Modifikasi Ban Bekas Melalui Metode Epoksidasi dan Grafting Monomer Metilmetakrilat Menggunakan Benzoil Peroksida

(1)

(2)

Lampiran 1. Gambar preparasi sampel serbuk ban bekas dalam penelitian

Serbuk ban bekas yang telah di haluskan dengan ukuran 80 mesh

Proses pengekstrakan serbuk ban bekas


(3)

Proses grafting antara BB-g-MMA dan E-BB-g-MMA

Proses Epoksidasi Serbuk Ban

Proses perendaman ban bekas yang terepoksidasi dengan pelarut xylen


(4)

Lampiran 2. Gambar proses grafting sampel dan penentuan derajat grafting

Hasil titrasi derajat grafting


(5)

Lampiran 3. Reaksi Karet alam dengan Metil Metakrilat

Reaksi grafting secara umum

pembentukan Asam Peroksi Karboksilat

C O

o

H

H O O H H C

O

o

H

H

o

Hidrogen Peroksida Asam Formiat Asam Peroksi karboksilat

Reaksi Epoksidasi

n CH3

H C O

O O H O

CH3 n

H C O

O H

E-CNR Asam Formiat

CNR

E-CNR-g-MMA

O O

H2C

CH3 CH3 O CH3 n c o CH3 O CH3 CH3

H2C

E-CNR grafting Metilmetakrilat Metilmetakrilat CNR

Inisiasi : Penyerapan hidrogen

C O

O

-CH2 CH 3 CH3 CH2 C O OH

CH2 CH 3

CH3

CH2

Radikal Benzoil

Propagasi : grafting Metil Metakrilat

O O

H2C

CH3

CH3

Metilmetakrilat

CH2 CH 3

CH3 CH2

CH2 CH 3 CH3 CH2

.

CH2

.

CH C O CH3


(6)

Terminasi

CH CH3

CH2

CH3

.

CH CH3 CH2

CH3

.

CH-CH2 .

C O

OH +

CH CH3

CH2

CH3 .

CH-CH2 C O OH

CH3

CH2

CH3

C H


(7)

(8)

(9)

Lampiran 6. Hasil Analisa Gugus Fungsi E-BB-g-MMA dengan Fourier


(10)

(11)

Lampiran 8. Analisa Sifat Morfologi E-BB-g-MMA dengan SEM

a. Analisa SEM dari E-BB


(12)

DAFTAR PUSTAKA

Abdel-Bary. E. M., Dessouki, A.M., El-Nesr, E.M., 1997. Radiation-Induced Graft Copolymeration of Some Vinyl Monomers onto Waste Rubber Powder.Polymer Plastics Technology and Engineering : 241-256.

Alfa, A. A., 2000. Pengembangan Karet Alam Berprotein Rendah Sebagai Bahan Baku Industri. Laporan Akhir Penelitian. Vol. 1. BPTK, Bogor : 12-14 Alfa, A.A., I. Sailah, dan Y. Syamsit, 2003. Pengaruh Perlakuan Lateks Alam

dengan H2O2-NaOCl Terhadap Karakter Lateks dan Kelarutan Karet Siklo dari Lateks. Simposium Nasional Polimer IV. Jakarta : Widyatama

Al-Malaika, 1997. Reactive Modifies Polymers. First Edition. Brimingham : Aston University Press

Atta, A. M. Arndt, K. F. 2005. Swelling and network parameters of high oil absorptive network based on 1-octene and isodecyl acrylate copolymers. Journal of Applied Polymers science : 80-91.

Blow,C. W. 1971. Polymer Dispersions and Their Industrial Aplication. Germany Cai, J.J., Salovely. R., 1999. Model Filled Rubber : Dependence of Stress-Strain Relantionship on Filler Particle Morphology. Journal of Materials Science : 4719-4726.

Cai, J.J., Salovely. R., 1999. Model Filled Rubber; Mechanical Properties of Rubbery Composites. Journal of Materials Science : 3940-3947.

Chen, F. Z., Qian J.L., 2003. Studies of the Thermal Degradation of Waste Rubber. Waste Management. Vol. 23. Page 463-467

Dibyantini, R. E., 2009. Modifikasi Cyclic Natural Rubber (CNR) melalui metode Epoksidasi dan Grafting Monomer Asam Akrilat menggunakan Benzoil Peroksida (BPO). Vol. 1. Medan, Unimed : 220-228.

Eddiyanto, 2012. Functionalitation of Polymers : Reactive proccesing stucture and performance characteristic. Tesis. Aston University


(13)

.

Fessenden, R.J. 1986. Kimia Organik. Jilid 1. Edisi Ketiga. Penerbit Airlangga. Jakarta : 98-99.

Irawadi, H. 2007. Pengaruh Inisiator Redoks Terhadap H2O2-Asam Askorbat dan Pengikat Silang Glisidil Metakrilat terhadap ukuran Partikel pada Polimerisasi Emulsi Core-Shell Butil Akrilat-Stirena. Karya utama sarjana kimia FMIPA UI. Depok

Ismail, F. 2012. Pemanfaatan Tumbuhan Indonesia sebagai Penyerap Minyak. Bogor : IPB Press.

Jaesun Choi and Avraam I. Isayev. 2013. Natural Rubber/Carbon Black Nanocomposites Prepared by Ultrasonically Aided Extruction. Volume 86.Number 4. Rubber Chemistry and Technology, The University of Akron Kroschwitz, J. 1990, Polymer Characterization and Analysis, Canada : John Wiley

and Sons, Inc.

Morton, M. 1973. Introduction to Rubber Technology. New York : Reinhold Publishing Corp.

Mulja, M. 1995. Analisis instrumental. Cetakan Pertama. Airlangga University Press. Surabaya.

Nakason, C. A. 2004. The Grafting of Maleic Anhidrat Onto Natural Rubber. Polymer Testing 23-35-41

Putri, K. S. 2008. Studi Optimasi Polimerisasi Metilmetakrilat : Pengaruh Variasi Konsentrasi Inisiator Ammonium Perosulfat Monomer Metilmetakrilat. Karya Utama Sarjana Kimia. Universitas Indonesia : Depok.

Riswiyanto, 2009. Kimia Organik. Universitas Indonesia press. Erlangga : Jakarta. 45-48

Spelman, R.H. 1998. General Tire and Rubber Company. Prentice Hall. Micigan University.

Steven, M.P. 2001. Kimia Polimer. Edisi Kesatu. Jakarta : PT. Pradnya Paramitha Sukardjo, 2002. Kimia Fisika. Jakarta : Rineka Cipta


(14)

Suloff, P.D. 1987. The Goodyear Tire and Rubber Company.Prentice Hall. University of Michigan

Sun, N.M. 2004. Degradasi Polimer. Volume 3. Nomor 1. Bandung : Indonesian Polymer Journal. 14-23

Widya, 2003. Pola Pemanfaatan Limbah Ban Karet dalam upaya menghindari pencemaran lingkungan. USU : Medan.

Warith, M. A. Rao, S. M. 2006. Predicting the compecibillity behaviour of tyre shred sample forlandfill application. Waste Management 26: 268-276. Wik, dan Xiaolin. 2010. Fracture Resistance Characterization of Chemically

Modified Crumb Rubber Aspalt Pavement. Journal of Material Science. 37: 557-565.

Wirjosentono, B. 1995. Analisis dan Karakterisasi Polimer. USU Press. Medan. Wu, B. dan Zhou, M. H. 2008.Recycling of waste tyre rubber into oil adsorbent.

Waste management 29 : 355-359

Yi, Y. H., 1998. Application of IR Spectrum in Rubber Curing System. Special Purpose Rubber Product. 19 : 39-42

Yohan, R. M. 2006. Sintesis Kopolimer Tercangkok Asam Akrilat pada Film LLDPE. Jurnal Kimia Indonesia.Vol 32-38

Yu, J. J., Ryu, S. H. 1999. Ultraviolet-Initiated Photografting of Glicydil Methacrilate onto Styrene-Butadiene Rubber. Journal of Applied Polymer Science 73 : 1733-1740

Zhang, S. Q. 1990. Investigation on Vulcanisate Sample Preparation on IR Spectroscopic Analysis. China Rubber Industry 37 : 611-616


(15)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1. Alat

Adapun Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini sebagai berikut :

Nama Alat Spesifikasi Merk

Seperangkat alat FT-IR - Shimadju

Seperangkat alat SEM - Tuss 1150

Seperangkat alat Reflux - Pyrex

Seperangkat alat Gelas 50 mL, 100 mL Pyrex Ayakan 80 mesh 220 mikron Jawa

Buret 25 mL Pyrex

Statif dan klem - -

Teflon - Onda

Seperangkat Corong Pisah - Pyrex

Neraca Analitik (presisi ±0.0001 g) Mettler-Toledo

Termometer 1000C Fischer

Hot Plate 30-6000C Cimarex

Oven 30-2000C Memmert

Cawan Penguap - Pyrex

Magnetik Stirer - -


(16)

3.1.2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan sebagai berikut :

Nama Bahan Spesifikasi Merk Ban Bekas - Dunlop

Benzoil Peroksida p.a Merck

Aseton p.a Merck

Asam Formiat p.a Merck

Asam trikloroasetat 0,3 N p.a Merck

Etanol p.a Merck

H2O2 p.a Merck

Isopropanol p.a Merck

Indikator pp - -

KOH 0,5 N p.a Merck

Metil metakrilat p.a E. Merck

Metanol p.a Merck

Toluena p.a Merck

Xylen p.a Merck

Air panas - -

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Penyiapan Bahan

Ban bekas yang diperoleh dari PT Persahabatan Vulkanisir Ban Medan Star, Tanjung Morawa diayak hingga berukuran 177 mikron (80 mesh).

3.3.2 Pembuatan Larutan Pereaksi

3.3.2.1 Pembuatanlarutan KOH 0,5 N


(17)

3.3.3 Proses Pengekstrakan Ban Bekas

Ditimbang serbuk ban bekas sebanyak 100 g kemudian direndam dengan 150 mL pelarut toluena selama 24 jam. Dihasilkan rendaman ban bekas, kemudian disaring dan dikeringkan dan ditimbang sebanyak 50 g. Selanjutnya di ekstraksi dalam 3 tahap yaitu :

tahap I diekstraksi dengan 100 mL aseton

tahap II diekstraksi dengan 100 mL etanol : toluena (70 : 30) tahap III diekstraksi dengan isopropanol.

Kemudian endapan dikeringkan dan dipanaskan dalam oven dengan suhu 190oC selama 30 menit dan didinginkan. Lalu serbuk ban bekas hasil ekstraksi yang sudah kering dianalisis dengan spektroskopi FTIR (Widya, 2003).

3.3.4 Proses Grafting BB-g-MMA (tanpa Epoksidasi)

Diukur 100 mL xylen dan ditambahkan ke dalam serbuk ban, lalu direfluks pada suhu 80o C kemudian ditambahkan 1 g MMA dan dilanjutkan dengan merefluks kembali selama 4 jam. Hasil grafting serbuk ban dengan MMA disaring, kemudian endapan epoksidasi serbuk ban yang dicangkok dengan MMA

dilakukan pemurnian dengan penambahan xylen 100 mL, direfluks pada suhu 80oC selama 90 menit. Kemudian diendapkan dalam Aseton dan disaring, lalu endapan E-BB-g-MMA dikeringkan dalam oven pada suhu 70 oC selama 4 jam. Dikarakterisasi gugus fungsinya menggunakan uji spektroskopi FTIR (Dibyantini, 2009).

3.3.5 Proses Epoksidasi Serbuk Ban Bekas

Ditimbang 10 g serbuk ban bekas dan dimasukkan ke dalam labu Beaker glass 500 mL. Kemudian ditambahkan 200 mL xylen dan sambil diaduk. Lalu ditambahkan campuran asam formiat dan H2O2 dengan perbandingan 30:60 mL,

kemudian dimasukkan ke dalam labu leher tiga 500 mL sambil dipanaskan di atas hot plate dan stirer hot plate dan stirer selama 2 jam pada suhu 50oC. Campuran


(18)

dipresipitasi dengan penambahan metanol. Selanjutnya dilakukan penyaringan yang menghasilkan endapan epoksidasi serbuk ban bekas, kemudian dikarakterisasi dengan FTIR (Dibyantini, 2009).

3.3.6 Proses grafting epoksidasi BB-g-MMA

Hasil epoksidasi serbuk ban bekas dimasukkan ke dalam labu leher tiga, lalu ditambahkan 100 mL xylen, kemudian direfluks selama 10 menit pada suhu 110oC, hasil refluks ban bekas dalam xylen kemudian dilakukan proses grafting

dengan penambahan campuran antara MMA+BPO. Lalu hasil grafting kopolimerisasi tersebut dipanaskan di atas hot plate selama 90 menit pada suhu 110oC dengan sistem tertutup. Lalu dipresipitasi dengan metanol sebanyak 500 mL dan kemudian disaring. Endapan hasil presipitasi dengan metanol tersebut dilakukan pemurnian dengan penambahan xylen 100 mL, direfluks pada suhu 80oC selama 90 menit. Kemudian diendapkan dalam Aseton dan disaring, lalu endapan E-BB-g-MMA dikeringkan dalam oven pada suhu 70 oC selama 4 jam. Kemudian dikarakterisasi dengan uji FTIR (Dibyantini, 2009).

3.3.7. Proses Penghitungan Persentase Derajat Grafting E-BB-g-MMA

Ditimbang sebanyak 1 g E-BB-g-MMA. Kemudian direfluks dengan 50 mL toluene selama 15 menit lalu ditambahkan 3 mL asam trikloro asetat 0,3N, kemudian dipanaskan pada suhu 110oC. Selanjutnya dimasukkan kedalam erlenmeyer lalu ditambahakan indicator phenoftalein sebanyak 3 tetes. Dititrasi dengan KOH 0,5 N dalam keadaan panas sehingga terjadi perubahan warna dari bening menjadi merah lembayung. Lalu dicatat volume titran KOH yang terpakai kemudian dihitung persen derajat grafting (M. Said, R. Eddiyanto, 2012).

MMA (%) = − × � �

�× x Mr MMA x 100% (3.4)

Dimana : Vo = KOH yang terpakai pada blanko

V1 = KOH yang terpakai pada sampel


(19)

3.3.8 Analisa Gugus Fungsi dengan Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR)

Endapan kering yang diperoleh dari hasil refluks dicetak tekan panas dan akan didapat film campuran polimer. Film spesimen ini dijepit pada tempat sampel, Kemudian diletakkan pada alat ke arah sinar infra merah. Hasilnya akan direkam ke dalam kertas berskala berupa aliran kurva bilangan gelombang terhadap intensitas.

3.3.9 Analisa Sifat Morfologi dengan Uji Scanning Electron Microscopy

(SEM)

Dalam melakukan analisa permukaan sampel dengan menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM) diawali dengan melapisi sampel dengan emas bercampur palladium dalam suatu ruang vakum yang bertekanan 0.2 Torr. Kemudian sampel disinari dengan pancaran elektron sebesar 1.2 kVolt sehingga menyebabkan sampel mengeluarkan elektron sekunder dan elektron terpental yang dapat dideteksi oleh detektor dan kemudian diperkuat oleh rangkaian listrik sehingga akan menghasilkan gambar Chatode Ray Tube. Kemudian dilakukan pemotretan dengan memilih bagian tertentu dan dilakukan perbesaran agar didapatkan foto yang jelas dan bagus.


(20)

3.4. Bagan Penelitian

3.4.1 Bagan Preparasi Sampel

Ban bekas

Dihaluskan

Diayak dengan ayakan 177 mikron Serbuk ban bekas

FTIR

Dikarakterisasi

3.4.2 Bagan Proses Pengekstrakan Ban Bekas (Widya, 2003)

Serbuk Ban Bekas

Ditimbang 100 gram

Direndam dengan 250 mL pelarut toluena selama 24 jam Hasil Rendaman

Dikeringkan Ditimbang 50 gram Diekstraksi dalam 3 tahap : Tahap I : 100 mL

Tahap II : 100 mL etanol : toluena (70 : 30) Tahap III : 100 mL isopropanol

Dikeringkan

Dipanaskan dalam oven 190oC selama 30 menit Didinginkan

aseton

Serbuk ban hasil ekstraksi


(21)

3.4.3 Bagan Grafting Serbuk Ban Murni (tanpa epoksidasi) dengan Metilmetakrilat (MMA) (BB-g-MMA)

(Dibyantini, 2009)

Ditambahkan xylen 100 mL Direfluks pada suhu 800C

Ditambahkan 1 gr Metilmetakrilat Grafting serbuk ban + MMA

filtrat

Disaring

endapan serbuk ban bekas-g-MMA 10 gr serbuk ban bekas

BB-g-MMA

Direfluks kembali selama 4 jam

3.4.4 Bagan pemurnian BB-g-MMA

Ditambahkan xylen 100 mL

Direfluks pada suhu 80oC selama 90 menit

filtrat

Disaring

endapan serbuk ban bekas-g-MMA 10 gr BB-g-MMA

BB-g-MMA Larutan BB-g-MMA

Diendapkan dalam 150 mL Aseton

dengan kertas saring yang terhubung dengan vakum

Dikeringkan di dalam oven pada suhu 70oC selama 4 jam

kering murni

FTIR


(22)

3.4.5 Bagan Proses Epoksidasi Serbuk Ban Bekas (Dibyantini, 2009)

10 g Serbuk ban bekas

Di + Xylen 200 mL

serbuk ban bekas + Xylen

Ditambahkan Asam formiat + H2O2 (30:60 mL) Direfluks pada suhu 500C selama 2 jam

hasil epoksidasi serbuk ban bekas

filtrat

Direpresipitasi dengan metanol Disaring

Epoksidasi serbuk ban bekas

FTIR

Dikarakterisasi


(23)

3.4.6 Bagan grafting Metilmetakrilat dengan serbuk ban bekas yang terepoksidasi (E-BB-g-MMA).

(Dibyantini, 2009)

Ditambah 100 mL Xylen

Direfluks pada suhu 110oC selama 10 menit Ban bekas dalam xylen

Dilakukan proses grafting kopolimerisasi dengan penambahan campuran MMA+BPO Dipanaskan pada suhu 110oC selama 90 menit dengan sistem tertutup

Dipresipitasi dengan metanol sebanyak 500 mL Disaring

filtrat endapan

E-serbuk ban bekas

E-BB-g-MMA

3.4.7 Bagan Pemurnian E-BB-g-MMA

Ditambahkan xylen 100 mL

Direfluks pada suhu 80oC selama 90

menit

filtrat

Disaring

E-BB-g-MMA 10 gr E-BB-g-MMA

E-BB-g-MMA

Larutan E-BB-g-MMA

Diendapkan dalam 150 mL Aseton

dengan kertas saring yang terhubung dengan vakum

Dikeringkan di dalam oven

pada suhu 70oC selama 4 jam

kering murni

FTIR

Dikarakterisasi


(24)

3.4.8 Penentuan Penentuan Derajat Grafting E-BB-g-MMA (Irawadi. H, 2007)

1 g E-BB-g-MMA

Dilarutkan dalam toluena panas

Ditambahkan 5 mL Asam Trikloro Asetat 0,3 N Direfluks selama 15 menit pada suhu 110oC larutan E-BB-g-MMA

Ditambahkan 3 tetes indikator phenolftalein Dititrasi dengan larutan standar KOH 0,5N Dicatat volume KOH yang terpakai

Dihitung derajat graftingnya % derajat grafting


(25)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengekstrakan Karet Ban Bekas (BB)

Serbuk ban bekas adalah suatu jaringan tiga dimensi atau suatu produk ikatan silang dari karet alam dan karet sintetis diperkuat dengan carbon black yang menyerap minyak encer yang dapat mengalami pengembangan (swelling) dan dihaluskan dengan ukuran 177 mikron (80 mesh). Dalam penelitian ini, tahap pengekstrakan serbuk ban bekas ini menggunakan metode ekstraksi. Tahap pertama yang dilakukan perendaman serbuk ban bekas kedalam toluena dengan selama 24 jam. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan zat-zat ekstraktif dan melarutkan senyawa-senyawa karbon yang terdapat dalam serbuk ban bekas tersebut. Kemudian hasil rendaman dikeringkan dan ditimbang sebanyak 50 gr, lalu diekstraksi kembali sebanyak tiga tahap. Hasil ekstraksi serbuk ban bekas dapat dilihat pada gambar 4. 1.


(26)

Melalui proses ekstraksi dalam tiga tahap, yang pertama perendaman menggunakan pelarut Aseton tujuannya untuk melarutkan filler, dilanjutkan dengan Etanol : Toluena (70:30) untuk menghilangkan carbon black serta melarutkan kandungan karet pada ban. Kemudian isopropanol tujuannya untuk mengikat air yang masih terkandung di dalam ban. Berdasarkan gambar 4.1. diperoleh serbuk kering berwarna hitam hasil ekstraksi yang sudah dikeringkan, berbentuk butiran halus. kemudian dikarakterisasi uji FTIR.

Pada Karakterisasi BB dengan Spektroskopi FTIR, dimana Analisa gugus fungsi dari serbuk ban bekas yang dihasilkan diamati melalui interpretasi puncak-puncak serapan inframerah yang dihasilkan. Untuk serbuk ban bekas didapat hasil identifikasi yang menunjukkan adanya serapan bilangan gelombang pada daerah 3425,58 cm-1 (3000-3100 cm-1 yaitu rentang gugus O-H). Hampir semua senyawa

organik mengandung ikatan C-H. Resapan yang disebabkan oleh uluran C-H nampak pada kisaran peak 2924 cm-1 masuk di daerah pada kisaran peak

2800-3300 cm-1. Puncak uluran C-H seringkali berguna dalam menetapkan hibridisasi

atom karbonnya (Fessenden, 1986). Pada puncak serbuk ban bekas terletak pada spektrum 2924,09 cm-1 yaitu yang menandakan bahwa adanya gugus C-H (alkena atau gugus alkil). Pada spektrum 2276,00 cm-1 terdapat serapan gugus C≡H. Untuk serapan gugus C=C didapat pada daerah 1597,06 cm-1 (1600-1700 cm-1). Selanjutnya didapat serapan gugus pada spektrum 1118,71 cm-1 yang menandakan

adanya gugus C-O yaitu (900-1300 cm-1). Alkohol dan amina juga menunjukkan

absorpsi C-O dan N-H dalam daerah sidikjari. Pita-pita ini tidak selalu mudah diidentifikasi karena daerah spektrum ini seringkali mengandung banyak sekali peak (Fessenden, 1986).

Hal yang sama telah dilakukan oleh Wu (2008), dimana melakukan penelitian yaitu mengkarakterisasi serbuk ban bekas menggunakan spektroskopi FT-IR yang manadidapatkan hasil data peak pada daerah 2915 cm-1 pada ikatan C-H alifatik yang tidak simetris dengan vibrasi uluran dari CH3. Pada puncak

2856 cm-1 terdapat vibrasi uluran gugus C-H yang simetris yang menandakan adanya grup dari gugus CH yang menyatakan pada ban bekas tersebut terdapat


(27)

karet alam yang tidak diubah. Peaknya pada 1448 cm-1 terdapat scissoring vibration pada gugus CH2 yang dipengaruhi adanya atom S yaitu –CH2-S-CH2

pada karet alam (Yi, 1998; Zhang, 1990). Menariknya dapat ditentukan karakteristik absorpsi pita pada daerah 500-800 cm-1 yang sangat lemah, dimana dihasilkan C-S-C dan ikatan S-S secara parsial.

Semua puncak yang disebut diatas telah dijelaskan, dimana (Wu,danZhou, 2008) menggrafting BB dengan tBS (4-tertier Butylstyrene) mengemukakan puncak pada spektrum 1371 cm-1, dimana gugus C-H alifatik yang vibrasinya bending pada grup CH3 yang dinyatakan berasal dari tBS (4-tert-Butylstyrene),

puncak pada spektrum 725 cm-1 yaitu C-H aromatik, dan gugus vinyl pada puncak 1630 cm-1. Selanjutnya dapat disimpulkan bahwa kehadiran 4-tBS

(4-tert-Butylstyrene) tersebut telah mengalami grafting pada BB karena sudah dibuktikan adanya gugus-gugus penyusun dari 4-tBS pada spektrum FT-IR.

Hasil karakterisasi uji FTIR terhadap BBdapat dilihat pada Gambar 4.2.


(28)

4.2. Proses Grafting serbuk ban bekas pada metilmatakrilat (MMA) (BB-g-MMA)

Pada tahap ini BB yang telah diekstraksi dilarutkan dengan Xylen, dimana campuran tersebut tidak larut, selanjutnya direfluks pada suhu 80oC dan direaksikan dengan 1 gmetilmetakrilat lalu direfluks kembali selama 4 jam dimana bertujuan agar terjadi pencampuran yang merata. Hasil dari pencampuran tersebut adalah sebagai berikut :

Pada tahap 1, BB dilarutkan dengan pelarut Xylen 100 mL, pada proses ini diperoleh larutan berwarna hitam terang dengan adanya endapan hitam pada dasar beaker glass.

Tahap 2, larutan tersebut direaksikan dengan 1 gram metilmetakrilat dan tidak terjadi perubahan warna.

Tahap 3, hasil proses grafting BB+MMA kemudian disaring, kemudian endapan BB yang sudah tergrafting oleh MMA di uji FTIR nya.

Karakterisasi spektrum FTIR antara BB+MMA terdapat pergeseran pita pada BB-g-MMA menjadi 3425 cm-1 yang merupakan vibrasi gugus O-H, pergeseran pita serapan pada bilangan gelombang 3000-3100 cm-1 pada BB-g-MMA menjadi 2924,09 cm-1 yang merupakan vibrasi CH2,pergeseran pita serapan

pada bilangan gelombang 1580-1650 cm-1 pada BB-g-MMA menjadi 1597,06 cm

-1 yang merupakan vibrasi C=C stretch, juga terdapat pita serapan pada 900-1300

cm-1 pada BB-g-MMA menjadi 1118,97 cm-1 merupakan vibrasi dari C-O (Sun dkk, 2004).


(29)

Hasil analisa uji FTIR anatara BB-g-MMA dapat dilihat pada gambar 4.3

Gambar 4.3. Spektrum FTIR dari BB-g-MMA

4.3. Metode Epoksidasi

4.3.1. Pembuatan Epoksi Serbuk Ban Bekas (E-BB)

Pada metode epoksidasi serbuk ban bekas dicampurkan dengan Asam formiat dan Hidrogen peroksida dengan perbandingan 30:60 mL, yang bertujuan untuk menghasilkan gugus epoksi pada struktur BB.Dari hasil pencampuran diperoleh Epoksi serbuk ban (E-BB). Prosedur yang dilakukan dan menghasilkan senyawa epoksida ini sesuai dengan percobaan yang pernah dilakukan oleh Wu, (2008). Hasil pencampuran ialah sebagai berikut :

Pada tahap 1, serbuk ban dilarutkan dengan pelarut Xylen, dan diperoleh larutan berwarna hitam pekat, dimana serbuk ban bekas epoksidasi tidak larut dalam xylen. Tujuannya untuk memurnikan kembali serbuk ban.


(30)

Pada tahap 2, larutan tersebut direaksikan dengan Asam Formiat dan Hidrogen Peroksida, dan diperoleh larutan berwarna putih susu. Setelah itu direfluks selama 2 jam pada suhu 50oC, agar terjadi proses pencampuran secara sempurna. selama proses refluks, larutan tidak mengalami perubahan warna.

Pada tahap 3, larutan dipresipitasikan dengan metanol, tujuan dipresipitasi dengan metanol untuk menghilangkan zat pengotor yang masih terkandung pada saat proses epoksidasi berlangsung, serta untuk memisahkan filtrat dari epoksi serbuk ban.warna larutan menjadi kuning kecoklatan dengan terbentuknya endapan coklat terang (E-BB yang diperoleh).

Pada tahap 4, endapan dikeringkan di dalam oven pada suhu 50oC, kemudian endapan tersebut diuji FTIR nya.

Spektrum FTIR E-BB yang diperoleh melalui prosesEpoksidasi-BB tidak menunjukkanperbedaan yang mencolok. Hal ini disebabkan karena proses epoksidasi yang berlangsung telah menghasilkan gugus epoksi pada spektrum untuk BB. Pada spektrum FTIR gambar 4.4. terdapat pergeseran pita serapan pada daerah bilangan gelombang 3400-3500 cm-1 pada E-BB menjadi 3425,58 cm-1 yang merupakan vibrasi gugus O-H, pergeseran pita serapan pada bilangan gelombang 2500-2916 cm-1 pada E-BBmenjadi 2924,09 cm-1yang merupakan vibrasi CH2. Pergeseran pita serapan pada bilangan gelombang 1580-1650 cm-1

pada E-BB menjadi 1604,77 cm-1 yang merupakan vibrasi C=C stretch, juga terdapat pita serapan pada 900-1300 cm-1 pada E-BB menjadi 1095,97 cm-1 merupakan vibrasi dari C-O. Pergeseran pita serapan pada bilangan gelombang 1600-1800 cm-1 pada E-BB menjadi 1604,77 cm-1 merupakan vibrasi dari C=O (Sun, 2004).


(31)

Hasil analisa uji FTIR E-BBdapat dilihat pada gambar 4.5.

Gambar 4.5. Spektrum FTIR dari serbuk ban bekas (BB) yang terepoksidasi

4.4. Hasil Grafting serbuk ban bekas yang terepoksidasi + metilmetakrilat (MMA) dengan inisiator Benzoil Peroksida (BPO) (E-BB-g-MMA).

Pada tahap ini, E-BB dilarutkan dengan Xylen yangselanjutnya dilakukan dengan penambahan campuran metilmetakrilat dan benzoil peroksida. Hasil pencampuran tersebut ialah sebagai berikut :

Pada tahap 1, serbuk ban dilarutkan dengan Xylen yang kemudian direfluks pada suhu 110oChingga bercampur selama 90 menityang bertujuan agar proses grafting terjadi antara serbuk ban bekas dengan metilmetakrilat dengan adanya benzoil peroksida sebagai inisiatornya. Hasilnya Pencangkokan metilmetakrilat kedalam E-BB terjadi ketika polimer tersebut telah mengikat gugus epoksi. Kemudian diperoleh larutan berwarna hitam terang.

Dekomposisi dari benzoil peroksida dapat dilihat pada gambar 4.6

C O

O O C

O

110oC

2 C

O O

Benzoil Peroksida Radikal Benzoil


(32)

Pada tahap 2, larutan tersebut dipresipitasi dengan metanol, diperoleh larutan berwarna coklat terang dan endapan berwarna coklat pekat (MMA-g-BB yang diperoleh).

Pada tahap 3, proses penyaringan, hasil endapan dikarakterisasi FTIRE-BB-g-MMAdiketahui spektrum Epoksidasi BB-g-MMA yang diperoleh tidak menunjukkan bahwa telah terbentuk perbedaan mencolok. Hal ini disebabkan karena proses grafting yang berlangsung antara MMA dengan E-BByang telah terepoksidasi terjadi saat polimer tersebut telah mengikat gugus epoksi, dan juga telah terjadi reaksi poliadisi dari monomer ke dalam hidrokarbon adalah jenis inisiasi melalui dekomposisi peroksida. Pada spektrum untuk E-BB-g-MMAterdapat pergeseran pita serapan pada daerah bilangan gelombang 3400-3500 cm-1 menjadi 3425,58 cm-1 yang merupakan vibrasi gugus O-H, pergeseran pita serapan pada bilangan gelombang 3000-3100 cm-1 menjadi 2924,00 cm-1 yang

merupakan vibrasi gugus alifatik C-H stretch.Pergeseran pita serapan pada bilangan gelombang 1580-1650 cm-1 pada E-BB-g-MMA menjadi 1620,21 cm-1

yang merupakan vibrasi C=C stretch, juga terdapat pita serapan pada 900-1300 cm-1 pada E-BB-g-MMAmenjadi 1111,00 cm-1 merupakan vibrasi dari C-O, terdapat pita serapan pada panjang gelombang 1600-1800 cm-1 pada E-BB-g-MMA menjadi 1689,64 cm-1 yang merupakan vibrasi dari C=O (Sun dkk, 2004).


(33)

Identifikasi Serapan FT-IRdenganserapan gugus fungsi pada besaran bilangan gelombangnya

Tabel 4.1. Daerah Absorbansi untuk gugus fungsi dari seluruh analisa uji FTIR

Gugus Fungsi Bilangan

Gelombang (cm-1)

BB-g-MMA (cm1)

E-BB (cm-1)

Serapan gugus OH dan NH 3500-3400 3425,58 3425,58 Serapan gugus–C≡H stretch 2500-2000 2276,00 2283,72 Serapan alifatik C-H stretch

Serapan gugus CH2

3100-3000 2916-2500 2924,09 2854,65 - 2924,09 Serapan gugus C=C strech 1650-1580 1597,06 1604,77 Serapan gugus C-O

Serapan gugus C=O

1300-900 1600-1800 1118,97 - 1095,57 1604,77

Tabel 4.2. Daerah Absorbansi untuk gugus fungsi dari seluruh analisa uji FTIR

Gugus Fungsi Bilangan

Gelombang (cm-1)

BB (cm-1)

E-BB-g-MMA(cm-1)

Serapan gugus OH dan NH 3500-3400 3425,58 3425,58 Serapan alifatik C-H stretch

Serapan gugus -C≡H strech

3100-3000 2500-2000 2924,09 2276,00 2924,00 2283,72 Serapan gugus C=C stretch 1650-1580 1597,06 1620,21 Serapan gugus C-O

Serapan gugus C=O

1300-900 1600-1800 925,83 - 1111,00 1689,64


(34)

4.5. Analisa Sifat Morfologi E-BB-g-MMA dengan Scanning Electron

Microscopy (SEM)

Scanning Electron Microscopy (SEM) adalah suatu teknik yang digunakan untuk mempelajari permukaan sampel padat dan material besar. Cara kerja SEM yaitu sampel diletakkan dalam suatu chamber vakum dan diarahkan ke suatu berkas elektron yang terfokus. Elektron dan emisi sinar X kemudian dianalisa untuk menghasilkan sebuah visualisasi dari struktur polimer dan komposisi atomik.

Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM) bertujuan untuk melihat permukaan epoksidasi serbuk ban bekas-g-metilmetakrilat dalam penelitian ini. Pada penelitian ini permukaan E-BB-g-MMA menunjukkan penyebaran yang merata antara epoksidasi serbuk ban bekas yang tergrafting dengan metilmetakrilat sehingga mampu saling bercampur dengan baik kedua bahan tersebut secara merata dengan menghasilkan penyebaran yang homogen dan kompatibel. Hal ini juga dibuktikan pada gambar tersebut tidak ada agglomerat atau penumpukkan bahan yang memperkecil luas permukaannya.

Gambar 4.8 Morfologi SEM serbuk ban bekas a) E-BB dengan pembesaran 100x


(35)

Pada gambar 4.8 terlihat bahwa tipe struktur dari epoksidasi serbuk ban bekas-g-metilmetakrilat menunjukkan struktur campuran yang merata dan homogen sehingga luas permukaannya lebih besar dengan ukuran pori-pori yang cukup kecil sehingga mampu dan memiliki daya serap (absorpsi) yang baik dalam menyerap minyak yaitu ukuran pori-porinya berada pada rentang 27.4 µm sampai 1950 µm.

4.6.Penghitungan Persentase Derajat Grafting

Analisa ini dilakukan untuk mengetahui persen derajat grafting ataupun pencangkokan antara monomer dengan sampel. Dimana reaksi poliadisi yang terjadi oleh radikal bebas dari monomerkedalam hidrokarbon adalah jenis inisiasi melalui dekomposisi peroksida. Pencangkokan metilmetakrilatkedalam serbuk ban bekas yang terepoksidasiterjadi ketika polimer tersebut menjadi radikal. Bentuk formasi pencangkokan metilmetakrilat pada E-BB yang telah diekstraksi kering berupa ikat silang (cross-linking) (Irawandi, 2007).

Pada penelitian ini, penentuan persen derajat grafting dilakukan dengan metode titrasi asam-basa. Berdasarkan hasil persentase derajat grafting yang dilakukan dengan menggunakan titrasi KOH 0,5 N, menunjukkan sedikitnya E-BB-g-MMA yang tercangkok (tergrafting) ke dalam serbuk ban, hal ini disebabkan kecendrungan pada monomer metilmetakrilat membentuk homopolimerisasi sehingga menghasilkan poli-metilmetakrilat (Irawandi, 2007).


(36)

Hasil perhitungan penentuan derajat graftingE-BB-g-MMAdapat dilihat pada tabel 4.3 dan 4.4 berikut ini :

Tabel titrasi Blanko No. Berat serbuk

ban bekas

Volume indikator phenolftalein

Volume KOH (0,5N) yang digunakan

1. 1 gr 3 tetes 0,15 ml

2. 1 gr 3 tetes 0,10 ml

3. 1 gr 3 tetes 0,10 ml

Tabel titrasi E-BB-g-MMA No.

BeratE-BB-g-MMA

Volume indikator phenolftalein

Volume KOH (0,5N) yang digunakan

1. 1 gr 3 tetes 0,35 ml

2. 1 gr 3 tetes 0,40 ml

3. 1 gr 3 tetes 0,35 ml

a. Volume KOH pada blanko (Vo) = 0,15 mL

Berat sampel (Ws) = 1 g  Metilmetakrilat (10phr)

MMA(%)= − × � �

�× xMrMMAx100% (2.3)


(37)

MMA(%) = , − , × ,

× × , × %

MMA(%) = 0,5006 %

b. Volume KOH pada blanko (Vo) = 0,10 mL

Berat sampel (Ws) = 1 g  Metilmetakrilat (10 phr) MMA(%)= − × � �

�× xMrMMAx100% (2.3)

Volume KOH yang terpakai pada sampel (V1) = 0,40 mL

Faktor konversi gugus karboksilat dari satu molekul MMA = 1000 MMA(%) = , − , × ,

× × , × %

MMA(%) = 0,7509 %

c. Volume KOH pada blanko (Vo) = 0,10 mL

Berat sampel (Ws) = 1 g  Metilmetakrilat (10 phr)

MMA(%)= − × � �

�× xMrMMAx100% (2.3.)

Volume KOH yang terpakai pada sampel (V1) = 0,35 mL

Faktor konversi gugus karboksilat dari satu molekul MMA = 1000 MMA(%) = , − , × ,

× × , × %

MMA(%) = 0,625 %

Rata-rata % derajat grafting :

% � + % � + % �

=

, %+ , %+ , %

=

,


(38)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Dari hasil penelitian mengenai metode epoksidasi dan grafting serbuk ban bekas dengan menggunakan monomer metilmetakrilat maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Grafting metilmetakrilat pada serbuk ban bekas yang terepoksidasi pada suhu 110oC dengan benzoil peroksida sebagai inisiatornya mampu menghasilkan produk senyawa epoksida (E-BB-g-MMA). Ditandai dengan munculnya spektrum bilangan gelombang gugus karbonil (C=O) pada daerah serapan 1600-1800 cm-1 yang khas dari metilmetakrilat pada bilangan gelombang 1689,64 cm-1. Untuk serbuk ban bekas yang terepoksidasi (E-BB) ditandai dengan spektrum pada bilangan gelombang 1604,77 cm-1.

2. Nilai derajat grafting dari hasil E-BB-g-MMA adalah 0,6255 %

3. Analisa permukaan Scanning Electron Microscopy (SEM) dari E-BB-g-MMA menunjukkan penyebaran yang merata antara epoksi serbuk ban bekas yang tergrafting dengan metilmetakrilat sehingga saling bercampur dengan baik antara kedua bahan tersebut secara merata dengan menghasilkan penyebaran yang homogen dan kompatibel. Hal ini juga dibuktikan pada gambar tersebut tidak ada agglomerat atau penumpukkan bahan yang memperkecil luas permukaannya.


(39)

5.2 Saran

Berikut ini beberapa saran yang dapat dijadikan acuan untuk pengembangan penelitian ini selanjutnya, yaitu :

Sebaiknya penelitian ini perlu dilanjutkan dengan persen pengembangan swelling index untuk mengetahui karakterisasi material dari sampel yang dihasilkan dan pengujian sifat ketahanan kimia.

Penelitian lanjutan diaplikasikan E-BB-g-MMA digunakan sebagai oil adsorben.


(40)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ban Karet

Ban adalah material komposit, biasanya dari karet alam / karet isoprena yang digunakan untuk ban truk dan ban mobil penumpang seperti pada sabuk tapak, sidewall, carcassply, dan innerliner. Serbuk-serbuk ban bekas adalah suatu jaringan tiga dimensi atau suatu produk ikatan silang dari karet alam dan karet sintetis diperkuat dengan carbon black yang menyerap minyak encer dari semen aspal selama reaksi yang dapat mengalami pengembangan (Swelling) dan pelunakan (Softenning) dari serbuk ban bekas (Warith, 2006).

Ban terdiri dari bahan karet atau polimer yang sangat kuat diperkuat dengan serat-serat sintetik dan baja yang sangat kuat yang dapat menghasilkan suatu bahan yang mempunyai sifat-sifat unik seperti kekuatan tarik yang sangat kuat, fleksibel, ketahanan pergeseran yang tinggi (Warith, 2006).

Khususnya mengandung 85% hidrokarbon, 10-15% baja dan bahan-bahan kimia lainnya. Pada ban dilakukan proses vulkanisasi yaitu suatu tekhnik pembekuan sehingga tahan lama. Berat ban-ban mobil sebesar 7,5-9 kg dan berat ban truk 50-80 kg. Ban bekas mempunyai kandungan diantaranya adalah:

1. Karet alam dan karet sintetis 2. Filler penguat

3. Minyak 4. Antioksidan 5. Zink oksida 6. Akselerator


(41)

Pada proses produksinya, ada 3 jenis karet sintetis yang saat ini digunakan pada ban yaitu :

a. Styrene

Merupakan karet sintetis yang sangat populer dikalangan produsen ban. Biasanya dikenal dengan Styrene Butyl Rubber (SBR).

b. Polybutadiene

Merupakan karet sintetis tambahan yang mulai digunakan pada ban standar. Karet sintetis jenis ini adalah kemampuannya yang menahan penyerapan panas berlebihan dari sebuah ban.

c. Halobutyl Rubber

Karet sintetis yang sering digunakan untuk ban-ban tubless. Unsur halogen yang terkandung didalamnya saling mengikat dengan unsur ban sintetis standar lainnya. Karet sintetis ini menggantikan peran ban dalam (Suloff, 2013).

Adapun material pendukung yang fungsinya menambah performa ban adalah terdiri dari susunan :

karbon, silika, sulfur, akselerator, aktivator, antioksidan, dan tekstil. (Spelman, 1998).

Menurut Wik dan Xiaolin (2010), karet ban komposisinya terdiri dari 40-60% karet polimer, agen penguat seperti karbon hitam (20-35%), minyak oksida, benzothiazole dan turunannya, antioksidan (1%) dan bahan pembantu proses (<1%, seperti plastizer dan softener) (Spelman, 1998).

2.1.1. Vulkanisasi

Proses vulkanisasi adalah proses irreversible pada keadaan suhu dan tekanan atmosfer standar. Proses vulkanisasi juga menggunakan percepatan primer dan sekunder terutama sulfur yang mengandung senyawa organik dan aktivator seperti dengan zink oksida dan asam stearat. Vulkanisasi adalah proses termokimia dengan menggabungkan sulfur dan ikatan silang sulfur ke dalam suatu campuran


(42)

molekul-molekul karet dalam meningkatkan elastisitas dan sifat-sifat yang lain yang diinginkan sesuai pembuatan hasil karet. Dalam proses, atom sulfur secara kimia diiikat oleh molekul-molekul karet dan terjadi ikat silang (ikatan kimia) antara molekul karet sulfida (Al-malaika, 1997).

2.1.2. Inisiator

Inisiator adalah komponen yang menginisiasi terjadinya reaksi polimerisasi adisi monomer-monomer membentuk polimer. Inisiator merupakan sumber radikal bebas tapi bukan katalis yang sebenarnya karena inisiator dikonsumsi dalam jumlah tertentu pada suatu reaksi. Semua inisiator yang digunakan bergantung kereaktifannya menghasilkan radikal bebas. Radikal yang diperoleh melalui :

1. Proses termal

Senyawa yang banyak digunakan adalh senyawa yang mengandung ikatan peroksida –O-O-. Pada polimerisasi emulsi, inisiator yang banyak digunakan adalah dari golongan persulfat dalam bentuk garamnatrium, kalsium dan amonium.

2. Reaksi redoks

Inisiator bekerja tanpa harus menunggu waktu paruhnya. Contoh reaksi :

ROOH + Fe2+→ RO∙ + OH- + Fe3+ (2.1) Reduktor yang digunakan biasanya Fe, S2O5, S2O3, glukosa, dan

Cu. Pada umumnya setiap monomer memiliki kecocokan dengan inisiator yang digunakan dalam sistem. Misalnya sistem Fe-H2O2 baik untuk

monomer matakrilat. 3. Radisi

Sumber radiasi yang biasa digunakan adalah sinar �. Pada saat radiasi, suatu molekul akan menyerap energi dan akan menghasilkan elektronelektron bebas yang dapat ditangkap oleh molekul netral lain dan akan membentuk radikal bebas (Irawadi, 2007).


(43)

Pada penelitian ini akan digunakan inisiator termal Benzoil Peroksida. BPO memiliki laju dekomposisi yang cepat. Laju dekomposisi inisiator menjadi radikal bebas dispesifikasikan sebagai waktu paruh. Waktu paruh adalah waktu yang dibutuhkan larutan inisiator pada suhu tertentu untuk mencapai setengah dari konsentrasi awal. Penurunan konsentrasi ini diperoleh melalui cara dekomposisi termal. Laju polimerisasi meningkat seiring dengan kenaikan konsentrasi inisiator. Peningkatan laju polimerisasi tersebut dapat meningkatkan kandungan padatan polimer yang dihasilkan. Hal ini menandakan tingginya persen konversi polimerisasi (Irawadi, 2007).

Inisiator sering digunakan untuk membentuk radikal bebas. Sebagian besar polimer sintetik dihasilkan melalui proses polimerisasi reaksi rantai yang sering disebut polimerisasi adisi.Inisiator organik seperti benzoil peroksida banyak digunakan sebagai perekat yang bagiannya sama dari suatu inisiator dan suatu cairan seperti dibutil flatat. Peroksida organik mudah diuraikan dan dapat dipercepat dengan pemanasan. Benzoil peroksida merupakan senyawa peroksida yang berfungsi sebagai inisiator dalam proses polimerisasi dan dalam pembentukan ikatan silang dari berbagai polimer dan material polimer. Senyawa peroksida ini dapat digunakan sebagai pembentuk radikal bebas. Peroksida organik seperti benzoil peroksida diuraikan dengan mudah untuk menghasilkan radikal bebas benzoil. Benzoil peroksida mempunyai waktu paruh yang dipengaruhi tekanan dan suhu, waktu paruh relatif kecil yaitu 0,37 jam pada temperatur 100oC. Penambahan sejumlah tertentu zat pembentuk radikal akan memberikan ikatan bagi bahan polimer(Al-malaika, 1997).

2.1.3. Bahan Pengaktif

Bahan pengaktif (Activator) adalah bahan yang dapat meningkatkan kerja dari bahan pemercepat. Umumnya bahan pemercepat tidak dapat bekerja baik tanpa bahan pengaktif. Bahan pengaktif yang bisa digunakan adalah ZnO, asam stearat, PbO, MgO dan sebagainya. Campuran bahan pengaktif, bahan pemercepat dan belerang (S) disebut sistem vulkanisasi dari kompon (vulcanising system of the compound)(Spelman, 1998).


(44)

2.1.4 Bahan Pemercepat

Bahan pemercepat (Accelerator) berfungsi untuk membantu mengontrol waktu dan temperatur pada proses vulkanisasi dan dapat memperbaiki sifat vulkanisasi karet. Beberapa jenis bahan pemercepat antara lain bahan pemercepat organik. Misalnya, Marcapto Benzhoathizole Disulfida (MBTS), Marcapto Benzoathizole (MBT), dan Diphenil Guanidin (DPG), dan bahan pemercepat anorganik, misalnya Karbonat, Magnesium, Timah Hitam, dan lain-lain (Spelman, 1998).

2.1.5. Bahan Penstabil

Bahan penstabil (Stabilizer) berfungsi untuk mempertahankan produk plastik dari kerusakan, baik selama proses dalam penyimpanan maupun aplikasi produk. Ada 3 jenis bahan penstabil yaitu :

Penstabil panas (heat stabilizer), Penstabil terhadap sinar ultra violet (UV Stabilizer), dan Antioksidan. UV Stabilizer berfungsi mencegah kerusakan barang plastik akibat pengaruh sinar matahari. Hal ini dikarenakan sinar matahari mengandung sinar ultra violet dengan panjang gelombang 3000-4000 Å yang mampu mencegah sebagian besar senyawa kimia terutama senyawa organik (Steven, 2001).

2.2. Devulkanisasi Karet Alam dan Karet Ban Bekas

Devulkanisasi adalah proses pemecahan secara total ataupun sebahagian terhadap ikatan poli, di, dan monosulfida yang terbentuk pada proses vulkanisasi, disini terjadi proses pemecahan ikatan S-C dan S-S dalam elastomer, dikarenakan ikatan tersebut lebih lemah daripada ikatan C-C pada rantai utama. Melalui proses devulkanisasi dimungkinkan limbah karet dapat direvormulasi atau direvulkanisasi langsung untuk membuat produk baru. Secara ideal devulkanisasi


(45)

Perbedaan tipe proses devulkanisasi juga mengubah sebagai suatu cek mutu untuk memastikan bahwa contoh material tersebut menemukan spesifikasi kualitas tertentu, dengan demikian kekerasan suatu vulkanisasi dapat diatur. Pengujian kekerasan adalah salah satu dari sekian banyak pengujian yang dipakai, karena dapat dlaksanakan pada benda uji yang kecil tanpa kesukaran mengenai spesifikasi (Steven, 2001).

Pada tahun 1839 Goodyear (USA), menemukan suatu metode vulkanisasi yang menggunakan belerang. Laju vulkanisasi dengan belerang pada umumnya dibantu dengan penambahan akselerator seperti garam-garam seng atau senyawa organobelerang. Disamping itu seng oksida dan asam stearat juga ditambahkan sebagai aktivator. Dipandang dari segi komersial, ikat silang merupakan reaksi terpenting dalam polimer dan menjadi dasar untuk industri-industri karet dan elastomer (Spelman, 1998).

Reclaiming adalah suatu prosedur dimana karet ban bekas atau vulkanisasi karet bekas ndiubah, secara mekanik dan secar kimia dicampur, diproses dan divulkanisasi lagi. Devulkanisasi adalah pemecahan antar ikatan-ikatan molekul seperti karbon-sulfur (C-S) atau sulfur-sulfur (S-S) dan selanjutnya memperpendek rantai yang terjadi (Chen, 2003).

2.3. Epoksidasi

Epoksidasi adalah reaksi oksidasi ikatan rangkap oleh oksigen aktif membentuk senyawa epoksida. Pada umumnya, epoksidasi minyak menggunakan hidrogen peroksida sebagai pereaksi. Sifat hidrogen peroksida sebagai oksidator tidak cukup kuat sehingga ditransformasi kebentuk yang lebih aktif (Alfa, 2003).

Epoksida merupakan senyawa yang dihasilkan dari proses epoksidasi. Epoksida adalah eter siklik bercincin tiga. Dalam IUPAC, penamaan epoksida disebut dengan oksirana. Epoksida sederhana sering disebut etilena oksida (Riswiyanto, 2009).


(46)

Asam peroksi yang dibentuk dari reaksi hidrogen peroksida dengan asam alifatis (asam formiat dan asam asetat) merupakan bentuk yang reaktif. Asam peroksi dapat bereaksi sangat cepat dengan senyawa tidak jenuh. Sifat asam formiat yang kuat dapat juga membuka cincin oksiran untuk mrnghasilkan senyawa turunan hidroksi-formoksi. Karakteristik dari senyawa epoksida adalah adanya gugus oksiran yang terbentuk oleh oksidasi dari senyawa olefinik atau senyawa aromatik ikatan ganda. Senyawa epoksida merupakan senyawa yang sangat penting sama seperti produk kimia lainnya, misalnya resin. Proses produksinya yang telah diketahui adalah oksidasi senyawa olefin dengan peracids, seperti asam m-klorobenzoat, asam perasetat, dan peroksida organik seperti tert-butyl hydroperoxide. Untuk mencegah reaksi eksotermis yang tidak terkendali dan untuk mengoptimalkan epoksidasi, larutan peroksida ditambahkan secara bertahap dengan adanya pengadukan dan mempertahankan suhu reaksi (Alfa, 2003).

2.4. Serbuk Ban Bekas

Serbuk ban bekas adalah suatu jaringan tiga dimensi atau suatu produk ikatan silang dari karet alam dan karet sintetis yang diperkuat dengan carbon black yang menyerap minyak encer dari semen aspal selama reaksi yang dapat mengalami pengembangan (Swelling) dan pelunakan (Softening) dari serbuk ban bekas. Hal ini meningkatkan kekentalan binder yang dimodifikasi (Cai, 1999).

Serbuk karet atau yang sering disebut dengan “tire crumb” atau “crumb rubber” adalah produk yang ramah lingkungan karena diperoleh dari ban bekas, dan tidak larut dalam tanah maupun air tanah. Selain mengurangi jumlah limbah karet yang terbuang ke lingkungan, pemakaian kembali limbah produk karet tertentu dapat menekan harga karet sebagai salah satu komponen penting penentu harga produk jadi yang dihasilkan. Aplikasi umum dari serbuk ban bekas adalah sebagai bahan pembuatan karpet karet, karet kompon, sol sepatu karet, konstruksi bbangunan, campuran aspal untuk mengurangi keretakan dan menambah daya tahan pada jalan raya /jalan tol, lapangan olahraga, area pacuan kuda, dan lainnya.


(47)

dalam ukuran tertentu yang digunakan untuk modifikasi bahan aspal paving atau sebagai filler. Sifat-sifat serbuk ban bekas yang dapat memepengaruhi interaksi dalam proses pembuatan yakni ukuran partikel, spesifikasi area permukaan, dan komposisi kimia (Jaesun, 2013).

Serbuk ban bekas diperoleh dari ban yang melalui beberapa proses yaitu: 1.Sistem Ambient Grinding

2.Sistem Cryogenik Grinding 3.Sistem Wet-Ambient Grinding

Ambient grinding adalah metode proses ban bekas tersebut diparut, digiling yang diproses pada suhu ruang. Cryogenic grinding adalah proses yang menggunakan nitrogen cair untuk membekukan ban bekas. Wet-Ambient grinding atau proses melarutkan dapat digunakan untuk menghasilkan ukuran partikel karet antara 200-500 mesh. Ukuran serbuk dapat diklasifikasikan dalam empat kelompok yaitu :

1.Besar atau kasar (3/8 dan 1/4 inci) 2.Sedang (10-30 mesh atau 0.079-0.039) 3.Baik (40-80 mesh atau 0.016-0.007)

4.Sangat baik (100-200 mesh atau 0.006-0.003) (Yu, 1999).

2.5. Monomer

Banyak jenis monomer yang digunakan dalam proses polimerisasi dan penggunaannya pun dapat berupa homopolimer ataupun kopolimer. Pemilihan monomer tentunya didasarkan pada produk akhir polimer yang diinginkan. Salah satu kriteria yang dapat dipertimbangkan dalam pemilihan monomer adalah suhu transisi gelas (Tg). Suhu transisi gelas merupakan suhu dimana suatu polimer

melepaskan sifat-sifat gelasnya dan berubah menjadi lebih condong elastis seperti karet.

Berdasarkan suhu transisi gelasnya, monomer dibedakan menjadi :

a. Monomer keras yaitu monomer yang jika dipolimerisasi akan menghasilkan homopolimer dengan suhu transisi gelas tinggi sehingga


(48)

polimernya bersifat keras dan memiliki sifat mekanik yang bagus. Contoh monomer keras adalah stirena (Tg stirena adalah 100oC) dan

metilmetakrilat (Tgpoli (metilmetakrilat) adalah 105oC).

b. Monomer lunak yaitu monomer yang jika dipolimerisasi akan menghasilkan homopolimer dengan suhu transisi gelas rendah sehingga polimernya bersifat lunak atau rubbery. Contoh monomer lunak adalah etilena (Tgpolietilena adalah -20oC) dan etil akrilat (Tg poli(etil) akrilat)

adalah -22oC).

Polimer dengan suhu transisi gelas rendah (di bawah 0oC) tidak berguna

pada aplikasicoating karena lapisan film yang terbentuk bersifat lembek dan lemah pada suhu normal. Sementara polimer dengan suhu transisi gelas di atas 50oC cenderung bersifat kaku sehingga rapuh dan tidak bersifat fleksibel pada

kondisi normal. Dengan demikian polimer ini juga tidak cocok untuk aplikasi coating. Oleh karena itu biasanya digunakan perpaduan antara monomer keras dengan lunak sehingga dihasilkan polimer dengan suhu transisi elas yang cocok.

Besarnya nilai suhu transisi gelas bergantung pada komposisi berat masing-masing monomer yang digunakan. Hal ini digambarkan melalui persamaan Fox berikut :

�� = � �� +

�� + ... (2.2)

Ket : Tg= suhu transisi gelas kopolimer

Tg1= suhu transisi gelas homopolimer 1

Tg2= suhu transisi gelas homopolimer 2

W1 = fraksi berat monomer

Berdasarkan fungsi monomer dalam polimerisasi emulsi, monomer diklasifikasikan sebagai :


(49)

menstabilkan partikel dispersi dengan cara menggabungkan pusat hidrofilik ke polimer hidrofobik. Monomer-monomer ini memperbaiki sifat mekanik, meningkatkan stabilitas dispersi lateks, meningkatkan toleransi terhadap elektrolit, meningkatkan kekerasan film, dan meningkatkan adhesi film lateks terhadap substrat. Contoh : Asam akrilat, Asam metakrilat, Asam maleat, dan Asam fumarat.

b. Monomer pengikat silang, merupakan monomer yang dapat mengalami polimerisasi juga. Umumnya monomer ini adalah senyawa yang memiliki dua ikatan rangkap atau dua gugus fungsi. Saat polimerisasi berlangsung monomer ini ikut dalam polimerisasi, dan ikatan rangkap yang kedua atau gugus fungsi yang kedua akan berikatan silang dengan polimer. Contoh : senyawa polivinil atau polialilatau diena, divinil benzena, senyawa N-metilol dan derivat ester diakrilat atau triakrilat (Putri, 2008)

2.6. Benzoil Peroksida

Merupakan senyawa peroksida yang berfungsi sebagai inisiator dalam proses polimerisasi dan dalam pembentukan ikatan silang dari berbagai polimer dan material polimer. Senyawa peroksida ini dapat digunakan sebagai pembentuk radikal bebas. Peroksida organik seperti benzoil peroksida diuraikan dengan mudah untuk menghasilkan radikal bebas benzoil. Benzoil peroksida mempunyai waktu paruh yang dipengaruhi tekanan dan suhu, waktu paruh relatif kecil yaitu 0,37 jam pada temperatur 100oC. Penambahan sejumlah tertentu zat pembentuk radikal akan memberikan ikatan bagi bahan polimer . Struktur kimia dari Benzoil peroksida dapat dilihat pada gambar 2.1.


(50)

2.7. Metilmatakrilat

Pada penelitian ini digunakan Metilmetakrilat sebagai monomer penstabil. Metilmetakrilat monomer (MMA) adalah zat cairan tidak berwarna dan transparan. Suatu resin bila diberi metilmetakrilat akan lebih encer sehingga metilmetakrilat berfungsi untuk menghilangkan gelembung dalam resin. Zat ini merupakan salah satu polimer sintetis yang biasa disebut juga dengan akrilik. Secara komersial, metilmetakrilat umumnya dibuat melalui polimerisasi radikal dari monomer metilmetakrilat. Meskipun metilmetakrilat merupakan senyawa yang dapat menyebabkan iritasi (irritant), namun hasil polimerisasinya, MMA bersifat biokompatibel (biologically biocompatible). Secara fisik bahan ini transparan namun keras dengan ketahanan yang sangatbaik terhadap radiasi ultraviolet dan pelapukan. Bahan ini dapat dicetak, diwarnai, dipotong dan dibentuk sesuai keinginan. Sifat-sifat tersebut membuatnya ideal untuk berbagai aplikasi termasuk untukaplikasi di luar ruangan. MMA memiliki temperatur transisi gelas yaitu 105oC, sehingga MMA harus dipanaskan di atas suhu 105oC

agar dapat dibentuk atau dicetak menjadi produk yang diinginkan. Struktur kimia dari Metilmetakrilat dapat dilihat pada gambar 2.2.

O O

H2C

CH3

CH3

Gambar 2.2. Struktur kimia Metilmetakrilat (Al-Malaika, 1997).

Metil metakrilat (Methyl Metacrylic) merupakan salah satu senyawa akrilat yang memiliki karakteristik umum yaitu stabilitas terhadap UV dan sifat mekanik yang baik sehingga cocok digunakan pada aplikasi eksterior. Kebanyakan pemicu yang digunakan secara luas adalah radikal bebas yang dihasilkan dari peruraian peroksida. Peroksida organik seperti dikumil peroksida merupakan sumber radikal bebas yang kuat (Yohan, 2006).


(51)

Berikut sifat fisik dan kimia yang dimiliki monomer metilmetakrilat yang digunakan pada penelitian ini :

Rumus molekul : C5H8O2

Penampilan : cairan bening tidak berwarna

MR : 100,12 g mol-1

Fase : cairan

Densitas (pada 25oC) : 0,944 g cm-3 Titik didih : 100,5oC Titik leleh : -48℃ Titik nyala : 10℃ Tg homopolimer : 105℃ Indeks refraksi : 1,412

Kelarutan dalam air : 1,5g / 100mL

Viskositas : 0,58-0,63 cPs (dalam 20°C) (Yohan, 2006)

2.8. Proses Grafting

Grafting pada permukaan pada bahan polimer adalah merupakan suatu variasi teknologi yang telah diketahui sangat mempengaruhi kenaikna sifat permukaan dari suatu bahan polimer. Metode ini sangat berkembang dan memiliki fungsi yang sangat besar pada berbagai bidang misalnya pada serat dan kaca yang akan mempengaruhi dari stabilitasnya secara termal.

Grafting kopolimer adalah suatu polimer yang terdiri dari molekul-molekul dengan satu atau lebih jenis dari monomer yang terhubung pada sisi rantai utama. Grafting kopolimer dapat juga disiapkan oleh proses kopolimerisasi cabang dengan monomer yang akan membentuk rantai utama. Grafting maleat anhidrida pada propilena yaitu (PP-g-MA) saat ini menjadi daya tarik industri yang sedang berkembang dan patut untuk dipertimbangkan dan dikembangkan, karena dapat menghasilkan keselarasan dan peningkatan keaktifan.


(52)

Secara laporan fungsionalisasi yang diterima, proses dilakukan dengan cara grafting maleat anhidrida (MA) pada polipropilena yang dalam kondisi cair dengan keberadaan suatu peroksida organik. Reaksi tersebut dapat dijabarkan sebagai suatu mekanisme reaksi radikal. Iniasiator peroksida membentuk suatu radikal yaitu yang akan menyerang suatu atom hidrogen yang berasal dari karbon tersier polipropilena yang akan membentuk polipropilena makro radikal. Setelah langkah tersebut akan terjadi grafting dari maleat anhidrida yang mengikuti tahap reaksi sebagai berikut:

a. Pada suatu sisi maleat anhidrida akan bereaksi dengan makro radikal dari polipropilena dan pada sisi lain anhidrida suksinat akan terdistribusi pada sepanjang rantai akan terisolasi pada unit tersebut.

b. Pada sisi lain polipropilena yang bersifat makro radikal diterima sebagai penggerak utama rangkaian b scission, dari radikal atom C sekunder yang menghasilkan b scission sehingga terjadi suatu penggabungan dengan maleat anhidrat.

c. Grafting dari maleat anhidrida terhadap polipropilena akan menghasilkan hasil samping yaitu berupa asam suksinat (Laurent, 2005).

Grafting biasanya terjadi pada letak-letak yang bisa menerima reaksi-reaksi transfer, seperti karbon-karbon yang bersebelahan dengan ikatan rangkap dua dalam polidiena atau pada karbon-karbon yang bersebelahan dengan gugus karbonil. Radiasi adalah paling banyak dipakai untuk memberikan letak-letak aktif untuk kopolimerisasi grafting. Proses ini dikerjakan dengan radiasi ultraviolet atau cahaya tampak tanpa photosensitizer tambahan atau dengan radiasi ionisasi. Reaksi-reaksi radikal bebas terlibat dalam semua kasus. Kesulitan utama adalah bahwa radiasi menimbulkan grafting. Hal ini sampai batas tertentu yang telah dihilangkan pada pra radiasi polimer sebelum penambahan monomer baru. Salah satu metode adalah mempraradisasi polimer tersebut ketika hadir udara atau oksigen untuk membentuk gugus-gugus hidroperoksida diatas kerangkanya. Penambahan monomer berikutnya dan pemanasan akan menghasilkan polimerisasi radikal pada letak-letak peroksida yang disetai dengan beberapa homopolimerisasi dan homopolimerisasi ini di inisiasi oleh


(53)

radikal-radikal hidroksi yang terbentuk selama homolisis hidroperoksida. Pra radiasi bisa juga dikerjakan ketika tidak ada udara untuk membentuk radikal-radikal bebas yang ditangkap dalam matriks polimer yang kental. Kemudian monomer ditambahkan. Metode sangat tidak efisien karena rendahnya konsentrasi radikal yang bisa ditangkap dan homopolimerisasi masih bisa terjadi melalui reaksi-reaksi tranfer rantai (Steven, 2001).

2.9. Karakterisasi Polimer

2.9.1 Fourier Transform-Infra Red (FT-IR)

Konsep radiasi inframerah diajukan pertama kali oleh Sir William Herschel (1800) melalui percobaannya mendispersikan radiasi matahari dengan prisma, yang mana pada daerah setelah sinar merah menunjukkan adanya kenaikan temperatur tertinggi yang berarti pada daerah panjang gelombang radiasi tersebut banyak kalor (Mulja, 1995).

Spektroskopi infra merah merupakan suatu cara untuk menentukan dan merekam hasil spektra residu dengan serapan infra merah pada daerah dengan panjang gelombang dari 1 – 500 µm. Setiap gugus dalam molekul mempunyai karakteristik sendiri, maka spektroskopi IR dapat digunakan untuk mendeteksi gugus yang spesifik dalam polimer. Pada pengukuran secara kuantitatif, spektra IR secara umumdilakukan dalam bentuk film. Prosedurnya mancakup pengukuran intensitas pita serapan relatif darigugus-gugus fungsional ke pita serapan yang dapat menunjukkan polimer induk. Kurva kalibrasi standar dari konsentrasi yang diketahui dibutuhkan untuk mengkinversi data intensitas menjadi konsentrasi (Yi, 1998).

Salah satu tipe instrumen yang dipakai untuk spektroskopi IR adalah Fourier Transform Infrared Spectroscopy (Spektroskopi FT-IR). FT-IR merupakan suatu teknik yang digunakan untuk menganalisa komposisi kimia dari senyawa-senyawa organik, polimer, coating atau pelapisan, material semikonduktor, sampel biologi, senyawa-senyawa anorganik, dan mineral. FTIR


(54)

memiliki berbagai keunggulan khusus, diantaranya adalah dapat mendeteksi sinyal yang lemah, dapat menganalisa sampel pada konsentrasi yang sangat rendah, serta dapat mempelajari daerah antara 950 dan 1500 cm-1 untuk larutan senyawa. FT-IR mampu menganalisa suatu material baik secara keseluruhan, lapisan tipis, cairan, padatan, pasta, serbuk, serat, dan bentuk lainnya serta mempunyai kemampuan untuk analisa kualitatif, namun juga bisa untuk analisa kuantitatif (Alfa, 2003).

Serapan radiasi infra merah oleh suatu molekul terjadi karena interaksi vibrasi ikatan kimia yang menyebabkan perubahan polarisabilitas dengan medan listrik gelimbang elektromagnetik. Ada dua macam vibrasi molekul yaitu vibrasi ulur dan vibrasi tekuk. Pada vibrasi ulur tampak terjadi perubahan sinambung jarak antara dua atom dalam satu molekul, sedangkan pada vibrasi tekuk terjadi perubahan sudut pada ikatan kimia secara seimbang (Mulja, 1995).

Dalam teknik spektroskopi infra merah, sampel molekul disinari dengan radiasi infra merah dengan bilangan gelombang 200-4000 cm-1. Bilangan gelombang radiasi yang sesuai dengan variasi ikatan akan diserap dan radiasi yang diteruskan diamati dengan suatu detektor fotolistrik. Energi radiasi yang mencapai detektor kemudian dirubah menjadi isyarat listrik, yang melalui penguat selanjutnya diteruskan ke pencatat (Wirjosentono, 1995).

Banyaknya energi yang diabsorpsi oleh suatu ikatan bergantung pada perubahan dalam momen ikatan mengakibatkan absorpsi sejumlah energi juga lebih besar. Ikatan non-polar tidak mengabsorpsi radiasi infra merah karena tidak ada perubahan momen ikatan apabila atom-atom saling berosilasi. Ikatan non-polar relatif (ikatan C-C dan C-H dalam molekul organik) menyebabkan absorpsi yang lemah. Pada ikatan polar (seperti C=O) menunjukkan absorpsi yang kuat (Fessenden, 1986).


(55)

Tabel 2.1. Radiasi infra merah dibagi dalam empat daerah (FT-IR)

No. Daerah Inframerah Rentang panjang gelombang (λ)dalam µm Rentang Bilangan Gelombang(ύ) cm-1 Rentang

Frekuensi (ν)Hz

1. 2. 3. 4. Dekat Pertengahan Jauh Terpakai untuk analisis instrumental 0,78-2,5 2,5-50 50-100 2,5-15 13.000-4000 4000-200 200-10 4000-670

3,8-1,2(1014) 1,2-0,06(1014) 6,0-0,3(1012)

1,2-0,2(1014)

(Mulja, 1995) .

Spektroskopi inframerah ditujukan untuk penentuan gugus-gugus fungsi molekul pada analisa kualitatif, disamping untuk analisis kuantitatif (Mulja, 1995).

Adapun kelebihan dari FT-IR mencakup persyaratan ukuran sampel yang kecil, perkembangan spektrum yang cepat, dan karena instrumen ini memiliki komputer yang terdedikasi kemampuan untuk menyimpan dan memanipulasi spektrum. Spektrum infra merah bahan polimer akan tergantung dari karakteristik spektrum dan struktur kimia satuan ulangannya. Akan tetapi berbeda dengan senyawa bobot molekul rendah yang murni, struktur satuan ulangannya dalam rantai polimer tidak selamanya identik. Ditambah lagi perubahan susunan geometri, perubahan orientasi ikatan, dan bentuk kristal akan mempengaruhi serapan infra merah oleh ikatan kimia satuan ulangannya (Wirjosentono, 1995).

2.9.3 Scanning Electron Microscopy (SEM)

Dalam penelitian morfologi permukaan SEM terbatas pemakaiannya, tetapi memberikan informasi yang bermanfaat mengenai topologi permukaan dengan resolusi sekitar 100 Å. Suatu berkas insiden elektron sangat halus di-scan


(56)

menyilangi permukaan sampel dalam sinkronisasi dengan berkas tersebut dalam tabung sinar katoda. Elektron-elektron yang terhambur digunakan untuk memproduksi sinyal yang memodulasi berkas dalam sinar tabung katoda, yang memproduksi suatu citra dengan kedalaman medan yang besar dan penampakan yang hampir tiga dimensi. Aplikasi-aplikasi yang khas mencakup penelitian dispersi-dispersi pigmen dalam cat, pelepuhan atau peretakan coting, batas-batas fasa dalam polipaduan yang tak dapat campur, struktur sel busa-busa polimer, dan kerusakan pada bahan perekat (Steven, 2001).

Sebuah ruang vakum diperlukan untuk preparasi cuplikan. Cara kerja SEM adalah gelombang elektron yang dipancarkan electron gun terkondensasi di lensa kondensor dan terfokus sebagai titik yang jelas oleh lensa objektif. Scanning coil yang diberi energi menyediakan medan magnetik bagi sinar elektron. Berkas sinar elektron yang mengenai cuplikan menghasilkan elektron sekunder dan kemudian dikumpulkan oleh detektor sekunder atau detektor backscatter. Gambar yang dihasilkan terdiri dari ribuan titik berbagai intensitas di permukaan Cathode Ray Tube (CRT) sebagai topografi Gambar (Kroschwitz, 1990).

2.9.2 Analisa Derajat Grafting

Derajat grafting pada karet telah diukur setelah proses ekstraksi dalam sikloheksana selama 8 jam,dimana sampel dikeringkan pada suhu 80oC selama 30 menit dan ditimbang beratnya. Dihitung persentase grafting dengan menggunakan persamaan (2.3) :

MMA (%) = − × � �

� × x Mr MMA x 100 % (2.3)

Keterangan :

Vo = KOH yang terpakai pada blanko

V1 = KOH yang terpakai pada sampel

Ws = Berat sampel


(57)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sejak Charles Goodyear menemukan karet yang tervulkanisasi dengan menggunakan sulfur, sudah timbul keinginan peneliti untuk proses ban karet bekas agar dapat dimanfaatkan kembali. Pada saat itu pemrosesan ban karet bekas tidak begitu rumit karena penggunaannya masih pada produksi sepatu saja (Morton, 1973).

Dengan perkembangan teknologi yang maju, banyak jenis dan ragam produk karet tervulkanisasi yang diciptakan guna untuk memenuhi kebutuhan manusia yang terus bertambah. Keadaan ini membuat kuantitas karet ban bekas senantiasa meningkat, sehingga akan menimbulkan masalah yang serius dalam hal pencemaran lingkungan. Penanggulangannya biasanya digunakan dengan cara menimbun, membakar sampai diproses kembali untuk kegunaan-kegunaan yang lain. Akan tetapi penanggulangan seperti ini masih belum menyelesaikan masalah yang timbul (Blow, 1971).

Dalam perkembangannya, pemerosesan ban karet bekas sudah dimulai sejak tahun 1846 oleh Parkes dengan memanaskan karet dalam larutan kalsium hipoklorida pada tekanan tinggi, kemudian dibasuh dengan alkali dan air panas. Lain halnya dengan Marks dan Price (1899) mengemukakan proses alkali memanaskan karet bekas dengan larutan soda kaustik pada suhu 150o -220oC di dalam autoklaf selama 8-24 jam. Namun pemerosesan karet bekas untuk dimanfaatkan kembali belum membawa hasil yang memuaskan (Alfa, 2003).


(58)

Sebagai bagian terbesar diantara limbah polimer di dunia, limbah ban karet tidak terurai dengan mudah karena bentuk struktur dan adanya stabilisator serta aditif silang lainnya. Proses penyelesaian masalah terhadap polusi lingkungan tanah yakni dengan daur ulang limbah ban karet bekas menjadi subjek untuk kepentingan sosial. Daur ulang limbah ban karet melalui pencampuran dengan bahan polimer lainnya telah menjadi metode dalam beberapa tahun terakhir (Chen, 2003). Baru-baru ini teknik modifikasi permukaan telah diadopsi untuk daur ulang bubuk ban karet bekas, terutama melalui beberapa teknik iradiasi (Abdel-Bray, 1997).

Pada penelitian ini digunakan metode epoksidasi yang merupakan metode reaksi oksidasi ikatan rangkap oleh adanya oksigen aktif membentuk senyawa epoksida. Secara luas teknik ini telah banyak dilakukan karena efektif untuk meningkatkan kompatibilitas dalam campuran reaktif. Pada umumnya, epoksidasi minyak menggunakan hidrogen peroksida sebagai pereaksinya. Sifat yang dimiliki hidrogen peroksida sebagai oksidator tidak cukup kuat sehingga ditransformasi ke dalam bentuk yang lebih aktif (Alfa, 2003).

Selain metode epoksidasi, modifikasi kimia dengan pencangkokan (grafting) gugus juga dilakukan pada penelitian ini, yakni dengan menggunakan monomer metilmetakrilat, dimana pada penelitian sebelumnya telah banyak dilakukan untuk menghasilkan produk sesuai dengan spesifikasi yang diharapkan (Dibyantini, 2009). Teknik grafting merupakan teknik yang relatif sederhana dan mudah serta secara luas telah banyak dilakukan. Berbagai zat telah digunakan sebagai monomer cangkok pada berbagai jenis rantai polimer menggunakan teknik grafting, seperti sintesis PP-g-MA, NR-g-GMA, dan NR-g-MA, MA tercangkok paraffin, HDPE-g-MA, LDPE-g-AA, PB-g-MA, NR-g-MMA (Nakason, 2004).


(59)

Metilmetakrilat merupakan salah satu senyawa akrilat yang memiliki karakteristik umum yaitu stabilitas terhadap UV dan sifat mekanik yang baik sehingga cocok digunakan pada aplikasi eksterior. Kebanyakan pemicu yang digunakan secara luas adalah radikal bebas yang dihasilkan dari peruraian peroksida. Peroksida organik seperti Benzoil Peroksida merupakan sumber radikal bebas yang kuat (Dibyantini, 2009).

Sejauh ini belum ada yang melakukan penelitian tentang BB-g-MMA dengan inisiator benzoil peroksida. Dalam penelitian ini metil metakrilat diharapkan tercangkok pada serbuk ban bekas (BB) dengan menggunakan inisiator benzoil peroksida sehingga akan dihasilkan suatu produk yang lebih baik dari produk sebelumnya. Pada proses grafting tersebut, monomer cangkok secara kovalen dikaitkan pada rantai polimer. Kehadiran metil metakrilat pada rantai polimer akan menyebabkan perubahan sifat dari struktur polimer tersebut sehingga polimer yang telah dicangkok tersebut dapat berinteraksi dengan zat polar maupun nonpolar.

Peneliti juga tertarik untuk mensintesis ban bekas yang dikombinasikan dengan monomer metilmetakrilat. Diharapkan penelitian ini mampu mengurangi pencemaran lingkungan tanah dengan pemanfaatan dari ban bekas, sehingga ekosistem lingkungan terjaga. Adanya metilmetakrilat pada rantai polimer akan menyebabkan perubahan sifat dari struktur polimer tersebut, sehingga polimer yang telah dicangkok dapat berinteraksi dengan zat polar dan nonpolar.


(60)

1.2. Permasalahan

Adapun permasalahan yang ditemui pada penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah pemanfaatan daur ulang limbah karet ban mampu menghasilkan senyawa epoksida jika dilakukan metode epoksidasi dengan menggunakan monomer Metilmetakrilat ?

2. Bagaimana hasil epoksidasi dan derajat grafting serbuk ban bekas dengan monomer metilmetakrilat yang memiliki nilai maksimum?

3. Bagaimana analisa karakterisasi gugus fungsi yang dihasilkan dengan Fourier-Transform Infra Red (FT-IR), analisa morfologi dengan Scanning Electron Microscopy (SEM) dan Penentuan Derajat grafting.

1.3. Pembatasan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini dibatasi sebagai berikut :

1. Limbah karet ban bekas yang dimodifikasi dengan metode epoksidasi dan grafting berupa karet ban mobil yang berasal dari PT Persahabatan Vulkanisir Ban Medan Star, Tanjung Morawa Kab. Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara.

2. Modifikasi yang digunakan melalui metode epoksidasi dan grafting monomer metilmetakrilat dengan menggunakan inisiator benzoil peroksida.

3. Monomer yang digunakan adalah Metilmetakrilat.

4. Karakterisasi sampel yang dihasilkan untuk analisa gugus fungsi, analisa morfologi permukaan serta Penentuan dan perhitungan derajat grafting


(61)

1.4. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pemanfaatan daur ulang limbah karet ban yang mampu menghasilkan senyawa epoksida melalui metode epoksidasi dengan menggunakan monomer metilmetakrilat ditinjau dari uji FT-IR

2. Untuk mengetahui persentase nilai derajat grafting dari monomer metilmetakrilat yang tercangkok oleh serbuk ban bekas yang telah terepoksidasi.

3. Untuk mengetahui analisa morfologi permukaan dengan SEM.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang cara memodifikasi limbah ban bekas dengan metode epoksidasi dan grafting (pencangkokan) serta mengubah cara pandang dalam mengatasi limbah ban bekas yang dapat merusak ataupun mencemari lingkungan karena ban bekas tidak dapat terdegradasi didalam tanah dalam skala waktu yang singkat.


(62)

1.6. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu Dasar (LIDA), FMIPA USU Medan, untuk analisa gugus fungsi dengan FT-IR di Laboratorium Kimia Organik FMIPA, Universitas Gadjah Mada, dan untuk analisa morfologi permukaan dengan SEM di Laboratorium Kimia Polimer FMIPA UNAIR.

1.7. Metodologi Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorium, dimana pada penelitian ini dilakukan beberapa tahap yaitu :

- Tahap I

Penyiapan karet ban bekas yang dihaluskan dengan menggunakan sistem ambient grinding, kemudian disaring dengan ayakan ukuran 80 mesh.

- Tahap II

Proses pengekstrakan karet ban bekas yang dilakukan dengan perendaman menggunakan toluena selama 24 jam, yang kemudian dilanjutkan dengan pengekstrakan menggunakan pelarut aseton, etanol : toluena, dan isopropanol. - Tahap III

Proses epoksidasi serbuk ban bekas yang dilarutkan ke dalam pelarut xylen dan di tambahkan asam formiat : H2O2 yang dilanjutkan dengan tahap direfluks pada

suhu 50oC selama 2 jam. - Tahap IV

Proses grafting metil metakrilat (MMA) pada epoksidasi serbuk ban bekas - Tahap V

Grafting serbuk ban bekas murni (tanpa epoksidasi) dengan metilmetakrilat yang ditambah dengan benzoil peroksida pada sistem pelarut xylen.


(63)

- Tahap VI

Karakterisasi yang diperoleh dengan menggunakan FT-IR, SEM, Penentuan dan Penghitungan derajat grafting.

Variabel yang digunakan adalah :

● Variabel tetap

Suhu pemanasan (110oC selama 90 menit) Suhu dalam pengeringan (190oC)

BPO (1 gram) MMA (1 gram) Xylen (100 mL) Toluena (50 mL)

Ukuran partikel karet ban bekas (100 mesh)

Kandungan karet ban bekas ( C = 80,92 %), ( H = 6,80 %), (O = 4,30 %), ( N = 0,38 %), ( S = 1,66 %), dan kadar abu ( 5,82 %)

● Variabel terikat

Analisa gugus fungsi dengan menggunakan FourierTransform-Infra Red (FT-IR), analisa morfologi permukaan dengan SEM serta Penentuan dan Perhitungan derajat grafting.


(64)

MODIFIKASI BAN BEKAS MELALUI METODE EPOKSIDASI DAN GRAFTING MONOMER METILMETAKRILAT

MENGGUNAKAN BENZOIL PEROKSIDA

ABSTRAK

Modifikasi serbuk ban bekas melalui metode epoksidasi dan grafting metilmetakrilat (MMA) pada ban bekas (BB)yang terepoksidasi dan dengan inisiator Benzoil peroksida telah dilakukan. Epoksidasi dilakukan dengan menambahkan campuran Asam Formiat dan H2O2(30:60) pada

suhu 50oC selama 2 jam, kemudian dilanjutkan dengan proses grafting

MMA 1 gdengan inisiator benzoil peroksida pada suhu 110oC selama 90 menit. Prosesepoksidasi dan grafting dilakukan dengan tekhnik refluks dalam labu leher tiga yang dirangkai dengan kondensor dan oil bath. Analisis spektra FTIR dilakukan untuk menentukan adanya peroses epoksidasi berupa senyawa epoksida pada ban bekas dan grafting MMA pada rantai E-BB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produk E-BBtelah terbentuk dengan ditandai munculnya puncak serapan bilangan gelombang pada daerah 1604,77 cm-1 yang merupakan vibrasi dari C=O (karbonil) dari senyawa epoksida. Hasil grafting MMA pada E-BB telah terbentuk dengan ditandai munculnya puncak serapan pada bilangan gelombang pada daerah 1689,64 cm-1.Serbuk ban bekas terepoksidasi dan ban bekas terepoksidasi grafting MMA dianalisa morfologi permukaan dengan SEM. Berdasarkan analisis morfologi permukaan menunjukkan campuran yang merata dan homogen.Penentuan persentase derajat grafting MMA denagn E-BB dilakukan dengan melarutkan dalam toluena panas dan ditambahkan 5 ml Asam trikloroasetat lalu dititrasi dengan KOH 0,5 N dengan penambahan indikator fenolftalein. Kemudian didapat persen derajat graftingdengan perhitungan penetuan persen derajat grafting yang diperoleh dengan nilai sebesar 0,625 %.

Kata kunci : Serbuk Ban bekas (BB), Epoksidasi, Grafting, Benzoil peroksida


(65)

MODIFICATION OF USED WASTE TYRE RUBBER THROUGH EPOXIDATION METHODS AND GRAFTING MONOMERS

METHYLMETHACRYLATE USING BENZOYL PEROXIDE

ABSTRACT

The modification of used powder tyre (UPT) by epoxidation method and garfting of methilmethacrilate (MMA) into the epoxidized UPT by using benzoil peroxide as initiator has been carried out. The epoxidation process was done by adding a mixture of formic acid and H2O2 (30:60) at 50 ° C for 2 hours, followed by added

1 g MMA for grafting process with the initiator benzoyl peroxide at a temperature of 110 oC for 90 minutes. The epoxidation process and grafting techniques carried out by reflux in a three-neck flask which is coupled with a condenser and oil bath. FTIR spectra analysis performed to determine their process epoxide epoxidation of a compound used tires and MMA grafting on the chain E-UPT. The results showed that the product E-UPT has been formed with the advent marked absorption peak at the wave number 1604,77 cm-1 region which is the vibration of

C=O (carbonyl) of the epoxide compound. Then the results of grafting MMA on E-UPT has been formed with the advent marked absorption peak at wave number at 1689,64 cm-1 region. The epoxidised powders used tires and used tires

epoxidised MMA grafting surface morphology was analyzed by SEM. Based on the analysis of surface morphology shows a uniform and homogenous mixture. The determination from the percentage of the degree from grafting of MMA with E-BB carried out by dissolving in hot toluene and added 5 ml trichloroacetic acid is then titrated with KOH 0,5 N by the addition of indicators pp. Then obtained by calculating the percent degree grafting obtained percent degree of grafting obtained with a value of 0,625%.


(66)

MODIFIKASI BAN BEKAS MELALUI METODE EPOKSIDASI DAN

GRAFTINGMONOMER METILMETAKRILAT MENGGUNAKAN

BENZOIL PEROKSIDA

SKRIPSI

NOVIA SAFITRI 110802023

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2016


(67)

MODIFIKASI BAN BEKAS MELALUI METODE EPOKSIDASI DAN

GRAFTING MONOMER METILMETAKRILAT MENGGUNAKAN

BENZOIL PEROKSIDA

SKRIPSI

Diajukanuntukmelengkapitugasdanmemenuhisyaratmencapaigelar Sarjana Sains

NOVIA SAFITRI 110802023

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2016


(68)

PERSETUJUAN

Judul : Modifikasi Ban Bekas Melalui Metode Epoksidasi dan Grafting Monomer Metilmetakrilat

Menggunakan Benzoil Peroksida

Kategori : Skripsi

Nama : Novia Safitri

Nomor Induk Mahasiswa : 110802023

Program Studi : Sarjana (S1) Kimia

Departemen : Kimia

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui di

Medan, Maret 2016

Komisi Pembimbing:

Pembimbing 2, Pembimbing 1,

Saharman Gea, Ph.D Dr. Marpongahtun, MSc

NIP. 196811101999031001 NIP.196111151988032002

Diketahui / Disetujui Oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan Nst, MS NIP. 195408301985032001


(1)

MODIFICATION OF USED WASTE TYRE RUBBER THROUGH EPOXIDATION METHODS AND GRAFTING MONOMERS

METHYLMETHACRYLATE USING BENZOYL PEROXIDE

ABSTRACT

The modification of used powder tyre (UPT) by epoxidation method and garfting of methilmethacrilate (MMA) into the epoxidized UPT by using benzoil peroxide as initiator has been carried out. The epoxidation process was done by adding a mixture of formic acid and H2O2 (30:60) at 50 ° C for 2 hours, followed by added

1 g MMA for grafting process with the initiator benzoyl peroxide at a temperature of 110 oC for 90 minutes. The epoxidation process and grafting techniques carried out by reflux in a three-neck flask which is coupled with a condenser and oil bath. FTIR spectra analysis performed to determine their process epoxide epoxidation of a compound used tires and MMA grafting on the chain E-UPT. The results showed that the product E-UPT has been formed with the advent marked absorption peak at the wave number 1604,77 cm-1 region which is the vibration of

C=O (carbonyl) of the epoxide compound. Then the results of grafting MMA on E-UPT has been formed with the advent marked absorption peak at wave number at 1689,64 cm-1 region. The epoxidised powders used tires and used tires

epoxidised MMA grafting surface morphology was analyzed by SEM. Based on the analysis of surface morphology shows a uniform and homogenous mixture. The determination from the percentage of the degree from grafting of MMA with E-BB carried out by dissolving in hot toluene and added 5 ml trichloroacetic acid is then titrated with KOH 0,5 N by the addition of indicators pp. Then obtained by calculating the percent degree grafting obtained percent degree of grafting obtained with a value of 0,625%.


(2)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak iv

Abstract v

Daftar Isi vi

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar x

Daftar Singkatan xi

Daftar Lampiran xii

Bab 1. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Perumusan Masalah 3

1.3. Pembatasan Masalah 4

1.4. Tujuan Penelitian 4

1.5. Manfaat Penelitian 5

1.6. Lokasi Penelitian 5

1.7. Metodologi Penelitian 5

Bab 2. Tinjauan Pustaka

2.1. Ban Karet 8

2.1.1.Vulkanisasi 9


(3)

2.1.3.Bahan Pengaktif 10

2.1.4.Bahan Pemercepat 10

2.1.5.Bahan Penstabil 11

2.2. Devulkanisasi Karet Alam dan Karet Ban Bekas 12

2.3. Epoksidasi 13

2.4. Serbuk Ban Bekas 14

2.5. Monomer 14

2.6. Benzoil Peroksida 17

2.7. Metilmetakrilat 2.8. Proses Grafting

18 19 2.9. Karakterisasi Polimer 21 2.9.1. Fourier Transform Infrared 21 2.9.2. Scanning Electron Microscopy

2.9.3. Analisa Derajat Grafting

23 24

Bab 3. Metode Penelitian 3.1. Alat dan Bahan

25

3.1.1. Alat 3.2.2. Bahan 25

26

3.3. Prosedur Kerja 27

3.3.1. Penyiapan Bahan 27

3.3.2. Pembauatan Larutan Pereaksi 27

3.3.2.1. Pembuatan Larutan KOH 27

3.3.3. Proses Pengekstrakan Ban Bekas 27

3.3.4. Proses Epoksidasi Serbuk Ban Bekas 3.3.5. Proses Grafting BB-g-MMA 3.3.6. Proses Grafting BB-g-MMA 3.3.7. Penentuan Derajat Grafting E-BB-g-MMA 28

28

28


(4)

Bab 4.

Bab 5.

Daftar Pustaka

3.3.8. Analisa Gugus Fungsi dengan FTIR 3.3.9. Analisa Morfologi dengan SEM 3.4. Bagan Penelitian

3.4.1. Bagan Preparasi Sampel

3.4.2. Bagan Pengekstrakan Ban Bekas 3.4.3. Bagan BB-g-MMA

3.4.4. Bagan Pemurnian BB-g-MMA

3.4.5. Bagan Proses Epoksidasi Serbuk Ban Bekas 3.4.6. Bagan E-BB-g-MMA

3.4.7. Bagan Pemurnian E-BB-gMMA

3.4.8. Bagan Penentuan Derajat Grafting E-BB-g-MMA

Hasil dan Pembahasan

4.1. Hasil Pengekstrakan Karet Ban Bekas 4.2. Hasil Proses BB-g-MMA

4.3. Metode Epoksidasi 4.3.1. Pembuatan E-BB

4.4. Hasil Proses E-BB-g-MMA

4.5. Analisa Sifat Morfologi dengan SEM 4.6. Penghitungan Persentase Derajat Grafting

Kesimpulan dan Saran 5.1. Kesimpulan 5.2. Saran 29 29 30 30 30 31 31 32 33 33 34 35 35 38 39 39 41 44 45 48 48 49 50


(5)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Tabel

2.1 Pembagian daerah radiasi inframerah

3.1 4.1

4.2 4.3 4.4

Alat dan Bahan

Daerah absorbansi untuk seluruh uji FT-IR

Daerah absorbansi untuk seluruh uji FT-IR

Titrasi Blanko


(6)