Menurut asumsi peneliti, kesetaraan dari orang tua penting karena merupakan salah satu dasar dari mengertinya anak dalam hal menerima informasi dan dapat lebih
mudah diterima dan diadopsi oleh anak. Keadaan setara yang dirasakan oleh anak yang dilakukan orang tua saat berkomunikasi akan menumbuhkan perilaku yang baik
pada anak. Karena dengan kesetaraan yang dilakukan oleh orang tua membuat anak tidak merasa ada perbedaan dengan orang tua sehingga anak menganggap orang tua
adalah teman sebaya sehingga lebih mudah untuk melaksanakan perilaku yang baik. Saat berkomunikasi harus berusaha untuk mengadakan persamaan dengan orang lain.
Dengan komunikasi kita berhubungan dan mengajak orang lain untuk mengerti apa yang kita sampaikan dalam mencapai sesuatu.
5.3. Hubungan Kontrol Diri dengan Perilaku Seks Pranikah Siswa SMA
Prayatna Medan
Hasil penelitian tentang variabel kontrol diri ditemukan siswa SMA Prayatna Medan dengan kontrol diri baik berperilaku baik seks pranikah sebesar 96,8. Uji
statistik menunjukkan variabel control diri berhubungan dengan perilaku seks pranikah siswa SMA Prayatna Medan. Mengacu pada hasil uji tersebut dapat
dijelaskan semakin baik kontrol diri anak maka akan meningkat perilaku baik seks pranikah siswa.
Pada penelitian ini kontrol diri siswa masih kurang dapat kita lihat dari 106 siswa dengan kontrol diri tidak baik sebesar 41,5. Keadaan ini menunjukkan bahwa
siswa SMA Prayatna lebih meningkatkan kontrol diri terhadap hal-hal negatif yang berhubungan dengan perilaku seks pranikah. Kontrol diri pada siswa adalah harus
Universitas Sumatera Utara
mampu menahan keinginan atau dorongan sesaat yang bertentangan dengan tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma sosial.
Menurut Messina 2003 menyatakan bahwa kontrol diri adalah seperangkat tingkah laku yang berfokus pada keberhasilan mengubah diri pribadi, keberhasilan
menangkal pengrusakan diri self-destruction, perasaan mampu pada diri sendiri, perasaan mandiri autonomy atau bebas dari pengaruh orang lain, kebebasan
menentukan tujuan, kemampuan untuk memisahkan perasaan dan pikiran rasional, serta seperangkat tingkah laku yang berfokus pada tanggung jawab atas diri pribadi.
Sedangkan Papalia 2004, menyatakan self control adalah kemampuan individu untuk menahan dorongan-dorongan dan kemampuan individu untuk mengendalikan
tingkah lakunya pada saat tidak adanya kontrol dari lingkungan. Menurut Safarino 1997 mengemukakan bahwa kontrol diri diperlukan untuk
mengatur perilaku yang diinginkan dan yang tidak diinginkan pada saat seseorang berhadapan dengan stimulus-stimulus. Berdasarkan pengertian tersebut dapat
dikatakan bahwa kontrol diri merupakan salah satu faktor dari dalam diri manusia yang sangat penting sehingga dapat terhindar dari perilaku seksual pranikah di
kalangan remaja. Kontrol diri yang tinggi sangat dibutuhkan sehingga seorang individu tidak gampang terpengaruh oleh stimulus yang bersifat negatif Walgito,
2002. Dalam konsep kontrol diri pada remaja selalu diikuti dengan perilaku yang
dikendalikan rasa bersalah, sebab dalam diri seseorang yang mempunyai moral yang matang selalu ada rasa bersalah dan malu. Namun, rasa bersalah berperan lebih
Universitas Sumatera Utara
penting dari pada rasa malu dalam mengendalikan perlaku apabila pengendalian lahiriah tidak ada. Hanya sedikit remaja yang mampu mencapai tahap perkembangan
moral yang demikian sehingga remaja tidak dapat disebut secara tepat orang yang ”matang secara moral” Susanti, 2002.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian Iga Serpianing Aroma 2010 mengenai ” Tingkat Kontrol Diri dengan Kecenderungan Perilaku Kenakalan
Remaja” di SMK X Kediri yang berjumlah 265 orang oleh Iga Serpianing Aroma 2010, menyebutkan bahwa terdapat hubungan negatif antara tingkat kontrol diri
dengan kecenderungan perilaku kenakalan remaja. Semakin tinggi tingkat kontrol diri maka semakin rendah pula kecenderungan perilaku kenakalan remaja, sebaliknya
semakin rendah tingkat kontrol diri maka semakin tinggi kecenderungan perilaku kenakalan remajanya.
Penelitian lain mengenai kontrol diri yang dilakukan oleh Dini Susanti, mahasiswa psikologi UIIS Malang tahun 2002, yang memaparkan bahwa dari
keseluruhan responden sudah cukup mampu mengontrol diri mereka agar tidak terjerumus pada seks pranikah namun sayangnya mayoritas dari mereka
menggunakan cara yang kurang tepat, negatif, tidak sehat dan tidak terarah. Dari mereka hanya 50 yang mampu mengontrol diri terhadap perilaku seks pranikah
dengan jalan yang positif, dan 50 dari mereka yang mengatakan bahwa hubungan seks pranikah adalah suatu hal yang wajar dan mereka tidak mampu mengontrol diri
untuk melakukan seks pranikah karena mereka didukung oleh pergaulan Susanti, 2002.
Universitas Sumatera Utara
Selain komunikasi dan kontrol diri ada banyak faktor yang memengaruhi perilaku seks pranikah seperti pengaruh media, kecanggihan tehnologi dan pengaruh
teman sebaya. Media yang ada dan yang terpapar dengan anak terutama media yang berhubungan dengan perilaku seks pranikah sangat menimbulkan hal yang negatif
pada anak, dengan adanya media biasanya anak akan tergoda untuk melaksanakan sesuai dengan media yang dilihatnya. Kemudian yang tidak kalah pentingnya adalah
kecanggihan tehnologi. Penggunaan kecanggihan tehnologi yang salah pakai akan mengakibatkan perilaku menyimpang atau perilaku buruk pada anak. Memanfaatkan
tehnologi yang canggih sering mengakibatkan anak tidak mampu mengontrol diri terhadap hal negatif yang akan mengakibatkan perilaku yang buruk pada anak. Selain
itu teman sebaya sangat memengaruhi perilaku anak, karena godaan teman sebaya sering terjadi terutama godaan terhadap hal-hal yang buruk yang membuat anak
mencontoh perilaku teman sebaya. Teman sebaya lebih cendrung memotivasi anak dalam berperilaku sesuai apa yang dilaksanakan oleh anak, artinya apabila teman
sebaya berperilaku baik, maka siswa akan mencontoh perilaku baik juga dan sebaliknya apabila perilaku teman sebaya buruk siswa akan mencontoh perilaku
buruk yang dilakukan teman sebaya.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan