lemah terhadap peraturan perundang-undangan tentang Pilpres, dan sikap yang tidak independen.

2.1 Sosialisasi Informasi Tentang Pilpres Minim

Salah satu kewajiban KPU menurut Undang-Undang Nomor

22 Tahun 2007 selaku lembaga penyelenggara Pilpres adalah menyampaikan semua informasi penyelenggaraan Pemilu kepada masyarakat, sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (4) huruf. 55 Menurut ketentuan ini, jelas KPU berkewajiban menyampaikan semua informasi penyelenggaraan Pilpres kepada masyarakat semaksimal mungkin sehingga semua informasi terkait dengan penyelenggaraan Pilpres diketahui oleh seluruh lapisan masyarakat secara memadai. Pertanyaannya, apakah penyelenggara Pilpres

54 J. Kristiadi, Makna dan Hikmah Pilpres 2009, Jakarta 45: http://jakarta45.wordpress. com/2009/07/14/makna-dan-hikmah-pilpres-2009/.

55 Pasal 8 ayat (4) huruf c berbunyi ”KPU dalam Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, dan

Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah berkewajiban: menyampaikan semua informasi penyelenggaraan Pemilu kepada masyarakat”.

68 Jurnal Konstitusi , Volume 6, Nomor 3, September 2009

Refleksi Yuridis Pilpres 2009

dalam hal ini KPU beserta jajarannya telah menjalankan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang? Melihat fakta yang terjadi di lapangan, misalnya masih sangat banyak warga negara yang tidak tahu apakah dirinya terdaftar sebagai pemilih dalam DPT atau tidak, tidak banyak warga masyarakat yang mengetahui visi dan misi pasangan calon presiden dan wakil presiden peserta Pilpres, masih sangat terbatas jumlah warga masyarakat yang mengetahui tahapan pilpres mulai dari penyusunan daftar pemilih sampai pengucapan sumpah/janji

Presiden dan Wakil Presiden, 56 sulit untuk mengatakan bahwa KPU telah menjalankan kewajibannya secara baik.

2.2 Pemahaman Terhadap Peraturan Perundang-undangan Lemah

Disengaja atau tidak oleh DPR RI yang melakukan fit and proper test terhadap 21 calon anggota KPU yang diajukan oleh Presiden beberapa waktu lalu, ketujuh orang anggota KPU yang menyelenggarakan Pilpres 2009 tidak satu pun yang memiliki pengalaman atau disiplin ilmu di bidang hukum khususnya ilmu perundang-undangan dan prinsip pembentukan peraturan perundang-undangan (legal drafting). 57 Padahal KPU selaku lembaga penyelenggara Pilpres yang dalam menjalankan tugas dan kewenangannya mengacu pada peraturan perundang- undangan, mutlak harus mengetahui dan memahami apa yang tersurat dan tersirat dalam peraturan perundang-undangan tentang Pilpres. Pengetahuan dan pemahaman terhadap dua hal pokok di atas jelas akan sulit dilakukan bila tidak dilakukan oleh orang yang mengetahui dan memahami persoalan hukum dan perundang-undangan. Akibatnya, banyak tindakan KPU yang

56 Menurut Pasal 3 ayat (6) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008, tahapan penyelenggaraan Pilpres meliputi : a. penyusunan daftar Pemilih; b. pendaftaran

bakal Pasangan Calon; c. penetapan Pasangan Calon; d. masa Kampanye; e. masa tenang; f. pemungutan dan penghitungan suara; g. penetapan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden; dan h. pengucapan sumpah/janji Presiden dan Wakil Presiden.

57 Ketujuh anggota KPU dimaksud adalah Prof. Dr. H. Abdul Hafiz Anshary Az, MA (mantan Ketua KPU Provinsi Kalimantan Selatan), Sri Nuryanti, Sip. MA

(peneliti LIPI), Dra. Endang Sulastri, M.Si (aktivis perempuan), I Gusti Putu Artha, Sp, M.Si (Anggota KPU Provinsi Bali), Prof. Dr. Ir. Syamsul Bahri, M.S (Dosen Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang), Dra. Andi Nurpati, M.Pd (Guru MAN I Model Bandar Lampung), dan Drs. H. Abdul Aziz, MA (Direktur Ditmapenda, Bagais, Departemen Agama).

Jurnal Konstitusi , Volume 6, Nomor 3, September 2009

Wacana Hukum dan Konstitusi

tidak sepenuhnya mengacu para peraturan perundang-undangan dan tidak sedikit peraturan teknis yang dilahirkan lembaga ini yang ’tambal-sulam’, karena tidak sesuai dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik sebagai prasyarat untuk menghasilkan peraturan perundang-undangan yang berkelanjutan. 58

Penetapan DPT yang dilakukan sebanyak tiga kali yaitu 31 Mei, 8 Juni, dan 6 Juli oleh KPU dan keputusan KPU memajukan jadwal tahapan pilpres secara sepihak sebagaimana diterangkan Ketua Bawaslu Nur Hidayat Sardini dalam sidang sengketa

Pilpres di Mahkamah Konstitusi misalnya, 59 cukup menjadi bukti ketidakpahaman KPU terhadap peraturan perundang-undangan yang seharusnya dipatuhinya. Rumusan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 telah menegaskan bahwa ”Penyelenggara Pemilu berpedoman pada asas : a. mandiri; b. jujur; c. adil; d. kepastian hukum; e. tertib penyelenggara Pemilu; f. kepentingan umum; g. keterbukaan; h. proporsionalitas; i. profesionalitas; j. akuntabilitas; k. efisiensi; dan l. efektivitas”, yang berarti KPU beserta jajarannya harus berpedoman pada asas-asas yang tercantum dalam undang-undang dalam menjalankan tugas dan wewenangnya pada Pilpres 2009. Sementara Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 menegaskan bahwa ”KPU dalam Pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, dan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah berkewajiban: a. Melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan Pemilu secara tepat waktu”, yang berarti KPU beserta jajarannya wajib untuk melaksanakan semua tahapan Pilpres 2009 yang sudah ditetapkannya secara tepat waktu.

Akibat dari lemahnya pemahaman anggota KPU terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur penyelenggaraan Pilpres, tindakan KPU yang tidak taat pada asas terutama profesionalitas dan lalai akan kewajibannya terutama dalam melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan Pilpres secara tepat waktu, sebenarnya sudah dapat dikategorikan sebagai

58 Yuliandri, Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Yang Baik (Gagasan Pembentukan Undang-Undang Berkelanjutan , (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2009), hlm. 167 – 168.

59 “KPU dan Bawaslu Saling Tuding, MK Merasa Keranjang Sampah”, Media Indonesia, 6 Agustus 2009.

70 Jurnal Konstitusi , Volume 6, Nomor 3, September 2009

Refleksi Yuridis Pilpres 2009

tindakan melanggar hukum yang menjadi kewenangan Bawaslu untuk memprosesnya, sebagaimana diatur dalam Pasal 75 huruf

c Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 yang berbunyi “Bawaslu berkewajiban: c. menerima dan menindaklanjuti laporan yang berkaitan dengan dugaan adanya pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai Pemilu”.

2.3 Tidak Independen

KPU beserta jajarannya adalah lembaga yang diberi tugas dan kewenangan oleh undang-undang untuk menyelenggarakan Pilpres secara bebas dan tanpa dipengaruhi oleh siapapun. Sifat kemandirian KPU dalam penyelenggaraan Pilpres telah diatur secara tegas dalam Pasal 22E ayat (5) UUD 1945 yang berbunyi ”Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri” dan Pasal 3 ayat (3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 yang berbunyi ”Dalam menyelenggarakan Pemilu, KPU bebas dari pengaruh pihak mana pun berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan wewenangnya”. Dari kedua ketentuan ini, jelas bahwa KPU seharusnya menjaga independensi dan kemandiriannya dalam penyelenggaraan Pilpres dari pengaruh atau intervensi pihak mana pun, karena akan mengganggu proses Pilpres yang diamanatkan untuk diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

Meskipun undang-undang telah secara tegas menyatakan independensi KPU dalam penyelenggaraan Pilpres, namun kenyataan yang terjadi justeru berbicara lain. KPU beserta jajarannya terbukti bisa dipengaruhi dan diintervensi pihak lain sehingga banyak keputusan-keputusan yang dikeluarkannya menimbulkan persoalan dan merugikan pihak-pihak tertentu. Celakanya, intervensi pihak luar terhadap KPU beserta jajarannya itu tidak membuat kinerja KPU menjadi semakin baik, tapi justru sebaliknya. Misalnya, perubahan beberapa kali DPT tetapi justru semakin membuat ketidakpastian DPT dan pemajuan jadwal tahapan Pilpres tanpa didasarkan pada alasan-alasan yang dibenarkan oleh undang-undang. Kondisi memprihatinkan ini semakin diperparah dengan keterbatasan kewenangan yang dimiliki Bawaslu beserta jajarannya untuk menindaklanjuti berbagai dugaan pelanggaran Pilpres yang dilakukan oleh penyelenggaranya, karena pelanggaran

Jurnal Konstitusi , Volume 6, Nomor 3, September 2009

Wacana Hukum dan Konstitusi

administratif Pilpres sepenuhnya merupakan kewenangan KPU

untuk menyelesaikannya. 60

Tidak mengherankan bila kemudian Mahkamah Konstitusi dalam putusannya menilai bahwa salah satu sebab kelemahan, kekurangan, dan ketidaksempurnaan Pilpres 2009 berasal dari kelemahan KPU sebagai penyelenggara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang mudah dipengaruhi oleh berbagai tekanan publik, termasuk oleh para peserta Pemilu, sehingga terkesan kurang kompeten dan kurang profesional, serta kurang menjaga

citra independensi dan netralitasnya. 61 Pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi inilah yang memicu makin menguatnya desakan dari sebagian kalangan agar anggota KPU mundur atau

diberhentikan. 62