2.2.9.5 Wira Carita Cerita Kepahlawanan
Wira carita adalah cerita yang pelaku utamanya adalah seorang kesatria yang gagah berani, pandai berperang, dan selalu
memperoleh kemenangan. Melalui pemahaman dongeng di atas, maka dapat diperoleh gambaran bahwa dongeng merupakan bentuk
warisan leluhur yang patut dilestarikan. Bahasa yang digunakan mudah untuk dipahami, maka dari itu peminat dongeng umumnya
dari kalangan anak-anak. Dongeng mengandung nilai moraldan etika yang tinggi, dan bermanfaat sekali dalam pembentukan karakteristik,
watak, perilaku dan tumbuh kembang anak.
2.2.9.6 Pantun
Pantun pada mulanya adalah senandung atau puisi rakyat yang dinyanyikan. Dalam bahasa melayu pantun berarti quatrain,
yaitu sajak yang berbaris empat dengan sanjak a-b-a-b.sedangkan dalam bahasa sunda pantun berarti cerita panjang yang bersanjak dan
didiringi musik. Menurut Ngafean 1990 pantun adalah bentuk
puisi lama yang dilisankan dan berlagu.
Pada hakikatnya pantun merupakan bentuk puisi lama yang disusun atas baris-baris dalam sebuah bait yang penulisannya
mempunyai syatar tertentu sesuai dengan ciri-ciri pantun. Pantun
menurut Surana dkk 1987:26 ialah bentuk puisi lama yang terdiri atas 4 larik sebait, bersajak silang atau ab ab, yang dimaksud dengan
pola ab ab adalah larik pertama bersajak dengan larik ketiga, larik kedua bersajak dengan larik keempat, yang bersajak adalah larik
akhir kata setiap larik. Larik I dan II dinamakan sampiran, yang merupakan satu kalimat dan sangkutan sajak bagi larik III dan IV.
Larik III dan IV merupakan satu kalimat, yang dinamakan isi. Tiap larik umumnya terdiri dari 4 kata, banyak suku kata tiap larik
biasanya 8-12 dan iramanya beralun dua.
Zainuddin 1991:111 mengungkapkan pengertian yang sama tentang pantun bahwa pantun adalah bentuk puisi lama yang terikat
jumlah baris dalam satu bait, rima akhir, jumlah suku kata dan
adanya sampiran-isi. Suseno 2008:43-44 mengungkapkan bahwa
pantun ialah puisi yang daripadanya terdiri atas empat baris. Tiap baris diusahakan terdiri atas empat perkataan pula. Tetapi dalam
kenyataan keseharian, terdapat juga lebih dari 4 perkataan yang digunakan. Sampiran pada pantun terdiri dari 2 baris, yaitu baris
pertama dan kedua. Sedangkan isinya juga terdiri dari 2 baris, yaitu baris ketiga dan baris keempat. Jadi yang bersajak adalah baris
kesatu dengan baris ketiga, dan baris kedua dengan baris keempat.
Sugiarto 2009:11 mengungkapkan bahwa pantun berarti; missal, seperti, umpama pengertian semacam ini juga terdapat
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Sebagian orang menyatakan bahwa kkata pantun berasal dari Bahasa Jawa yaitu pantun atau pari
yang berarti padi dalam Bahasa Indonesia Melayu. Pendapat yang
menyatakan bahwa kata pantun berasal dari Bahasa Jawa dikuatkan oleh adanya salah satu jenis puisi lisan Jawa yang mirip dengan
pantun. Dalam kesastraan Jawa ikatan puisi yang mirip dengan
pantun ini dinamakan parikan.
Pendapat yang sepadan juga diungkapkan oleh Agni 2009:6 bahwa pantun merupakan salah satu jenis puisi lama yang sangat
luas dikenal dalam bahasa-bahasa Nusantara. Dalam Bahasa Jawa, misalnya dikenal sebagai parikan dan dalam Bahasa Sunda dikenal
sebagai paparikan. Lazimnya pantun terdiri atas empat larik empat baris bila dituliskan, bersajak akhir dengan pola a-b-a-b tidak boleh
a-a-a-a, a-a-b-b, atau a-b-b-a. pantun pada mulanya merupakan
sastra lisan namun sekarang dijumpai juga pantun yang tertulis.
Meskipun ada perbedaan pendapat dari para ahli mengenai asal-asul pantun, namun satu hal yang harus digarisbawahi adalah
bahwa parikan dan pantun merupakan gubahan yang diuntai atau diikat oleh ikatan-ikatan tertentu. Ikatan-ikatan inilah yang
membedakan dengan bentuk karya sastra lisan yang lain dan
merupakan ciri khas yang mudah dikenali Sugiarto 2009:12.
Para ahli satra lama telah banyak menulis tentang syarat dan aturan penulisan pantun, di antaranya adalah karya Bangsa Indonesia
sendiri. Pantun telah lama tersebar dan mendarah daging dalam kehidupan Bangsa Indonesia sejak sebelum masuknya kebudayaan
Hindu. Bentuk yang sama dengan pantun dalam kesusastraan
Indonesia ini terdapat pula dalam bahasa-bahasa daerah di Indonesia. Misalnya wawangsalan, pantun ludruk, dan gandrung dalam Bahasa
Jawa; ende-ende dalam Bahasa Mandaling; dan sebagainya Nursito
2000:11
Nursito 2000:11 mengungkapkan syarat-syarat atau ciri-ciri pantun sebagai berikut: 1 tiap bait terdiri atas empat baris, 2 tiap
baris terdiri atas 8-12 suku kata, 3 sajaknya berumuskan ab ab, 4 kedua baris pertama merupakan sampiran, sedangkan isinya terdapat
pada kedua baris terakhir.
Pantun yaitu sajak yang terdiri atas empat baris dalam satu baitnya. Baris pertama dan baris kedua merupakan sampiran,
sedangkan yang ketiga dan keempat adalah isi. Pantun menggunakan rima a-b-a-b. Mengenai isinya, larik pertama dua baris pertama
tidak berhubungan dengan larik kedua, tetapi keduanya saling
mengisi dalam kesamaan rima Sembodo 2009: 25-26
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pantun adalah salah satu jenis puisi lama termasuk dalam sastra lisan dan
sastra tertulis dengan ciri-ciri setiap bait pantun terdiri atas empat baris, setiap baris terdiri atas 8-12 suku kata. Baris pertama dan
kedua pantun disebut sampiran, baris ketiga dan keempat pantun
disebut isi, serta bersajak a-b-a-b.
2.2.9.7 Syair