Pariwisata Berkelanjutan TINJAUAN PUSTAKA

D. Pariwisata Berkelanjutan

Pariwisata merupakan merupakan salah satu industri terbesar di dunia. World Travel and Tourism Council pada tahun 1998 menyebutkan bahwa sektor pariwisata memiliki pertumbuhan yang cukup besar yaitu 4 persen per tahun dan menyumbang sekitar 11,6 persen pada GDP dunia Linberg, 2002 dalam Hidayati, 2003. Di Indonesia, pada tahun 2000 sektor pariwisata telah menyumbang sebesar 9,27 persen dari GNP Indonesia dan menyerap hampir 8 persen dari seluruh jumlah tenaga kerja Menpora, 2000 dalam Hidayati, 2003. Namun demikian, kebijakan pembangunan pariwisata yang telah diterapkan lebih mengutamakan manfaat dari segi ekonomi sehingga menyebabkan terabaikannya pelestarian lingkungan dan terpinggirkannya penduduk lokal Siregar, 2001. Keadaan tersebut mendorong timbulnya kesadaran untuk mengembangkan pariwisata yang ramah terhadap lingkungan dan penduduk lokal. Dukungan dari dunia internasional terhadap pariwisata berkelanjutan pun sangat tinggi hal ini dibuktikan adanya definisi tentang pariwisata berkelanjutan dalam agenda 21 oleh WTO yaitu : ....meets the needs of present tourists and host regions while protecting and enhancing opportunities for the future. It is envisaged as leading to management of all resources in such a way that economic, social, and aesthetic needs can be fulfilled while maintaining cultural integrity, essential ecological processes, biological diversity and life support systems Insula,1995 dalam Hidayati,2003. Owen et al dalam Kohl 2003 berpendapat bahwa pembangunan pariwisata berkelanjutan harus mengikuti beberapa prinsip, yaitu: 1. Pariwisata harus menjadi suatu bagian dari perekonomian yang seimbang. 2. Penggunaan lingkungan pariwisata harus memenuhi preservasi jangka panjang dan penggunaan lingkungan tersebut. 3. Pariwisata harus menghargai karakter suatu daerah. 4. Pariwisata harus memberikan manfaat ekonomi jangka panjang. 5. Pariwisata harus peka terhadap kebutuhan ekonomi masyarakat lokal. Konsep pariwisata berkelanjutan sendiri masih dalam perdebatan. Beberapa konsep dan definisi pariwisata berkelanjutan bermunculan, diantaranya sebagai berikut : • Kegiatan wisata yang mempertemukan kepentingan pengunjung dan penerima dengan menjaga kesempatan bagi generasi mendatang untuk dapat pula ikut menikmati wisata ini. Untuk itu diperlukan adanya sebuah pengelolaan tertentu atas lingkungan dan sumberdaya yang tersedia agar dapat memenuhi kepentingan ekonomi, sosial dan estetika dan tetap menjaga integritas budaya, proses ekologis yang penting, keanekaragaman hayati dan sistem pendukung kehidupan WTO, 2002. • Perjalanan bertanggung jawab ke daerah alami yang melindungi lingkungan dan menjaga kesejahteraan masyarakat setempat International Ecotourism Society dalam Kodhyat, 1998. • Pariwisata harus didasarkan pada kriteria yang berkelanjutan yang intinya adalah pembangunan yang harus didukung secara ekologis dalam jangka panjang dan sekaligus layak secara ekonomi, adil secara etika dan sosial terhadap masyarakat Piagam Pariwisata Berkelanjutan di Insula, 1995 • Semua bentuk pembangunan, pengelolaan dan aktivitas pariwisata yang memelihara integritas lingkungan, sosial, ekonomi dan kesejahteraan dari sumberdaya alam dan budaya yang ada untuk jangka waktu yang lama Federation of Nature and National Park, 1993 dalam Badi’ah, 2004 • Pariwisata yang memperhatikan kemampuan alam untuk regenerasi dan produktifitas masa datang. Selain itu juga mengenali kontribusi masyarakat dan komunitas adat, gaya hidup yang berpengaruh pada pengalaman wisatawan serta mengakui bahwa penduduk lokal juga harus menerima hak yang sama dari keuntungan ekonomi yang timbul dari kegiatan wisata Tourism Concern dan World Wildlife Fund, 1992 dalam Hidayati, 2003 Beberapa definisi diatas secara umum memiliki kesamaan yang merupakan terjemahan lebih lanjut dari pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu kegiatan wisata dianggap berkelanjutan apabila memenuhi syarat sebagai berikut Hidayati, 2003 : • Secara ekologis berkelanjutan, Yaitu pembangunan pariwisata yang tidak menimbulkan efek negatif bagi ekosistem setempat. Selain itu, konservasi merupakan kebutuhan yang harus diupayakan untuk melindungi sumberdaya alam dan lingkungan dari efek negatif kegiatan wisata. • Secara sosial dapat diterima, Yaitu mengacu pada kemampuan penduduk lokal untuk menyerap usaha pariwisata industri dan wisatawan tanpa menimbulkan konflik sosial. • Secara kebudayaan dapat diterima, yaitu masyarakat lokal mampu beradaptasi dengan budaya turis yang cukup berbeda tourist culture. • Secara ekonomis menguntungkan, yaitu keuntungan yang didapat dari kegiatan pariwisata dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tak dapat dipungkiri, hingga saat ini konsep pembangunan berkelanjutan dianggap sebagai ”resep” pembangunan terbaik termasuk pembangunan pariwisata. Menurut Bater 2001 dalam Pusat Penelitian Kepariwisataan ITB http:www.p2par.itb.ac.id,[5 Mei 2005], pembangunan pariwisata yang berkelanjutan dapat dikenali melalui prinsip-prinsipnya yang dielabirasi berikut ini : 1. Partisipasi. Masyarakat setempat harus mengawasi atau mengontrol pembangunan pariwisata dengan ikut terlibat dalam menentukan visi pariwisata, mengidentifikasi sumberdaya-sumberdaya yang akan dipelihara dan ditingkatkan, serta mengembangkan tujuan-tujuan dan strategi-strategi dalam pengembangan dan pengelolaan daya tarik wisata. Masyarakat juga harus berpartisipasi dalam mengimplementasikan strategi-strategi yang telah didukung sebelumnya. 2. Keikutsertaan para pelaku stakeholders involvement Para pelaku yang ikut serta dalam pembangunan pariwisata meliputi kelompok dan institusi LSM, kelompok sukarelawan, pemerintah daerah, asosiasi wisata, asosiasi bisnis dan pihak-pihak lain yang berpengaruh dan berkepentingan serta yang akan menerima dampak dari kegiatan pariwisata. 3. Kepemilikan lokal Pembangunan pariwisata harus menawarkan lapangan pekerjaan yang berkualitas untuk masyarakat setempat. Beberapa pengalaman menunjukkan bahwa pendidikan dan pelatihan bagi penduduk setempat serta kemudahan akses untuk para pelaku bisnis atau wirausahawan setempat benar-benar dibutuhkan untuk mewujudkan kepemilikan lokal. Lebih lanjut, keterkaitan linkages antara pelaku-pelaku bisnis dengan masyarakat lokal harus diupayakan menunjang kepemilikan lokal tersebut. 4. Pembangunan sumberdaya yang berkelanjutan Pembangunan pariwisata harus dapat menggunakan sumberdaya secara berkelanjutan yang artinya kegiatan-kegiatannya harus menghindari penggunaan sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui irreversible secara berlebihan. Hal ini juga didukung dengan keterkaitan lokal dalam tahap perencanaan, pembangunan dan pelaksanaan, sehingga pembagian keuntungan yang adil dapat diwujudkan. Dalam pelaksanaannya, kegiatan pariwisata harus menjamin bahwa sumberdaya alam dan buatan dapat dipelihara dan diperbaiki dengan menggunakan kriteria-kriteria dan standar- standar internasional. 5. Mewadahi tujuan-tujuan masyarakat Tujuan-tujuan masyarakat dapat diwadahi dalam kegiatan pariwisata agar kondisi yang harmonis antara pengunjungwisatawan, tempat dan masyarakat setempat dapat terwujud. Misalnya, kerjasama dalam wisata budaya atau cultural tourism partnership dapat dilakukan mulai dari tahap perencanaan, manajemen, sampai pada pemasaran. 6. Daya dukung Daya dukung atau kapasitas lahan yang harus dipertimbangkan meliputi daya dukung fisik, alami, sosial dan budaya. Pembangunan dan pengembangan harus sesuai dan serasi dengan batas-batas lokal dan lingkungan. Rencana dan pengoperasiannya seharusnya dievaluasi secara reguler sehingga dapat ditentukan penyesuaian dan perbaikan yang dibutuhkan. Skala dan tipe fasilitas wisata harus mencerminkan batas penggunaan yang dapat ditoleransi limit of aceptable use. 7. Monitor dan evaluasi Kegiatan monitor dan evaluasi pembangunan pariwisata berkelanjutan mencakup penyusunan pedoman, evaluasi dampak kegiatan wisata serta pengembangan indikator-indikator dan batasan-batasan untuk mengukur dampak pariwisata. Pedoman atau alat-alat bantu yang dikembangkan tersebut harus meliputi skala nasional, regional dan lokal. 8. Akuntabilitas Perencanaan pariwisata harus memberi perhatian yang besar pada kesempatan mendapatkan pekerjaan, pendapatan, dan perbaikan kesehatan masyarakat lokal yang tercermin dalam kebijakan-kebijakan pembangunan. Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam seperti tanah, air dan udara harus menjamin akuntabilitas serta memastikan bahwa sumber-sumber yang ada tidak dieksploitasi secara berlebihan. 9. Pelatihan Pembangunan pariwisata berkelanjutan membutuhkan pelaksanaan program- program pendidikan dan pelatihan untuk membekali pengetahuan masyarakat dan meningkatkan keterampilan bisnis, vacasional dan profesional. Perhatian sebaiknya meliputi topik pariwisata berkelanjutan, manajemen perhotelan serta topik-topik lain yang relevan. 10. Promosi Pembangunan pariwisata berkelanjutan juga meliputi promosi penggunaan lahan dan kegiatan yang memperkuat karakter lansekap, sense of place, dan identitas masyarakat setempat. Kegiatan-kegiatan dan penggunaan lahan tersebut seharusnya bertujuan untuk mewujudkan pengalaman wisata yang berkualitas yang dapat memberikan kepuasan bagi pengunjung. Katrina Baldon dan Richard Margoluis 1996 dalam Kohl 2003, mengungkapkan lima manfaat kunci yang dapat ditawarkan oleh ekowisata untuk konservasi, yaitu: 1. Sebuah sumber pendanaan untuk konservasi kenekaragaman hayati, terutama dalam kawasan lindung yang diakui secara hukum. 2. Alasan ekonomis untuk kawasan lindung. 3. Alternatif ekonomis bagi masyarakat setempat untuk mengurangi eksploitasi berlebihan pada kawasan lindung serta sumberdaya hidupan liar. 4. Membangun dukungan kelompok pendukung yang meningkatkan konservasi keanekaragaman hayati 5. Sebuah insentif bagi upaya konservasi keanekaragaman hayati yang dilakukan oleh pihak swasta. Pengembangan pariwisata harus berdasar pada kriteria sustainability, yang berarti bahwa pengembangan tersebut harus menunjang sisi ekologi dalam jangka waktu lama, menghidupkan perekonomian, serta dapat melibatkan masyarakat lokal. Kegiatan pengembangan ini juga merupakan suatu proses yang mempertimbangkan suatu manajemen sumberdaya secara keseluruhan. Hal ini dimaksudkan agar diperoleh data tentang keseluruhan sumberdaya—termasuk yang belum dimanfaatkan—untuk selanjutnya dilestarikan Abikusno, 2005.

E. Kaitan antara Pariwisata dan Stakeholders

Dokumen yang terkait

Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Pariwisata (Studi Tentang Pembangunan Ekowisata Di Kenagarian Lasi Kecamatan Candung Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat)

3 79 104

Alokasi waktu dan pendapatan tenaga kerja perempuan (Studi kasus rumahtangga kerajinan tenun di Kenagarian Pandai Sikek Kabupaten Tanah Datar Provinsi Sumatera Barat)

0 4 318

Studi Identitas Regional Guna Menunjang Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan di Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat (Studi Kasus Identitas Regional menurut Wanita dan LSM)

1 78 139

Studi identitas regional guna menunjang pembangunan pariwisata berkelanjutan di Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat studi kasaus identitas regional menurut masyarakat adat dan petani

0 40 129

Studi identitas regional guna menunjang pembangunan pariwisata berkelanjutan di Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat studi kasus identitas regional menurut masyarakat pendidikan, masyarakat industri dan masyarakat tenaga kerja

0 22 134

Dayasaing Durian di Sumatera Barat (Kasus: Kabupaten Padang Pariaman dan Kabupaten Tanah Datar)

0 18 246

Alokasi waktu dan pendapatan tenaga kerja perempuan (Studi kasus rumahtangga kerajinan tenun di Kenagarian Pandai Sikek Kabupaten Tanah Datar Provinsi Sumatera Barat)

0 11 154

Potensi dan Kendala Pengembangan Pariwisata di Sumatera Barat. Studi Kasus : Objek Wisata di Kenagarian Batu Bulek Kecamatan Lintau Buo Kab. Tanah Datar.

0 0 6

Inventarisasi dan Evaluasi Mineral Non Logam di Kabupaten Agam dan Tanah Datar Provinsi Sumatera Barat

0 0 11

Konsep pembangunan berkelanjutan kelompok studi

0 0 2