Tinjaun Pustaka

12. Sohun

Sohun atau soun (soon) adalah mi halus yang dibuat dari pati. Setelah direbus atau direndam, sohun berwarna bening, bertekstur kenyal, dan memiliki permukaan yang licin. Di antara berbagai jenis pati yang bisa dijadikan bahan baku adalah pati kacang hijau, umbi (kentang, ubi jalar, tapioka), sagu, aren, dan midro (ganyong). Sohun berbeda dari bihun yang dilihat dari bentuknya sangat jelas sohun berukuran lebih besar daripada bihun. Sohun dijual dalam keadaan kering dan terlipat seperti sarang burung, sohun direbus atau direndam hingga agak lunak sebelum digunakan untuk berbagai masakan tumis dan sup. Sohun hampir-hampir tidak memiliki rasa, namun menyerap kaldu dan rasa bahan-bahan lain yang dimasak bersamanya. Tanpa direndam air lebih dulu, sohun bisa

commit to user

makanan (Anonim, 2011). Sohun merupakan jenis mie yang dibuat dari pati murni. Bahan utama yang digunakan yaitu dari sari pati pohon aren yang merupakan tumbuhan berbiji tertutup dan termasuk suku pinang-pinangan (Arecaceae). Pohon aren digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan tepung atau pati aren. Pati aren diperoleh dari proses ekstraksi empulur batang pohon aren. Di Indonesia pohon aren tumbuh hampir tersebar di semua wilayah terutama di daerah yang mempunyai kelembaban relatif tinggi. Pati aren merupakan salah satu jenis tepung yang banyak digunakan sebagai bahan baku pembuatan berbagai jenis makanan seperti mie

dan hun kwe (Firdayati dan Handajani, 2005). Proses pembuatan sohun hampir sama dengan pembuatan bihun, terutama dalam hal pengepresan adonan. Bedanya, pembuatan sohun dilakukan dengan membuat slurry pati yang kemudian digelatinisasi membentuk bubur lem sebelum dipres atau dicetak. Sedangkan pengeringannya biasanya dilakukan dengan cara dijemur pada rak yang dioleskan minyak di atas permukaannya. Sohun yang baik yaitu yang berwarna putih bening, elastis dan tidak putus-putus (Bambang, 2011). Sohun yang baik sudah disebutkan di atas yaitu berwarna putih karena warna sangat mempengaruhi terhadap mutu sohun tersebut karena berpengaruh kepada konsumen, selain itu elastis dan tidak putus-putus karena apabila sohun mudah putus berarti mutu sohun tersebut jelek atau tidak baik. Cara mengetahuinya yaitu dengan sohun direndam pada air mudah hancur atau tidak.

Mutu produk sohun harus memenuhi syarat mutu yang telah ditetapkan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan yaitu SNI 01-3723- 1995. Standar mutu sohun dapat dilihat pada Tabel 4. Kadar air sohun pada SNI yang terdapat pada Tabel 4, menunjukkan bahwa maksimal 14, 5 % karena apabila kadar air lebih dari 14, 5% berarti sohun masih dalam

commit to user

sehingga pada waktu diolah menghasilkan sohun yang kurang baik. Sedangkan cemaran logam pada sohun yaitu timbal (Pb) maksimal 1 mg/kg, tembaga (Zn) maksimal 10 mg/kg dan seng (Zn) maksimal 40 mg/kg. Apabila sohun mengandung cemaran logam yang lebih dari batas maksimal di SNI berarti sohun tersebut tidak layak untuk dikonsumsi karena berbahaya untuk tubuh manusia, meskipun terasanya dalam jangka lama. Tabel 4. Standar mutu Sohun (SNI 01-3723-1995)

No. Kriteria Uji

2. Uji Tahan Bentuk

Tidak hacur jika direndam di dalam air selama 10 menit

5. Bahan tambahan makanan (pemutih)

6. Cemaran Logam

6.1. Timbal (Pb)

Mg/kg

Maksimal 1,0

6.2. Tembaga (Cu)

Mg/kg

Maksimal 10,0

6.3. Seng (Zn)

Mg/kg

Maksimal 40,2

6.4. Raksa (Hg)

Mg/kg

Maksimal 0,05

7. Cemaran Arsen (Ar)

Mg/kg

Maksimal 0,5

8. Cemaran Mikrobia

8.1. Angka lempeng total

Koloni/gr

Maksimal 10 6

8.2.E. coli

APM/gr

Maksimal 10

8.3. Kapang

Koloni/gr

Maksimal 10 4 Sumber : Badan Standarisasi Nasional (BSN), 1995

13. Penelitian Terdahulu

Menurut Fatmawati (2009), dalam penelitian yang berjudul Strategi Pengembangan Industri Kecil Tempe di Kecamatan Pedan Kabupaten Klaten yang bertujuan untuk peningkatan produksi, pendapatan, serta efisiensi yang dapat dicapai dari usaha tempe. Alternatif strategi menggunakan matrik SWOT yang menghasilkan perbaikan sarana dan prasarana produksi, dan sumberdaya manusia serta penanaman modal

commit to user

mempertahankan kualitas dan kuantitas tempe serta efisiensi penggunaan sarana dan prasarana produksi; meningkatkan kualitas sumber daya pengusaha secara teknis, moral dan spiritual melalui kegiatan pembinaan untuk memaksimalkan produksi dan daya saing tempe. Prioritas strategi berdasarkan analisis matriks QSP adalah perbaikan sarana dan prasarana produksi, dan sumberdaya manusia serta penanaman modal swasta dengan dukungan dari pemerintah.

Menurut Meisiana (2010), dalam penelitian yang berjudul Strategi Pengembangan Industri Kecil Tahu Di Kecamatan Sragen Kabupaten Sragen dari hasil penelitian diketahui bahwa : Kekuatan utama dalam mengembangkan industri kecil tahu yaitu bantuan permodalan dan penyuluhan tentang limbah tahu. Sedangkan kelemahan utamanya yaitu kurangnya subsidi kedelai dan belum ada standarisasi produk tahu. Peluang dalam mengembangkan industri kecil tahu yaitu kualitas bahan baku dan kepercayaan konsumen. Sedangkan ancamannya yaitu kenaikan harga sembako dan kurangnya pasokan sekam sebagai bahan bakar. Alternatif strategi yang dapat diterapkan dalam mengembangkan industri kecil tahu di Kecamatan Sragen Kabupaten Sragen yaitu memanfaatkan bantuan modal, peralatan, pengawasan kualitas kedelai untuk menambah kepercayaan konsumen melalui teknologi yang ada, Perbaikan kebijakan serta kualitas penyuluhan sesuai kebutuhan pengusaha tahu dan meningkatkan kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia melalui kegiatan pembinaan untuk memaksimalkan potensi industri kecil tahu; Prioritas strategi yang dapat diterapkan dalam mengembangkan industri kecil tahu di Kecamatan Sragen Kabupaten Sragen adalah memanfaatkan bantuan modal, peralatan, pengawasan kualitas kedelai untuk menambah kepercayaan konsumen melalui teknologi yang ada.

Menurut Sulistyowati (2003), dalam penelitian yang berjudul Analisis Biaya Dan Keuntungan Dengan Pendekatan Fungsi Produksi Pada Industri Soun Di Desa Manjung Kecamatan Ngawen Kabupaten

commit to user

yang dikeluarkan pada bulan Desember 2002 untuk bahan baku pati sagu dan pati aren adalah sebesar Rp. 9.951.495,47 dan Rp. 15.433.598,91 dengan tingkat produksi rata-rata sebesar 4.632,81 kg untuk pati aren dan 3.275 kg pati sagu. Penerimaan yang diterima usaha industri soun pada bahan baku pati aren dan pati sagu masing-masing sebesar Rp. 18.464.311,74 dan Rp. 11.855.465,95 sehingga keuntungan rata-rata yang diperoleh dalam satu bulan sebesar Rp. 2.144.009,46 untuk pati aren dan Rp. 1.412.787.12 untuk pati sagu. Pada analisis fungsi produksi menunjukkan bahwa biaya faktor produksi, biaya modal dan tenaga kerja pada bahan baku pati aren dan pati sagu masing-masing berpengaruh nyata terhadap penerimaan soun.

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu tersebut di atas, dapat dijadikan sebagai acuan pada penelitian ini dalam menentukan faktor strategis, mengetahui alternatif dan pemilihan prioritas strategi pengembangan yang paling efektif yang dapat dilaksanakan dalam kegiatan usaha mengembangkan agroindustri sohun Di Desa Manjung Kecamatan Ngawen Kabupaten Klaten.