B. KEADAAN INDUSTRI KECIL PANGAN DI INDONESIA 1. Jumlah Industri Kecil Pangan
Industri pangan berskala kecil dan rumah tangga terus berguguran dan gulung tikar karena tidak mampu meningkatkan daya saing.
Ketidakmampuan usaha berskala kecil dan rumah tangga meningkatkan daya saing itu lebih disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang belum
sepenuhnya memihak kepada pengusaha kecil Anonim, 2004.
“Menurut data Badan Pusat Statistik BPS tahun 2003, jumlah industri pangan, khususnya yang berskala kecil dan rumah tangga, turun
sejak tahun 2000 sampai 2002,” kata Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia Gapmmi Thomas
Darmawan di Jakarta, akhir pekan lalu Anonim, 2004.
Thomas menjelaskan, jumlah industri pangan berskala kecil tahun 2002 sebanyak 49.530 industri. Jumlah ini menurun dari tahun 2001 yang
mencapai 60.020 industri dan tahun 2000 berjumlah 63.613 industri. Sementara jumlah industri pangan berskala rumah tangga tahun 2002
sebanyak 789.251. Tahun 2001 jumlah industri tersebut sebanyak 798.201 dan tahun 2000 sebanyak 814.037 Anonim, 2004.
2. Permasalahan Yang Dihadapi
Penurunan jumlah industri pangan berskala kecil dan rumah tangga disebabkan beberapa faktor, diantaranya kebijakan pemerintah untuk
melindungi komoditas pertanian melalui penerapan tarif yang tinggi dan tata niaga, beredarnya produk pangan impor ilegal, dan masuknya
perusahaan multinasional dalam industri pangan Anonim, 2004.
Selain itu juga biaya yang tinggi seperti untuk listrik, bahan bakar minyak BBM, serta penerapan standar produk yang kurang dapat
dipenuhi industri kecil. Sebagai contoh ketentuan tata niaga impor gula. Dengan ketentuan itu, industri besar dapat mengimpor gula dengan
volume yang besar. Dengan demikian, harga pun menjadi lebih murah. Sementara itu, industri kecil yang tidak mampu mengimpor tetap harus
membeli gula dari pasar dalam negeri dengan harga yang lebih tinggi
Anonim, 2004.
Selain itu, dengan masuknya investasi asing, beberapa industri kecil semakin terjepit. Misalnya, kehadiran hipermarket yang menjual
banyak produk termasuk produk pangan dari luar negeri. Ada juga perusahaan multinasional yang mengakuisisi perusahaan lokal sehingga
industri lokal tidak tumbuh.
Dengan penurunan jumlah industri pangan berskala kecil, jumlah tenaga kerja pun berkurang. Jumlah tenaga kerja industri pangan berskala
kecil pada tahun 2002 sebanyak 391.450 orang dan tahun 2001 sebanyak 474.356 orang. Sementara jumlah tenaga kerja industri pangan berskala
rumah tangga pada tahun 2002 sebanyak 1.623.568 orang dan pada tahun
2001 sebanyak 1.641.979 orang Anonim, 2004. C. KRITERIA KEBERHASILAN INDUSTRI KECIL
Keberhasilan perusahaan dapat dinilai dari analisis keuangan dalam bentuk rasio keuangan. Data keuangan yang digunakan adalah dari laporan
neraca keuangan, laporan laba rugi serta laporan pendapatan Riyanto, 1990.
Menurut Departemen Perindustrian 1990 di dalam Asri 1994, keberhasilan usaha dapat dilihat dari perkembangan usaha. Usaha yang
berkembang dapat diketahui melalui beberapa elemen yang mendukung pada aktivitas perkembangan usaha, yaitu perkembangan pemasaran,
perkembangan pembeli, perkembangan tenaga kerja, perkembangan modal kerja, perkembangan keuntungan, perkembangan pemakaian bahan dan
perkembangan hasil produksi. Hal ini didasarkan pada sifat industri kecil tersebut yakni bersifat padat karya. Menurut Nurhayati 1984 di dalam
Diano 1990, kriteria keberhasilan suatu perusahaan dapat diartikan secara kuantitatif dan kualitatif. Perkembangan kuantitatif diantaranya adalah
perkembangan omset dan jumlah tenaga kerja pada periode tertentu. Perkembangan kualitatif diantaranya adalah peningkatan dari mutu produk,
peningkatan kualitas moral pimpinan atau buruh. Peningkatan mutu produk
yang dihasilkan industri kecil dapat diketahui melalui persentase pemenuhan standar produk menurut permintaan konsumen. Dalam pengertian semakin
besar tingkat persentase pemenuhan standar produk, maka mutu produk industri kecil meningkat.
Menurut Asri 1994, sikap kewiraswastaan memiliki hubungan positif dengan tingkat keberhasilan pengusaha kecil. Indikator keberhasilan
usaha yang biasa ditinjau dari nilai penjualan, sangat dipengaruhi oleh sikap kewiraswastaan pengusaha. Sikap kewiraswastaan pengusaha itu meliputi
pembinaan modal, faktor manajemen, faktor kesediaan dalam mengambil resiko dan faktor inovasi. Dalam pembinaan modal ditandai dengan
pemanfaatan keuntungan untuk mengembangkan usaha seperti pembelian alat dan peningkatan pemasaran, sedangkan dari faktor manajemen ditandai
dengan adanya sikap mengkoordinir, merencanakan, dan menyusun jadwal dari berbagai kegiatan produksi. Sikap kepemimpinan dapat juga dilihat dari
sikap pengusaha dalam kegiatan kemasyarakatan. Dari faktor kesediaan dalam mengambil resiko dicirikan oleh keinginan pengusaha untuk
berprestasi tinggi dan keberanian dalam mengambil resiko dalam berwiraswasta, tetapi tidak menyukai kegiatan yang hasilnya sama sekali
diluar kemampuan atau kegiatan yang mengandung resiko sangat tinggi. Dari faktor inovasi dicirikan oleh sikap pengusaha yang bersedia menerima
perubahan, dan selalu mencoba berbagai alternatif serta mengembangkan inovasi untuk barang dan jasa dalam bidang usaha lain.
D. KEADAAN INDUSTRI TEMPE DI BOGOR 1. Jumlah dan Sebaran Industri Tempe