muncul perasaan cemas, tidak nyaman, khawatir, kecewa dan perasaan bersalah. Remaja laki-laki pada umumnya memiliki perasaan yang lebih positif mengalami
pengalaman seksualnya yang pertama kali dari pada remaja perempuan. Penelitian yang dilakukan Hass Furhmann, 1990 ditemukan sebesar 43 remaja
awal laki-laki dan 31 remaja awal perempuan sekitar usia 15-16 tahun kemudian 56 remaja akhir laki-laki dan 44 remaja akhir perempuan usia
sekitar 17-18 tahun pernah melakukan sexual intercourse atau hubungan seksual Daryanto, 2009.
Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa bentuk perilaku seks pranikah atau tingkat perilaku seksual yang dilakukan pasangan lawan jenis yang
dilakukan oleh remaja meliputi masturbasi, meraba daerah sensitif petting, oral genital sex, sampai dengan sexual intercourse atau hubungan seksual.
3.3.4. Dampak Perilaku Seks Pranikah
Setiap perbuatan pasti ada dampak dan konsekuensinya, begitu juga konsekuensi yang ditimbulkan dari hubungan seks pranikah sangat jelas terlihat
khususnya bagi remaja putri seperti hamil di luar nikah. Perilaku seks pranikah khususnya bagi pelajar akan menimbulkan masalah antara lain :
a. Memaksa pelajar tersebut dikeluarkan dari sekolah, sementara mental belum siap dibebani masalah ini.
b. Kemungkinan terjadinya aborsi yang tidak bertanggung jawab dan membahayakan jika sampai terjadi kehamilan yang tidak diinginkan.
Universitas Sumatera Utara
c. Pengalaman seksualitas yang terlalu dini sering berpengaruh di masa dewasa, seperti merasakan hubungan seks bukanlah sesuatu yang sakral lagi sehingga
tidak bisa menikmati hubungan tersebut, hanya sebagai alat memuaskan nafsu saja.
d. Hubungan seks yang dilakukan dengan berganti-ganti pasangan menimbulkan resiko yang tinggi seperti terjangkitnya berbagai penyakit kelamin menular.
Tidak hanya itu dampak psikologis perilaku seks pranikah, tetapi juga mengakibatkan rasa bersalah dan penyesalan karena melanggar norma, depresi,
ketegangan mental dan kebingungan untuk menghadapi segala kemungkinan resiko yang akan terjadi. Kehamilan remaja, pengguguran kandungan aborsi, terputusnya
sekolah, perkawinan di usia muda, perceraian, penyakit kelamin, penyalahgunaan obat merupakan akibat buruk dari petualangan cinta dan seks yang salah pada saat
remaja masih sebagai seorang pelajar. Akibatnya, masa depan mereka yang penuh dengan harapan menjadi hancur berantakan. Oleh karena itu, pendidikan seks bagi
remaja sebaiknya diberikan agar mereka sadar bagaimana menjaga organ reproduksinya tetap sehat dan mereka mempunyai pengetahuan tentang seks yang
benar.
2.4. Hubungan Komunikasi Orang Tua dan Anak Serta Kontrol Diri Siswa terhadap Perilaku Seks Pranikah
Masa remaja selalu dikaitkan dengan identifikasi diri atau mencari jati diri, dimana pada remaja ini mempunyai karakteristik seperti pertentangan, banyak
Universitas Sumatera Utara
komentar, cenderung suka menentang pengarahan orang tua, gejolak untuk hidup bebas, suka mengkritik dan mendebat, tertarik dengan lawan jenis Zulkifli, 1992.
Salah satu fenomena kehidupan remaja yang sangat menonjol adalah terjadinya peningkatan minat dan motivasi terhadap seksualitas. Terjadinya
peningkatan perhatian remaja terhadap kehidupan seksual ini sangat dipengaruhi oleh faktor perubahan-perubahan fisik selama masa pubertas. Terutama kematangan
organ-organ seksual dan perubahan-perubahan hormonal, mengakibatkan munculnya dorongan-dorongan seksual dalam diri remaja. Perilaku negatif remaja terutama
hubungannya dengan penyimpangan seksualitas seperti seks pranikah ini, banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dari diri remaja sendiri serta faktor eksternal
berasal dari luar yang mendukung perilaku tersebut. Berbagai perilaku seksual pranikah sering dilakukan remaja dalam konteks berpacaran, mulai dari perilaku
seksual yang ringan seperti sentuhan, pegangan tangan sampai dengan ciuman dan sentuhan-sentuhan seks yang pada dasarnya semua itu adalah keinginan untuk
menikmati dan memuaskan dorongan seksualnya. Pemahaman tentang seks haruslah dibangun pada diri remaja agar tidak terjadi pemahaman tentang seks yang hanya
bersifat parsial dan tidak menyeluruh. Hal ini terkait dengan moralitas dan mentalitas diri remaja dalam menjalani kehidupan mereka. Komunikasi orang tua dan remaja
mengenai seksualitas bermaksud memberikan pengetahuan dan pandangan seluas- luasnya dari berbagai sudut pandang serta memberikan informasi yang benar dan
faktual kepada remaja mengenai seksualitas. Dengan adanya pengetahuan atau informasi faktual yang benar dan utuh serta perilaku yang bertanggung jawab,
Universitas Sumatera Utara
misalnya adanya resiko hamil di luar nikah jika melakukan hubungan seksual pranikah, maka remaja akan berpikir dua kali bahkan lebih untuk melakukan
perilakun tersebut dan cenderung akan bersikap tidak setuju terhadap perilaku yang bergaya kebarat-baratan tersebut Erwin, 2005.
Orang tua para remaja tersebut merupakan guru pertama dan terbaik. Para remaja, yang orang tuanya membicarakan seks dengan mereka sejak usia dini dan
yang bisa menjawab pertanyaan yang dilontarkan, telah mengomunikasikan sikap yang sehat, cenderung menunda aktivitas seksualnya. Para remaja yang dapat
bertanya kepada orang tua mereka atau kepada dewasa lain tentang seks dan mereka yang mendapatkan pendidikan seks dari sekolah atau program komunitas akan
berpeluang baik dalam mencegah kehamilan dini dan risiko lain terkait dengan aktivitas seksual Papalia, 2008.
Di samping kurangnya komunikasi antara orang tua dan anak mengenai seksualitas, ada juga faktor internal penyebab terjadinya perilaku seks pranikah yaitu
lemahnya kontrol diri remaja. Kemampuan mengontrol diri pada remaja berkaitan erat dengan perkembangan moralnya.
Dibandingkan dengan anak-anak, tingkat moralitas remaja sudah lebih matang. Akan tetapi, pada remaja cenderung keadaan emosinya masih labil karena
erat hubungannya dengan keadaan hormon. Kalau sedang senang-senangnya mereka lupa diri karena tidak mampu menahan emosi yang meluap-luap, bahkan remaja
mudah terjerumus ke dalam tindakan tidak bermoral, misalnya remaja yang sedang asyik berpacaran bisa terlanjur hamil sebelum mereka dinikahkan, bunuh diri karena
Universitas Sumatera Utara
putus cinta dan sebagainya. Emosi remaja lebih kuat dan lebih menguasai diri mereka dari pada pikiran yang realistis Zulkifli, 1992.
Remaja yang tidak memiliki kontrol diri yang berkembang baik terhadap perilaku seks pranikah akan menyebabkan berbagai masalah muncul, dan sebaliknya
kontrol diri yang berkembang baik akan menyebabkan remaja tersebut mampu mengendalikan impuls-impuls negatif yang muncul sehingga perilaku seks ini dapat
dihindari. Remaja rawan cenderung menunjukkan tingkah laku seksual yang tidak bertanggung jawab. Remaja yang tidak merasa berarti, yang tidak memiliki
kesempatan yang memadai untuk belajar dan bekerja, dan yang merasa memiliki kebutuhan untuk membuktikan sesuatu pada dirinya dengan seks, adalah mereka yang
beresiko melakukan tingkah laku seksual yang tidak bertanggung jawab. Untuk itu, dengan adanya kontrol diri remaja dan kontrol dari keluarga
terutama efektivitasnya komunikasi orang tua dan anak akan mampu menjaga sikap, tanggung jawab, etika dan moralnya, serta dapat mengurangi atau mencegah
terjadinya perilaku seksual pranikah di kalangan remaja.
2.5. Landasan Teori