Studi Identitas Regional Guna Menunjang Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan di Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat (Studi Kasus Identitas Regional menurut Wanita dan LSM)

(1)

DI KABUPATEN TANAH DATAR, PROVINSI SUMATERA BARAT (Studi Kasus Identitas Regional menurut Wanita dan LSM)

CATUR SEDYO UTOMO

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006


(2)

DI KABUPATEN TANAH DATAR, PROVINSI SUMATERA BARAT (Studi Kasus Identitas Regional menurut Wanita dan LSM)

Oleh:

CATUR SEDYO UTOMO E34101009

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006


(3)

Catur Sedyo Utomo E34101009. Studi Identitas Regional Guna Menunjang Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan di Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat (Studi Kasus Identitas Regional menurut Stakeholder Wanita dan LSM). Dibawah bimbingan: Dr. Ir. Ricky Avenzora, MSc.F dan Ir. Nandi Kosmaryandi, MSc.F

Sektor pariwisata telah menunjukkan perannya dengan nyata dalam memberikan kontribusi terhadap kehidupan ekonomi, sosial dan budaya bangsa. Sebagai sala h satu industri dengan prospek yang cerah, sektor pariwisata telah menciptakan atmosfer kesempatan kerja bagi orang-orang terampil. Pendapatan negara dari sektor pajak dan devisa semakin bertambah, keadaan sosial masyarakat yang berpartisipasi akan semakin membaik, dan kebudayaan bangsa makin memperoleh apresiasi.

Perkembangan sektor pariwisata seringkali menimbulkan kritik akan kegiatannya yang berdampak negatif, baik secara ekologis, sosial ekonomi dan budaya. Hal ini disebabkan pariwisata yang berkembang lebih bersifat masal, tidak ramah lingkungan dan minim partisipasi penduduk lokal. Pembangunan pariwisata kadang menyebabkan degradasi lingkungan. Marjinalisasi penduduk lokal telah mengesampingkan kedudukan penduduk lokal. Alternatif pengembangan pariwisata berkelanjutan (Sustainable tourism development) dapat menjadi solusi terhadap dampak pengembangan industri pariwisata yang terjadi sekarang ini.

Pada tingkat daerah, pengembangan pariwisata berkelanjutan menjadi sangat penting. Suatu daerah pada umumnya kaya akan potensi sumberdaya yang beragam, akan tetapi masih miskin pengelolaan. Apalagi di era otonomi daerah, setiap daerah dituntut untuk mampu memberikan perhatian khusus terhadap usaha- usaha pemanfaatan potensi sumberdaya yang ada untuk menjadi sumber finansial bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mengembangkan potensi sumberdaya suatu daerah adalah dengan mengangkat identitas regional (Regional identity). Identitas regional merupakan konsep pengembangan pariwisata yang mengangkat dan mengembangkan kebudayaan daerah. Suatu identitas regional nantinya dapat menjadi sebuah icon yang menggambarkan kehidupan masyarakat yang bermanfaat guna mendukung pembangunan pariwisata berkelanjutan.

Terkait dengan implementasi pembangunan partisipatif sekarang ini, pengembangan identitas regional perlu berdasarkan pada konsep ini. Keterlibatan secara utuh aktor-aktor pembangunan daerah menjadi sesuatu hal yang essensial. Masyarakat sebagai elemen daerah terbesar dalam suatu sistem publik terdiri dari atas banyak stakeholder-stakeholder yang memahami segala aspek yang ada di dalam komunitas regional. Di antara stakeholder-stakeholder dalam sistem publik yang ikut andil dalam strategi pembangunan partisipatif adalah wanita dan LSM.

Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat memiliki kekayaan yang tinggi akan sumberdaya alam dan sosio-kultur masyarakat. “Buminya yang nyaman, airnya tawar dan ikannya banyak”, sebuah kiasan tempo dulu yang menggambarkan bahwa Kabupaten Tanah Datar memang kaya akan sumberdaya alam. Begitu juga dengan kondisi sosio-kultur masyarakat Tanah Datar. Nilai- nilai


(4)

Pengumpulan data yang diperoleh melalui observasi lapang, wawancara, kuisioner dan studi literatur; (2) Pengolahan dan analisis yang menggunakan metode diskriptif dan Multiple correspondence analysis (MCA); dan (3) Pemilihan identitas regional yang dilakukan dengan menganalisa penilaian terhadap persepsi, motivasi dan preferensi stakeholder wanita dan LSM terhadap elemen budaya lokal.

Identitas regional Kabupaten Tanah Datar menurut penilaian stakeholder wanita adalah upacara adat. Sedangkan identitas regional menurut stakeholder LSM adalah elemen makanan dan kesenian. Berdasarkan analisa MCA didapatkan bahwa upacara adat dipilih wanita dengan karakteristik umur antara 35-39 tahun, dengan pendidikan terakhir SLTA dan pendapatan rata-rata perbulannya sebesar Rp. 250.000-Rp. 700.000,-. Sedangkan elemen makanan dipilih responden LSM dengan karakteristik wanita dengan umur 35-39 tahun, pendidikan terakhir SLTP, dan pendapatan rata-rata perbulan Rp. 250.000-Rp. 700.000,-. Untuk elemen kesenian menjadi identitas bagi responden LSM dengan karakteristik umur 20-24 tahun (pemuda), pendidikan terakhir SLTA dan pendapatan rata-rata perbulannya kurang dari Rp. 250.000,-

Identitas yang diperoleh didasarkan pada penilaian terhadap persepsi, motivasi dan preferensi yang timbul dari hasil interaksi masyarakat yang terjalin secara intensif dan berkelanjutan. Wanita Minang secara adat adalah lambang bundo kanduang. Lambang yang menggambarkan kehormatan dan kemuliaan dalam masyarakat. Bundo kanduang harus memahami ketentuan adat yang berlaku, termasuk kegiatan upacara adat. Dalam masyarakat Tanah Datar terdapat lembaga- lembaga atau kelompok masyarakat yang berkecimpung dalam dunia usaha. Mereka memanfaatkan elemen makanan dan kesenian sebagai komoditi untuk dijual. Makanan pada dasarnya adalah kebutuhan yang wajib dipenuhi manusia pada umumnya. Kesenian bagi masyarakat Minang adalah sebagai hiburan dan sarana untuk mengekspresikan seni kehidupan.

Hal terpenting dari pengembangan identitas regional ini adalah bagaimana agar elemen budaya tersebut tetap lestari. Artinya, elemen budaya tersebut harus selalu digunakan dan membudaya dalam kehidupan masyarakat. Masyarakat secara keseluruhan berupaya aktif untuk melestarikan kebudayaan. Berbagai upaya dalam melestarikan budaya tersebut sebaiknya dipadukan dengan ketentuan adat dan program-program pemerintah. Upaya yang bisa dilakukan antara lain seperti membangkitkan kembali kehidupan surau sebagai sarana pendidikan agama dan adat kepada anak-anak dan remaja, menggunakan hubungan kekerabatan Minang (nini mamak, ibu/bundo kanduang, bapak) sebagai media transmisi budaya dan upaya pendokumentasian nilai- nilai budaya dalam bentuk arsip-arsip, dokumen, perangkat keras (kaset, film, CD/DVD) dan pengkaderan (kegiatan ekstrakurikuler sekolah, sanggar-sanggar kesenian, kursus-kursus dan lembaga informal lainnya).


(5)

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat ilahi Rabbi, yang telah memberikan karunia rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi berjudul “Studi Identitas Regional Guna Menunjang Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan di Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat (Studi Kasus Identitas Regional menurut Stakeholder Wanita dan LSM)”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis selama penelitian, antara lain :

1. Ayahanda Sudjoko P. dan ibunda Maryati, kakak tercinta Mbak Ning dan Mas Budi yang selalu memberikan yang terbaik dalam kehidupan penulis

2. Bapak Dr. Ir. Ricky Avenzora, MSc.F dan Ir. Nandi Kosmaryandi, MSc.F selaku dosen pembimbing pertama dan dosen pembimbing kedua, atas segala bimbingan dan arahannya

3. Kawan seperjuangan; Ade, Desi, dan Galuh yang telah menemani dalam menapaki kehidupan, menimba ilmu dan pengalaman selama penelitian

4. Teman-teman sekelas KSHE A’38 IPB, UGM Getas 2004, PKLP di TN Ujung Kulon, UKM Panahan IPB, dan seluruh angkatan 38 Fahutan

5. Keluarga besar Ibu Mardiana, Keluarga besar Desi di Lintau dan di Padang, keluarga besar Uni Yen dan ibu-ibu PKK di Nagari Sumpur serta keluarga Pak Camat Ma’aruf A dan Pak Camat Ashadi atas segala kemurahan hati dan keramahan yang diberikan

6. Temen-temen KKN dari UNAND, STAIN Batu Sangkar, serta “Dery and The Genk”, sukses buat kalian!

7. Kawan seperjuangan di Asrama Sylvasari; Barkah, Afif, Herdi, Joe, Yandi, Bayu, Mulyadi, Joko, Manan. Tetap semangat ya, kawan!

8. Segenap pihak yang telah membantu penyusunan skripsi yang tidak bisa disebutkan satu persatu

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi masih jauh dari sempurna, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga karya kecil ini bermanfaat bagi kita semua. Amin

Bogor, 31 Mei 2006


(6)

Penulis dilahirkan di Rembang pada tanggal 3 Oktober 1982 dari ayahanda Sudjoko Pituduh dan ibunda Maryati. Penulis merupakan anak terakhir dari empat bersaudara.

Pada tahun 1989 penulis mulai meniti ilmu di SD Negeri 1 Rembang dan lulus pada tahun 1995. Penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama pada tahun 1995 di Sekolat Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) 1 Rembang dan lulus pada tahun 1998. Pada tahun tersebut penulis melanjutkan pendidikannya di sekolah menengah umum, SMU Negeri 2 Rembang dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun 2001, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi-organisasi kampus seperti BEM-E pada tahun 2003 dan 2004, TMPLLK (Tim Mahasiswa Peduli Lingkungan Lingkar Kampus) pada tahun 2003 serta Himpro KSHE tahun 2004. Dalam bidang olahraga, penulis aktif dalam UKM Panahan IPB dari tahun 2002 sampai sekarang dan pernah mengikuti kejurnas panahan indoor antar mahasiswa se-Indonesia. Dalam bidang pendidikan, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Dendrologi pada tahun ajaran 2003/2004 dan 2004/2005, dan sekarang menjadi asisten mata kuliah Silvikultur. Pada tahun 2003 penulis mengikut i Praktek Inventarisasi Hutan Pegunungan Gunung Walat Sukabumi. Tahun 2004 melaksanakan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan Jati di Jawa Timur. Pada tahun 2005 penulis melakukan Praktek Kerja Lapang dan Profesi (PKLP) di Taman Nasional Ujung Kulon.

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul ”Studi Identitas Regional Guna Menunjang Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan di Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat (Studi Kasus Identitas Regional menurut Stakeholder Wanita dan LSM)” dibawah bimbingan Bapak Dr. Ir. Ricky Avenzora, MSc.F dan Bapak Ir. Nandi Kosmaryandi, MSc.F.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR GAMBAR ...iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 3

C. Manfaat ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kebudayaan ... 4

B. Pariwisata ... 7

C. Pariwisata Berkelanjutan ... 8

D. Kaitan antara Pariwisata dan Stakeholder ... 13

E. Identitas Regional ... 14

F. Stakeholder (pemangku kepentingan) 1. Stakeholder wanita ... 15

2. Stakeholder LSM... 17

III. KONDISI UMUM A. Letak, luas dan sejarah Kabupaten Tanah Datar ... 22

B. Iklim ... 23

C. Hidrologi dan Tanah ... 23

D. Fisiografis ... 23

E. Kondisi Sosek dan Budaya 1. Demografi... 24

2. Kegiatan perekonomian... 25

3. Sosial budaya masyarakat ... 26

IV. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28

B. Data dan Informasi Penelitian ... 28

C. Alat dan Bahan ... 28

D. Cara Pengumpulan Data ... 28

E. Metode Pengambilan Responden... 29

F. Teknik Pengolahan dan Analisa Data ... 30

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kebudayaan Tanah Datar secara Umum ... 32

1. Pakaian ... 33

2. Rumah ... 35

3. Makanan ... 36

4. Kerajinan tangan ... 38


(8)

6. Permainan anak nagari ... 40

7. Kesenian ... 41

8. Bahasa ... 43

9. Upacara adat ... 43

10. Sistem ekonomi ... 44

11. Sistem kekerabatan... 46

12. Sistem hukum ... 47

13. Sistem pemerintahan ... 47

B. Stakeholder wanita di Kabupaten Tanah Datar 1. Karakteristik responden wanita ... 48

2. Wanita dalam kehidupan masyarakat Tanah Datar ... 49

3. Identitas regional menurut stakeholder wanita... 50

4. Elemen budaya upacara adat sebagai identitas regional ... 52

5. Macam- macam upacara adat dalam masyarakat ... 53

C. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Kabupaten Tanah Datar 1. Karakteristik responden LSM ... 68

2. LSM dalam kehidupan masyarakat Tanah Datar ... 69

3. Identitas regional menurut stakeholder LSM ... 70

4. Elemen budaya makanan dan kesenian sebagai identitas regional Kabupaten Tanah datar... 72

5. Bermacam- macam makanan dan kesenian dalam masyarakat ... 76

D. Upaya pelestarian identitas regional guna menunjang pembangunan pariwisata berkelanjutan... 91

VI. KESIMPULAN DAM SARAN A. Kesimpulan... 97

B. Saran. ... 98

DAFTAR PUSTAKA ... 99


(9)

DAFTAR GAMBAR

No Teks Halaman

1. Bagan pilar LSM ... 21

2. Jumlah penduduk per-kecamatan di Kabupaten Tanah Datar... 24

3. Kepadatan penduduk per-kecamatan di Kabupaten Tanah Datar ... 25

4. Jumlah objek wisata di Kabupaten tanah Datar ... 26

5. Pakaian adat masyarakat Minangkabau di Kabupaten Tanah Datar ... 34

6. Rumah gadang dengan arsitektur khas Minangkabau... 35

7. Motif- motif ukiran dinding pada rumah gadang ... 36

8. Makanan yang menjadi ciri khas masing- masing daerah di Kabupaten Tanah Datar... 37

9. Jenis-jenis makanan dan minuman yang bernilai ekonomis ... 38

10.Pengrajin tenun di nagari Pandai Sikek dan pengrajin sulam Di nagari Sungayang ... 39

11.Alat tradisional yang digunakan dalam kegiatan pertanian ... 40

12.Permainan anak nagari sepak rago ... 41

13.Alat musik saluang, rabab, dan talempong ... 42

14.Upacara adat batagak gala dan upacara adat turun mandi ... 44

15.Anak-anak yang sedang mencari ikan di sungai dan kolam untuk ikan ... 45

16.Objek-objek wisata yang ada di Kabupaten Tanah Datar ... 46

17.Grafik identitas regional menurut stakeholder wanita ... 50

18.Grafik biplot karakteristik responden wanita ... 51

19.Peralatan yang digunakan dalam peminangan sebagai tempat meletakkan sirih; baki dan carano ... 55

20.Pakaian adat perkawinan marapulai dan anak daro di Kecamatan Lintau Buo ... 58

21.Kesenian shalawat dulang pada hari pesta batagak gala ... 63

22.Arak-arakkan khatam Al Qur’an ... 66

23.Grafik identitas regional menurut stakeholder LSM... 70

24.Grafik biplot karakteristik responden LSM ... 71

25.Kedai yang menjual masakan pangek lapuak di nagari Barulak ... 72

26.Seni pertunjukkan silek (silat)... 74

27.Masakan palai ikan yang dijual oleh masyarakat ... 77

28.Dadieh, makanan dari hasil fermentasi susu sapi... 80

29.Seni pertunjukkan randai... 83

30.Arena pacu jawi dan sapi yang diarak keliling kota... 88

31.Formasi lengkap talempong yang dimainkan empat orang... 91


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No Teks Halaman

1. Peta Kabupaten Tanah Datar ... 102

2. Peta pembagian populasi berdasarkan metode purposive sampling ... 103

3. Karakteristik responden wanita ... 104

4. Karakteristik responden LSM ... 106

5. Pemilihan identitas regional menurut stakeholder wanita... 108

6. Pemilihan identitas regional menurut stakeholder LSM ... 110


(11)

DI KABUPATEN TANAH DATAR, PROVINSI SUMATERA BARAT (Studi Kasus Identitas Regional menurut Wanita dan LSM)

CATUR SEDYO UTOMO

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006


(12)

DI KABUPATEN TANAH DATAR, PROVINSI SUMATERA BARAT (Studi Kasus Identitas Regional menurut Wanita dan LSM)

Oleh:

CATUR SEDYO UTOMO E34101009

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006


(13)

Catur Sedyo Utomo E34101009. Studi Identitas Regional Guna Menunjang Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan di Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat (Studi Kasus Identitas Regional menurut Stakeholder Wanita dan LSM). Dibawah bimbingan: Dr. Ir. Ricky Avenzora, MSc.F dan Ir. Nandi Kosmaryandi, MSc.F

Sektor pariwisata telah menunjukkan perannya dengan nyata dalam memberikan kontribusi terhadap kehidupan ekonomi, sosial dan budaya bangsa. Sebagai sala h satu industri dengan prospek yang cerah, sektor pariwisata telah menciptakan atmosfer kesempatan kerja bagi orang-orang terampil. Pendapatan negara dari sektor pajak dan devisa semakin bertambah, keadaan sosial masyarakat yang berpartisipasi akan semakin membaik, dan kebudayaan bangsa makin memperoleh apresiasi.

Perkembangan sektor pariwisata seringkali menimbulkan kritik akan kegiatannya yang berdampak negatif, baik secara ekologis, sosial ekonomi dan budaya. Hal ini disebabkan pariwisata yang berkembang lebih bersifat masal, tidak ramah lingkungan dan minim partisipasi penduduk lokal. Pembangunan pariwisata kadang menyebabkan degradasi lingkungan. Marjinalisasi penduduk lokal telah mengesampingkan kedudukan penduduk lokal. Alternatif pengembangan pariwisata berkelanjutan (Sustainable tourism development) dapat menjadi solusi terhadap dampak pengembangan industri pariwisata yang terjadi sekarang ini.

Pada tingkat daerah, pengembangan pariwisata berkelanjutan menjadi sangat penting. Suatu daerah pada umumnya kaya akan potensi sumberdaya yang beragam, akan tetapi masih miskin pengelolaan. Apalagi di era otonomi daerah, setiap daerah dituntut untuk mampu memberikan perhatian khusus terhadap usaha- usaha pemanfaatan potensi sumberdaya yang ada untuk menjadi sumber finansial bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mengembangkan potensi sumberdaya suatu daerah adalah dengan mengangkat identitas regional (Regional identity). Identitas regional merupakan konsep pengembangan pariwisata yang mengangkat dan mengembangkan kebudayaan daerah. Suatu identitas regional nantinya dapat menjadi sebuah icon yang menggambarkan kehidupan masyarakat yang bermanfaat guna mendukung pembangunan pariwisata berkelanjutan.

Terkait dengan implementasi pembangunan partisipatif sekarang ini, pengembangan identitas regional perlu berdasarkan pada konsep ini. Keterlibatan secara utuh aktor-aktor pembangunan daerah menjadi sesuatu hal yang essensial. Masyarakat sebagai elemen daerah terbesar dalam suatu sistem publik terdiri dari atas banyak stakeholder-stakeholder yang memahami segala aspek yang ada di dalam komunitas regional. Di antara stakeholder-stakeholder dalam sistem publik yang ikut andil dalam strategi pembangunan partisipatif adalah wanita dan LSM.

Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat memiliki kekayaan yang tinggi akan sumberdaya alam dan sosio-kultur masyarakat. “Buminya yang nyaman, airnya tawar dan ikannya banyak”, sebuah kiasan tempo dulu yang menggambarkan bahwa Kabupaten Tanah Datar memang kaya akan sumberdaya alam. Begitu juga dengan kondisi sosio-kultur masyarakat Tanah Datar. Nilai- nilai


(14)

Pengumpulan data yang diperoleh melalui observasi lapang, wawancara, kuisioner dan studi literatur; (2) Pengolahan dan analisis yang menggunakan metode diskriptif dan Multiple correspondence analysis (MCA); dan (3) Pemilihan identitas regional yang dilakukan dengan menganalisa penilaian terhadap persepsi, motivasi dan preferensi stakeholder wanita dan LSM terhadap elemen budaya lokal.

Identitas regional Kabupaten Tanah Datar menurut penilaian stakeholder wanita adalah upacara adat. Sedangkan identitas regional menurut stakeholder LSM adalah elemen makanan dan kesenian. Berdasarkan analisa MCA didapatkan bahwa upacara adat dipilih wanita dengan karakteristik umur antara 35-39 tahun, dengan pendidikan terakhir SLTA dan pendapatan rata-rata perbulannya sebesar Rp. 250.000-Rp. 700.000,-. Sedangkan elemen makanan dipilih responden LSM dengan karakteristik wanita dengan umur 35-39 tahun, pendidikan terakhir SLTP, dan pendapatan rata-rata perbulan Rp. 250.000-Rp. 700.000,-. Untuk elemen kesenian menjadi identitas bagi responden LSM dengan karakteristik umur 20-24 tahun (pemuda), pendidikan terakhir SLTA dan pendapatan rata-rata perbulannya kurang dari Rp. 250.000,-

Identitas yang diperoleh didasarkan pada penilaian terhadap persepsi, motivasi dan preferensi yang timbul dari hasil interaksi masyarakat yang terjalin secara intensif dan berkelanjutan. Wanita Minang secara adat adalah lambang bundo kanduang. Lambang yang menggambarkan kehormatan dan kemuliaan dalam masyarakat. Bundo kanduang harus memahami ketentuan adat yang berlaku, termasuk kegiatan upacara adat. Dalam masyarakat Tanah Datar terdapat lembaga- lembaga atau kelompok masyarakat yang berkecimpung dalam dunia usaha. Mereka memanfaatkan elemen makanan dan kesenian sebagai komoditi untuk dijual. Makanan pada dasarnya adalah kebutuhan yang wajib dipenuhi manusia pada umumnya. Kesenian bagi masyarakat Minang adalah sebagai hiburan dan sarana untuk mengekspresikan seni kehidupan.

Hal terpenting dari pengembangan identitas regional ini adalah bagaimana agar elemen budaya tersebut tetap lestari. Artinya, elemen budaya tersebut harus selalu digunakan dan membudaya dalam kehidupan masyarakat. Masyarakat secara keseluruhan berupaya aktif untuk melestarikan kebudayaan. Berbagai upaya dalam melestarikan budaya tersebut sebaiknya dipadukan dengan ketentuan adat dan program-program pemerintah. Upaya yang bisa dilakukan antara lain seperti membangkitkan kembali kehidupan surau sebagai sarana pendidikan agama dan adat kepada anak-anak dan remaja, menggunakan hubungan kekerabatan Minang (nini mamak, ibu/bundo kanduang, bapak) sebagai media transmisi budaya dan upaya pendokumentasian nilai- nilai budaya dalam bentuk arsip-arsip, dokumen, perangkat keras (kaset, film, CD/DVD) dan pengkaderan (kegiatan ekstrakurikuler sekolah, sanggar-sanggar kesenian, kursus-kursus dan lembaga informal lainnya).


(15)

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat ilahi Rabbi, yang telah memberikan karunia rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi berjudul “Studi Identitas Regional Guna Menunjang Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan di Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat (Studi Kasus Identitas Regional menurut Stakeholder Wanita dan LSM)”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis selama penelitian, antara lain :

1. Ayahanda Sudjoko P. dan ibunda Maryati, kakak tercinta Mbak Ning dan Mas Budi yang selalu memberikan yang terbaik dalam kehidupan penulis

2. Bapak Dr. Ir. Ricky Avenzora, MSc.F dan Ir. Nandi Kosmaryandi, MSc.F selaku dosen pembimbing pertama dan dosen pembimbing kedua, atas segala bimbingan dan arahannya

3. Kawan seperjuangan; Ade, Desi, dan Galuh yang telah menemani dalam menapaki kehidupan, menimba ilmu dan pengalaman selama penelitian

4. Teman-teman sekelas KSHE A’38 IPB, UGM Getas 2004, PKLP di TN Ujung Kulon, UKM Panahan IPB, dan seluruh angkatan 38 Fahutan

5. Keluarga besar Ibu Mardiana, Keluarga besar Desi di Lintau dan di Padang, keluarga besar Uni Yen dan ibu-ibu PKK di Nagari Sumpur serta keluarga Pak Camat Ma’aruf A dan Pak Camat Ashadi atas segala kemurahan hati dan keramahan yang diberikan

6. Temen-temen KKN dari UNAND, STAIN Batu Sangkar, serta “Dery and The Genk”, sukses buat kalian!

7. Kawan seperjuangan di Asrama Sylvasari; Barkah, Afif, Herdi, Joe, Yandi, Bayu, Mulyadi, Joko, Manan. Tetap semangat ya, kawan!

8. Segenap pihak yang telah membantu penyusunan skripsi yang tidak bisa disebutkan satu persatu

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi masih jauh dari sempurna, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga karya kecil ini bermanfaat bagi kita semua. Amin

Bogor, 31 Mei 2006


(16)

Penulis dilahirkan di Rembang pada tanggal 3 Oktober 1982 dari ayahanda Sudjoko Pituduh dan ibunda Maryati. Penulis merupakan anak terakhir dari empat bersaudara.

Pada tahun 1989 penulis mulai meniti ilmu di SD Negeri 1 Rembang dan lulus pada tahun 1995. Penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama pada tahun 1995 di Sekolat Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) 1 Rembang dan lulus pada tahun 1998. Pada tahun tersebut penulis melanjutkan pendidikannya di sekolah menengah umum, SMU Negeri 2 Rembang dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun 2001, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi-organisasi kampus seperti BEM-E pada tahun 2003 dan 2004, TMPLLK (Tim Mahasiswa Peduli Lingkungan Lingkar Kampus) pada tahun 2003 serta Himpro KSHE tahun 2004. Dalam bidang olahraga, penulis aktif dalam UKM Panahan IPB dari tahun 2002 sampai sekarang dan pernah mengikuti kejurnas panahan indoor antar mahasiswa se-Indonesia. Dalam bidang pendidikan, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Dendrologi pada tahun ajaran 2003/2004 dan 2004/2005, dan sekarang menjadi asisten mata kuliah Silvikultur. Pada tahun 2003 penulis mengikut i Praktek Inventarisasi Hutan Pegunungan Gunung Walat Sukabumi. Tahun 2004 melaksanakan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan Jati di Jawa Timur. Pada tahun 2005 penulis melakukan Praktek Kerja Lapang dan Profesi (PKLP) di Taman Nasional Ujung Kulon.

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul ”Studi Identitas Regional Guna Menunjang Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan di Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat (Studi Kasus Identitas Regional menurut Stakeholder Wanita dan LSM)” dibawah bimbingan Bapak Dr. Ir. Ricky Avenzora, MSc.F dan Bapak Ir. Nandi Kosmaryandi, MSc.F.


(17)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR GAMBAR ...iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 3

C. Manfaat ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kebudayaan ... 4

B. Pariwisata ... 7

C. Pariwisata Berkelanjutan ... 8

D. Kaitan antara Pariwisata dan Stakeholder ... 13

E. Identitas Regional ... 14

F. Stakeholder (pemangku kepentingan) 1. Stakeholder wanita ... 15

2. Stakeholder LSM... 17

III. KONDISI UMUM A. Letak, luas dan sejarah Kabupaten Tanah Datar ... 22

B. Iklim ... 23

C. Hidrologi dan Tanah ... 23

D. Fisiografis ... 23

E. Kondisi Sosek dan Budaya 1. Demografi... 24

2. Kegiatan perekonomian... 25

3. Sosial budaya masyarakat ... 26

IV. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28

B. Data dan Informasi Penelitian ... 28

C. Alat dan Bahan ... 28

D. Cara Pengumpulan Data ... 28

E. Metode Pengambilan Responden... 29

F. Teknik Pengolahan dan Analisa Data ... 30

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kebudayaan Tanah Datar secara Umum ... 32

1. Pakaian ... 33

2. Rumah ... 35

3. Makanan ... 36

4. Kerajinan tangan ... 38


(18)

6. Permainan anak nagari ... 40

7. Kesenian ... 41

8. Bahasa ... 43

9. Upacara adat ... 43

10. Sistem ekonomi ... 44

11. Sistem kekerabatan... 46

12. Sistem hukum ... 47

13. Sistem pemerintahan ... 47

B. Stakeholder wanita di Kabupaten Tanah Datar 1. Karakteristik responden wanita ... 48

2. Wanita dalam kehidupan masyarakat Tanah Datar ... 49

3. Identitas regional menurut stakeholder wanita... 50

4. Elemen budaya upacara adat sebagai identitas regional ... 52

5. Macam- macam upacara adat dalam masyarakat ... 53

C. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Kabupaten Tanah Datar 1. Karakteristik responden LSM ... 68

2. LSM dalam kehidupan masyarakat Tanah Datar ... 69

3. Identitas regional menurut stakeholder LSM ... 70

4. Elemen budaya makanan dan kesenian sebagai identitas regional Kabupaten Tanah datar... 72

5. Bermacam- macam makanan dan kesenian dalam masyarakat ... 76

D. Upaya pelestarian identitas regional guna menunjang pembangunan pariwisata berkelanjutan... 91

VI. KESIMPULAN DAM SARAN A. Kesimpulan... 97

B. Saran. ... 98

DAFTAR PUSTAKA ... 99


(19)

DAFTAR GAMBAR

No Teks Halaman

1. Bagan pilar LSM ... 21

2. Jumlah penduduk per-kecamatan di Kabupaten Tanah Datar... 24

3. Kepadatan penduduk per-kecamatan di Kabupaten Tanah Datar ... 25

4. Jumlah objek wisata di Kabupaten tanah Datar ... 26

5. Pakaian adat masyarakat Minangkabau di Kabupaten Tanah Datar ... 34

6. Rumah gadang dengan arsitektur khas Minangkabau... 35

7. Motif- motif ukiran dinding pada rumah gadang ... 36

8. Makanan yang menjadi ciri khas masing- masing daerah di Kabupaten Tanah Datar... 37

9. Jenis-jenis makanan dan minuman yang bernilai ekonomis ... 38

10.Pengrajin tenun di nagari Pandai Sikek dan pengrajin sulam Di nagari Sungayang ... 39

11.Alat tradisional yang digunakan dalam kegiatan pertanian ... 40

12.Permainan anak nagari sepak rago ... 41

13.Alat musik saluang, rabab, dan talempong ... 42

14.Upacara adat batagak gala dan upacara adat turun mandi ... 44

15.Anak-anak yang sedang mencari ikan di sungai dan kolam untuk ikan ... 45

16.Objek-objek wisata yang ada di Kabupaten Tanah Datar ... 46

17.Grafik identitas regional menurut stakeholder wanita ... 50

18.Grafik biplot karakteristik responden wanita ... 51

19.Peralatan yang digunakan dalam peminangan sebagai tempat meletakkan sirih; baki dan carano ... 55

20.Pakaian adat perkawinan marapulai dan anak daro di Kecamatan Lintau Buo ... 58

21.Kesenian shalawat dulang pada hari pesta batagak gala ... 63

22.Arak-arakkan khatam Al Qur’an ... 66

23.Grafik identitas regional menurut stakeholder LSM... 70

24.Grafik biplot karakteristik responden LSM ... 71

25.Kedai yang menjual masakan pangek lapuak di nagari Barulak ... 72

26.Seni pertunjukkan silek (silat)... 74

27.Masakan palai ikan yang dijual oleh masyarakat ... 77

28.Dadieh, makanan dari hasil fermentasi susu sapi... 80

29.Seni pertunjukkan randai... 83

30.Arena pacu jawi dan sapi yang diarak keliling kota... 88

31.Formasi lengkap talempong yang dimainkan empat orang... 91


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

No Teks Halaman

1. Peta Kabupaten Tanah Datar ... 102

2. Peta pembagian populasi berdasarkan metode purposive sampling ... 103

3. Karakteristik responden wanita ... 104

4. Karakteristik responden LSM ... 106

5. Pemilihan identitas regional menurut stakeholder wanita... 108

6. Pemilihan identitas regional menurut stakeholder LSM ... 110


(21)

A. Latar Belakang

Sektor pariwisata telah menunjukkan perannya dengan nyata dalam memberikan kontribusi terhadap kehidupan ekonomi, sosial dan budaya bangsa. Sebagai salah satu industri dengan prospek yang cerah, sektor pariwisata telah menciptakan atmosfer kesempatan kerja bagi orang-orang terampil. Pendapatan negara dari sektor pajak dan devisa semakin bertambah, keadaan sosial masyarakat yang berpartisipasi akan semakin membaik, dan kebudayaan bangsa makin memperoleh apresiasi. Dengan lahirnya Undang-Undang RI No. 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan serta Peraturan Pelaksanaannya No. 67 Tahun 1996 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan Republik Indonesia, harapannya supaya sektor pariwisata dapat melangkah lebih maju di masa- masa mendatang.

Sebagai sektor yang telah berkembang, karena memiliki linkages yang luas termasuk akomodasi, restoran, biro perjalanan maupun transportasi, industri pariwisata seringkali menimbulkan kritik akan kegiatannya yang berdampak negatif, baik secara ekologis, sosial ekonomi dan budaya. Hal ini disebabkan pariwisata yang berkembang lebih bersifat masal, tidak ramah lingkungan dan minim partisipasi penduduk lokal. Pembangunan pariwisata kadang menyebabkan degradasi lingkungan. Marjinalisasi penduduk lokal telah mengesampingkan kedudukan penduduk lokal. Pandangan kurangnya pendidikan dan ketrampilan kepariwisataan membuat semakin sempitnya peranan penduduk lokal. Kondisi tersebut telah menciptakan tuntutan-tuntutan pemenuhan akan aspek ekologis, ekonomis dan sosio-kultur. Alternatif pengembangan pariwisata berkelanjutan (Sustainable tourism development) dapat menjadi solusi terhadap tuntutan pengembangan industri pariwisata sekarang ini.

Pada tingkat daerah, pengembangan pariwisata berkelanjutan menjadi sangat penting. Suatu daerah pada umumnya kaya akan potensi sumberdaya yang beragam, akan tetapi masih miskin pengelolaan. Apalagi di era otonomi daerah sekarang ini, setiap daerah dituntut untuk mampu memberikan perhatian khusus terhadap usaha-usaha pemanfaatan potensi sumberdaya yang ada untuk menjadi sumber finansial bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Usaha ini akan


(22)

membutuhkan keterlibatan semua elemen daerah, baik itu dari pemerintah, swasta ataupun masyarakat lokal.

Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mengembangkan potensi sumberdaya suatu daerah adalah dengan identitas regional (Regional identity). Identitas regional merupakan konsep pembangunan pariwisata yang mengangkat dan mengembangkan kebudayaan masyarakat. Suatu identitas regional nantinya akan menjadi sebuah icon yang bisa menggambarkan kehidupan masyarakat. Selain itu, identitas juga dapat menjadi trend dalam masyarakat yang mampu memunculkan kebanggaan bagi daerah sehingga akan timbul rasa peduli dan cinta masyarakat terhadap aspek-aspek daerah, terutama budaya lokal.

Terkait dengan implementasi pembangunan partisipatif sekarang ini, pengembangan identitas regional perlu berdasarkan pada konsep ini. Keterlibatan secara utuh aktor-aktor pembangunan daerah mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan sampai pada monitoring dan evaluasi menjadi sesuatu hal yang essensial. Masyarakat sebagai elemen daerah terbesar dalam suatu sistem publik atau sistem kehidupan, yang terdiri dari atas banyak stakeholder-stakeholder, memahami segala aspek yang ada di dalam komunitas regional. Diantara stakeholder-stakeholder di dalam sistem publik yang ikut andil dalam strategi pembangunan partisipatif adalah wanita dan LSM.

Kehadiran kaum wanita di kancah pembangunan nasional maupun regional lebih sering menjadi pihak yang termarjinalkan. Isu gender telah menyebabkan timbulnya kesenjangan di bidang penddikan, ketena gakerjaan, kesehatan dan sosial budaya (Rochadiat, 2004). Berlakunya Inpres no. 9 Tahun 2000 tentang pengarusutamaan gender menjadi stimulan kebangkitan wanita. Pemberdayaan wanita dilakukan di setiap segi kehidupan masyarakat guna meningkatkan kualitas dan kemandirian wanita serta meningkatkan partisipasinya dalam pengembangan pariwisata. Peranan kongkrit wanita menjadi penting dan dibutuhkan dalam menunjang pembangunan pariwisata berkelanjutan.

Pengalaman di berbagai negara menunjukkan perlunya peran civil society organization, yang di dalamnya termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam mendorong proses pembangunan yang bersifat partisipatif (Paskarina, 2005). Peran tersebut terutama dalam hal mengintroduksi dan mempraktekkan


(23)

pendekatan pembangunan ya ng bersifat partisipatif kepada masyarakat. Di samping itu, LSM juga berperan dalam upaya peningkatan kesadaran akan pentingnya partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan publik serta melakukan advokasi untuk mereformasi kebijakan agar lebih kondusif terhadap partisipasi masyarakat tersebut. Peranan dalam meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat lokal sebagai aktor pembangunan dapat menunjang usaha untuk mencapai tujuan pembangunan pariwisata berkelanjutan.

Salah satu daerah yang menjadi objek kajian identitas regional adalah Kabupaten Tanah Datar. Kabupaten Tanah Datar memiliki kekayaan yang tinggi akan sumberdaya alam dan sosio-kultur masyarakat. “Buminya yang nyaman,

airnya tawar dan ikannya banyak”, sebuah kiasan tempo dulu yang

menggambarkan bahwa Kabupaten Tanah Datar memang kaya akan sumberdaya alam. Begitu juga dengan kondisi sosio-kultur masyarakat Tanah Datar. Nilai-nilai sejarah dan adat istiadat Minangkabau banyak mengandung unsur keteladanan, perjalanan hidup, dan bentuk-bentuk kearifan tradisional. Kekayaan ini potensial untuk dikembangkan sebagai identitas regional yang akan memajukan pembangunan pariwisata berkelanjutan di Kabupaten Tanah Datar.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari persepsi, motivasi dan preferensi kaum wanita dan LSM di Kabupaten Tanah Datar berkaitan dengan segala aspek kehidupannya yang dapat menjadi identitas regional yang bermanfaat guna menunjang pembangunan pariwisata berkelanjutan (Sustainable tourism development)

C. Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan pembangunan pariwisata berkelanjutan di Kabupaten Tanah Datar dalam mengelola potensi sumberdaya yang dimiliki di era otonomi daerah saat ini.


(24)

A. Kebudayaan

1. Pengertian dan Unsur-unsur Kebudayaan

Dalam kehidupan sehari- hari, orang tidak mungkin lepas dari kebudayaan. Setiap hari orang akan melihat, mempergunakan, dan dalam kondisi tertentu kadang-kadang manusia malah bisa merusak kebudayaan. Kebudayaan adalah sesuatu yang kompleks, menyangkut pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat (EB Tailor, 1871 dalam Soekanto, 1999). Dengan demikian, tak ada masyarakat yang tidak mempunyai kebudayaan dan sebaliknya tak ada kebudayaan tanpa masyarakat sebagai wadah dan pendukungnya. Begitu pentingnya kebudayaan, hingga dua antropolog terkemuka yaitu Melville J. Herkovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan pendapat bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu (Cultural determinism)

Kata “kebudayaan” berasal dari bahasa Sanskerta buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari kata “buddhi” yang berarti budi atau akal. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan sebagai “hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal. Menurut Soemardjan dan Soemardi (1964) dalam Soekanto (1999) bahwa kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah (material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya agar hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan masyarakat. Rasa jiwa manusia akan mewujudkan kaedah-kaedah dan nilai sosial yang perlu untuk mengatur masalah- masalah kemasyarakatan termasuk agama, ideologi, kebatinan dan kesenian. Sedangkan cipta merupakan kemampuan mental, kemampuan berpikir orang-orang yang hidup berma syarakat, menghasilkan filsafat dan ilmu pengetahuan untuk diamalkan di kehidupan bermasyarakat.

Kebudayaan dari setiap bangsa atau masyarakat, terdiri atas unsur-unsur besar maupun unsur-unsur kecil yang merupakan bagian-bagian dari kebulatan


(25)

yang bersifat sebagai kesatuan. Unsur- unsur pokok atau besar dari kebudayaan, lazim disebut cultural universals. Terdapat 7 unsur kebudayaan yang dianggap sebagai cultural universals yaitu:

1. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, perumahan, alat-alat rumah tangga, senjata, alat-alat produksi, transpor dan lain sebagainya)

2. Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi (pertanian, peternakan, sistem produksi, sistem distribusi dan sebagainya)

3. Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum, sistek perkawinan)

4. Bahasa (lisan maupun tulisan)

5. Kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak dan sebagainya) 6. Sistem pengetahuan dan,

7. Religi (sistem kepercayaan).

2. Fungsi Kebudayaan bagi Masyarakat

Kebudayaan memiliki fungsi bagi masyarakat yaitu melindungi masyarakat terhadap lingkungan alamnya dengan melahirkan kebudayaan kebendaan (teknologi). Selain itu, budaya dapat berguna sebagai alat (tools) dalam mengolah sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan manusia akan hidup. Kecuali daripada itu, manusia juga melindungi dirinya dari kekuatan-kekuatan lain di dalam masyarakat. Norma dan nilai- nilai sosial yang ditetapkan dalam masyarakat digunakan untuk melindungi dari kekuatan-kekuatan yang buruk dalam masyarakat. Kebudayaan berfungsi sebagai petunjuk dan pengatur bagaimana manusia bertindak, berbuat, dan menentukan sikapnya dalam berhubungan dengan orang lain (Soekanto, 1999)

Dalam mengatur hubungan antar manusia, kebudayaan dinamakan pula suatu struktur normatif atau menurut istilah Ralph Linton dikenal dengan design for living (garis- garis atau petunjuk-petunjuk dalam hidup). Artinya, kebudayaan adalah suatu garis-garis pokok tentang perikelakukan atau blueprint of behavior yang menetapkan peraturan-peraturan mengenai apa yang harus dilakukan, apa yang seharusnya dilakukan, apa yang dilarang dan lain sebagainya. Unsur-unsur normatif yang merupakan bagian dari kebudayaan adalah:


(26)

1. Unsur-unsur yang menyangkut penilaian (valuational elements) sepertinya misalnya apa yang baik dan buruk, apa yang menyenangkan dan tidak menyenangkan, apa yang sesuai dengan keinginan dan apa yang tidak sesuai dengan keinginan tersebut.

2. Unsur-unsur yang berhubungan dengan apa yang seharusnya (prescriptive elements) seperti misalnya bagaimana orang harus berlaku

3. Unsur yang menyangkut kepercayaan (cognitive elements) seperti misalnya mengadakan upacara adat pada saat kelahiran, pertunangan, perkawinan, dan lain- lain sebagainya.

3. Sifat-Hakekat Kebudayaan

Walaupun setiap masyarakat mempunyai kebudayaan yang masing- masing berbeda satu dengan lainnya, namun setiap kebudayaan pada dasarnya memiliki hakekat yang berlaku umum bagi semua kebudayaan dimanapun juga. Sifat hakekat dari kebudayaan adalah:

1. Kebudayaan terwujud dan tersalurkan lewat perilaku manusia

2. Kebudayaan telah ada terlebih dahulu mendahului lahirnya satu generasi tertentu dan tidak akan mati dengan habisnya generasi yang bersangkutan 3. Kebudayaan diperlukan oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkah lakunya 4. Kebudayaan mencakup aturan-aturan yang berisikan kewajiban-kewajiban,

tindakan-tindakan yang diterima dan ditolak, tindakan-tindakan yang dilarang dan tindakan-tindakan yang diijinkan (Soekanto, 1999)

Sifat hakekat kebudayaan tersebut menjadi ciri setiap kebudayaan. Dalam memahami sifat hakekat yang essensial dari kebudayaan, ada hal- hal yang perlu dijadikan sebagai pertimbangan. Yaitu, antara lain:

1. Perwujudan kebudayaan memiliki ciri-ciri khusus yang sesuai dengan situasi dan lokasinya

2. Kebudayaan bersifat stabil akan tetapi juga dinamis, dan setiap kebudayaan mengalami perubahan-perubahan yang kontinu

3. Kebudayaan mengisi serta menentukan jalannya kehidupan manusia

Hakekatnya setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda. Perwujudan kebudayaan tergantung dari kondisi daerah tersebut, dalam hal ini adalah faktor biofisik ataupun suku bangsa yang mendiami daerah tersebut. Faktor- faktor


(27)

tersebut menciptakan ciri-ciri khusus pada kebudayaan masing- masing daerah. Yang nantinya, ciri-ciri khusus tersebut dapat menjadi identitas daerah. Pada banyak tempat di belahan dunia, kebudayaan suatu masyarakat memiliki daya tarik tersendiri yang dapat menarik minat para wisatawan untuk datang berkunjung, baik untuk tujuan penelitian atau sekedar menikmati kebudayaan untuk mendapatkan pengalaman yang menarik dan menyenangkan. Adanya identitas pada masing- masing daerah diharapkan dapat menarik minat wisatawan untuk datang berkunjung.

B. Pariwisata

Pariwisata adalah salah satu jenis industri baru yang mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi dalam penyediaan lapangan kerja, peningkatan penghasilan, standar hidup serta menstimulasi sektor-sektor produktifitas lainnya (Pendit, 1999). Pernyataan tersebut diperkuat dengan kenyataan bahwa pariwisata merupakan industri dengan pertumbuhan tercepat di dunia (WTO, 2000 dalam Abikusno, 2005). Pariwisata juga diakui sebagai salah satu aktivitas ekonomi utama dunia. Hal ini diindikasikan oleh makin meningkatnya jumlah wisatawan yang datang ke daerah tujuan wisata. Dalam tahun 2000 saja telah tercatat sebanyak 700 juta kunjungan internasional, dan diperkirakan bahwa pariwisata domestik mencapai 10 kali lipat dari nilai tersebut (United Nations Environment Programme; UNEP, 2003 dalam Abikusno, 2005). World Tourism Organization (WTO) memprediksikan bahwa pariwisata internasional akan terus berkembang sebesar 4 hingga 4,5 persen per tahun, yang juga akan diimbangi oleh pariwisata domestiknya. Bagi Indonesia sendiri, perkembangan pariwisata tersebut terindikasi dari peningkatan jumlah wisatawan mancanegara sebanyak 4.606.416 (rata-rata hari kunjungan 9,18 hari/ orang) di tahun 1998 dan meningkat menjadi 5.064.217 orang dengan jumlah hari kunjungan 12,26/orang pada tahun 2000. Besarnya devisa yang diperoleh dari sektor pariwisata ini pada tahun 2000 adalah sebesar 5,75 milyar dolar Amerika (Depparsenibud, 1990 dalam Abikusno, 2005).

Institute of Tourism in Britain (1976) dalam Pendit (1999) merumuskan bahwa pariwisata adalah kepergian orang-orang sementara dalam jangka waktu pendek ke tempat-tempat tujuan di luar tempat tinggal dan pekerjaan


(28)

sehari-harinya serta kegiatan-kegiatan mereka selama berada di tempat tujuan tersebut; mencakup kepergian untuk berbagai maksud, termasuk kunjungan seharian atau darmawisata/ekskursi. Sedangkan pengertian pariwisata menurut Marpaung (2002), pariwisata adalah perpindahan sementara ya ng dilakukan manusia dengan tujuan keluar dari pekerjaan-pekerjaan rutin, keluar dari tempat kediamannya.

Di berbagai negara di Eropa Barat misalnya, orang menggolongkan daerah tujuan wisata ini menurut faktor- faktor tertentu (Pendit, 1999) yaitu:

1. Daerah tujuan wisata tergantung atas alam, misalnya tempat berlibur pada musim- musim tertentu dan tempat beristirahat untuk kesehatan

2. Daerah tujuan wisata tergantung atas kebudayaan, misalnya kota-kota bersejarah, pusat pendidikan, tempat yang mempunyai acara khusus seperti perayaan, adat istiadat, pesta rakyat serta tempat seperti pusat beribadah 3. Daerah tujuan wisata tergantung atas lalu lintas, misalnya daerah pelabuhan

laut, pertemuan lalu lintas kereta api, persimpangan lalu lintas kendaraan bermotor, daerah pelabuhan udara

4. Daerah tujuan wisata tergantung atas kegiatan ekonomi, misalnya pusat perdagangan dan perindustrian, pusat-pusat bursa dan pekan raya, tempat-tempat yang memiliki institut perekonomian atau peristiwa-peristiwa ekonomi 5. Daerah tujuan wisata tergantung atas kegiatan politik, misalnya ibukota atau

pusat pemerintahan, tempat-tempat dimana terdapat institut politik atau kegiatan-kegiatan politik

C. Pariwisata Berkelanjutan (Sustainable Tourism)

Pariwisata merupakan salah satu industri terbesar di dunia. World Travel and Tourism Council pada tahun 1998 menyebutkan bahwa sektor pariwisata memiliki pertumbuhan yang cukup besar yaitu 4 persen per tahun dan menyumbang sekitar 11,6 persen pada GDP dunia (Linberg, 2002 dalam Hidayati dan Mujiyani, 2003). Di Indonesia, pada tahun 2000 sektor pariwisata telah menyumbang sebesar 9,27 persen dari GNP Indonesia dan menyerap hampir 8 persen dari seluruh jumlah tenaga kerja (Menpora, 2000 dalam Hidayati dan Mujiyani, 2003). Namun demikian, kebijakan pembangunan pariwisata yang telah diterapkan hanya fokus pada manfaat dari segi ekonomi semata sehingga


(29)

menyebabkan terabaikannya pelestarian lingkungan dan terpinggirkannya penduduk lokal (Siregar, 2001 dalam Hidayati dan Mujiyani, 2003). Kondisi tersebut mendorong timbulnya kesadaran untuk mengembangkan pariwisata yang ramah terhadap lingkungan dan mengangkat peranan penduduk lokal. Dukungan dari dunia internasional terhadap pariwisata berkelanjutan pun sangat tinggi. Hal ini dibuktikan dengan adanya pengertian pariwisata berkelanjutan dalam agenda 21 oleh WTO (Agenda 21, 1992 dalam Hidayati dan Mujiyani, 2003) yaitu:

....meets the needs of present tourists and host regions while protecting and enhancing opportunities for the future. It is envisaged as leading to management of all resources in such a way that economic, social, and aesthetic needs can be fulfilled while maintaining cultural integrity, essential ecological processes, biological diversity and life support systems.

Konsep pariwisata berkelanjutan sampai sekarang juga masih dalam perdebatan. Beberapa konsep dan definisi pariwisata berkelanjutan bermunculan, diantaranya adalah sebagai berikut:

• Kegiatan wisata yang mempertemukan kepentingan pengunjung dan penerima dengan menjaga kesempatan bagi generasi mendatang untuk dapat pula ikut menikmati wisata ini. Untuk itu diperlukan adanya sebuah pengelolaan tertentu atas lingkungan dan sumberdaya yang tersedia agar dapat memenuhi kepentingan ekonomi, sosial dan estetika dan tetap menjaga integritas budaya, proses ekologis yang penting, keanekaragaman hayati dan sistem pendukung kehidupan (WTO, 2002 dalam Hidayati dan Mujiyani, 2003)

• Pariwisata harus didasarkan pada kriteria yang berkelanjutan yang intinya adalah pembangunan yang harus didukung secara ekologis dalam jangka panjang dan sekaligus layak secara ekonomi, adil secara etika dan sosial terhadap masyarakat (Piagam Pariwisata Berkelanjutan di Insula, 1995 dalam Hidayati dan Mujiyani, 2003)

• Semua bentuk pembangunan, pengelolaan dan aktivitas pariwisata yang memelihara integritas lingkungan, sosial, ekonomi dan kesejahteraan dari sumberdaya alam dan budaya yang ada untuk jangka waktu yang lama (Federation of Nature and National Park, 1993 dalam Hidayati dan Mujiyani, 2003)


(30)

• Pariwisata yang memperhatikan kemampuan alam untuk regenerasi dan produktifitas masa datang. Selain itu juga mengenali kontribusi dari masyarakat dan komunitas adat, gaya hidup yang berpengaruh pada pengalaman wisatawan serta mengakui bahwa penduduk lokal juga harus menerima hak yang sama dari keuntungan ekonomi yang timbul dari kegiatan wisata (Tourism Concern & WWF, 1992 dalam Hidayati dan Mujiyani, 2003)

Beberapa definisi diatas secara umum memiliki kesamaan yang merupakan terjemahan lebih lanjut dari pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu kegiatan wisata dianggap berkelanjutan apabila memenuhi syarat sebagai berikut (Hidayati dan Mujiyani, 2003):

• Secara ekologis berkelanjutan, yaitu pembangunan pariwisata yang tidak menimbulkan efek negatif bagi ekosistem setempat. Selain itu, konservasi merupakan kebutuhan yang harus diupayakan untuk melindungi sumberdaya alam dan lingkungan dari efek negatif kegiatan wisata

• Secara sosial dapat diterima, yaitu mengacu pada kemampuan penduduk lokal untuk menyerap dan melakukan usaha pariwisata (industri dan wisatawan) tanpa menimbulkan konflik sosial

• Secara kebudayaan dapat diterima, yaitu masyarakat lokal mampu beradaptasi dengan budaya turis yang cukup berbeda (Tourist culture)

• Secara ekonomis menguntungkan, yaitu keuntungan yang didapat dari kegiatan pariwisata dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Tidak dapat dipungkiri, hingga saat ini konsep pembangunan berkelanjutan dianggap sebagai ”resep” pembangunan yang terbaik termasuk pembangunan pariwisata. Menurut Bater (2001) dalam Pusat Penelitian Kepariwisataan ITB (2002), pembangunan pariwisata yang berkelanjutan dapat dikenali melalui prinsip-prinsipnya yang dielabirasi berikut ini :

1. Partisipasi

Masyarakat setempat harus mengawasi atau mengontrol pembangunan pariwisata dengan ikut terlibat dalam menentukan visi pariwisata, mengidentifikasi sumberdaya-sumberdaya yang akan dipelihara dan ditingkatkan, serta mengembangkan tujuan-tujuan dan strategi-strategi dalam pengembangan dan pengelolaan daya tarik wisata. Masyarakat juga harus


(31)

berpartisipasi dalam mengimplementasikan strategi-strategi yang telah didukung sebelumnya

2. Keikutsertaan para pelaku (stakeholders involvement)

Para pelaku yang ikut serta dalam pembangunan pariwisata meliputi kelompok dan institusi LSM, kelompok sukarelawan, pemerintah daerah, asosiasi wisata, asosiasi bisnis dan pihak-pihak lain yang berpengaruh dan berkepentingan serta yang akan menerima dampak dari kegiatan pariwisata

3. Kepemilikan lokal

Pembangunan pariwisata harus menawarkan lapangan pekerjaan yang berkualitas untuk masyarakat setempat. Beberapa pengalaman menunjukkan bahwa pendidikan dan pelatihan bagi penduduk setempat serta kemudahan akses untuk para pelaku bisnis atau wirausahawan setempat benar-benar dibutuhkan untuk mewujudkan kepemilikan lokal. Lebih lanjut, keterkaitan (lingkages) antara pelaku-pelaku bisnis dengan masyarakat lokal harus diupayakan menunjang kepemilikan lokal tersebut

4. Pembangunan sumberdaya yang berkelanjutan

Pembangunan pariwisata harus dapat menggunakan sumberdaya dengan berkelanjutan, yang artinya kegiatan-kegiatannya harus menghindari penggunaan sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui (irreversible) secara berlebihan. Hal ini juga didukung dengan keterkaitan lokal dalam tahap perencanaan, pembangunan dan pelaksanaan, sehingga pembagian keuntungan yang adil dapat diwujudkan. Dalam pelaksanaannya, kegiatan pariwisata harus menjamin bahwa sumberdaya alam dan buatan dapat dipelihara dan diperbaiki dengan menggunakan kriteria-kriteria dan standar-standar internasional

5. Mewadahi tujuan-tujuan masyarakat

Tujuan-tujuan masyarakat dapat diwadahi dalam kegiatan pariwisata agar kondisi yang harmonis antara pengunjung/wisatawan, tempat dan masyarakat setempat dapat terwujud. Misalnya, kerjasama dalam wisata budaya (cultural tourism partnership) dapat dilakukan mulai dari tahap perencanaan, manajemen, sampai pada pemasaran


(32)

6. Daya dukung

Daya dukung atau kapasitas lahan yang harus dipertimbangkan meliputi daya dukung fisik, alami, sosial dan budaya. Pembangunan dan pengembangan harus sesuai dan serasi dengan batas-batas lokal dan lingkungan. Rencana dan pengoperasiannya seharusnya dievaluasi secara reguler sehingga dapat ditentukan penyesuaian dan perbaikan yang dibutuhkan. Skala dan tipe fasilitas wisata harus mencerminkan batas penggunaan yang dapat ditoleransi (limit of acceptable use)

7. Monitor dan evaluasi

Kegiatan monitor dan evaluasi pembangunan pariwisata berkelanjutan mencakup penyusunan pedoman, evaluasi dampak kegiatan wisata serta pengembangan indikator- indikator dan batasan-batasan untuk mengukur dampak pariwisata. Pedoman atau alat-alat bantu yang dikembangkan tersebut harus meliputi skala nasional, regional dan lokal

8. Akuntabilitas

Perencanaan pariwisata harus memberi perhatian yang besar pada kesempatan mendapatkan pekerjaan, pendapatan, dan perbaikan kesehatan masyarakat lokal yang tercermin dalam kebijakan-kebijakan pembangunan. Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam seperti tanah, air dan udara harus menjamin akuntabilitas serta memastikan bahwa sumber-sumber yang ada tidak dieksploitasi secara berlebihan

9. Pelatihan

Pembangunan pariwisata berkelanjutan membutuhkan pelaksanaan program-program pendidikan dan pelatihan untuk membekali pengetahuan masyarakat dan meningkatkan keterampilan bisnis, vacasional dan profesional. Pelatihan yang diterapkan, sebaiknya mencakup tentang topik pariwisata berkelanjutan, manajemen perhotelan serta topik-topik lain yang relevan

10.Promosi

Pembangunan pariwisata berkelanjutan juga meliputi promosi penggunaan lahan dan kegiatan yang memperkuat karakter lansekap, sense of place, dan identitas masyarakat setempat. Kegiatan-kegiatan dan penggunaan lahan


(33)

tersebut seharusnya bertujuan untuk mewujudkan pengalaman wisata yang berkualitas yang memberikan kepuasan bagi pengunjung.

D. Kaitan antara Pariwisata dan Stakeholders

Dalam pelaksanaan pengelolaan kegiatan pariwisata alam, dan pariwisata pada umumnya, terdapat berbagai pemangku kepentingan (stakeholders) yang ikut ambil bagian dalam pengelolaan. Masing- masing stakeholders tersebut memiliki peranan masing- masing yang cukup unik dan berbeda yang sangat menentukan keberhasilan kegiatan pariwisata di suatu daerah, sebagaimana stakeholders ini juga memiliki arti penting dalam menentukan identitas regional di daerahnya. Stakeholders di dalam suatu masyarakat sangatlah beragam, namun untuk menyederhanakannya Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam suatu konferensinya, United Nations Conference on Environment & Development yang dilaksanakan pada tahun 1992 di Brazil telah menghasilkan suatu deklarasi yang dikenal sebagai Agenda 21. Di dalam Agenda 21 dijelaskan bahwa kelompok pemangku kepentingan (stakeholders) dibagi ke dalam 9 grup besar, yaitu wanita, pemuda dan anak-anak, masyarakat tradisional dan komunitasnya, lembaga swadaya masyarakat (LSM), pemerintah lokal, pekerja dan serikat perdagangan, masyarakat bisnis dan industri, komunitas sains dan teknologi, serta petani.

Lebih jauh lagi, agenda 21 menekankan pentingnya peranserta para stakeholders dalam pembangunan berkelanjutan, seperti yang tercantum dalam

paragraf 23.2, chapter 23, Section III berikut:

One of the fundamental prerequisites for the achievement of sustainable development is broad public participation in decision-making. Furthermore, in the more specific context of environment and development, the need for new forms of participation has emerged. This includes the need of individuals, groups and organizations to participate in environmental impact assessment procedures and to know about and participate in decisions, particularly those which potentially affect the communities in which they live and work. Individuals, groups and organizations should have access to information relevant to environment and development held by national authorities, including information on products and activities that have or are likely to have a significant impact on the environment, and information on environmental protection measures


(34)

Pengembangan pariwisata menjadi suatu interaksi yang kompleks antara para pelakunya. Pada umumnya pengembangan pariwisata diarahkan oleh sektor swasta, namun pembangunan dan pengembangan fasilitas sangat bergantung pada alokasi strategis sumberdaya yang dilakukan oleh agen-agen multi atau bilateral melalui persetujuan-persetujuan dengan pemerintah lokal dan nasional. Para stakeholder yang lain pun memiliki andil yang sama pentingnya, namun kontribusi aktualnya tergantung pada kemampuan untuk mempengaruhi para pemain inti. Manajemen pariwisata efektif yang bertujuan untuk melestarikan keanekaragaman hayati dan mengurangi kemiskinan membutuhkan kerjasama antara stakeholder dengan para pengambil keputusan yang terlibat. Para stakeholder ini termasuk di dalamnya pemerintah lokal dan nasional, masyarakat lokal, sektor swasta, serta organisasi investor yang bekerjasama dengan komunitas masyarakat. Pengembangan sektor publik, sektor swasta, dan komunitas masyarakat sangat penting untuk pengembangan pariwisata, sama halnya dengan dengan semua aspek dari pengembangan yang berkelanjutan (Christ, 2003 dalam Abikusno, 2005).

E. Identitas Regional

Identitas regional (Regional Identity) merupakan suatu konsep dengan maksud mengembangkan daerah tertentu dengan berdasarkan pada ciri khusus atau jati diri yang dimiliki oleh daerah tersebut. Berasal dari kata “identitas” dan “regional”, menurut Kamus Bahasa Indonesia, “identitas” memiliki arti ciri atau keadaan khusus seseorang; jati diri. Menurut Webster’s New Encyclopedic Dictionary, “identity” adalah:

1). The fact of condition of being exactly a like : sameness (an identity of interest),

2). Distinguishing character or personality : Individuality,

3). The fact of being the some as something described or knowm to exist (establish the identity of stolen goods),

4). a. An equation that is true for all values substituted for the variables

b.Identity element (middle freanch identite from late latin identitas, from latin identity “same” from is “That”.


(35)

Sedangkan “regional” itu sendiri, menurut Kamus Besar Baha sa Indonesia berarti bersifat daerah; kedaerahan. Jadi bisa dikatakan bahwa regional identitas adalah jati diri atau ciri khusus yang dimiliki oleh suatu daerah atau wilayah tertentu yang berbeda dengan daerah lain.

Christensen A.L dan Millard J (2001) menjelaskan bahwa regional identitas adalah gambaran/kesan, jarak penglihatan dan kehadiran yang dirasakan, dilihat dan dirasakan oleh penduduk lokal dan masyarakat luar;

Regional identity is the image, visibility and presence perceived, seen and felt by regional inhabitants and by the outside world. It is nurtured by the development of social capital which strengthens regional community, institutions and processes, and which itself is an important ingredient in regional economic development and social cohesio n

Jati diri atau ciri khusus yang dimiliki daerah adalah segala sesuatu hal (sumberdaya) yang diakui, dimanfaatkan dan dilestarikan sehingga keberadaannya dalam masyarakat berkelanjutan sampai ke generasi berikutnya. Sumberdaya yang ada dalam masyarakat bisa dalam bentuk bio- fisik ataupun suku bangsa/etnik yang menetap di daerah tersebut dalam jangka waktu yang lama.

Bio- fisik termasuk sumberdaya alam (diperbarui/tidak dapat diperbarui) yang terdapat di lingkungan sekitar manusia yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya manusia akan menjalin interaksi kuat yang terjadi terus menerus sehingga dapat membangun kerangka persepsi, motivasi dan preferensi masyarakat. Etnik atau suku bangsa yang menetap pada suatu daerah me miliki kebudayaan yang menjadi pedoman dan norma-norma yang diakui dan dipatuhi. Kebudayaan yang ada merupakan hasil karsa, rasa dan cipta yang diwariskan dari generasi ke generasi, sehingga persepsi, motivasi dan preferensi masyarakat sudah terbangun dalam jangka waktu yang lama.

F. Pemangku Kepentingan (Stakeholders) 1. Stakeholder Wanita

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989), wanita adalah perempuan yang dewasa. Sedangkan menurut Webster’s Third New International Dictionary Vol. II dijelaskan bahwa;


(36)

Woman;

(1) a female human being-distinguished from man

(2) an adult female human being-distinguished from a girl

(3) a female human being a such and without regard to any special status

(4) a female human being of a class or character lower than that normally considered a lady

Berdasarkan dua pengertian di atas maka dapat dirumuskan bahwa definisi wanita adalah manusia; perempuan, yang telah mencapai kedewasaan, yaitu dalam hal berpikir, status dan memiliki kedudukan dalam masyarakat.

Pembangunan yang berbasis partisipatif merupakan paradigma pembangunan yang melibatkan masyarakat secara luas (bottom-up) dalam proses pengambilan keputusan dalam pembangunan nasional. Sejak jaman orde baru sebenarnya partisipasi masyarakat telah dicoba untuk digalakkan denga n berbagai alasan. Sebagian orang menganggap bahwa partisipasi masyarakat dalam pembangunan harus atau bahkan mutlak dilakukan berdasarkan pertimbangan praktis karena masyarakat sendirilah yang paling tahu kebutuhan mereka. Hal ini didukung dengan kenyataan di lapangan dimana banyak hasil pembangunan tidak dimanfaatkan kelompok sasarannya hanya karena mereka sejak awal tidak dilibatkan dalam proses-proses pengambilan keputusan yang langsung menyangkut kehidupan mereka sehingga hasil pembangunan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sebagian lagi menyebutkan bahwa partisipasi masyarakat dalam pembangunan harus diterapkan berdasarkan pertimbangan yang lebih konseptual seperti antara lain, adanya anggapan yang melihat partisipasi merupakan wujud nyata dari penerapan demokrasi atau bahkan ada yang lebih mendasar yang beranggapan bahwa pada dasarnya manusia itu unik dan merdeka jadi kebahagiaan seseorang tidak mungkin ditentukan oleh orang lain tanpa terlebih dahulu bertanya atau berkonsultasi kepada yang bersangkutan.

Dewasa ini di Indonesia hampir tidak ada lembaga atau instansi yang tidak terbuka bagi kaum wanita, asal saja bisa memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan dan berlaku umum. Demikian pula halnya dengan semua lapangan pekerjaan yang ada. Bahkan ada beberapa jenis lapangan pekerjaan yang lebih mengutamakan tenaga wanita. Walaupun belum diketemukan data yang lebih pasti, namun dari hasil pengamatan sehari- hari terdapat kesan yang kuat bahwa


(37)

makin lama semakin banyak kaum wanita yang menduduki jabatan-jabatan penting sebagai pengambil keputusan. Apalagi di era pembangunan sekarang ini, peranan wanita dalam komunitas tingkat lokal atau daerah sangat dibutuhkan dalam membangun daerahnya menuju daerah otonom. Dari kenyataan-kenyataan yang telah digambarkan di atas kita dapat menarik suatu kesimpulan bahwa di Indonesia pada saat ini telah tercipta iklim yang sangat menguntungkan bagi kaum wanita untuk merealisasikan gagasan yang dikandung oleh emansipasi wanita.

2. LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)

Banyak pengertian atau definisi yang yang dikemukan oleh berbagai pihak tentang Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) berdasarkan sudut pandang dan argumentasi masing- masing. Bank Dunia mendefinisikan Non Government Organization (NGO) atau organisasi non pemerintah (Ornop), yang kemudian diterjemahkan menjadi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai “organisasi swasta yang bergerak dalam kegiatan-kegiatan pengentasan kemiskinan, mengangkat dan menyuarakan berbagai kepentingan orang miskin atau pihak yang terpinggirkan, memberikan pelayanan sosial dasar, atau melakukan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat”. Dalam pengertian yang lebih luas, pengertian Lembaga Swadaya Masyarakat dapat pula diaplikasikan pada setiap lembaga nirlaba yang independen dan tidak terpengaruh oleh institusi pemerintah (http://www.deliveri.org/Guidelines/misc/proj_papers/pp_5i.htm).

Menurut Soekanto (1999), LSM yang dikenal masyarakat sekarang ini identik dengan istilah lembaga kemasyarakatan. Di dalam suatu masyarakat terdapat norma-norma yang mengatur pergaulan hidup dengan tujuan untuk mencapai tata tertib. Norma tersebut apabila diwujudkan dalam hubungan antara manusia dinamakan organisasi sosial. Di dalam perkembangannya, norma tersebut berkelompok pada berbagai keperluan pokok daripada kehidupan manusia. Misalnya, kebutuhan hidup kekerabatan, kebutuhan pencaharian hidup, kebutuhan akan pendidikan, kebutuhan akan menyatakan keindahan dan lain sebagainya. Sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa lembaga- lembaga kemasyarakatan terdapat di setiap masyarakat. Hal itu disebabkan karena setiap masyarakat tentu


(38)

memiliki kebutuhan-kebutuhan pokok yang apabila dikelompok-kelompokkan, terhimpun menjadi lembaga kemasyarakatan.

Suatu lembaga kemasyarakatan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pokok dari manusia, pada dasarnya mempunyai beberapa fungsi. Yaitu antara lain: (1) Memberikan pedoman pada anggota masyarakat, bagaimana mereka harus bertingkah laku atau bersikap di dalam menghadapi masalah-masalah dalam masyarakat, terutama yang menyangkut pemenuhan kebutuhan pokok, (2) Menjaga keutuhan dari masyarakat yang bersangkutan, dan (3) Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendali sosial (Social control) yaitu sistem pengawasan daripada masyarakat terhadap tingkah laku anggota-anggotanya

Dalam perkembangannya, istilah LSM lebih dikenal sebagai NGO atau Ornop, dikarenakan cakupan kegiatan yang lebih luas. Namun pada dasarnya, setiap lembaga memiliki ciri dasar yang identik satu sama lain, baik itu lembaga daerah/lokal maupun lembaga yang berskala nasional- internasional. Menurut Renggana (2005), lembaga yang independen, pastinya memiliki perbedaan atau ciri khusus yang membedakan dengan lembaga pemerintahan. Pilar-pilar LSM memiliki ciri antara lain, Struktur dan budaya organisasi, Manajemen, Proses/sistem, Komunikasi, dan Sumberdaya. Kelima pilar mendukung “visi/misi” LSM sebagai acuan dalam penetapan program strategi untuk mencapai organisasi yang berkelanjutan.

a. Struktur dan budaya organisasi

Terdapat lima aspek yang membawahi elemen ini. Yaitu : (1) Struktur organisasi mendukung strategi organisasi/program, (2) Struktur menggambarkan wewenang dan tanggung jawab pelaku organisasi, (3) Budaya yang dipegang secara kondusif dapat menjabarkan misi organisasi ke dalam aktivitas program, (4) Pelaku organisasi memiliki nilai- nilai kolektif yang diyakini dan dipertahankan, serta (5) Pelaku anggota menunjukkan sistem nilai yang dianut organisasi.

b. Manajemen

Beberapa pilar menjadi landasan bagi manajemen LSM. Pilar tersebut meliputi :


(39)

1) Governance, yang meliputi;

§ Fungsi dan hubungan dengan Board (yayasan) yang jelas § Hubungan dengan stakeholders yang efektif

§ Misi organisasi yang menggambarkan nilai kolektif anggotanya § Mempunyai status hukum yang kuat

§ Kepemimpinan (leadership) yang berakuntabilitas § Manajemen SDM, meliputi;

§ Mempunyai kebijakan dan praktek SDM yang mendukung strategi § Organisasi mempunyai kebijakan yang menghasilkan perilaku yang

berkomitmen bagi seluruh anggota

§ Mempunyai peraturan kepegawaian yang sesuai dengan visi dan misi organisasi

§ Mempunyai perencanaan SDM yang sesuai dengan strategi dan struktur organisasi

§ Mempunyai program pengembangan staf

§ Mempunyai sistem pembagian kerja yang jelas dengan tanggung jawab dan akuntabilitasnya

§ Mempunyai sistem SDM yang mengatur rekrutmen, sampai dengan pemberhentiannya (PHK)

§ Mempunyai sistem reward yang jelas dan adil § Mempunyai sistem hubungan kerja yang partisipatif 3) Program, meliputi;

§ Perencanaan program § Pengembangan program

§ Mempunyai sistem untuk monitoring dan evaluasi § Mempunyai sistem feedback dan reporting yang baik

§ Mempunyai learning process yang dikembangkan dan dievaluasi setiap waktu

4) Manajemen keuangan, yang meliputi; § Ada sistem audit keuangan yang baik § Budgetting


(40)

§ Sistem pelaporan keuangan 5) Manajemen informasi, me liputi;

§ Mempunyai sistem untuk mengumpulkan dan menganalisa serta melaporkan informasi dengan baik

§ Ada staf yang terlatih untuk menangani informasi dan diseminasi dalam organisasi

§ Ada sistem untuk menggunakan, membagi informasi dan memberikan feedback serta pendukungan pengambilan keputusan

6) Humas, meliputi;

§ LSM mengerti sistem hubungan masyarakat yang baik, terutama dengan komunitas

§ Tujuan dan sasaran LSM dimengerti oleh stakeholders § LSM mempunyai imej yang positif dalam masyarakat § LSM berpartisipasi dalam jaringan

§ LSM membina kerjasama yang baik dengan stakeholders § LSM mempunyai media strategi untuk bekerja dengan media § LSM menarik perhatian media dengan positif

§ LSM dapat memanfaatkan peluang publikasi yang baik c. Proses/sistem

Pilar organisasi perlu memiliki “kebijakan” yang mengatur sistem dan prosedur administrasi yang jelas. Memerlukan suatu bentuk “teamwork” baik, baik itu di dalam maupun lintas divisi. Perubahan yang terjadi dalam organisasi perlu diimbangi dengan “proses kerja” yang proaktif. Pengambilan keputusan perlu dilandasi “proses yang partisipatif”.

d. Komunikasi

Antar anggota organisasi harus menghasilkan dialog yang sinergis, saling menghargai dan menghormati satu sama lain. Budaya efektif dan partisipatif perlu untuk selalu digalakkan untuk menjadi atmosfer pada setiap meeting. Setiap anggota diharuskan untuk mengembangkan interpersonal skill dan setiap anggota belajar untuk terbuka akan kritik. Sistem pengambilan keputusan pada setiap meeting harus jelas. Kondisi di atas akan menghasilkan sistem komunikasi yang jelas dan sehat dalam lembaga.


(41)

e. Sumberdaya

“Sistem dan kebijakan” dapat memanfaatkan sumber daya yang ada (keuangan, SDM, asset) dengan efisien dan efektif. Mempunyai “Standard Operation Prosedur (manual)” dalam pemanfaatan sumberdaya.

Pilar-pilar tersebut merupakan sesuatu yang essensial dalam membangun LSM yang keberlanjutan (keberlanjutan keuangan dan organisasi). Seperti yang dijelaskan pada diagram pilar-pilar LSM, kelima pilar merupakan landasan visi/misi LSM, yang akan mendukung kinerja LSM secara menyeluruh dan totalitas, seperti yang disajikan pada gambar 1.

VISI/MISI

KEBER LANJUTAN

HASIL DAN PERFORMANCE

ORGANIZATIONAL STRATEGY

PROGRAM STRATEGY

Struktur & Budaya

Organisasi Proses/Sistem Sumberdaya

Manajemen Komunikasi


(42)

A. Letak, Luas dan Sejarah Kabupaten Tanah Datar

Kabupaten Tanah Datar terletak di Provinsi Sumatera Barat. Secara geografis Kabupaten Tanah Datar terletak pada 0º17' LS-0º39' LS dan 100º19' BT-100º51' BT, sedangkan secara administratif Kabupaten Tanah Datar berbatasan dengan:

Sebelah utara : Kabupaten 50 Kota, Kabupaten Agam Sebelah selatan : Kabupaten Solok

Sebelah timur : Kabupaten Sawahlunto Sijunjung

Sebelah barat : Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Agam

Luas Kabupaten Tanah Datar secara administratif adalah 1.336,00 Km2 yang terdiri dari 14 kecamatan, yaitu: Kecamatan X Koto, Batipuh, Batipuh Selatan, Pariangan, Rambatan, Lima Kaum, Tanjung Emas, Padang Ganting, Lintau Buo Utara, Lintau Buo, Sungayang, Sungai Tarab, Salimpaung dan Tanjung Baru. Kecamatan Batipuah Selatan, Tanjung Baru dan Lintau Buo Utara merupakan kecamatan baru yang diresmikan pada bulan April 2003, berdasarkan

Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Tanah Datar Nomor 13 tahun 2003.

Kabupaten Tanah Datar adalah daerah administrasi yang dihuni oleh suku asli Minangkabau. Kabupaten Tanah Datar termasuk salah satu dari luhak (Luhak Agam dan Lima puluh Kota) yang merupakan tempat asal lahirnya kebudayaan Minangkabau. Dalam tambo Minangkabau diceritakan bahwa setelah nagari tertua (Pariangan-Padang Panjang) ramai, maka dicarilah tempat kediaman yang baru untuk dibangun nagari baru. Tempat baru yang dipilih merupakan tanah datar yang berada di sekitar lereng gunung Merapi. Tanah yang luas tempat kediaman yang baru tersebut kemudian dinamakan luhak. Luhak yang berkembang di sebelah selatan dari Gunung Merapi diberi nama Luhak Tanah Datar. Luhak Tanah Datar menjadi nagari yang pertama yang dibangun dan dikembangkan, sehingga Luhak Tanah Datar mendapat julukan sebagai Luhak nan tuo (daerah yang paling tua). Secara istilah, luhak juga memiliki arti kurang atau berkurang. Luhak Tanah Datar artinya telah berkurangnya orang Paria ngan-Padang Panjang, pindahnya ke Tanah Datar.


(43)

B. Iklim

Topografi Kabupaten Tanah Datar yang berbukit-bukit berpengaruh terhadap tingkat curah hujan per tahun di beberapa daerah. Kecamatan di sekitar lereng Gunung Merapi, seperti Kecamatan Salimpaung, Sungayang, Sungai Tarab, Batipuh, X Koto dan sebagian Lintau Buo, curah hujan berada pada kisaran 2500-3000 mm/th. Sedangkan kecamatan yang berada pada wilayah yang lebih rendah seperti Kecamatan Tanjung Emas, Limo Kaum, Rambatan dan sebagian Lintau Buo curah hujan rata-rata yang terjadi adalah sebesar 2000 mm/th. Musim penghujan di Kabupaten Tanah Datar terjadi pada bulan September-Mei. Sedangkan musim kemarau terjadi pada bulan April sampai dengan Agustus. Suhu udara tiap tahun berada pada kisaran 27-34°C. Sedangkan kelembaban berada pada kisaran 84,9-93%.

C. Hidrologi dan Tanah

Kabupaten Tanah Datar memiliki sekitar 25 sungai, yang mengalir pada tiap kecamatan. Sebagian besar sumber air sungai berasal dalam tanah. Di wilayah bagian selatan terdapat Danau Singkarak yang sebagian masuk dalam kecamatan Batipuh dan Rambatan. Sesuai dengan kondisi topografi yang berbukit-bukit dan bergunung- gunung maka jenis tanah yang ada bermacam- macam. Beberapa jenis tanah yang ada antara lain tipe tanah vulkanis, tanah andosol, latosol dan podsolik merah kuning. Tekstur tanah mulai dari geluh debuan, lempung sampai dengan lempung berpasir. Solum tanah umumnya bervariasi dari ketebalan 10 cm-2,5 m dari batuan dasar.

D. Fisiografis

Kabupaten Tanah Datar merupakan daerah pegunungan dan dataran tinggi dari pegunungan Bukit Barisan, Gunung Merapi, Gunung Singgalang, Gunung Tandikat, Gunung Sago, dan Gunung Talang, adalah puncak-puncak yang terdapat pada pegunungan Bukit Barisan di daerah ini. Beberapa gunung ketinggiannya berkisar antara 2.060 sampai 2.912 m. Pegunungan ini merupakan sistem Pegunungan Tanah Sunda yang masih sangat labil karena masih dalam


(44)

proses pembentukan serta merupakan daerah vulkanis yang subur. Kabupaten Tanah Datar terletak pada ketinggian rata-rata 200 sampai 1000 meter di atas permukaan laut.

Di antara 14 kecamatan, 3 kecamatan terletak pada ketinggian antara 750 sampai dengan 1000 m di atas permukaan laut, yaitu Kecamatan X Koto, Salimpaung, dan Tanjung Baru. Sedangkan 4 kecamatan lain, yaitu Kecamatan V Kaum, Tanjung Emas, Padang Gantiang, dan Sungai Tarab terletak pada ketinggian 450 sampai dengan 550 meter di atas permukaan laut. Sementara 7 kecamatan lain terletak pada ketinggian yang bervariasi, misalnya Kecamatan Lintau Buo Utara terletak pada ketinggian 200 s.d. 750 mdpl. Sedangkan Kecamatan Batipuh Selatan terletak pada ketinggian 500 s.d. 850 mdpl.

E. Kondisi Sosek dan Budaya 1. Demografi

Jumlah penduduk Kabupaten Tanah Datar hasil registrasi penduduk tahun 2003 sebanyak 329.962 orang, yang terdiri dari 158.506 orang penduduk laki- laki dan 171.456 orang penduduk perempuan. Jumlah penduduk masing- masing kecamatan dapat dilihat dari histogram di bawah ini:

Laju pertumbuhan penduduk diperkirakan sebesar 0.59%. Kepadatan penduduk secara keseluruhan di Kabupaten Tanah Datar adalah sebesar 245

Gambar 2. Jumlah penduduk per-kecamatan di Kabupaten Tanah Datar

Sumber : www.tanahdatar.go.id

38,984 30,775 10,226 20,911 33,78 34,047 20,609 13,441 15,46 32,460 16,365 28,666 20,968 12,034 0 5 10 15 20 25 30 35 40

Jumlah Penduduk (ribu) A X Koto

B Batipuh

C Batipuh Selatan

D Pariangan

E Rambatan

F Lima Kaum

G Tanjung Emas

H Padang Ganting

I Lintau Buo

J Lintau Buo Utara

K Sungayang

L Sungai Tarab

M Salimpaung

N Tanjung Baru


(1)

Mk M p

M b

Ke • Makanan kecil

Ø Lamang tapai ♦ Bahan ♦ Cara membuat ♦ Prosesi makan ♦ Rasa ♦ Bentuk

♦ ... Ø Paniaram ♦ Bahan

♦ Cara membuat ♦ Prosesi makan ♦ Rasa ♦ Bentuk

♦ ... Ø Dadieh ♦ Bahan

♦ Cara membuat ♦ Prosesi makan ♦ Rasa ♦ Bentuk

♦ ... ... Ø ... ♦ Bahan

♦ Cara membuat ♦ Prosesi makan ♦ Rasa ♦ Bentuk

♦ ... • Makanan harian

Ø Gulai jengkol ♦ Bahan

♦ Cara membuat ♦ Rasa ♦ Bentuk

♦ ... Ø Sambalado ♦ Bahan/resep

♦ Cara membuat ♦ Prosesi makan ♦ Rasa ♦ Bentuk

♦ ...

Ø kerupuk kulit ♦ Bahan

♦ Cara membuat ♦ Prosesi makan ♦ Rasa ♦ Bentuk

♦ ... Ø ... ♦ Bahan

♦ Cara membuat ♦ Prosesi makan ♦ Rasa ♦ Bentuk

♦ ...

• Minuman

Ø Es cendol emping ♦ Bahan ♦ Cara membuat ♦ Prosesi makan ♦ Rasa ♦ Bentuk

♦ ... Ø Nira ♦ Bahan

♦ Cara membuat ♦ Prosesi makan ♦ Rasa ♦ Bentuk

• Kerajinan tangan • Tenunan pandai sikek

Ø Kain balapak ♦ Bahan ♦ Cara pembuatan ♦ Warna ♦ Motif ♦ Model

♦ ... ... Ø Kain songket ♦ Bahan

♦ Cara pembuatan ♦ Warna ♦


(2)

Mk M p

M b

Ke ♦ Motif

♦ Model

♦ ... ... Ø ... ♦ Bahan

♦ Cara pembuatan ♦ Warna ♦ Motif ♦ Model

♦ ...

• Sulaman Indah Sungayang ♦ Bahan

♦ Cara pembuatan ♦ Warna ♦ Motif ♦ Model

♦ ...

• Kerajinan Bambu

Ø Furniture ♦ Bahan

♦ Cara pembuatan ♦ Warna ♦ Motif ♦ Model

♦ ... Ø ... ♦ Bahan

♦ Cara pembuatan ♦ Warna ♦ Motif ♦ Model

♦ ...

• Alat produksi • Pertanian ♦ Bentuk, dgn kekhasan...

♦ Kegunaan ♦ Jenis alat spesifik

• Perikanan ♦ Bentuk, dgn kekhasan...

♦ Kegunaan ♦ Jenis alat spesifik

• Peterrnakan ♦ Bentuk, dgn kekhasan...

♦ Kegunaan ♦ Jenis alat spesifik

• Kehutanan/perkebunan ♦ Bentuk, dgn kekhasan...

♦ Kegunaan ♦ Jenis alat spesifik

• Pertambangan ♦ Bentuk, dgn kekhasan...

♦ Kegunaan ♦ Jenis alat spesifik

• Alat Permainan • Sepak tekong

Ø Tekong (kaleng) ♦ Bentuk ♦ Warna ♦ Cara memainkan ♦ ... • Main gasiang

Ø Gasing tengkorak ♦ Bentuk

♦ Warna ♦ Cara memainkan

Ø Gasing ... ♦ Bentuk

♦ Warna ♦ Cara memainkan Alat musik

• Pukul • Talempong ♦ Bahan

♦ Bentuk ♦ Bunyi ♦ Cara memainkan

• Dulang ♦ Bahan

♦ Bentuk ♦ Bunyi ♦ Cara memainkan

• gendang ♦ Bahan

♦ Bentuk ♦ Bunyi ♦ Cara memainkan

• Tiup • Saluang ♦ Bahan

♦ Bentuk ♦ Bunyi ♦ Cara memainkan


(3)

Mk M p

M b

Ke

• Pupuik padi ♦ Bahan

♦ Bentuk ♦ Bunyi ♦ Cara memainkan

• Gesek • Rabab ♦ Bahan

♦ Bentuk ♦ Bunyi ♦ Cara memainkan 2 Immaterial culture

Bahasa • Lisan ♦ Logat

♦ Dialek ♦ ...

• Tulisan ♦ Legenda, dgn kekhasan...

♦ Hikayat, dgn kekhasan... ♦ Dongeng, dgn kekhasan... ♦ Tambo, dgn kekhasan... ♦ Petatah petitih, dgn kekhasan... ♦ Pantun, dgn kekhasan... ♦ ...

Kesenian • Seni beladiri

Ø Silat ♦ Gerak/Jurus

♦ Mistik ♦ Prosesi ritual ♦ ...

Ø Dabuih ♦ Gerak/Jurus

♦ Mistik ♦ Prosesi ritual ♦ ... • Seni tari

Ø Randai ♦ Gerak

♦ Pakaian ♦ Musik pengiring ♦ ... ...

Ø Tari piring ♦ Gerak

♦ Pakaian ♦ Musik pengiring ♦ ...

Ø Tari persembahan ♦ Gerak

♦ Pakaian ♦ Musik pengiring ♦ ...

Ø ... ♦ Gerak

♦ Pakaian ♦ Musik pengiring ♦ ... • Seni suara

Ø Shalawat dulang ♦ Lirik

♦ Irama ♦ Alat musik ♦ Musik pengiring ♦ ...

Ø Lagu daerah ♦ Lirik

♦ Irama ♦ Alat musik ♦ Musik pengiring ♦ ...

Ø Dikia ♦ Lirik

♦ Irama ♦ Alat musik ♦ Musik pengiring ♦ ...

Ø ... .... ♦ Irama

♦ Alat musik ♦ Musik pengiring ♦ ...

Upacara adat • Utama

Ø Perkawinan

v Sebelum Perkawinan ♦ Prosesi ritual ♦ Pakaian


(4)

Mk M p

M b

Ke v Saat perkawinan ♦ Prosesi ritual

♦ Pakaian

♦ Makanan, dgn kekhasan... v Sesudah perkawinan ♦ Prosesi ritual

♦ Pakaian

♦ Makanan, dgn kekhasan...

Ø Upacara kematian ♦ Prosesi ritual

♦ Pakaian

♦ Makanan, dgn kekhasan... • Upacara tambahan

Ø Upacara batagak gala ♦ Prosesi ritual

♦ Pakaian

♦ Makanan, dgn kekhasan...

Ø Upacara turun mandi ♦ Prosesi ritual

♦ Pakaian

♦ Makanan, dgn kekhasan...

Ø Sunatan ♦ Prosesi ritual

♦ Pakaian

♦ Makanan, dgn kekhasan...

Ø Khatam Al-Qur’an ♦ Prosesi ritual

♦ Pakaian

♦ Makanan, dgn kekhasan... • Festival/atraksi

Ø Festival pagaruyung ♦ Prosesi ritual

♦ Atraksi ♦ Pakaian

♦ Makanan, dgn kekhasan...

Ø Pacu jawi ♦ Prosesi ritual

♦ Atraksi ♦ Pakaian ♦ Lokasi

♦ Makanan, dgn kekhasan...

Ø Pacu kuda ♦ Prosesi ritual

♦ Atraksi ♦ Pakaian ♦ Lokasi

♦ Makanan, dgn kekhasan...

Ø Adu kerbau ♦ Prosesi ritual

♦ Atraksi ♦ Pakaian ♦ Lokasi

♦ Makanan, dgn kekhasan...

3 Sistem ekonomi • Pertanian

Ø Pengolahan sawah ♦ Pembagian air sawah, dgn kekhasan

♦ Tabur benih, dgn kekhasan... ♦ Mencangkul, dgn kekhasan... ♦ Membajak, dgn kekhasan... ♦ Melindi, dgn kekhasan... ♦ Menanam, dgn kekhasan ... ♦ Menyiangi, dgn kekhasan ... ♦ Panen, dgn kekhasan ... ♦ Pengolahan, hasil dgn kekhasan ... ♦ ...

Ø Jenis tanaman ♦ Padi

♦ Ubi ♦ Jagung ♦ ... • Perikanan

Ø Cara budidaya ♦ Keramba

♦ Kolam ♦ Mina Padi ♦ ...

Ø Skala Usaha ♦ Besar, dgn kekhasan...

♦ Menengah, dgn kekhasan... ♦ Kecil, dgn kekhasan... ♦ ...

Ø Cara penangkapan ♦ Tradisional, dgn kekhasan...

♦ Modern, dgn kekhasan... ♦

Ø Cara pemanfaatan ♦ Dijual

♦ Diolah sendiri menjadi setengah jadi ♦ Diolah sendiri menjadi barang jadi


(5)

Mk M p

M b

Ke

Ø Jenis spesifik ♦ Ikan baung

♦ Gurame ♦ Tambak ♦ Bili

♦ ... • Peternakan

Ø Cara budidaya ♦ Tradisional

♦ Semi intensif ♦ Ekstensif ♦ Modern

♦ ...

Ø Skala Usaha ♦ Besar, dgn kekhasan...

♦ Menengah, dgn kekhasan... ♦ Kecil, dgn kekhasan... ♦ ...

Ø Jenis spesifik ♦ Kerbau

♦ Sapi ♦ Kambing ♦ Itik ♦ Ayam

♦ ... • Kehutanan

Ø Jenis tumbuhan khas ♦ Suryan

♦ Shorea ♦ Bayur ♦ ... • Perkebunan

Ø Jenis tanaman ♦ Karet

♦ Kulit manis (Cassiavera) ♦ Kelapa

♦ Kopi ♦ Cengkeh ♦ ...

Ø Skala Usaha ♦ Besar, dgn kekhasan...

♦ Menengah, dgn kekhasan... ♦ Kecil, dgn kekhasan... ♦ ...

Ø Cara pemanfaatan ♦ Dijual

♦ Diolah sendiri menjadi setengah jadi ♦ Diolah sendiri menjadi barang jadi

• Pertambangan

Ø Jenis tambang ♦ Batubara

♦ Batu gamping ♦ Marmer ♦ ...

Ø Skala Usaha ♦ Besar, dengan kekhasan

♦ Menengah, dgn kekhasan ♦ Kecil, dgn kekhasan ♦ ... • Perdagangan

Ø Jenis barang ♦ Sandang,dengan kekhasan...

♦ Pangan ,dgn kekhasan... ♦ Umum, dgn kekhasan... ♦ ...

Ø Skala usaha ♦ Besar, dengan kekhasan

♦ Menengah, dgn kekhasan ♦ Kecil, dgn kekhasan ♦ ... • Industri pariwisata

Ø Objek wisata sejarah ♦ Nama objek ... ♦ Kondisi Objek... ♦ Kekhasan Objek... ♦ ...

Ø cagar budaya ♦ Nama objek ...

♦ Kondisi Objek... ♦ Kekhasan Objek... ♦ ... Ø Objek wisata air ♦ Nama objek ...

♦ Kondisi Objek... ♦ Kekhasan Objek... ♦ ... ♦


(6)

Mk M p

M b

Ke Ø Objek wisata alam ♦ Nama objek ... ...

♦ Kondisi Objek... ♦ Kekhasan Objek... ♦ ...

Ø Wisata agro ♦ Nama objek ...

♦ Kondisi Objek... ♦ Kekhasan Objek... ♦ ...

4 Sistem

kemasyarakatan •

Sistem kekerabatan ♦ Hubungan samande

♦ Hubungan sajurai ♦ Hubungan saparuik ♦ Hubungan sasuku

- hubungan tali darah - hubungan tali budi - hubungan tali emas ♦ Sistem matrilineal ♦ Sistem bako ♦ ...

• Sistem h ukum ♦ Undang-undang pokok

♦ Undang undang pelengkap ♦ Undang-undang nan 20 ♦ ... • Sistem pemerintahan

Ø Formal pemerintahan ♦ Struktur

♦ Fungsi ♦ Akseptabilitas ♦ ... ...

Ø Formal adat ♦ Struktur

♦ Fungsi ♦ Akseptabilitas ♦ ...

• Organisasi masyarakat ♦ KAN (Kerapatan Adat Nagari)

♦ Balai nagari ♦ Akseptabilitas


Dokumen yang terkait

Identitas Budaya Dan Komunikasi Antarbudaya (Studi Kasus Peran Identitas Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya pada Mahasiswa Etnis Minangkabau Asal Sumatera Barat di Universitas Sumatera Utara)

10 110 264

Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Pariwisata (Studi Tentang Pembangunan Ekowisata Di Kenagarian Lasi Kecamatan Candung Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat)

3 79 104

Memafaat Umpan Balik dalam Menunjang Siaran Pedesaan (Studi Kasus Stasiun Regional II RRI Bagor, Jawa Barat)

0 13 100

Studi identitas regional guna menunjang pembangunan pariwisata berkelanjutan di Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat studi kasus menurut pemerintah lokal, pemuda dan anak-anak

0 23 123

Studi identitas regional guna menunjang pembangunan pariwisata berkelanjutan di Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat studi kasaus identitas regional menurut masyarakat adat dan petani

0 40 129

Studi identitas regional guna menunjang pembangunan pariwisata berkelanjutan di Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat studi kasus identitas regional menurut masyarakat pendidikan, masyarakat industri dan masyarakat tenaga kerja

0 22 134

JILBAB DAN IDENTITAS DIRI MUSLIMAH (Studi Kasus Pergeseran Identitas Diri Muslimah Jilbab dan Identitas Diri Muslimah Studi Kasus Pergeseran Identitas Diri Muslimah di Komunitas Solo Hijabers Kota Surakarta.

0 5 14

Pengembangan Perangkat Lunak Penentuan Produk Domestik Regional Bruto (Studi Kasus : Provinsi Sumatera Barat).

0 1 18

Pengembangan Perangkat Lunak Penentuan Produk Domestik Regional Bruto (Studi Kasus : Provinsi Sumatera Barat) - Repositori Universitas Andalas

0 0 1

Konsep pembangunan berkelanjutan kelompok studi

0 0 2