dari milik sendiri, sehingga sumber modal tidak berpengaruh terhadap kesuksesan industri kecil tempe dan diduga bukan merupakan faktor kunci
sukses.
6. Pembinaan terhadap Karyawan
Pembinaan atau pelatihan diberikan secara tidak langsung kepada para pekerja yang mayoritas dari anggota keluarga. Para pekerja diajari bagaimana
cara membuat tempe dan bisnis tempe secara umum. Hal ini dengan harapan kelak mereka dapat mandiri. Terhadap karyawan yang sering absent atau
malas biasanya pemilik hanya akan menegur dan hal ini jarang terjadi, karena pekerja mayoritas berasal dari anggota keluarga dan tinggal satu rumah
sehingga mudah dalam melakukan pengontrolan. Dari data didapatkan ada beda antara industri kecil tempe yang sukses dan kurang sukses berkenaan
dengan pembinaan terhadap karyawan. Perbedaan yang terjadi antara industri sukses dan kurang sukses disebabkan karena terdapat beberapa industri kurang
sukses yang tidak mempekerjakan karyawan atau usaha tempe ditangani sendiri. Pembinaan yang dilakukan industri tempe cukup sederhana seperti
yang disebutkan diatas dan tidak ada program khusus dari pemilik usaha untuk pekerjanya , sehingga pembinaan terhadap karyawan diduga bukan merupakan
faktor kunci sukses usaha tempe.
7. Penambahan Modal dari Keuntungan
Dari segi penambahan modal, para responden pengrajin tempe, baik yang sukses maupun kurang sukses umumnya tidak melakukan penambahan
modal dari keuntungan yang didapatkan. Hanya 37.5 responden pengrajin tempe sukses yang melakukan penambahan modal, sedangkan industi tempe
kurang sukses sebesar 25 yang melakukan penambahan modal. Tidak dilakukannya penambahan modal ini terkait dengan konsumen dan pasar yang
relatif samatetap. Para pengrajin takut ketika produknya tidak terjual jika modal mereka ditambah, yang berarti juga meningkatkan skala produksi. Dari
data ini maka aktivitas penambahan modal dari keuntungan yang diperoleh diduga bukan merupakan faktor kunci sukses.
8. Anggaran Biaya Pemeliharaan Peralatan
Dalam pembuatan tempe peralatan sebagian besar diperoleh dengan membeli di pasar atau di toko. Alat-alat yang dipakai adalah drum besar untuk
merebus, bak untuk merendam, ayakan untuk mengeringkan, sipatan untuk mencetak, kompor atau tungku, mesin pengupas kedelai, rak fermentasi,
plastik dan daun pisang sebagai pembungkus. Para pengrajin tempe masih lemah dalam manajemen pengalokasian dana pemeliharaan atau penggantian
peralatan. Dari hasil wawancara diketahui 62.5 responden pengrajin tempe sukses tidak menganggarkan biaya pemeliharaan atau penggantian peralatan
dan hanya 35 responden pengrajin tempe yang menganggarkan dana untuk pemeliharan atau penggantian peralatan. Sedangkan 58.33 responden
industri tempe kurang sukses juga tidak menganggarkan dana untuk pemeliharaan atau pergantian peralatan. Seacara umum baik industri tempe
yang sukses maupun kurang sukses tidak menganggarkan dana untuk biaya pemeliharaan atau penggantian peralatan. Jika terjadi kerusakan alat biasanya
akan diganti dengan yang baru atau diperbaiki tapi tidak ada anggaran dana khusus untuk penggantian. Sehingga dari data ini diduga angggaran dana
untuk pemeliharaan atau penggantian peralatan bukan merupakan faktor kunci sukses dari wiarausaha tempe.
9. Target Pemasaran