Studi identitas regional guna menunjang pembangunan pariwisata berkelanjutan di Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat studi kasus identitas regional menurut masyarakat pendidikan, masyarakat industri dan masyarakat tenaga kerja

(1)

STUDI IDENTITAS REGIONAL GUNA MENUNJANG PEMBANGUNAN PARIWISATA BERKELANJUTAN

DI KABUPATEN TANAH DATAR, PROVINSI SUMATERA BARAT: Studi Kasus Identitas Regional menurut Masyarakat Pendidikan,

Masyarakat Industri, dan Masyarakat Tenaga Kerja

Oleh :

ADE IRVAN ICHTIARTO E 34101006

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006


(2)

PEMBANGUNAN PARIWISATA BERKELANJUTAN

DI KABUPATEN TANAH DATAR, PROVINSI SUMATERA BARAT: Studi Kasus Identitas Regional menurut Masyarakat Pendidikan,

Masyarakat Industri, dan Masyarakat Tenaga Kerja

Oleh :

ADE IRVAN ICHTIARTO E 34101006

Skripsi Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kehuta Sarjana Kehutanannan

Pada D epartemen Konservasi Sumberdaya H utan dan Ekowisata Pada D epartemen Konservasi Sumberdaya H utan dan Ekowisata

F akultas Kehutanan I nstitut Pertanian Bogor F akultas Kehutanan I nstitut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006 RINGKASAN


(3)

Ade Irvan Ichtiarto. E.34101006. Studi Identitas Regional Guna Menunjang Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan di Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat: Studi Kasus Identitas Regional Menurut Masyarakat Pendidikan, Masyarakat Industri, dan Masyarakat Tenaga Kerja. Dibimbing oleh Dr. Ir. Ricky Avenzora, MSc. F dan Ir. Nandi Kosmaryandi, MSc.F.

Pariwisata adalah salah satu sektor yang telah mengalami perkembangan cukup pesat di dunia. Menurut Linbe rg (2002; dalam Hidayat, et al (2003)) menyebutkan bahwa sektor pariwisata pada tahun 1998 memiliki pertumbuhan sebesar 4 persen per tahun dan menyumbang 11,6 persen pada GDP dunia. Saat ini sektor pariwisata merupakan salah satu solusi untuk meningkatkan pendapatan suatu negara, hal ini terlihat nyata pada negara-negara berkembang di Afrika dan Amerika Selatan. Dewasa ini, kemajuan sektor pariwisata yang telah dicapai secara umum masih berorientasi pada aspek ekonomi dan kurang menyentuh aspek ekologi dan sosial budaya masyarakat. Pengembangan wisata berkelanjutan atau sustainable tou rism development menjadi kebutuhan yang sangat penting dalam memberikan solusi bagi permasalahan sektor pariwisata yang ada

Adanya potensi sumberdaya yang beraneka ragam di setiap daerah merupakan modal dasar bagi pengembangan wisata di daerah tersebut. Untuk itu, diperlukan suatu upaya untuk mengenali dan mengidentifikasi berbagai potensi sumberdaya yang ada menjadi suatu identitas regional

Upaya untuk menggali potensi sumberdaya sebagai suatu identitas daerah memerlukan keterlibatan pemangku kepentingan (stakeholders). Tiga stakeholders yang menjadi obyek kajian adalah masyarakat pendidikan, masyarakat tenaga kerja dan masyarakat industri. Masyarakat pendidikan adalah masyarakat yang dikenal memiliki pengetahuan yang lebih, oleh karena itu masyarakat pendidikan seharusnya mampu mengetahui berbagai potensi daerah dalam kaitan pengembangan wisata. Demikian masyarakat industri dan tenaga kerja, elemen masyarakat ini menjadi komponen penting perekonomian suatu daerah terutama dalam kaitan pemasaran hasil wisata. Saat ini, tiga stakeholders tersebut berperan dalam kehidupan masyarakat khususnya masyarakat modern, sehingga diharapkan dapat memberikan kontribusi positif dalam kegiatan pariwisata di daerah.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari persepsi, motivasi dan preferensi masyarakat pendidikan, industri, dan tenaga kerja di Kabupaten Tanah Datar berkaitan dengan segala aspek kehidupannya sehingga dapat menjadi identitas regional yang bermanfaat guna menunjang pembangunan pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism development). Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Tanah Datar dalam mengelola potensi sumberdaya di era otonomi daerah.

Stakeholder masyarakat pendidikan memilih unsur kebudayaan upacara-upacara adat untuk menjadi identitas daerahnya, yaitu sebesar 33%, kemudian unsur sistem kekerabatan sebesar 28,33% dan sisanya unsur makanan sebesar 2%, unsur bahasa (6,67%) dan sistem hukum (5%) serta sistem pemerintahan dan ekonomi sebesar 3,33%.


(4)

Stakeholder masyarakat industri, 30% respondennya menyatakan bahwa unsur sistem kekerabatan menjadi identitas regional mereka. Kemudian unsur makanan sebesar 28,33% dan sisanya unsur upacara adat sebesar 18,33 %, unsur kerajinan tangan sebesar 6,67%, bahasa (3%) serta unsur sistem ekonomi dan kesenian sebesar 6,67%.

Stakeholder masyarakat tenaga kerja memilih unsur kebudayaan sistem kekerabatan untuk menjadi identitas daerahnya, yaitu sebesar 35%, kemudian unsur upacara adat sebesar 26,67% dan sisanya unsur makanan sebesar 16,67% , unsur bahasa (6,67%) dan kesenian (3,33%) serta sistem pemerintahan dan alat permainan sebesar 1,67%.

Berhubungan dengan penilaian persepsi, motivasi dan preferensi oleh masyarakat pendidikan. Unsur upacara adat lebih dikenal, dipakai, membudaya dan memiliki keunikan. Sehingga dipilih sebagai identitas daerahnya. Sedangkan masyarakat industri dan tenaga kerja memilih unsur sistem kekerabatan sebagai identitas daerah Kabupaten Tanah Datar.


(5)

Judul Skripsi : Studi Identitas Regional Guna Menunjang Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan di Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat: Studi Kasus Identitas Regional menurut Masyarakat Pendidikan, Masyarakat Industri dan Masyarakat Tenaga Kerja”.

Nama : Ade Irvan Ichtiarto

NRP : E 34101008

Departemen : Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Ricky Avenzora, MSc. F Ir. Nandi Kosmaryandi, MSc.F

Tanggal: Tanggal:

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kehutanan IPB

Prof. Dr. Cecep Kusmana, M.S Tanggal :


(6)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia yang telah diberikan, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2005 ialah “Studi Identitas Regional guna Menunjang Pariwisata Berkelanjutan di Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat: Studi kasus Identitas regional menurut Masyarakat Pendidikan, Masyarakat Industri dan Masyarakat Tenaga Kerja”.

Dengan penuh rasa hormat, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar -besarnya kepada:

1. Keluarga tercinta Bapak Jarodi dan Ibu Sartini, Bapak Sukarjito dan Ibu Salbiyah, Kakak, Adik serta Sri Astuti, S.Pd. atas segala doa, bimbingan, kasih sayang, motivasi dan dukungannya

2. Dr. Ir. Ricky Avenzora, Msc. F dan Ir. Nandi Kosmaryandi, MSc. F. selaku dosen pembimbing atas segala bimbingan dan pengarahannya selama penulis menyelesaikan skripsi.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Elias selaku dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan dan Ibu Ir. Umijati Rachmatsjah, MS selaku dosen penguji dari Departemen Silvikultur.

4. KPAP Departemen KSH, Nanang, Kaka, Catur, Soni atas segala bantuan dan dukungan kepada penulis. Gongliers dan rekan-rekan seperjuangan KSH’ 38 dan Fahutan atas inspirasi dan dukungannya. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Semoga Allah SWT memberikan balasan atas segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih belum sempurna, sehingga diperlukan kritik yang bersifat membangun. Akhirnya semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

Bogor, Januari 2006

Penulis


(7)

Penulis dilahirkan di Indramayu, Jawa Barat pada tanggal 22 Agustus 1983 dari ayah bernama DRS Jarodi dan Ibu Sartini. Penulis merupakan putra kedua dari 3 bersaudara.Jenjang pendidikan formal dimulai pada tahun 1987 di Taman Kanak-kanak Merpati Pertiwi Indramayu, dilanjutkan pada tahun 1989 di Sekolah Dasar Negeri Ujungaris II dan Sekolah Dasar Mendungan III Daerah Istimewa Yogyakarta serta lulus pada tahun 1995. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SLTP N 10 Yogyakarta dan di SLTPN 1 Jatibarang, lulus pada tahun 1998. Tahun 2001 penulis lulus dari SMU Negeri I Sindang Indramayu. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor) dan diterima sebagai mahasiswa Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah aktif di Uni Konservasi Fauna (UKF) (2003), Kelompok Pemerhati Burung (KPB Prenjak), HIMAKOVA (2002-2004), serta pernah melakukan Praktek Pengenalan Hutan di KPH Banyumas dan Praktek Umum Pengelolaan Hutan di KPH Cepu, Ngawi, Blora dan Madiun serta melaksanakan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Baluran (TNB), Banyuwangi Jawa Timur. Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Insitut Pertanian Bogor, penulis menyusun karya ilmiah yang berjudul “Studi Identitas Regional guna Menunjang Pariwisata Berkelanjutan di Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat: Studi kasus Identitas regional menurut Masyarakat Pendidikan, Masyarakat Industri dan Masyarakat Tenaga Kerja” di bawah bimbingan Dr. Ir. Ricky Avenzora, Msc. F dan Ir. Nandi Kosmaryandi, MSc. F.


(8)

Halaman

RINGKASAN ...i

RIWAYAT HIDUP ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL...vii

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... x

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan... 3

C. Manfaat... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. Kebudayaan... 4

1. Pengertian dan Kebudayaan... 4

2. Sejarah... 5

3. Unsur-unsur Kebudayaan... 5

4. Fungsi Kebudayaan... 5

B. Pengertian Pariwisata ... 6

C. Pariwisata Berkelanjutan (Sustainable Tourism) ... 7

D. Kaitan antara Pariwisata dan Stakeholders ... 11

E. Identitas Regional... 13

F. Masyarakat Pendidikan... 14

G. Masyarakat Tenaga Kerja... 16

H. Masyarakat Industri... 17

III. METODE PENELITIAN ... 19

A. Lokasi dan Waktu Penelitian... 19

B. Data dan Informasi Penelitian... 19

C. Alat dan Bahan Penelitian ... 20

D. Cara Pengumpulan Data ... 20

1. Observasi/pengamatan Langsung... 20

2. Kuisioner ... 20

3. Wawancara... 21

4. Studi Literatur ... 21

E. Metode Pengambilan Responden... 21

1. Purposive Sampling ... 21

2. Stratified Random Sampling ... 21

F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 22

1. Analisis Deskriptif ... 22

2. Metode Skoring ... 22

3. Multiple Correspondences Analysis (MCA)... 23


(9)

IV. KONDISI UMUM... 25

A. Sejarah... 25

B. Letak dan Luas Kabupaten Tanah Datar ... 27

C. Iklim... 27

D. Hidrologi ... 28

E. Fisiografis ... 28

F. Kondisi Sosek dan Budaya ... 29

1. Demografi... 29

2. Kegiatan Perekonomian... 30

3. Sosial Budaya Masyarakat... 31

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ...33

A. Kebudayaan... 33

1. Kebudayaan Minangkabau... 33

2. Unsur-unsur Kebudayaan Minangkabau ... 35

3.1. Pakaian ... 35

3.2. Rumah... 37

3.3. Makanan... 39

3.4. Kerajinan tangan... 39

3.5. Alat Produksi... 43

3.6. Alat Permainan... 44

3.7. Bahasa ... 44

3.8. Sistem Kekerabatan... 45

3.9. Sistem Hukum... 46

3.10. Sistem Pemerintahan... 47

3.11. Sistem Ekonomi ... 49

3.12. Upacara Adat... 50

3.13. Kesenian... 50

3. Fungsi Kebudayaan Minangkabau... 51

B. Pariwisata di Kabupaten Tanah Datar ... 52

C. Identitas Regional... 58

1. Karakteristik Responden... 58

1.1. Stakeholder Masyarakat Pendidikan... 58

1.2. Stakeholder Masyarakat Industri... 59

1.3. Stakeholder Masyarakat Tenaga Kerja ... 60

2. Identitas Regional Kabupaten Tanah Datar ... 61

2.1. Identitas Regional menurut Masyarakat Pendidikan... 61

2.2. Identitas Regional menurut Masyarakat Industri ... 63

2.3. Identitas Regional menurut Masyarakat Tenaga Kerja ... 65

3. Upacara Adat sebagai Identitas Regional Kabupaten Tanah Datar ... 66

4. Hubungan Kekerabatan sebagai Identitas Regional Kabupaten Tanah Datar ... 77

D. Hambatan dan Peluang Pengembangan Wisata di Kabupaten Tanah Datar ... 80

E. Konsep Pelestarian dan Penge mbangan Identitas Regional guna Menunjang Pariwisata Berkelanjutan... 81


(10)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ...85

A. Kesimpulan... 85

B. Saran... 85

DAFTAR PUSTAKA ...87

LAMPIRAN ... 90


(11)

Halaman Tabel 1. Skala Kategori Penilaian...22 Tabel 2. Deskripsi Umum Responden Masyarakat Pendidikan...59 Tabel 3. Deskripsi Umum Responden Masyarakat Industri dan

Perdagangan...60 Tabel 4. Deskripsi Umum Responden Masyarakat Tenaga Kerja ...61


(12)

Halaman

Gambar 1. Kurva Pola Tingkah Laku Manusia ...15

Gambar 2. Bagan Alir Penelitian ... 24

Gambar 3. Jumlah Penduduk Per-kecamatan di Kabupaten Tanah Datar ...29

Gambar 4. Kepadatan Penduduk Per -kecamatan di Kabupaten Tanah Datar...29

Gambar 5. Jumlah Obyek Wisata di Kabupaten Tanah Datar ... 30

Gambar 6. Pakaian Penghulu ...36

Gambar 7. Pakaian Adat Sunting dan Takuluak Tanduak ...36

Gambar 8. Motif Ukiran Dinding pada Rumah Gadang ... 38

Gambar 9. Rumah Gadang ...39

Gambar 10. Pengrajin Tenun di Nagari Pandai Sikek (a) dan Pengrajin Sulam di Nagari Sungayang (b) ...43

Gambar 11. Alat-alat tradisional yang digunakan dalam Kegiatan Pertanian ...44

Gambar 12. Obyek-obyek wisata yang ada di Kabupaten Tanah Datar ...50

Gambar 13. Alat Musik Seluang (kiri) rabab (tengah) dan talempong (kanan) ...51

Gambar 14. Pertanian di Nagari Pande Sikek...53

Gambar 15. Pintu Gerbang Nagari Tuo Pariangan...54

Gambar 16. Lembah Anai...55

Gambar 17. Puncak Pato...56

Gambar 18. Ngalau Pangian... 56

Gamnar 19. Balairung Sari...57

Gambar 20. Rumah Kampai Nan Panjang ...58

Gambar 21. Grafik Identitas Regional Masyarakat Pendidikan...62

Gambar 22. Grafik Biplot Masyarakat Pendidikan terhadap Identitas Regional. ...63

Gambar 23. Grafik Identitas Regional Masyarakat Industri ... 64

Gambar 24. Grafik Biplot Masyarakat Industri terhadap Identitas Regional. .64 Gambar 25. Grafik Identitas Regional Masyarakat Tenaga Kerja ...65


(13)

Gambar 26. Grafik Biplot Masyarakat Tenaga Kerja terhadap

Identitas Regional...66 Gambar 27. Peralatan yang digunakan dalam peminangan sebagai

tempat meletakkan sirih; baki (kiri) dan carano (kanan) ... 69 Gambar 28. Pakaian adat perkawinan pengantin marapulai dan anak

daro di Kecamatan Lintau Buo ... 72 Gambar 29. Prosesi upacara adat batagak gala atau pemberian gelar ...74


(14)

Halaman Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian... 92 Lampiran 2. Kuisioner Penelitian... 94 Lampiran 3. Karakteristik Responden Masyarakat Pendidikan... 101 Lampiran 4. Karakteristik Responden Masyarakat Pe ndidikan berdasarkan

Tingkat Umur... 103 Lampiran 5. Karakteristik Responden Masyarakat Pendidikan berdasarkan

Tingkat Pendidikan... 103 Lampiran 6. Karakteristik Responden Masyarakat Pendidikan berdasarkan

Jenis Kelamin ... 103 Lampiran 7. Karakteristik Responden Masyarakat Pendidikan berdasarkan

Tingkat Pendapatan... 103 Lampiran 8. Karakteristik Responden Masyarakat Industri... 104

Lampiran 9. Karakteristik Masyarakat Industri berdasarkan Tingkat Umur 106

Lampiran 10. Karakteristik Masyarakat Industri berdasarkan Tingkat

Pendidikan ... 106

Lampiran 11. Karakteristik Masyarakat Industri berdasarkan Jenis

Kelamin ... 106

Lampiran 12. Karakteristik Masyarakat Industri be rdasarkan Tingkat

Pendapatan... 106

Lampiran 13. Karakteristik Responden Masyarakat Tenaga Kerja ... 107

Lampiran 14. Karakteristik Responden Masyarakat Tenaga Kerja

berdasarkan Tingkat Umur... 109

Lampiran 15. Karakteristik Responden Masyarakat Tenaga Kerja

berdasarkan Tingkat Pendidikan... 109

Lampiran 16. Karakteristik Responden Masyarakat Tenaga Kerja

berdasarkan Jenis Kelamin ... 109

Lampiran 17. Karakteristik Responden Masyarakat Tenaga Kerja

berdasarkan tingkat pendapatan... 109

Lampiran 18. Rekapitulasi Pemilihan Unsur Budaya Masyarakat Industri 110

Lampiran 19. Rekapitulasi Pemilihan Unsur Budaya Masyarakat

Pendidikan ... 113 Halaman


(15)

Lampiran 20. Rekapitulasi Pemilihan Unsur Budaya Masyarakat Tenaga

Kerja ... 116

Lampiran 21. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Tanah Datar... 120

Lampiran 22. Target dan Realisasi Belanja Pemerintah Kabupaten Tanah

Datar ... 120

Lampiran 23. Jumlah Mushalla, Surau dan Kegiatan per Kecamatan

Kabupaten Tanah Datar ... 120


(16)

A. Latar Belakang

Pariwisata adalah salah satu sektor yang telah mengalami perkembangan cukup pesat di dunia. Menurut Linberg (2002; dalam Hidayat, et al, 2003) menyebutkan bahwa sektor pariwisata pada tahun 1998 memiliki pertumbuhan sebesar 4 persen per tahun dan menyumbang 11,6 persen pada GDP dunia. Saat ini sektor pariwisata merupakan salah satu solusi untuk meningkatkan pendapatan suatu negara, hal ini terlihat nyata pada negara-negara berkembang di Afrika dan Amerika Selatan.

Sektor pariwisata di Indonesia telah menunjukkan peranannya dalam memberikan kontribusi bagi kehidupan ekonomi bangsa. Sektor ini mampu meningkatkan pendapatan negara dari sektor pajak dan devisa serta mampu menyediakan lapangan pekerjaan khususnya bagi tenaga kerja yang terampil. Selain itu, sektor pariwisata juga memiliki peranan penting dalam menunjang pembangunan daerah. Hal itu semakin terlihat sejak diberlakukannya UU No. 22 tahun 1999 dan UU No. 25 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah (OTDA). Dengan diberlakukannya undang-undang mengenai otonomi daerah tersebut, setiap daerah memiliki kesempatan yang sama untuk mengembangkan potensi yang ada di daerahnya. Dari segi jumlah, pemanfaatan potensi sumberdaya yang ada di setiap daerah di Indonesia sangat besar. Namun dari segi kualitas, pemanfaatan potensi sumberdaya sampai saat ini dirasakan masih berada di bawah standar pengelolaan pariwisata.

Dewasa ini, kemajuan sektor pariwisata yang telah dicapai secara umum masih berorientasi pada aspek ekonomi dan kurang menyentuh aspek ekologi dan sosial budaya masyarakat. Pengembangan wisata berkelanjutan atau sustainable tourism development menja di kebutuhan yang sangat penting dalam memberikan solusi bagi permasalahn sektor pariwisata yang ada. Pada hakikatnya konsep ini memiliki tanggungjawab terhadap kelestarian alam, memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat sekitar dan dapat menjaga keutuhan budaya masyarakat setempat, sehingga konsep ini berperan dalam pengembangan pariwisata daerah.


(17)

Adanya potensi sumberdaya yang beraneka ragam di setiap daerah merupakan modal dasar bagi pengembangan wisata di daerah tersebut. Untuk itu, diperlukan suatu upaya untuk mengenali dan mengidentifikasi berbagai potensi sumberdaya yang ada menjadi suatu identitas regional. Identitas regional merupakan jati diri atau ciri khusus yang memiliki oleh suatu daerah tertentu yang berbeda dengan daerah lain. Jika setiap daerah mengenal keunggulan dan ciri khas daerahnya maka pengembangan pariwisata berkelanjutan akan lebih terarah dan mengurangi persaingan negatif antar daerah akibat pemanfaatan sumberdaya yang sama.

Upaya untuk menggali potensi sumberdaya sebagai suatu identitas daerah memerlukan keterlibatan pemangku kepentingan (stakeholders). Tiga stakeholders yang menjadi obyek kajian adalah masyarakat pendidikan, masyarakat tenaga kerja dan masyarakat industri. Masyarakat pendidikan adalah masyarakat yang dikenal memiliki pengetahuan yang lebih, oleh karena itu masyarakat pendidikan seharusnya mampu mengetahui berbagai potensi daerah dalam kaitan pengembangan wisata. Demikian masyarakat industri dan tenaga kerja, elemen masyarakat ini menjadi komponen penting perekonomian suatu daerah terutama dalam kaitan pemasaran hasil wisata. Saat ini, tiga stakeholders tersebut berperan dalam kehidupan masyarakat khususnya masyarakat modern, sehingga diharapkan dapat memberikan kontribusi positif dalam kegiatan pariwisata di daerah.

Dalam kaitan penelitian, salah satu daerah yang memiliki potensi pariwisata yang tinggi adalah Kabupaten Tanah Datar. Kabupaten Tanah Datar adalah daerah yang memiliki sumberdaya dan keindahan alam yang menarik dan unik. Adanya keunikan dan keindaha n alam daerah Tanah Datar menjadi daya tarik tersendiri yang berbeda dengan daerah lainnya. Selain itu, Kabupaten Tanah Datar juga memiliki kehidupan sosial budaya yang khas, baik berupa benda -benda hasil budaya manusia maupun tradisi dan kehidupan masyara katnya. Mempertimbangkan kondisi tersebut, maka Kabupaten Tanah Datar sangat potensial untuk dikembangkan sebagai daerah tujuan wisata. Sebenarnya, potensi daerah Tanah Datar tanpa sengaja telah diketahui, dikenal bahkan diakui oleh masyarakat sendiri seja k dulu, namun pemanfaatannya masih belum optimal.


(18)

Lebih lanjut, kebutuhan untuk menggali dan mengidentifikasi sumberdaya yang ada di Kabupaten Tanah Datar menjadi sangat penting.

B. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari persepsi, motivasi dan preferensi masyarakat pendidikan, industri, dan tenaga kerja di Kabupaten Tanah Datar berkaitan dengan segala aspek kehidupannya sehingga dapat menjadi identitas regional yang bermanfaat dalam menunjang pembangunan pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism development).

C. Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan pembangunan pariwisata berkelanjutan di Kabupaten Tanah Datar dalam mengelola potensi sumberdaya di era otonomi daerah.


(19)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kebudayaan

1. Pengertian Kebudayaan

Kata “kebudayaan” berasal dari bahasa Sansekerta buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari kata “buddhi” yang berarti budi atau akal. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal. Soemardjan dan Soemardi (1964; dalam Soekanto (1999)) menyatakan kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah (mater ial culture) yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya agar hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan masyarakat. Rasa jiwa manusia akan mewujudkan kaidah-kaidah dan nilai sosial yang perlu untuk mengatur masalah-masalah kemasyarakatan termasuk agama, ideologi, kebatinan dan kesenian. Sedangkan cipta merupakan kemampuan mental, kemampuan berpikir orang-orang yang hidup bermasyarakat, menghasilkan filsafat dan ilmu pengetahuan untuk diamalkan di kehidupan bermasyarakat.

Lebih lanjut Koentjaraningrat (1985) mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Selain itu Tylor (1871; dalam Purwanto (2005)) mencoba mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan yang kompleks meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hukum, moral, adat dan berbagai kemampuan serta kebiasaan yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Sedangkan Linton (1936; dalam Purwanto (2005)) dalam salah satu tulisannya membagi kebudayaan menjadi dua yaitu overt culture dan covert culture. Overt culture adalah wujud kebudayaan yang tampak dan dapat dilihat oleh panca indera, sedangkan covert culture adalah bagian kebudayaan yang tidak tampak seperti ide dan gagasan-gagasan.

Banyak terdapat definisi-definisi kebudayaan yang lain, hal ini karena bentuk kebudayaan memang sangat kompleks dan pengetahuan tentang kebudayaan juga terus berkembang.


(20)

2. Sejarah

Pemahaman terhadap sejarah dirasakan sanga t penting untuk mengkaji kebudayaan. Kehidupan suatu masyarakat saat ini adalah sebagai akibat dari suatu peristiwa yang terjadi di masa lalu. Dengan kata lain, pemahaman terhadap suatu kebudayaan hanya dapat dipahami dengan melihat perkembangan sejarah terlebih dahulu. Menurut Frans Boas dalam Purwanto (2005) bahwa berbagai peristiwa unik dan spesifik yang pernah terjadi dalam sejarah akan dapat dipakai dalam menjelaskan fenomena kebudayaan di masa sekarang dan dapat berperan atau sebagai alat untuk memahami kebudayaan yang tersebar luas di bumi ini.

Swartz (1986) mengungkapkan ciri-ciri dalam teori sejarah atau apa-apa yang harus diperhatikan dalam materi sejarah yaitu menyeleksi fenomena yang akan terjadi dan hipotesis yang akan dikemukakan, mengevaluasi data baik lisan maupun tertulis dan mengecek keaslian sumber dan berbagai materi lain. Akhirnya semuanya itu akan tergantung pada tujuan atau kepentingan apakah yang ingin diperoleh dari data sejarah, apakah untuk menjelaskan sesuatu atau memperbaharui teori. Melalui perjalanan sejarah, berbagai proses kehidupan manusia telah melahirkan ciri keanekaragaman bentuk budaya.

3. Unsur- Unsur Kebudayaan

Kebudayaan dari setiap bangsa atau masyarakat, terdiri atas unsur-unsur besar maupun unsur-unsur kecil yang merupakan bagian-bagian dari kebulatan yang bersifat sebagai kesatuan. Unsur-unsur pokok atau besar dari kebudayaan, lazim disebut cultural universals. Terdapat 7 unsur kebudayaan yang dianggap sebagai cultural universals yaitu: (1) Peralatan dan perlengka pan hidup manusia (pakaian, rumah, alat-alat produksi dll), (2) Matapencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi (pertanian, peternakan, perkebunan, kehutanan dll), (3) Sistem kemasyarakatan, (4) Bahasa, (5) Kesenian, (6) Sistem pengetahuan dan, (7) Religi (sistem kepercayaan) (Kluckholn , 1959 dalam Soekanto, 2000).

4. Fungsi Kebudayaan bagi Masyarakat

Kebudayaan mempunyai fungsi yang sangat besar bagi masyarakat. Timbulnya fungsi disebabkan beragamnya kekuatan alam yang harus dihadapi masyarakat. Kebudayaan memiliki fungsi bagi masyarakat untuk melindungi masyarakat terhadap lingkungan alamnya dengan melahirkan kebudayaan


(21)

kebendaan dan teknologi, misalnya senjata, alat-alat produksi, makanan dan minuman, pakaian, perhiasan dan lain sebagainya. Selain itu, faktor kepuasan dalam diri manusia juga melahirkan fungsi kebudayaan, misalnya kepuasaan di bidang spiritual maupun material, misalnya perkawinan, kepercayaan atau keagamaan dan lain sebagainya.

Kebudayaan juga berfungsi untuk mengatur agar manusia dapat menge rti bagaimana seharusnya untuk bertindak, berbuat, menentukan sikap bilamana mereka berhubungan dengan orang lain. Norma -norma atau kaidah-kaidah dalam masyarakat, pada hakekatnya merupakan petunjuk-petunjuk tentang bagaimana manusia bertindak dan berperilaku dalam pergaulan hidup(Soekanto, 1999)

Kebudayaan yang dipelihara dan dipegang teguh oleh suatu masyarakat dapat menjadi ciri khas atau bahkan menjadi suatu identitas bagi masyarakat tersebut. Identitas tersebut akan membedakan antara komunitas masyarakat tertentu dengan masyarakat lain. Pada banyak tempat di belahan dunia, kebudayaan suatu masyarakat memiliki daya tarik tersendiri yang dapat menarik minat para wisatawan untuk datang berkunjung, baik untuk tujuan penelitian maupun menikmati kebudayaan.

B. Pengertian Pariwisata

Pariwisata adalah salah satu jenis industri baru yang mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi dalam penyediaan lapangan kerja, peningkatan penghasilan, standar hidup serta menstimulasi sektor-sektor produktifitas lainnya (Pendit, 1999). Pernyataan tersebut diperkuat dengan kenyataan bahwa pariwisata merupakan industri dengan pertumbuhan tercepat di dunia (World Tourism Organization; WTO, 2000 dalam Abikusno, 2005). Pariwisata juga diakui sebagai salah satu aktivitas ekonomi utama dunia. Hal ini diindikasikan oleh makin meningkatnya jumlah wisatawan yang datang ke daerah tujuan wisata. Dalam tahun 2000 saja telah tercatat sebanyak 700 juta kunjungan internasional, dan diperkirakan bahwa pariwisata domestik mencapai 10 kali lipat dari nilai tersebut (United Nations Environment Programme; UNEP, 2003 dalam Abikusno, 2005).

World Tourism Organization memprediksikan bahwa pariwisata internasional akan terus berkembang sebesar 4 hingga 4,5 persen per tahun, yang juga akan diimbangi oleh pariwisata domestiknya. Bagi Indonesia sendiri,


(22)

perkembangan pariwisata tersebut terindikasi dari peningkatan jumlah wisatawan mancanegara sebanyak 4.606.416 (rata -rata hari kunjungan 9,18 hari/ orang) di tahun 1998 dan meningkat menjadi 5.064.217 orang dengan jumlah hari kunjungan 12,26/orang pada tahun 2000. Besarnya devisa yang diperoleh dari sektor pariwisata ini pada tahun 2000 adalah sebesar 5,75 milyar dolar Amerika (Depparsenibud, 1990 dalam Abikusno, 2005).

Instit ute of Tourism in Britain (1976; dalam Pendit (1999)) merumuskan bahwa pariwisata adalah kepergian orang-orang sementara dalam jangka waktu pendek ke tempat-tempat tujuan di luar tempat tinggal dan pekerjaan sehari-harinya serta kegiatan-kegiatan mereka selama berada di tempat tujuan tersebut; mencakup kepergian untuk berbagai maksud, termasuk kunjungan seharian atau darmawisata atau ekskursi. Sedangkan pengertian pariwisata menurut Marpaung (2002), pariwisata adalah perpindahan sementara yang dilakukan manusia dengan tujuan keluar dari pekerja a n-pekerjaan rutin, keluar dari tempat kediamannya.

Di berbagai negara, di Eropa Barat misalnya, orang menggolongkan daerah tujuan wisata ini menurut faktor-faktor tertentu (Pendit, 1999) yaitu :

a. Daerah tujuan wisata tergantung atas alam, misalnya tempat berlibur pada musim-musim tertentu dan tempat beristirahat untuk kesehatan

b. Daerah tujuan wisata tergantung atas kebudayaan, misalnya kota-kota bersejarah, pusat pendidikan, tempat yang mempunyai acara khusus seperti perayaan, adat istiadat, pesta rakyat serta tempat seperti pusat beribadah

c. Daerah tujuan wisata tergantung atas lalu lintas, misalnya daerah pelabuhan laut, pertemuan lalu lintas kereta api, persimpangan lalu lintas kendaraan bermotor, daerah pelabuhan udara

d. Daerah tujuan wisata tergantung atas kegiatan ekonomi, misalnya pusat perdagangan dan perindustrian, pusat-pusat bursa dan pekan raya, tempat-tempat yang memiliki institut perekonomian atau peristiwa -peristiwa ekonomi

e. Daerah tujuan wisata tergantung atas kegiatan politik, misalnya Ibukota ata u pusat pemerintahan, tempat-tempat dimana terdapat institut politik atau kegiatan-kegiatan politik


(23)

C. Pariwisata Berkelanjutan (Sustainable Tourism)

Pariwisata merupakan salah satu industri terbesar di dunia. World Travel and Tourism Council pada tahun 1998 menyebutkan bahwa sektor pariwisata memiliki pertumbuhan yang cukup besar yaitu 4 persen per tahun dan menyumbang sekitar 11,6 persen pada GDP dunia (Linberg, 2002 dalam Hidayati dan Mujiyani, 2003). Di Indonesia, pada tahun 2000 sektor pariwisata tela h menyumbang sebesar 9,27 persen dari GNP Indonesia dan menyerap hampir 8 persen dari seluruh jumlah tenaga kerja (Menpora, 2000 dalam Hidayati dan Mujiyani, 2003). Namun demikian, kebijakan pembangunan pariwisata yang telah diterapkan hanya terpusat pada manfaat dari segi ekonomi, sehingga pelestarian lingkungan dan penduduk lokal terabaikan (Siregar, 2001 dalam Hidayati dan Mujiyani, 2003). Kondisi tersebut mendorong timbulnya kesadaran untuk mengembangkan pariwisata yang ramah terhadap lingkungan dan mengangkat peranan penduduk lokal. Dukungan dari dunia internasional terhadap pariwisata berkelanjutan pun sangat tinggi. Hal ini dibuktikan dengan adanya pengertian pariwisata berkelanjutan dalam agenda 21 oleh WTO (Agenda 21, 1992 dalam Hidayati dan Mujiyani, 2003) yaitu:

....meets the needs of present tourists and host regions while protecting and enhancing opportunities for the future. It is envisaged as leading to management of all resources in such a way that economic, social, and aesthetic needs can be fulfilled while maintaining cultural integrity, essential ecological processes, biological diversity and life support systems.

Konsep pariwisata berkelanjutan sampai sekarang juga masih dalam perdebatan. Beberapa konsep dan definisi pariwisata berkelanjutan bermunculan, diantaranya adalah sebagai berikut:

• Kegiatan wisata yang mempertemukan kepentingan pengunjung dan penerima dengan menjaga kesempatan bagi generasi mendatang untuk dapat pula ikut menikmati wisata ini. Untuk itu diperlukan adanya sebuah pengelolaan tertentu atas lingkungan dan sumberdaya yang tersedia agar dapat memenuhi kepentingan ekonomi, sosial dan estetika dan tetap menjaga integritas budaya, proses ekologis yang penting, keanekaragaman


(24)

hayati dan sistem pendukung kehidupan (WTO, 2002 dalam Hidayati dan Mujiyani, 2003)

• Pariwisata harus didasarkan pada kriteria yang berkelanjutan yang intinya adalah pembangunan yang harus didukung secara ekologis dalam jangka panjang dan sekaligus layak secara ekonomi, adil secara etika dan sosial terhadap masyarakat (Piagam Pariwisata Berkelanjutan di Insula, 1995 dalam Hidayati dan Mujiyani, 2003)

• Semua bentuk pembangunan, pengelolaan dan aktivitas pariwisata yang memelihara integritas lingkungan, sosial, ekonomi dan kesejahteraan dari sumberdaya alam dan budaya yang ada untuk jangka waktu yang lama (Federation of Nature and National Park, 1993 dalam Hidayati dan Mujiyani, 2003)

• Pariwisata yang memperhatikan kemampuan alam untuk regenerasi dan produktifitas masa datang. Selain itu juga mengenali kontribusi dari masyarakat dan komunitas adat, gaya hidup yang berpengaruh pada pengalaman wisatawan serta mengakui bahwa penduduk lokal juga harus menerima hak yang sama dari keuntungan ekonomi yang timbul dari kegiatan wisata (Tourism Concern dan WWF, 1992 dalam Hidayati dan Mujiyani, 2003)

Beberapa definisi diatas secara umum memiliki kesamaan yang merupakan terjemahan lebih lanjut dari pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu kegiatan wisata dianggap berkelanjutan apabila memenuhi syarat sebagai berikut (Hidayati dan Mujiyani, 2003):

• Secara ekologis berkelanjutan, yaitu pembangunan pariwisata yang tidak menimbulkan efek negatif bagi ekosistem setempat. Selain itu, konservasi merupakan kebutuhan yang harus diupayakan untuk melindungi sumberdaya alam dan lingkungan dari efek negatif kegiatan wisata.

• Secara sosial dapat diterima, yaitu mengacu pada kemampuan penduduk lokal untuk menyerap usaha pariwisata tanpa menimbulkan konflik sosial. • Secara kebudayaan dapat diterima, yaitu masyarakat lokal mampu


(25)

• Secara ekonomis menguntungkan, yaitu keuntungan yang didapat dari kegiatan pariwisata dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Tidak dapat dipungkiri, hingga saat ini konsep pembangunan berkelanjutan dianggap sebagai solusi pembangunan terbaik termasuk pembangunan pariwisata. Menurut Bater, et al (2001; dalam Pusat Penelitian Kepariwisata ITB (2002)), pembangunan pariwisata yang berkelanjutan dapat dikenali melalui prinsip-prinsipnya yang dikembangkan berikut ini:

a. Partisipasi.

Masyarakat setempat harus mengawasi atau mengontrol pembangunan pariwisata dengan ikut terlibat dalam menentukan visi pariwisata, mengidentifikasi sumberdaya -sumberdaya yang akan dipelihara dan ditingkatkan, serta mengembangkan tujuan-tujuan dan strategi-strategi dalam pengembangan dan pengelolaan daya tarik wisata. Masyarakat juga harus berpartisipasi dalam mengimplementasikan strategi-strategi yang telah didukung sebelumnya.

b. Keikutsertaan para pelaku (stakeholders involvement)

Para pelaku yang ikut serta dalam pembangunan pariwisata meliputi kelompok dan institusi LSM, kelompok sukarelawan, pemerintah daerah, asosiasi wisata, asosiasi bisnis dan pihak-pihak lain yang berpengaruh dan berkepentingan serta yang akan menerima dampak dari kegiatan pariwisata.

c. Kepemilikan lokal

Pembangunan pariwisata harus menawarkan lapangan pekerjaan yang berkualitas untuk masyarakat setempat. Beberapa pengalaman menunjukkan bahwa pendidikan dan pelatihan bagi penduduk setempat serta kemudahan akses untuk para pelaku bisnis atau wirausahawan setempat benar -benar dibutuhkan untuk mewujudkan kepemilikan lokal. Lebih lanjut, keterkaitan antara pelaku-pelaku bisnis dengan masyarakat lokal harus diupayakan menunjang kepemilikan loka l tersebut.

d. Pembangunan sumberdaya yang berkelanjutan

Pembangunan pariwisata harus dapat menggunakan sumberdaya dengan berkelanjutan, yang artinya kegiatan-kegiatannya harus menghindari


(26)

penggunaan sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui secara berlebihan. Hal ini juga didukung dengan keterkaitan lokal dalam tahap perencanaan, pembangunan dan pelaksanaan, sehingga pembagian keuntungan yang adil dapat diwujudkan. Dalam pelaksanaannya, kegiatan pariwisata harus menjamin bahwa sumberdaya alam dan buatan dapat dipelihara dan diperbaiki dengan menggunakan kriteria -kriteria dan standar-standar internasional.

e. Mewadahi tujuan-tujuan masyarakat

Tujuan-tujuan masyarakat dapat diwadahi dalam kegiatan pariwisata agar kondisi yang harmonis antara pengunjung/wisatawan, tempat dan masyarakat setempat dapat terwujud. Misalnya, kerjasama dalam wisata budaya atau cultural tourism partnership dapat dilakukan mulai dari tahap perencanaan, manajemen, sampai pada pemasaran.

f. Daya dukung

Daya dukung atau kapasitas lahan yang harus dipertimbangkan meliputi daya dukung fisik, alami, sosial dan budaya. Pembangunan dan pengembangan harus sesuai dan serasi dengan batas -batas lokal dan lingkungan. Rencana dan pengoperasiannya seharusnya dievaluasi secara reguler sehingga dapat ditentukan penyesuaian dan perbaikan yang dibutuhkan. Skala dan tipe fasilitas wisata harus mencerminkan limit of acceptable use yaitu batas penggunaan yang dapat ditoleransi.

g. Monitor dan evaluasi

Kegiatan monitor dan evaluasi pembangunan pariwisata berkelanjutan mencakup penyusunan pedoman, evaluasi dampak kegiatan wisata serta pengembangan indikator -indikator dan batasan-batasan untuk mengukur dampak pariwisata. Pedoman atau alat-alat bantu yang dikembangkan tersebut harus meliputi skala nasional, regional dan loka l.

h. Akuntabilitas

Perencanaan pariwisata harus memberi perhatian yang besar pada kesempatan mendapatkan pekerjaan, pendapatan, dan perbaikan kesehatan masyarakat lokal yang tercermin dalam kebijakan-kebijakan pembangunan. Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam seperti


(27)

tanah, air dan udara harus menjamin akuntabilitas serta memastikan bahwa sumber-sumber yang ada tidak dieksploitasi secara berlebihan.

i. Pelatihan

Pembangunan pariwisata berkelanjutan membutuhkan pelaksanaan program-program pendidikan dan pelatihan untuk membekali pengetahuan masyarakat dan meningkatkan keterampilan bisnis, vacasional dan profesional. Pelatihan yang diterapkan, sebaiknya mencakup tentang topik pariwisata berkelanjutan, manajemen perhotelan serta topik-topik lain yang relevan.

j. Promosi

Pembangunan pariwisata berkelanjutan juga meliputi promosi penggunaan lahan dan kegiatan yang memperkuat karakter lansekap, sense of place, dan identitas masyarakat setempat. Kegiatan-kegiatan dan penggunaan lahan tersebut seharusnya bertujuan untuk mewujudkan pengalaman wisata yang berkualitas yang memberikan kepuasan bagi pengunjung.

D. Kaitan antara Pariwisata dan Stakeholders

Pelaksanaan pengelolaan kegiatan pariwisata alam memiliki berbagai pemangku kepentingan atau stakeholders yang ikut ambil bagian dalam pengelolaan. Masing-masing stakeholder tersebut memiliki peranan masing-masing yang berbeda dan sangat menentukan keberhasilan kegiatan pariwisata di suatu daerah. Stakeholders di dalam suatu masyarakat sangat beragam, namun untuk menyederhanakannya Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam suatu konferensinya, United Nations Conference on Environment & Development yang dilaksanakan pada tahun 1992 di Brazil telah menghasilkan suatu deklarasi yang dikenal sebagai Agenda 21.

Agenda 21 menjelaskan bahwa kelompok pemangku kepentingan (stakeholders) terbagi ke dalam 9 grup besar, yaitu wanita, pemuda dan anak-anak, masyarakat tradisional dan komunitasnya, lembaga swadaya masyarakat (LSM), pemerintah lokal, pekerja dan serikat perdagangan, masyarakat bisnis dan industri, komunitas sains dan teknologi, serta petani.


(28)

Lebih jauh lagi, agenda 21 menekankan pentingnya peranserta para stakeholder dalam pembangunan berkelanjutan, seperti yang tercantum dalam paragraf 23.2, chapter 23, Section III berikut:

One of the fundamental prerequisites for the achievement of sustainable development is broad public participation in decision-making. Furthermore, in the more specific context of environment and development, the need for new forms of participation has emerged. This includes the need of individuals, groups and organizations to participate in environmental impact assessment procedures and to know about and participate in decisions, particularly those which potentially affect the communities in which they live and work. Individuals, groups and organizations should have access to information relevant to environment and development held by national authorities, including information on products and activities that have or are likely to have a significant impact on the environment, and information on environmental protection measures

Pengembangan pariwisata menjadi suatu interaksi yang kompleks antara para pelakunya. Pada umumnya pengembangan pariwisata diarahkan oleh sektor swasta, namun pembangunan dan pengembangan fasilitas sangat bergantung pada alokasi strategis sumberdaya yang dilakukan oleh agen-agen multi atau bilateral melalui persetujuan-persetujuan dengan pemerintah lokal dan nasional. Para stakeholder yang lain pun memiliki andil yang sama pentingnya, namun kontribusi aktualnya tergantung pada kemampuan untuk mempengaruhi para pemain inti.

Manajemen pariwisata efektif bertujuan untuk melestarikan keanekaragaman hayati dan mengurangi kemiskinan membutuhkan kerjasama antara stakeholder dengan para pengambil keputusan yang terlibat. Para stakeholder ini termasuk di dalamnya pemerintah lokal dan nasional, masyarakat lokal, sektor swasta, serta organisasi investor yang bekerjasama dengan komunitas masyarakat. Pengembangan sektor publik, sektor swasta, dan komunitas masyarakat sangat penting untuk pengembangan pariwisata, sama halnya dengan semua aspek dari pengembangan yang berkelanjutan (Christ, 2003 dalam Abikusno, 2005).

E. Identitas Regional

Identitas regional (regional identity) merupakan suatu konsep dengan maksud mengembangkan daerah tertentu dengan berdasarkan pada ciri khusus


(29)

atau jati diri yang dimiliki oleh daerah tersebut. Berasal dari kata “identitas” dan “regional”, menurut Kamus Bahasa Indonesia, “identitas” memiliki arti ciri atau keadaan khusus seseorang; jati diri. Menurut Webster’s New Encyclopedic Dictionary, “identity” adalah :

1). The fact of condition of being exactly a like : sameness (an identity of interest),

2). Distinguishing character or personality : Individuality, 3). The fact of being the some as something described or knowm to

exist (establish the identity of stolen goods),

4). a. An equation that is true for all values substituted for the variables

b.Identity element (middle freanch identite from late latinidentitas, from latin identity “same” from is “That”.

Sedangkan “regional” itu sendiri, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) berarti bersifat daerah; kedaerahan. Jadi bisa dikatakan bahwa regional identity adalah jati diri atau ciri khusus yang dimiliki oleh suatu daerah atau wilayah tertentu yang berbeda dengan daerah lain.

Karakteristik suatu daerah dapat muncul akibat adanya hubungan antara manusia dengan lingkungannya. Purwanto (2005) menyatakan bahwa hubungan antara manusia dengan lingkungan biogeofisik tidak hanya merupakan hubungan hubungan ketergantungan semata, melainkan juga terwujud dalam bentuk hubungan yang saling mempengaruhi dan mampu merubah lingkungan biogeofisik tersebut. Sementara manusia dengan kebudayaannya juga mampu menciptakan suatu bentuk lingkungan tertentu.

Identitas pada umumnya berbeda-beda untuk tiap individu atau kelompok. Perbedaan te rsebut merupakan hal yang wajar, namun bukan substansi perbedaan-perbedaan tersebut yang harus ditonjolkan, melainkan bagaimana sebuah kelompok menamakan diri mereka dan bagaimana mereka dinamakan oleh kelompok lain (Barth, 1969 dalam Nigel Morgan dan Annette Pritchard, 1998).

F. Masyarakat Pendidikan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989), pendidikan adalah pengubahan sikap dan tatalaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan: proses, perbuatan dan cara mendidik.


(30)

Sedangkan Rifai (1982) menyatakan bahwa pendidikan diartikan suatu persiapan, suatu latihan untuk dikemudian hari dapat bertindak/bertingkah laku, dapat hidup dan menyesuaikan diri dalam masyarakat. Dari definisi-definisi yang beraneka ragam, dapat dikatakan bahwa masyarakat pendidikan adalah masyarakat yang ikut serta dalam proses pendidikan baik berupa peserta didik seperti murid, mahasiswa; pendidik, pengajar dan dinas terkait atau departemen.

Sebenarnya manusia dilahirkan sebagai mahluk yang tak berdaya, tetapi memiliki berbagai potensi dan berba gai kemampuan yang dapat dikembangkan. Pengembangan ini memerlukan bimbingan dan pengarahan yaitu dengan pendidikan.

Namun, pada dasarnya pendidikan bukan merupakan suatu ramuan ajaib yang dapat merubah masyarakat. Perubahan masyarakat adalah proses yang sangat rumit tetapi hal ini akan menjadi salah faktor dari sekian banyak faktor penyumbang terjadinya perubahan. Pendidikan memang akan dapat menunjang kehidupan tradisional. Namun bersamaan dengan itu, pendidikan juga membantu dasar-dasar bagi suatu cara hidup yang baru (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Sumatera Barat, 1993).

Pola tingkah laku manusia yang hidup dalam suatu masyarakat atau kebudayaan tertentu pada dasarnya dipengaruhi oleh faktor bawaan (hereditas) dan lingkungan (Ardhana et al, 1982).

Gambar 1. Kurva Pola Tingkah Laku Manusia

Dalam interaksi antara individu dengan lingkungannya terdapat empat kemungkinan hubungan, yaitu :

a. Individu menentang lingkungannya b. Individu memanfaatkan lingkungannya

c. Individu ikut serta pada apa yang sedang berjalan dalam lingkungannya Individu yang sedang berkembang

Hereditas Lingkungan


(31)

d. Individu menyesuaikan diri dengan lingkungannya

Bila ditinjau dengan teliti, sebenarnya pendidikan memiliki fungsi. Hasil pendidikan tidak hanya bermanfaat bagi bidang ekonomi dan pemerintahan saja (C. Arnold Anderson dalam Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Sumatera Barat, 1993) tetapi juga membrantas kebodohan dan mengembangkan kemampuan intelektual manusia serta mengembangkan pengertian yang luas tentang manusia lain yang berbeda kebudayaannya dan daya tariknya (Vembria nto, 1982 dalam Deparetemen Pendidikan dan Kebudayaan Sumatera Barat, 1993).

G. Masyarakat Tenaga Kerja

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989), tenaga kerja adalah orang yang bekerja atau mengerjakan sesuatu; pekerja, pegawai, dan sebagainya; atau orang yang mampu melakukan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja.

Sesuai dengan fungsinya, menurut Sukotjo dan Swastha (1995) terdapat dua macam tenaga kerja yaitu:

a. Tenaga eksekutif, adalah tenaga kerja yang mempunyai dua tugas pokok mengambil keputusan dan melaksanakan fungsi organik manajemen: merencanakan, mengorganisasi, mengarahkan mengkoordinir dan mengawasi.

b. Tenaga operatif, adalah tenaga terampil yang menguasai bidang pekerjaannya. Tenaga kerja ini jika dilihat dari kemampuannya dalam melaksanakan tugas terbagi menjadi tenaga terampil (skilled labor), tenaga setengah terampil (semi skilled labor) dan tenaga tidak terampil (unskilled labor).

Sedangkan Simanjuntak (1985) menyatakan bahwa batasan umur tenaga kerja di Indonesia adalah 10 tahun. Batas umur minimum didasarkan pada kenyataan bahwa pada usia 10 tahun sudah banyak terdapat penduduk berusia muda ikut bekaerja terutama di desa-desa dan merupakan kelompok penduduk yang tergolong kurang mampu. Jika batas umur minimum dikaitkan dengan kwajiban belajar maka batas umur menjadi 14 sampai 15 tahun.


(32)

Dalam perkembangan tenaga kerja, dimulai dengan seseorang yang belum memiliki spesialisasi yang tegas terhadap pekerjaannya, kemudian dalam perkembangan lebih lanjut, spesialisasi berkembang terus menjadi hal-hal yang lebih khusus lagi. Muncullah pabrik -pabrik dimana pekerja hanya bertanggungjawab pada satu unsur dari keseluruhan produksi. Maka timbul keterampilan-keterempilan tertentu yang dipelajari secara ilmiah (pada masyarakat tradisional dipelajari melalui tradisi). Faktor kepadatan penduduk dalam suatu daerah over population merupakan gejala umum di negara agraris, yang secara ekonomis masih terbelakang. Dalam kajian analisis, hal itu dapat menyebabkan orang desa pindah ke kota atau daerah lain karena didorong faktor -faktor diantaranya (Soekanto 1999).

a. Lapangan kerja di desa umumnya kurang, yang dapat dikerjakan adalah pekerjaan yang kesemuanya mengahdapi berbagai kendala sepeerti irigasi yang tak memadai, atau tanah yang kurang subur serta terbatas. Keadaan ini menimbulkan pengangguran tersamar.

b. Penduduk desa terutama kaum muda-mudi merasa tertekan oleh adat istiadat yang mengakibatkan cara hidup yang monoton. Untuk pengembangan pertumbuhan jiwa banyak yang pergi ke kota.

c. Di desa tidak banyak kesempatan untuk menambah pengetahuan.

d. Rekreasi yang merupakan salah satu faktor penting di bidang spiritual dirasakan kurang dan kalau ada perkembangannya sangat lambat.

e. Penduduk desa yang memiliki keahlian lain selain bertani seperti kerajinan tangan lebih menginginkan pasar yang lebih luas untuk hasil produksinya.

H. Masyarakat Industri

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989), industri adalah perusahaan untuk membuat atau menghasilkan (memproduksi) barang-barang. Menurut C. Kluckhon (1959; dalam Soekanto (1999)) menyatakan salah satu unsur kebudayaan yang dianggap sebagai cultural universal adalah peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakain, perumahan, alat-alat rumah tangga, senjata, alat-alat produksi, transportasi, dan sebagainya).

Istilah industri biasanya menimbulkan gambaran akan adanya pabrik-pabrik, perusahaan-perusahaan yang mengolah bahan mentah menjadi barang jadi


(33)

dengan menggunakan alat-alat seperti mesin-mesin dan lain -lain yang dilayani karyawan dengan kecakapan tertentu (Sukotjo dan Swastha, 1995). Dapat dikatakan bahwa industri merupakan suatu kelompok perusahaan yang memproduksi barang yang sama untuk pasar yang sama pula.

Perusahaan-perusahaan dalam perekonomian berdasarkan lapangan usaha yang dijalankan, dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu industri primer, sekunder, dan industri tersier (Kotler, 1998). Sementara menurut Hubais (1997), bahwa yang membedakan antara industri besar, menengah dan kecil adalah menurut ukuran tenga kerja, yaitu :

a. Industri kecil dengan tenaga kerja berjumlah 5-19 orang di Indonesia, sedangkan di Amerika dan Eropa berjumlah 11-19 orang.

b. Industri menengah dengan tenaga kerja berjumlah 20-199 orang. c. Industri besar dengan tenaga kerja lebih dari 200 orang.


(34)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Tanah Datar Provinsi Sumatera Barat, yaitu di Kecamatan Lintau Buo, Salimpaung, Batipuh Selatan, X Koto dan Lima Kaum. Penelitian dilaksanakan selama 2 bulan, yaitu dari pertengahan bulan Agustus, September dan pertengahan bulan Oktober.

B. Data dan Informasi Penelitian

Sasaran dari penelitian adalah stakeholder pendidikan, masyarakat industri dan masyarakat tenaga kerja yang berada pada 5 kecamatan sampel. Data dan informasi yang dikumpulkan meliputi karakteristik dari masing-masing responden yang terdiri dari :

a.Umur

b.Jenis kelamin c.Tempat tinggal d.Pendapatan rata-rata e.Pendidikan terakhir.

Data dan informasi karakteristik responden tersebut dihubungkan dengan penilaian persepsi, motivasi da n preferensi responden terhadap unsur kebudayaan. Unsur kebudayaan tersebut meliputi:

a.Pakaian b.Rumah c.Makanan

d.Kerajinan tangan e.Alat produksi f. Alat permainan g.Bahasa

h.Sistem kekerabatan i. Sistem hukum j. Sistem pemerintahan k.Sistem ekonomi


(35)

l. Upacara adat m. Kesenian

Masing-masing unsur kebudayaan terdiri dari elemen-elemen budaya dengan berbagai kriterianya. Informasi yang mendalam juga dilakukan sebagai bahan acuan atau referensi dalam penyusunan karya tulis. Selain itu, observasi terhadap obyek wisata juga dilakukan untuk mengumpulkan data dan informasi mengenai pengelolaan wisata.

C. Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: Alat tulis menulis, kamera manual dan digital, peta kabupaten dan kecamatan, kuisioner dan buku-buku literatur. Bahan yang digunakan adalah masyarakat Tanah Datar yang menjadi responden dan tokoh-tokoh masyarakat yang dijadikan sebagai acuan atau referensi.

D. Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan selama di lapangan, yang meliputi pembagian kuisioner, wawancara dan observasi obyek-obyek wisata di Kabupaten Tanah Datar, Bukit Tinggi dan Payakumbuh. Data sekunder berupa data/informasi tambahan yang mendukung penelitian, seperti studi literatur.

1. Observasi/pengamatan langsung

Pengamatan langsung di lapangan bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi yang ada di Kabupaten Tanah Datar. Data dan informasi tersebut berupa kondisi/potensi alam dan seluruh aspek kehidupan masyarakat. Termasuk pengamatan terhadap pengelolaan obyek-obyek wisata di Kabupaten Tanah Datar, Bukit Tinggi dan Payakumbuh.

2. Kuisioner

Kuisioner dibagikan kepada responden yang telah dipilih sebagai sampel. Kuisioner ditujukan untuk mendapatkan data dan informasi berkaitan dengan karakteristik responden dan persepsi, motivasi serta preferensi mereka terhadap budaya daerah.


(36)

3. Wawancara

Target wawancara adalah tokoh-tokoh masyarakat, misalnya bundo kanduang, penghulu, aparat pemerintahan dan lain sebagainya yang memahami sekali budaya lokal. Wawancara ini dimaksudkan untuk menjadikannya sebagai bahan acuan dan referensi pendukung.

4. Studi Literatur

Studi literatur dimaksudkan untuk mendapatkan data dan informasi awal mengenai gambaran umum lokasi penelitian. Selain itu juga bermanfaat dalam mempertajam arah wawancara dan pengumpulan data selama di lapangan. Data dan informasi diperoleh dari hasil penelitian atau publikasi-publikasi yang pernah dilakukan, studi pustaka , data/informasi dari pemerintahan formal/adat serta informasi dari internet.

E. Metode Pengambilan Responden 1. Purposive Sampling

Metode Purposive sampling digunakan untuk menentukan kecamatan sebagai unit contoh yang akan diteliti. Lima kecamatan yang diambil sebagai unit contoh didasarkan pada tujuan tertentu yaitu: (1) Kecamatan terletak di sebelah utara, selatan, timur, barat dan pusat (2) Empat kecamatan tersebut berbatasan dengan kabupaten lain, sedangkan satu kecamatan di pusat tidak berbatasan dengan kabupaten lain. Hal ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh alkulturasi kebudayaan daerah lain yang berada di sekitar daerah penelitian Kabupaten Tanah Datar. Sedangkan satu kecamatan pusat sebagai tolak ukur pengamatan.

2. Simple Random Sampling

Pengambilan contoh menggunakan metode Simple random sampling atau penarikan contoh acak sederhana, dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Penentuan populasi

Populasi yang digunakan adalah stekholder masyarakat pendidikan, masyarakat industri dan masyarakat tenaga kerja yang tinggal di kecamatan sampel. Responden yang diambil untuk masing-masing stekholder adalah 60 (Roscoe, 1992 dalam Sugiyono, 2004).


(37)

b. Penentuan jumlah sampel

Jumlah sampel untuk masing-masing stekholder per kecamatan dihitung dengan :

ni = Jumlah sampel yang dikehendaki pada kecamatan ke -i n = Jumlah total sampel yang dikehendaki = 60

Ni = Jumlah populasi kecamatan ke -i N = Jumlah total populasi

c. Penetapan responden dilakukan secara acak pada tiap kecamatan sampel berdasarkan stekholder masyarakat pendidikan, masyarakat industri dan masyarakat tenaga kerja.

E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data 1. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisa data kualitatif. Data kualitatif diperoleh dari hasil analisis terhadap kuisioner yang dibagikan kepada responden. Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan nilai-nilai dari persepsi, motivasi dan preferensi dari masing-masing responden. Nilai-nilai menggambarkan segala aspek kehidupan budaya masyarakat yang mengarah pada identitas regional di Kabupaten Tanah Datar.

2. Metode Skoring

Penilaian dilakukan terhadap persepsi, motivasi dan preferensi responden. Penilaian persepsi responden dibagi kedalam empat kategori yaitu masih dikenal (mk), masih dipakai (mp), masih membudaya (mb), dan keunikan (ke). Skala penilaian yang digunakan adalah 1 sampai 7, seperti tertera pada tabel 1.

Tabel 1. Skala Kategori Penilaian Skala Masih dikenal

(mk) Masih dipakai (mp) Masih membudaya (mb) Keunikan (ke) Motivasi (mo) Preferensi (pr)

1 Sangat

dikenal Sangat dipakai Sangat membudaya Sangat unik Sangat ingin Sangat suka

2 Dikenal Sering

dipakai Membudaya Unik Ingin Suka

3 Cukup

dikenal Dipakai

Cukup membudaya Cukup unik Cukup ingin Cukup suka 4 Biasa saja Biasa saja Biasa saja Biasa saja Biasa

saja Biasa saja Ni

N n ni=


(38)

Lanjutan Tabel 1.

Skala Masih dikenal (mk) Masih dipakai (mp) Masih membudaya (mb) Keunikan (ke) Motivasi (mo) Preferensi (pr)

5 Tidak terlalu dikenal Jarang dipakai Agak tidak membudaya Tidak terlalu unik Tidak terlalu ingin Tidak terlalu suka

6 Tidak dikenal Tidak

dipakai

Tidak

membudaya Tidak unik

Tidak

ingin Tidak suka 7 Sangat tidak

dikenal Tidak pernah dipakai Sangat tidak membudaya Sangat tidak unik Sangat tidak ingin Sangat tidak suka

Skala penilaian 1-7 seperti yang tertera di atas berfungsi sebagai pedoman dalam menilai kriteria-kriteria. Skoring diawali dengan memberikan penilaian terhadap kriteria (Skala 1-7), kemudian hasilnya dirata-ratakan. Dengan cara yang sama merata -ratakan nilai elemen budaya yang diperoleh dari nilai rataan kriteria. Hasil rata-rata tersebut berguna untuk menentukan unsur budaya yang dipilih oleh responden sebagai identitas regional.

3. Multiple Correspondences Analysis (MCA)

Pengolahan dan Analisis data menggunakan metode MCA. MCA adalah program analisis data yang menguraikan hubungan antara beberapa variabel kualitatif dan kemudian direpresentasikan dalam bentuk plot masing-masing kategori yang terdapat dari variabel tersebut. Dalam plot tersebut masing-masing kategori dari variabel direpresentasikan oleh beberapa titik dan karakteristiknya direpresentasikan oleh jarak antar titik.

Pemilihan MCA dalam melihat aspek kehidupan di lima kecamatan di Kabupaten Tanah Datar akan menghasilkan data berbentuk kualitatif sehingga untuk menguraikan pola hubungan tersebut menggunakan MCA. Ouput dari MCA adalah Burt’s Table yaitu tabel kontingensi antar semua variabel yang akan diamati.


(39)

Potensi Wisata

• Distribusi obyek wisata

• Kondisi umum obyek wisata

• Daya tarik

Pengumpulan Data

• Survei pendahuluan

• Penelaahan lapang

• Analisis data

• Wawancara

BAGAN ALIR PENELITIAN

Gambar 2. Bagan Alir Studi Identitas Regional guna Menunjang Pariwisata Berkelanjutan

Kondisi Umum

• Kondisi fisik

• Kondisi biologi

• Sosial ekonomi masyarakat

Kebudayaan

• Adat istiadat Minangkabau

• Sejarah Minangka bau

• Unsur-unsur kebudayaan

• Fungsi kebudayaan dalam

Karakteristik

Responden

• Tokoh-tokoh adat,

pemerintahan dan agama

• Masyarakat pendidikan, industri dan tenaga kerja : oUmur

oJenis Kelamin

Skoring

Deskriptif

Identitas Regional Kabupaten Tanah Datar Hambatan dan Peluang

Pengembangan Identitas Regional untuk Pariwisata

Konsep Pelestarian dan Pengembangan Identitas Regi onal guna Menunjang


(40)

IV. KONDISI UMUM

A. Sejarah

Daerah Tanah Datar khususnya, memiliki peranan cukup besar dalam perkembangan sejarah adat Minangkabau secara keseluruhan. Sejarah Minangkabau diawali dengan penelusuran sejarah purbakala Minangkabau. Menurut Rasyid Manggis dalam Amir M. S (2003) menyatakan di daerah Sumatra Barat belum pernah dijumpai fosil-fosil manusia maupun benda budaya dari zaman paleolithik, mesolithik maupun zaman neolithik yang dapat memberi petunjuk bahwa daerah itu telah didiami manusia.

Penelitian yang dilakukan Lembaga Purbakala Ditjen Kebudayaan Departemen PDK (1973; dalam Amir M. S (2003)) tidak menemukan fosil-fosil manusia, hewan atau benda budaya lainnya. Namun terdapat penemuan pecahan tembikar, hal ini memberi petunjuk bahwa ngalau-ngalau pernah didiami manusia pada masa prasejarah terakhir. Peninggalan lain yang ditemukan di Sumatera Barat adalah peninggalan kebudayaan pada jaman megalithikum yaitu mendirikan dusun kemudian mendirikan kampung-kampung. Kampung yang mula-mula didirikan adalah Kampung Sungkayan.

Tambo Minangkabau meyebutkan bahwa orang Minang berasal dari keturunan Iskandar Zulkarnaen. Mereka datang dengan perahu dan kandas di daerah Gunung Merapi yang disebut daerah Jambu Limpo. Dari sanalah kemudian menyebar ke daerah sekitarnya. Namun terdapat anggapan bahwa asal-usul orang Minangkabau bukan dari puncak Marapi melainkan dari Dong son Vietnam (H. Matias Pandoe, Kompas, (30 Desember 1985; dalam Amir M. S, 2003)). Pernyataan tersebut didasarkan pada mulai terkuaknya sejarah dengan temuan tujuh kerangka tulang manusia yang digali di bawah batu-batu menhir, di Situs Bawah Parit, Desa Mahar, Kecamatan Suliki atau Gunung Mas, Kabupaten 50 Kota, Sumatera Barat.

Peninggalan tradisi megalitik ini lebih otentik. Kerangka manusia itu diperhitungkan para ahli purbakala berusia 2000 tahun. Subagyo dalam (Amir M. S, 2003) menyatakan bahwa bukan tidak mungkin peninggalan batu menhir di bawah parit mewakili abad sebelum masehi, yaitu 300 tahun SM. Dengan


(41)

demikian dapat disimpulkan bahwa sekitar 5000 tahun yang lalu, nenek moyang orang Minangkabau telah bermukim di Ranah Minang dan mengembangkan adat Minangkabau.

Pada saat Agama Islam masuk pada abad ke-7, masyarakat Minagkabau telah menjadi masyarakat yang teratur, selama lebih dari 3600 tahun yang diatur ole h adatnya. Baru pada sekitar abad ke -7, Islam mulai diterima oleh masyarakat adat di Minangkabau sebagai pedoman dan pengatur hidup dan kehidupan yang baru. Sejak abad ke-7 sampai sekarang ini, pergumulan antara dua pedoman hidup orang-orang Minang masih berjalan. Hal ini disebabkan kedua pedoman hidup ini tidak sejalan dan searah. Bahkan adakalanya bertentangan sehingga dalam masyarakat timbul gejala polarisasi, Antara kelompok yang lebih memihak antara kepentingan adat dengan golongan yang menonjolkan ketentuan agama.

Polarisasi paling terkenal yang mengakibatkan timbulnya perselisihan antara kaum adat dan agama adalah Perang Paderi. Di Minangkabau sendiri, dikenal dengan perang antara golongan hitam atau kaum adat dengan golongan putih atau kaum ulama. Disebut sebagai golongan hitam dan putih, karena pakaian yang biasa dipakai kedua kelompok. Biasanya kaum adat memakai pakaian hitam yaitu pakaian penghulu, dan para ulama memakai pakaian putih. Dalam kehidupan sehari-hari sampai sekarang banyak penghulu yang menjadi ulama, dan sebaliknya banyak pula ulama yang menjadi penghulu adat.

Pada akhir abad ke tiga belas, daerah ini diberitakan lagi dengan adanya ekspedisi Kertanegara. Pada abad ke empat belas terdapat prasasti Adityawarman di sekitar Batu Sangkar. Pada tahun 1347 Adityawarman yang dibesarkan di Kraton Majapahit memegang kekuasaan di daerah penghasil lada di lembah Batanghari. Daerah kekuasannya meluas sehingga pusat kerajaan akhirnya dipindahkan ke pedalaman Minangkabau di Pagaruyung. Dalam cerita-cerita rakyat, tambo, kaba, legenda dan mitos Minangkabau, Raja Adityawarman ini tidak pernah tercatat. Adityawarman meninggal dunia tahun 1375 dan tidak diberitakan siapa penggantinya. Baru dua abad kemudian Minangkabau diperintah seorang raja Pagaruyung Minangkabau yang beragama Islam yaitu Sultan Alif. Setelah Sultan Alif meninggal tahun 1580, tidak diketahui siapa penggantinya.


(42)

Islam masuk di Minangkabau secara bergelombang sejak abad ke -7 sampai akhir abad ke-17, dilakukan melalui proses integrasi damai, disebut juga dengan istilah Islamisasi Kultural. Islam diterima dalam masyarakat tanpa membuang adat. Proses Islamisasi semacam ini berakibat adanya pencampuran antara ajaran Islam dengan aturan adat. Proses ini berjalan dalam masyarakat selama 10 abad. Hal ini berarti dalam tempo tersebut antara adat dengan agama telah terjadi kehidupan yang saling melindungi. Hal ini dapat dilihat dengan adanya pepatah adat yang berbunyi: Adat Basandi Syarak , Syarak Basandi Kitabullah. Keseimbangan semacam ini berlanjut sampai pada akhir Perang Paderi 1837 (Amir M. S, 2003).

B. Letak dan Luas Kabupaten Tanah Datar

Kabupaten Tanah Datar terletak di Provinsi Sumatera Barat. Secara geografis, Kabupaten Tanah Datar terletak pada 0º17 LS-0º39 LS dan 100º19 BT-100º51 BT, sedangkan secara administratif Kabupaten Tanah Datar berbatasan dengan:

Sebelah utara : Kabupaten 50 Kota, Kabupaten Agam Sebelah selatan : Kabupaten Solok

Sebelah timur : Kabupaten Sawahlunto Sijunjung

Sebelah barat : Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Agam

Luas Kabupaten Tanah Datar secara administratif adalah 1.336,00 Km2 yang terdiri dari 14 kecamatan, yaitu: Kecamatan X Koto, Batipuh, Batipuh Selatan, Pariangan, Rambatan, Lima Kaum, Tanjung Emas, Padang Ganting, Lintau Buo Utara, Lintau Buo, Sungayang, Sungai Tarab, Salimpaung dan Tanjung Baru. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Tanah Datar Nomor 13 tahun 2003, Kecamatan Batipuah Selatan, Tanjung Baru dan Lintau Buo Utara merupakan kecamatan baru yang diresmikan pada bulan April 2003.

C. Iklim

Topografi Kabupaten Tanah Datar yang berbukit-bukit berpengaruh terhadap tingkat curah hujan per tahun di beberapa daerah. Kecamatan di sekitar lereng Gunung Merapi, seperti Kecamatan Salimpaung, Sungayang, Sungai Tarab, Batipuh, X Koto dan sebagian Lintau Buo, curah hujan berada pada kisaran


(43)

2500-3000 mm/th. Sedangkan kecamatan yang berada pada wilayah yang lebih rendah seperti Kecamatan Tanjung Emas, Limo Kaum, Rambatan dan sebagian Lintau Buo curah hujan rata-rata yang terjadi adalah sebesar 2000 mm/th. Musim penghujan di Kabupaten Tanah Datar terjadi pada bulan September-Mei. Sedangkan musim kemarau terjadi pada bulan April sampai dengan Agustus. Suhu udara tiap tahun berada pada kisaran 27-34°C. Sedangkan kelembaban berada pada kisaran 84,9-93%.

D. Hidrologi

Kabupaten Tanah Datar dialiri oleh 25 sungai, serta terdapat Danau Singkarak yang sebagian masuk dalam kecamatan Batipuh dan Rambatan Kabupaten Tanah Datar.

E. Fisiografis

Kabupaten Tanah Datar merupakan daerah pegunungan dan dataran tinggi dari Pegunungan Bukit Barisan, Gunung Merapi, Gunung Singgalang, Gunung Tandikat, Gunung Sago, dan Gunung Talang, adalah puncak-puncak yang terdapat pada Pegunungan Bukit Barisan di daerah ini. Beberapa gunung ketinggiannya berkisar antara 2.060 sampai 2.912 m dpl. Pegunungan ini merupakan sistem Pegunungan Tanah Sunda yang masih sangat labil karena masih dalam proses pembentukan serta merupakan daerah vulkanis yang subur. Kabupaten Tanah Datar terletak pada ketinggian rata -rata 200 sampai 1000 m dpl.

Di antara 14 kecamatan, 3 kecamatan terletak pada ketinggian antara 750 sampai dengan 1000 m dpl, yaitu Kecamatan X Koto, Salimpaung, dan Tanjung Baru. 4 kecamatan lain, yaitu Kecamatan V Kaum, Tanjung Emas, Padang Gantiang, dan Sungai Tarab terletak pada ketinggian 450 sampai dengan 550 m dpl. Sementara 7 kecamatan lain terletak pada ketinggian yang bervariasi, misalnya Kecamatan Lintau Buo Utara terletak pada ketinggian 200 sampai 750 m dpl. Sedangkan Kecamatan Batipuh Selatan terletak pada ketinggian 500 sampai. 850 m dpl.


(44)

Sumber : www.tanahdatar.go.id

Gambar 3. Jumlah penduduk per -kecamatan di Kabupaten Tanah Datar

Sumber : www.tanahdatar.go.id

Gambar 4. Kepadatan Penduduk per-kecamatan di Kabupaten Tanah Datar Jumlah Penduduk di Kabupaten Tanah Datar

38984 30775 10226 20911 33780 34047 20609 13441 15460 32460 16365 28000 20968 12034 0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000 45000

10 Koto Batipuh Batipuh Selatan

ParianganRambatan Limo Kaum

Tanjung EmasPadang GantingLintau Buo

Lintau Buo Utara Sungayang

Sungai TarabSalimpaungTanjung Baru

Kecamatan

Jumlah penduduk (Ribu)

Kepadatan Penduduk di Kabupaten Tanah Datar

253 170 212 275 262 672 81 158 245 159 249 393 347 291 0 100 200 300 400 500 600 700 800

10 Koto Batipuh Batipuh Selatan

ParianganRambatan Limo Kaum

Tanjung EmasPadang GantingLintau Buo

Lintau Buo Utara Sungayang

Sungai TarabSalimpaungTanjung Baru

Kecamatan

Jumlah penduduk

(Orang/km)

F. Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya 1. Demografi

Jumlah penduduk Kabupaten Tanah Datar hasil registrasi penduduk tahun 2003 sebanyak 329.962 orang, yang terdiri dari 158.506 orang penduduk laki-laki dan 171.456 orang penduduk perempuan. Jumlah penduduk masing-masing kecamatan dapat dilihat dari gambar (3) di bawah ini :

Laju pertumbuhan penduduk diperkirakan sebesar 0,59%. Kepadatan penduduk secara keseluruhan di Kabupaten Tanah Datar adalah sebesar 245 orang/km2. Kepadatan penduduk di setiap kecamatan dapat dilihat di gambar (4) dibawah ini :


(45)

Wisata di Kabupaten Tanah Datar 99

9

1 1

40

0 20 40 60 80 100 120

Wisata sejarah Wisata alam

Wisata air Wisata agro

Wisata cagar budaya

Bentuk Wisata

Jumlah

2. Kegiatan Perekonomian

Mata pencaharian pokok utama masyarakat kabupaten Tanah Datar adalah bidang petania n. Komoditi utama dari sektor pertanian adalah padi sawah, palawija dan sayur-sayuran. Pada tahun 2003, kecamatan yang menghasilkan produksi padi terbanyak adalah Kecamatan Lintau Buo (26.828,4 ton) , sedangkan untuk palawija, Kecamatan Salimpaung menjadi produsen jagung terbesar, yaitu sebesar 3.440,3 ton. Produksi sayur -sayuran banyak dihasilkan dari Kecamatan X Koto dan Kecamatan Salimpaung. Di bidang perkebunan, komoditi utama adalah cassiavera (Cinnamomum burmanii), karet (Hevea brasiliensis) dan tebu. Pinus, murbei, serta beberapa jenis tanaman penghasil buah merupakan komoditi sektor kehutanan. Selain itu terdapat pembuatan Hutan Rakyat yang dilaksanakan di Nagari Tanjung Barulak Kecamatan Batipuh seluas 275 Ha dengan jenis tanaman cengkeh, sawo, kemiri.pinang untuk jenis MPTS (buah-buahan) serta jati dan mahoni untuk kayu-kayuan, sedangkan pembuatan kebun bibit nagari sebanyak unit berlokasi di Nagari Padang Laweh Kecamatan Batipuh, dengan jenis komoditi yaitu jati, mahoni, pinang, durian, petai, jengkol dan kemiri. Di bidang peternakan dan perikanan jenis komoditi unggulannya adalah sapi potong, ayam petelur serta ikan mas baru.

Sektor perekonomian yang juga sangat diperhatikan pemerintahan Kabupaten Tanah Datar adalah industri pariwisata, karena Kabupaten Tanah Datar termasuk salah satu daerah tujuan wisata (DTW) di Provinsi Sumatera Barat. Kabupaten Tanah Datar memiliki 150 buah obyek wisata yang tersebar di kecamatan-kecamatan dalam wilayah Kabupaten Tanah Datar. Obyek-obyek wisata tersebut bila dijabarkan terdiri dari wisata sejarah, wisata alam, wisata air, wisata agro serta wisata cagar budaya.


(46)

3. Sosial Budaya Masyarakat

Kabupaten Tanah Datar adalah daerah administrasi yang dihuni oleh suku asli Minangkabau. Kabupaten Tanah Datar termasuk salah satu dari luhak yang merupakan tempat asal lahirnya kebudayaan Minangkabau. Dalam tambo Minangkabau, diceritakan bahwa setelah nagari tertua yaitu nagari Pariangan ramai, dibuka tempat untuk dibangun nagari baru. Tempat baru yang dipilih merupakan tanah datar yang berada di sekitar lereng gunung Merapi. Tanah luas tempat kediaman yang baru tersebut kemudian dinamakan luhak. Luhak yang berkembang di sebelah selatan dari Gunung Merapi diberi nama Luhak Tanah Datar. Luhak Tanah Datar menjadi nagari pertama yang dibangun dan dikembangkan, sehingga Luhak Tanah Datar mendapat julukan sebagai Luhak nan tuo atau daerah yang paling tua. Secara istilah, luhak juga memiliki arti kurang atau berkurang. Luhak Tanah Datar artinya telah berkurangnya orang Pariangan-Padang Panjang akibat pindah ke Tanah Datar.

Masyarakat Tanah Datar merupakan suku bangsa Minangkabau. Masyarakatnya dikenal agamis, kehidupan masyarakat tidak jauh dari tuntunan Islam. Walaupun bekas-bekas kepercayaan animisme dan dinamisme masih bisa dilihat dalam masyarakat. Namun pada umumnya, masyarakat sudah berpegang pada ajaran dan tuntunan agama Islam, termasuk dalam pelaksanaan adat istiadat, Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah. Sebagai luhak nan tuo, budaya dan adat istiadat Kabupaten Tanah Datar merupakan inti dari kebudayaan Minangkabau. Dalam kehidupan sehari-hari, pelaksanaan adat istiadat dalam masyarakat tergolong masih kental.

Masyarakat Tanah Datar dikenal agamais karena memegang teguh agamanya yang terlihat dalam kehidupan sehari-hari kondisi ini dapat terjadi karena di tunjang oleh banyaknya sarana keagamaan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat yang tersebar di seluruh kecamatan dan nagari, seperti sarana rumah ibadah masjid yang berjumlah 290 buah, mushalla 251 buah. Disamping itu juga banyak sarana pendidikan keagamaan seperti TPA 1.093 buah, majelis taklim 235 buah, ulama 218 orang, mubaligh/katib 479 orang. Organisasi remaja masjid 103 buah dan seni yang bernafaskan Islam sebanyak 54 group.


(47)

Masyarakat Tanah Datar terdiri atas berbagai suku-suku, sebagaimana masyarakat Minangkabau pada umumnya. Suku utama yaitu Bodi, Caniago, Koto, Koto dan Piliang. Suku-suku ini terpecah-pecah lagi atas suku-suku baru seperti Melayu, Jambak, Pisang, Payobada, Sikumbang dan lain-lain. Terdapat dua macam kelarasan yang dianut oleh masyarakat di Kabupaten Tanah Datar. Dua kelarasan tersebut, yaitu kelarasan Bodi Caniago dan Koto Piliang. Dua kelarasan lahir dari filosofi yang berbeda. Bodi Caniago lebih mementingkan mufakat dalam menyelesaikan permasalahan. Sedangkan Koto Piliang bersifat kepemimpinan yang dipegang oleh raja (up-down).

Pada bidang pendidikan, Kabupaten Tanah Datar cukup maju, jumlah sekolah yang ada di Tanah Datar yaitu sebesar 607 sekolah, 157 Taman Kanak-kanak (TK), 310 Sekolah Dasar (SD), 5 Madrasah Ibtidaiyah, 42 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), 45 Madrasah Tsanawiyah (MTs), 22 Sekolah Madrasah Aliyah (MA), 16 Sekolah Menengah Umum (SMU) dan 7 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) serta 4 buah setingkat akademik perguruan tinggi.


(48)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kebudayaan

1. Kebudayaan Minangkabau

Kabupaten Tanah Datar merupakan pusat kebudayaan bagi daerah Minangkabau atau lebih dikenal sebagai Luhak nan Tuo. Daerah Minangkabau adalah daerah yang kaya akan potensi keindahan alam. Akibat interaksi manusia dengan alamnya, daerah ini memiliki kebudayaan sangat unik dan khas yang berbeda dengan daerah lain.

Tingginya mobilitas masyarakat sejak jaman dulu menyebabkan pergaulan orang Minang sangat luas. Perpindahan penduduk ke dataran rendah pantai barat Sumatera di mulai dari daerah Tanah Datar, sehingga terbentuk “Rantau Pesisir”. Kemudian ke arah timur melalui sungai-sungai besar dan sampai ke pantai timur Pulau Sumatera, yang menjadi “Rantau Timur” yang dikenal juga dengan istilah Minangkabau Timur. Pergaulan yang luas membuat pengaruh kebudayaan asing makin memperkaya khasanah kebudayaan masyarakat. Pengaruh-pengaruh dari berbagai kebudayaan luar itulah yang banyak terlihat pada berbagai ketrampilan tradisional, misalnya sulaman. Sulaman ini memiliki banyak kemiripan dengan Cina dan adapula yang mendapat pengaruh dari Arab.

Minangkabau memiliki hal yang berbeda jika dibanding daerah lain yaitu mengenai sistem kekerabatan. Sistem kekerabatan masyarakat dalam kebudayaan Minangkabau dikenal dengan sistem kekerabatan matrilineal. Dalam sistem ini struktur kekerabatan didasarkan pada garis keturunan ibu. Adanya sistem kekerabatan ini menyebabkan ikatan persaudaraan antara masyarakat menjadi kuat dan kukuh. Selain itu dikenal pula falsafah Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah. Falsafah tersebut merupakan suatu proses penyesuaian antara adat dan agama. Aturan-aturan tersebut bukan merupakan proses yang saling menjatuhkan karena kedua aturan tersebut dianggap baik dan bermanfaat sepanjang masa.

Pemerintahan yang dianut masyarakat Minangkabau bercorak Desentralistis. Pemerintahan ini berdasarkan hukum Islam dan hukum Adat.


(49)

Hukum tersebut sering disebut sebagai tungku nan tigo sajarangan, dimana terdapat 3 orang raja yang berkuasa yaitu:

a. Raja Adat di Buo yaitu pemegang adat dan limbago.

b. Raja Ibadah di Sumpur Kudus yaitu penegak Hukum Titatah Allah. c. Raja Alam di Pagaruyung yaitu koordinator adat dan ibadah.

Hukum adat dalam kebudayaan Minangkabau disebut Laras atau sering disebut Suku, yang dirumuskan oleh tokoh-tokoh legenda Datuk Perpatih Nan Sabatang dan Datuk Katumenggungan. Secara adat tatanan pemerintah di Minangkabau dibagi menjadi dua yaitu yang pertama termasuk laras Bodi-Caniago dihubungkan dengan Datuk Perpatih Nan sabatang yang menganut tatanan demokrasi dimana musyawarah memegang peranan penting. Sedangkan kelarasan kedua adalah Koto-Piliang yang dihubungkan dengan Datuk Katumenggungan yang bersifat otokrasi.

Peranan adat sebagai pedoman hidup suatu masyarakat antara lain dapat dilihat dari pola tingkah laku individu dalam masyarakat, juga dapat diukur dari sikap dan reaksi masyarakat terhadap perbuatan menyimpang atau melanggar ketentuan adat. Bila masyarakat bersifat permissive atau tidak peduli, egoistis (heng mareheng-hang marahang, den bak janyo den, waang bak janyo waang), menunjukkan bahwa ajaran adat sudah tidak lagi berperan dalam masyarakat, sebabnya karena ajaran adat pada dasarnya berlandaskan pada pola kepentingan bersama, yaitu sehino semalu, selarang sepantangan. Suku nan tidak dapek dianjak, malunan tidak dapek dibagi.

Kebudayaan Minangkabau berkembang sebagai perwujudan tanggapan aktif masyarakat terhadap lingkungannya. Masyarakat berusaha melihat, memilah-milah, memahami gejala untuk kemudian merencanakan tindakan dan menentukan sikap dalam menghasilkan karya. Pada mulanya masyarakat menanggapi lingkungannya dengan trial and error. Tindakan tersebut dilakukan berulang-ulang dan akhirnya menjadi aturan baku, sehingga ditetapkan oleh masyarakat menjadi nilai-nilai kebudayaan yang sering disebut Adat Minangkabau.

Dilihat dari sudut struktur dan tingkatannya, kebudayaaan Minangkabau di Kabupaten Tanah Datar termasuk dalam tingkatan culture yang didasarkan


(50)

pada kekhususan daerah. Di dalam suatu culture berkembang sub culture yaitu suatu kebudayaan dengan tingkatan lebih khusus berasal dari nagari-nagari yang tidak bertentangan dengan kebudayaan induk Minangkabau. Pelaksanaan adat setiap nagari berbeda namun kaidah-kaidah pokok masih berpedoman pada adat Minangkabau yang dikenal dengan adat salingka nagari.

2. Unsur Kebudayaan

Dalam upaya mendapatkan suatu identitas daerah maka unsur kebudayaan menjadi hal yang penting untuk dijadikan pedoman. Menurut Soekanto (1992), Unsur kebudayaan meliputi (1) peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, rumah, alat-alat produksi dll), (2) matapencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi (pertanian, peternakan, per kebunan, kehutanan dll), (3) sistem-sistem kemasyarakatan, (4) bahasa, (5) kesenian, (6) sistem pengetahuan dan, (7) religi atau sistem kepercayaan. Dari ketujuh unsur tersebut kemudian dibagi kedalam 13 unsur yang lebih kecil atau cultural acvtivity yaitu pakaia n, perumahan, makanan dan minuman, sistem ekonomi, alat produksi, permainan, kerajinan tangan, sistem pemerintahan, sistem kekerabatan, upacara adat, sistem hukum, bahasa dan kesenian. Unsur-unsur inilah yang nantinya akan dipilih masyarakat untuk dijadika n identitas regional Kabupaten Tanah Datar. Dalam kaitan penelitian di Kabupaten Tanah Datar, 13 unsur kebudayaan terdiri dari:

2.1. Pakaian

Unsur pakaian yang ada di Kabupaten Tanah Datar terbagi menjadi 2 yaitu pakaian adat dan pakaian sehari-hari. Pakaian adat meliputi :

• Saluak.

Saluak adalah kain bermotif batik yang biasa di gunakan di kepala. Saluak melambangkan aturan hidup orang Minangkabau. Biasanya digunakan oleh penghulu-penghulu dalam upacara adat. Saluang dipasangkan dengan baju penghulu dan celana penghulu yang bahannya dari beludru atau shaten. Selain itu terdapat sesamping dan salempang. Sesamping yaitu kain balapak yang digunakan untuk melapisi atau menutupi baju dan celana, dan salempang yaitu kain balapak yang melingkar bahu. Asesoris dari pakaian ini adalah keris dan tongkat. Keris bagi seorang penghulu


(1)

Lanjutan Lampiran 19. Rekapitulasi Pemilihan Elemen Budaya Masyarakat Pendidikan

Responden/

Unsur budaya Pakaian Rumah Makanan

Kerajinan tangan

Alat produksi

Alat

permainan Bahasa Sistem kekerabatan

Sistem hukum

Sistem pemerintahan

Sistem ekonomi

Upacara

adat Kesenian Total

26 1

27 1

28 1

29 1

30 1

31 1

32 1

33 1

34 1

35 1

36 1

37 1

38 1

39 1

40 1

41 1

42 1

43 1

44 1

45 1

46 1

47 1

48 1

49 1


(2)

Lanjutan Lampiran 19. Rekapitulasi Pemilihan Elemen Budaya Masyarakat Pendidikan

Responden/

Unsur budaya Pakaian Rumah Makanan

Kerajinan tangan

Alat produksi

Alat

permainan Bahasa Sistem kekerabatan

Sistem hukum

Sistem pemerintahan

Sistem ekonomi

Upacara

adat Kesenian Total

51 1

52 1

53 1

54 1

55 1

56 1

57 1

58 1

59 1

60 1

Orang 0 0 12 0 0 0 4 17 3 2 2 20 0 60

TOTAL


(3)

Responden/

Unsur budaya Pakaian Rumah Makanan

Kerajinan tangan

Alat produksi

Alat

permainan Bahasa Sistem kekerabatan

Sistem hukum

Sistem pemerintahan

Sistem ekonomi

Upacara

adat Kesenian TOTAL

1 1

2 1

3 1

4 1

5 1

6 1

7 1

8 1

9 1

10 1

11 1

12 1

13 1

14 1

15 1

16 1

17 1

18 1

19 1

20 1

21 1

22 1

23 1

24 1

25 1

26 1


(4)

Lanjutan Lampiran 20. Rekapitulasi Pemilihan Elemen Budaya Masyarakat Tenaga Kerja

Responden/

Unsur budaya Pakaian Rumah Makana n

Kerajinan tangan

Alat produksi

Alat

permainan Bahasa Sistem kekerabatan

Sistem hukum

Sistem pemerintahan

Sistem ekonomi

Upacara

adat Kesenian TOTAL

27 1

28 1

29 1

30 1

31 1

32 1

33 1

34 1

35 1

36 1

37 1

38 1

39 1

40 1

41 1

42 1

43 1

44 1

45 1

46 1

47 1

48 1

49 1

50 1

51 1


(5)

Lanjutan Lampiran 20. Rekapitulasi Pemilihan Elemen Budaya Masyarakat Tenaga Kerja

Responden/

Unsur budaya Pakaian Rumah Makanan

Kerajinan tangan

Alat produksi

Alat

permainan Bahasa Sistem kekerabatan

Sistem hukum

Sistem pemerintahan

Sistem ekonomi

Upacara

adat Kesenian TOTAL

53 1

54 1

55 1

56 1

57 1

58 1

59 1

60 1

Orang 0 0 10 5 0 1 4 21 0 1 0 16 2 60

TOTAL


(6)

Lampiran 21. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Tanah Datar

No

Sumber

Persentase

1

Sektor Pertanian

35,29

2

Sektor Jasa

18,53

3

Sektor Perdagangan

12,96

4

Sektor Industri Pengolahan

11,97

Total

100

Sumber : BPS Kabupaten Tanah Datar Tahun 2003

Lampiran 22. Target dan Realisasi Belanja Pembangunan Pemerintah Kabupaten

Tanah Datar

Tahun Anggaran 2003

Sumber

Target

Realisasi

Persentase

Dinas Pariwisata Seni dan Budaya

4.550.097.000

2.136.128.000

46,95

Sumber : Bagian Keuangan Kantor Bupati Kabupaten Tanah Datar Tahun 2003

Lampiran 23. Jumlah Mushalla, Surau dan Kegiatan per Kecamatan

Mushalla

Surau

No

Kecamatan

Jumlah

Kegiatan

Jumlah

Kegiatan

1

X Koto

20

-

63

46

2

Batipuh

63

-

160

102

3

Batipuh Selatan

*)

*)

*)

*)

4

Pariangan

29

-

55

27

5

Rambatan

52

-

79

4

6

Limo Kaum

44

13

64

49

7

Tanjung Emas

13

13

90

-

8

Padang Ganting

15

15

48

48

9

Lintau Buo

18

18

202

202

10

Lintau Buo Utara

*)

*)

*)

*)

11

Sungayang

4

4

65

65

12

Sungaitarab

25

-

76

76

13

Salimpaung

65

59

112

112

14

Tanjung Baru

*)

*)

*)

*)

Total

348

122

1014

731