37
3. Perpisahan sementara
Kondisi ini lebih membahayakan hubungan keluarga daripada perpisahan yang tetap permanen. Misalnya ayah atau ibunya pergi sementara
untuk bekerja dalam waktu yang cukup lama. Perpisahan yang sementara dapat menimbulkan situasi yang menegangkan bagi anak dan orang tua, dan akan
mengakibatkan memburuknya hubungan keluarga. Keluarga harus menyesuaikan dengan perpisahan itu kemudian harus menyesuaikan kembali
setelah kembali berkumpul.
2.3.3 Ciri-ciri broken home
Ciri-ciri keluarga yang mengalami broken home adalah : a.
Kematian salah satu atau kedua orang tua b.
Kedua orang tua berpisah atau bercerai divorce c.
Hubungan orang tua dengan anak tidak baik poor marriage d.
Hubungan anak dengan orang tua tidak baik poor parent-children relationship
e. Suasana rumah tangga tegang dan tanpa kehangatan high tensen and low
warmth f.
Salah satu atau kedua orang tua mempunyai kelainan kepribadian atau gangguan kejiwaan personality or psychological disorder Syamsu dalam
Yuni, 2010: 39.
2.3.4 Sikap Negatif Anak broken home
Sikap negatif anak broken home menurut Atriel www.wordpress.com
adalah sebagai berikut :
38
1. Denial.Anak tidak menunjukkan reaksi apa-apa bahkan cenderung menyangkal
“ah mereka memang begitu, tapi ah, kenapa memang?”. Mereka tidak tertarik untuk membicarakannya. Padahal disaat-saat seperti ini dia butuh bimbingan
dan kekuatan dari orang lain yang dapat membimbing dalam kebenaran. 2.
Shame. Dibalik penyangkalan sebenarnya dia malu akan keberadaan hidupnya. Ditunjukkan dengan adanya khayalan-khayalan seandainya saya memiliki
keluarga yang bahagia. 3.
Guilt. Kecil hati, merasa dirinya menjadi penyebab keributan atau perceraian orang tua atau merasa tidak bisa berbuat apa-apa.
4. Anger. Kesal karena keributan orang tua tidak rasional.
5. Lini Secure. Anak merasa kemana ia harus lari, keluarga sudah menjadi tempat
yang menakutkan, tidak aman dan damai.
2.3.5 Dampak-dampak Keluarga broken home
Menurut Atriel www.atriel.wordpress.com dampak-dampak dari keluarga broken home adalah sebagai berikut :
a. Academic problem : malas belajar, tidak bersemangat berpestrasi
b. Behavioral problem: berontak, kasar, masa bodoh, kebiasaan merusak seperti
merokok, minum, merokok, ke tempat pelacuran. c.
Sexual problem: krisis kasih coba ditutupi dengan mencukupi hawa nafsu d.
Spiritual problem : anak kehilangan figure father. Kondisi keluarga yang tidak utuh dapat mempengaruhi perkembangan
sosial anak. Anak akan merasa berbeda dengan teman-temannya, malu dengan kondisi keluarganya, merasa tidak ada yang menyayanginya, suka memberontak,
menjadi pendiam, masa bodoh, dan sikap yang mengarah pada kenakalan. Selain itu kondisi keluarga tidak utuh juga akan mempengaruhi akademiknya, anak jadi
39
malas belajar, karena merasa orang tuanya tidak memperdulikannya, sehingga mengakibatkan prestasi belajarnya menurun.
Selain itu anak broken home merasa belum bisa menerima keadaan dirinya dalam keluarga yang tidak utuh lagi. Pikiran-pikiran irasional yang muncul dalam
diri anak, memandang setiap orang butuh untuk dicintai oleh semua orang atas apa yang dilakukan, dan anak merasa tidak dicintai siapapun. Anak juga berpikir
lebih baik menghindari masalah daripada menghadapinya, sehingga ia tidak mau menerima kenyataan yang harus dihadapinya. Munculnya pikiran-pikiran
irasional tersebut harus dihilangkan, agar anak dapat berpikir secara rasional dan mampu menerima dan menghadapi kenyataan untuk masa depannya, menentukan
identitas suksesnya. Oleh karena itu peneliti menggunakan pendekatan konseling realita dalam mengubah pikiran irasional siswa broken home menjadi pikiran
rasional, lebih bertanggung jawab dan mampu menghadapi kenyataan.
2.3 Konseling Realita