Analisis Data dan Pembahasan

F. Analisis Data dan Pembahasan

1. Analsis karakteristik UKM Batik Jarum Hasil laporan KKN PPM diperoleh tentang karakteristik umum pengrajin, antara lain: status gender kepemilikan usaha berimbang untuk pemilik pria sebanyak

28 pengrajin laki-laki sisanya 20 merupakan pengrajin perempuan. Mayoritas usaha batik sudah dirintis lebih dari 10 tahun (73%), hal ini disebabkan karena

sebagian besar merupakan usaha turun temurun. Terdapat dua pengrajin yang telah mempunyai websites, tetapi faktanya mereka tidak aktif upload terhadap isi websites -nya. Jangkauan pasar 84% pengrajin ke pasar lokal dan regional, sisanya sudah berhasil menerobos ke pasar nasional (seperti Bali, Jakarta dan Kalimantan) serta pasar Luar negeri (Australia dan Malaysia). Secara rinci karakteristik usaha batik dipaparkan dalam tabel 1.

Tabel 1 Karakteristik UKM Batik di Desa Jarum, Bayat, Klaten

1. Umumnya usaha turun temurun, mayoritas usaha batik telah dirintis lebih dari 10 tahun.

Umur operasi 2. Umumnya skala bisnisnya masih kecil, sebagian besar masih dan sejarah

berproduksi menghasilkan produk setengah jadi tetapi umumnya kapasitas produksi stabil.

3. Mayoritas usaha belum berbadan hukum 1. Umumnya menggunakan promosi “mulut ke mulut”

2. Konsinyasi dagang dengan mitra dagang yang kurang menguntungkan 3. Mengembangkan showroom untuk memajang produk , hal ini didorong

karena dukungan pemerintah setempat mengangkat desa jarum sebagai desa wisata.

Fungsi Pemasaran

4. Umumnya pengrajin kurang memiliki kesadaran merek (brand awareness)

5. Belum terobsesi ke pasar yang lebih luas, sebagian hanya mengerjakan pesanan dari mitra dagang atau tengkulak.

6. Lokasi desa kurang strategis, sehingga menjadi keterbatas dalam hal pemasaran.

1. Perintisan dan pengembangan usaha umumnya didasarkan aspek intuisi, tidak memahami aspek potensi dan kebutuhan pasar.

Perencanaan 2. Upaya ekspansi pasar lemah, bahkan sebagian yang kebanjiran order Bisnis

umumnya me-subkontrakkan pesanan ke pengrajin lain.

3. Upaya ekspansi produk dan pasar yang lemah umumnya disebabkan akses modal usaha minim, jika ada bantuan kredit umumnya kecil.

Prosiding Seminar Nasional dan Call Of Paper FE “UPN” Yogyakarta 16-18 November 2011 Buku 2

1. make-to-order bagi yang sudah mempunyai konsinyasi atau kemitraan, ada yang make-to-stock. (tapi umumnya stock berupa produk setengah jadi).

2.Penggunaan alat tradisional, 3. Pasokan bahan baku diperoleh secara kolektif dari koperasi batik

ranting (GKBI) Fungsi Produksi 4. Inovasi motif kurang (sekedar memodiikasi motif-motif tradisional)

5. Kurang mempertimbangkan dampak limbah ke lingkungan (pengrajin yang membuat batik warna alam relatif sedikit, keengganan mereka

menghasilkan batik warna alam adalah proses pengerjaan lebih rumit dan lama).

1. Pemanfaatan internet untuk akses informasi bisnis lemah (hanya beberapa pengrajin yang bisa menggunakan internet)

2. Membangun jejaring sosial dengan pengrajin lain sangat baik, tetapi dengan pihak luar seperti pemasok, pesaing ataupun pemerintah kurang.

Kapabilitas teknologi

3. Akses informasi pasar tidak menggunakan teknologi tetapi media promosi mulut-ke-mulut

4. Kurang mengakses informasi yang bersumber dari konsumen langsung tentang perubahan motif dan warna (sebagian masih menghasilkan produk batik kain yang dominan warna hitam, putih dan coklat). 1.Ketrampilan membatik merupakan warisan, yang berdampak pada keunggulan relatif ongkos TKL lebih murah.

2. Etos kerja atau berwirausaha tinggi

Karakteristik 3. Komitmen meningkatkan ketrampilan tinggi, terbukti antusiame mereka SDM

pada saat 4. Profesionalisme pengelolaan bisnis kurang, karena sebagian besar

pengelolaan diberikan ke anggota keluarga.

2. Analisis Rantai Nilai Kennedy, et al (2002) menjelaskan bahwa daya saing suatu industri ialah

kemampuan untuk menciptakan proitabilitas dan menyampaikan produk yang bernilai bagi pelanggan melalui keunggulan lowest cot leadership atau product differentiation. Maka bagaimana industri batik tersebut mampu mendeliver produk yang bernilai dimata pelanggannya maka kompetensi masing-masing rantai nilai

untuk menghasilkan produk batik perlu dianalisis juga. Tabel 2 mendiskripsikan kompetensi rantai nilai di setiap mata rantai produk.

Buku 2 Prosiding Seminar Nasional dan Call Of Paper FE “UPN” Yogyakarta 16-18 November 2011

Tabel 2 Analisis Kompetensi Rantai Nilai

Rantai Kompetensi

Keterangan Nilai

1. Ketersediaan Pembelian secara kolektif dari koperasi bahan baku

GKBI ranting Bayat (untuk bahan kain,

2. Keterjangkauan sementara untuk kayu sengon berlimpah, yang sedikit langka adalah bahan kulit)

Bahan harga bahan baku Baku

3. Renewable (bahan Biaya bahan baku relatif terjangkau dan baku yang bisa

stabil.

diperbaharui) Semua jenis bahan baku dapat diperbaharui secara berkelanjutan Peluang untuk meningkatkan

1. Ketrampilan profesionalisme besar, karena spesiik turun

ketrampilan yang dimiliki turun temurun. temurun

Kemampuan inovasi relatif lamban, Proses

2. Kemampuan belum ada pelatihan untuk inovasi dan Produksi desain dan inovasi

modiikasi.

3. Akses TKL TKL melimpah, karena 90% masyarakat 4.Pengendalian

juga mempunyai ketrampilan membatik. limbah

Upaya pengendalian limbah kurang, terutama untuk jenis batik kain sintetis.

Perbaikan kualitas terus dilakukan karena 1.Kualitas Produk

etos kerja pengrajin yang baik. Barang Jadi

2.Ketersediaan Umumnya stok berupa produk setengah Produk jadi

jadi, beberapa pengrajin yang memiliki showroom lebih responsif terhadap pasa.

1. Komunikasi pemasaran belum terintegrasi

Perlu dukungan manajemen pemasaran terpadu dari pihak lembaga pendidikan.

2. terjerat konsinyasi Pemasaran dagang yang kurang Perlu didorong kesadaran dan menguntungkan dan kemampuan untuk praktik ritel online, terjerat tengkulak agar mampu menikmati nilai tambah

bisnis secara optimal

3. Brand awareness rendah

Prosiding Seminar Nasional dan Call Of Paper FE “UPN” Yogyakarta 16-18 November 2011 Buku 2

Kualitas cenderung selalu meningkat, disamping keunggulan harga lebih kompetitif (sebab didukung bahan baku

Konsumen

1. Kualitas dan TKL melimpah), hal ini berdampak

pada persepsi positif atas produk batik dari Bayat

3. Analisis Matrik Strategi SWOT Analisis faktor lingkungan internal dan eksternal dengan menggunakan matrik

SWOT akan menghasilkan 4 alernatif strategi antara lain: (1) strategi kombinasi S-O; (2) Strategi kombinasi W-O; (3) Strategi kombinasi S-T dan (4) Strategi kombinasi W-T. Kajian lingkungan internal dan eksternal menggunakan data hasil wawancara dan jawaban kuisioner tertutup yang disebarkan ke 48 pengrajin batik (baik batik kain, kayu ataupun kulit). Tabel 3 menyajikan analsisis matrik SWOT

dan 4 strategi merupakan alternatif strategi yang dapat diimplemantasikan oleh pengrajin batik di Jarum.

Tabel 3 Matrik SWOT UKM Batik di Jarum

Weaknesses (W)

1.Akses modal minim

Strenghts (S)

2.Akses informasi rendah Lingkungan

1. Ketrampilan spesiik,

3. Metode promosi Internal

turun temurun

“mulut ke mulut”

2.Jejaring internal (antar pengrajin kuat). 4. Konsinyasi dagang

kurang menguntungkan

3. Peralatan murah

5. Kesadaran merek

4. Ketersediaan BBL dan rendah TKL

6. Kemampuan desain

dan inovasi rendah Lingkungan

5. Sifatnya padat karya

7. Infrastruktur kurang Eksternal

6. Etos kerja pengrajin

tinggi

kondusif

8. Lokasi desa tidak strategis

Buku 2 Prosiding Seminar Nasional dan Call Of Paper FE “UPN” Yogyakarta 16-18 November 2011

Opportunities (O)

1. Dukungan pemerintah setempat.

2. Aktifnya lembaga pemberdaya setempat (UPK)

3. Aktifnya lembaga paguyuban batik “Ciptowening”

4. Implementasi otonomi daerah

5.Penghargaan

Strategi S-O, yaitu

UNESCO batik Strategi O-W, yaitu

strategi menggunakan

sebagai mahakarya strategi mengurangi

kekuatan untuk

Indonesia menjadi kelemahan dengan

memanfaatkan

spirit berkarya. memanfatkan kesempatan

kesempatan

6. Kebijakan pro usaha kecil semakin luas

Threats (T)

1. Tingkat kompetisi industri batik meningkat

2.Tingkat kebaruan produk batik tinggi

3. Produk batik impor Strategi T-W, yaitu membanjiri pasar

strategi dengan lokal

mengurangi kelemahan

4. Kemajuan dengan mencegah

Strategi T-S, yaitu strategi

ancaman. teknologi informasi

menggunakan kekuatan

untuk mencegah ancaman

5. Tingkat inlasi

6. Regulasi lingkungan

Prosiding Seminar Nasional dan Call Of Paper FE “UPN” Yogyakarta 16-18 November 2011 Buku 2

4. Pembahasan Hasil Penelitian Upaya pemberdayaan mikro dinilai sangat strategis, meskipun kontribusi

UKM ke perekonomian nasional kurang signiikan tetapi karena keunggulan daya serap tenaga kerja lokal di sektor industri mikro sangat besar maka penguatan kapabilitas sangat diperlukan. Marbun (1996) mengidentiikasi kendala-kendala potensial yang sering muncul dalam proses pemberdayaan UMKM mandiri, kendala-kendala tersebut antara lain: tidak mempunyai perencanaan secara formal ataupun tertulis; kurang berorientasi pada masa depan; kurang memperhatikan kompetensi SDM; kapasitas peralatan dan mesin masih terbatas; rekayasa desain, riset dan pengembangan produk kurang diperhatikan; kekuatan pasar dan keuangan berada dalam posisi tawar yang lemah

Berdasarkan matrik SWOT dihasilkan empat alternatif strategi untuk pengembangan klaster UKM Batik di Jarum, pertama strategi S-O yaitu strategi yang menggunakan kekuatan internal yang dimiliki UKM batik untuk

memanfaatkan peluang-peluang yang ada di lingkungan eksternal. Meningkatkan profesionalisme bisnis berbasis ketrampilan spesiik yang dimiliki pengrajin ataupun karyawannya akan menumbuhkan semangat baru untuk berkarya dan

melakukan revitalisasi usaha sehingga daya saing industri batik lebih unggul dibanding negara lain. Keunggulan-keunggulan internal seperti etos kerja atau semangat berwirausaha yang tinggi akan membuka peluang seluas-luasnya bagi

lembaga pemerintah ataupun UPK Pandanaran selaku pembina pengelolaan usaha mikro di Bayat untuk memberdayakan UKM batik lebih kompetitif.

Alternatif strategi kedua adalah strategi menguruangi unsur-unsur kelemahan internal UKM dengan memanfaatkan kesempatan yang ada, misalnya unsur kekurangan akses modal dapat ditutupi dengan adanya kesempatan bantuan permodalan dari Bank Dunia di tahun 2009 melalui UPK Pandanaran. Bantuan dana Bank Dunia untuk mendorong kapasitas sektor industri mikro di Bayat yang disalurkan oleh Pemda Klaten sebesar 2 milyar, hal ini sangat membantu pengrajin untuk mengembangkan usaha dan memperluas jangkauan pasar tidak lagi menggunakan gethok tular atau promosi dari mulut ke mulut, tetapi upaya pemasaran dilakukan dengan berbasis teknologi informasi. Perkembangan internet juga dapat dimanfaatkan untuk membantu pengrajin membangun modal sosial dengan sesama pengrajin di luar daerah, membangun komunikasi dan berbagi informasi dengan stakeholders (pihak-pihak lain yang berkepentingan dengan bisnis batik). Adanya sistem informasi yang bersifat open sources mendorong komitmen Deperindagkop untuk mendorong proses perencanaan bisnis lebih profesional dengan berbadan hukum.

Alternatif strategi yang ketiga adalah strategi yang mengkombinasikan faktor lingkungan Threats-Strenghts atau strategi untuk menggunakan kekuatan- kekuatan yang dimiliki UKM batik untuk menghadapi ancaman yang berasal dari lingkungan luar. Tradisi membatik yang bersifat turun temurun yang didukung

Buku 2 Prosiding Seminar Nasional dan Call Of Paper FE “UPN” Yogyakarta 16-18 November 2011

semangat berwirausaha yang baik akan menjadi sumber untuk menciptakan keunggulan bersaing yang bisa berkelanjutan, sehingga UKM batik di Jarum mampu meminimalisir dampak tingkat kebauan produk batik yang sangat intens. Intensitas kebaruan produk batik tersebut disebabkan tingkat persaingan di industri batik sangat tinggi, perubahan trend fashion juga berpengaruh pada perubahan desain, motif dan warna sehingga pengrajin dengan berbasis keunggulan spesiik ketrampilan mampu meningkatkan inovasi secara berkelanjutan. Keunggulan UKM batik sebagai industri yang padat karya dan pasokan BBL serta ketersediaan SDM terampil di wilayah tersebut akan berpengaruh pada eisiensi produksi sehingga produk batik lokal mampu bersaing dengan produk batik impor. Fenomena di pasar, seperti membanjirnya produk-produk batik dari Cina dan Malaysia menjadi ancaman, untuk itu upaya penguatan pelaku usaha lokal khususnya usaha mikro sangat diperlukan.

Alternatif strategi terakhir yang bisa di implementasikan adalah strategi mengurangi kelemahan-kelamahan yang ada di lingkungan internal untuk mengurangi ancaman yang bersumber dari lingkungan eksternal. Misalnya untuk meminimalisir ancaman datangnya era perdagangan bebas maka perlu ada upaya untuk mengurangi kelemahan UKM batik dalam akses pengetahuan dan informasi tentang produk pesaing dan tuntutan pelanggan (customer voice). Upaya pemberdayaan kapasitas pengrajin dalam meminimalkan kendala pengelolaan bisnis berbasis teknologi informasi sangat diperlukan. Penguasaan teknologi informasi juga dapat dimanfaatkan untuk menghilangkan keterbatasan lokasi desa yang kurang strategis, karena dengan menggunakan media internet upaya untuk mempopulerkan batik sebagai produk unggulan desa Jarum ke pasar nasional ataupun internasional sangat besar.