Tabel 2. Rekapitulasi jumlah Anggota KOPTI Kabupaten Bogor
No Wilayah pelayanan
Jumlah anggota 1 Cimanggis
65 2 Citeureup
107 3 Cibinong
56 4 Sawangan
1 63
5 Sawangan 2
17 6 Parung
1 62
7 Parung 2
42 8 Depok
1 69
9 Depok 2
120 10 Semplak
28 11 Kedung
Halang 21
12 Cimanggu 1
18 13 Cimanggu
2 22
14 Ciawi 8
15 Caringin 2
16 Pancasan 7
17 Cikreteg 16
18 Leuwiliang 30
19 Ciampea 33
Jumlah 786 Sumber : KOPTI Kabupaten Bogor tahun 1999 diolah
2. Skala Pemakaian Bahan Baku
Sebelum monopoli BULOG atas kedelai impor dicabut para pengrajin tempe mendapatkan kedelai dari KOPTI. Setiap anggota KOPTI
berhak memperoleh jatah yang telah ditetapkan. Untuk mempermudah pengambilan jatah, setiap wilayah memiliki seorang kepala wilayah
pelayanan yang akan mendistribusikan kedelai dari KOPTI. Akan tetapi setelah monopoli BULOG dicabut para pengrajin tempe mendapatkan
kedelai dari luar KOPTI yaitu di toko-toko Cina. Dari semua anggota KOPTI, 70 pengrajin tempe membeli kedelai dari pedagang Cina dan
30 pengrajin tempe memperoleh kedelai dari KOPTI. Pada akhir tahun 2005 KOPTI melakukan pendataan pemakain bahan baku ke wilayah-
wilayah pelayanan. Dari hasil pendataan diperoleh skala kebutuhan kedelai di Kabupaten Bogor antara 50-800 kghari dengan rata-rata pemakaian 75
kghari. Dalam sebulan kedelai yang dipakai untuk produksi tempe sekitar
875 ton. Sedangkan di Kotamadaya Bogor skala kebutuhan bahan baku antara 10-150 kghari dengan rata-rata pemakaian 75 kghari. Dalam
sebulan kebutuhan bahan baku kedelai di Kotamadya Bogor sebesar 300 ton. Hampir sama dengan di Kabupaten sumber perolehan bahan baku
kedelai pengrajim berasal dari pedagang Cina, hanya 10 pengrajin tempe yang mengambil bahan baku kedelai dari KOPTI.
3. Permasalahan Industri Tempe di Bogor
Masalah utama yang dihadapi para pengrajin tempe adalah biaya produksi yang semakin tinggi. Kenaikan harga bahan bakar minyak BBM
menjadikan harga kedelai dan harga bahan-bahan seperti kemasan baik plastik maupun daun, ragi dan minyak tanah menjadi naik. Kenaikan harga
barang-barang tersebut telah menyebabkan biaya produksi yang dikeluarkan juga semakin besar. Kondisi ini sangat dirasakan oleh para pengrajin tempe
yang mempunyai modal pas-pasan sehingga jalan keluar yang terbaik untuk bertahan dalam industri tempe adalah dengan mengurangi volume produksi.
Pemasaran untuk menyalurkan tempe dari produsen ke konsumen pada industri tempe masih merupakan masalah. Hal ini dikarenakan kurang
dikuasainya informasi pasar yang berkaitan dengan pola permintaan konsumen baik jenis, jumlah, mutu dan harga produk. Selain itu kurangnya
kemampuan dalam strategi pemasaran serta terbatasnya wilayah pemasaran juga menjadi masalah di industri tempe.
Masalah lain dari industri tempe adalah kurangnya rasa memiliki anggota terhadap KOPTI. Padahal dengan partisipasi anggota terhadap
KOPTI maka peran-peran KOPTI seperti pembinaan, penyuluhan, adanya simpanan kesejahteraan, dan tunjangan kesejahteraan akan sangat
membantu kesejahteraan pengrajin tempe.
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Pemikiran
Keterangan : I : industri kecil tempe
berpeluang sukses II : industri kecil tempe
sangat sukses III : industri kecil tempe
sukses IV : industri tempe kurang
sukses
Gambar 1 . Kerangka berfikir penelitian
Kelompok industri
II Kelompok
industri IV
Pengelompokan Industri
Diagram cartesius Perkembangan
pemakaian bahan baku
Industri tempe
Kelompok industri
III Kelompok
industri I
Eksplorasi 6 aspek pendukung sukses
Pembandingan
Faktor kunci sukses
Verifikasi di lapangan