pantai barat Sumatera menjadi pelabuhan alternatif perdagangan selain Malaka, ketika kerajaan tersebut jatuh ke tangan Portugis Akauts, 2008.
2.2 Etimologi Minangkabau
Minangkabau diambil dari kata Minang yang berarti kemenangan dan kabau yang berarti kerbau. Dengan kata lain Minangkabau berarti Kerbau yang
Menang. Penamaan ini berhubungan erat dengan sejarah terbentuknya Minangkabau yang diawali kemenangan dalam suatu pertandingan adu kerbau
untuk mengakhiri peperangan melawan kerajaan besar dari Pulau Jawa. Nama itu berasal dari sebuah legenda. Konon pada abad ke-13, kerajaan
Singasari melakukan ekspedisi ke Minangkabau. Untuk mencegah pertempuran, masyarakat lokal mengusulkan untuk mengadu kerbau Minangkabau dengan
kerbau Jawa. Pasukan Majapahit menyetujui usul tersebut dan menyediakan seekor kerbau yang besar dan agresif. Sedangkan masyarakat Minangkabau
menyediakan seekor anak kerbau yang lapar dengan diberikan pisau pada tanduknya. Dalam pertempuran, anak kerbau itu mencari kerbau Jawa dan
langsung mencabik-cabik perutnya, karena menyangka kerbau tersebut adalah induknya yang hendak menyusui. Kecemerlangan masyarakat Minangkabau
tersebutlah yang menjadi inspirasi nama Minangkabau. Namun dari beberapa sumber lain menyebutkan bahwa nama Minangkabau
sudah ada jauh sebelum peristiwa adu kerbau itu terjadi, dimana istilah yang lebih tepat sebelumnya adalah Minangkabaukabwa, Minangkabauakamwa,
Minangkabauatamwan dan Phinangkabhu. Istilah Minangkabauakamwa atau
Universitas Sumatera Utara
Minangkabaukamba berarti Minangkabau sungai Kembar yang merujuk pada dua sungai Kampar yaitu Kampar Kiri dan Sungai Kampar Kanan. Sedangkan
istilah Minangkabauatamwan yang merujuk kepada Sungai Kampar memang disebutkan dalam prasasti Kedukan Bukit dimana disitu disebutkan bahwa Pendiri
Kerajaan Sriwijaya yang bernama Dapunta Hyang melakukan migrasi massal dari hulu Sungai Kampar Minangkabauatamwan yang terletak di sekitar daerah Lima
Puluh Kota, Sumatera Barat Wikipedia, 2009.
2.3 Sistem KemasyarakatanKelarasan
Sistem kemasyarakatan atau yang dikenal sebagai sistem kelarasan merupakan dua instisusi adat yang dibentuk semenjak zaman kerajaan.
MinangkabauPagaruyung dalam mengatur pemerintahannya yaitu kelarasan Koto Piliang dan kelarasan Bodi Caniago. Kedua institusi tersebut masih tetap
dijalankan oleh masyarakat adat Minangkabau sampai sekarang. Dalam sebuah tatanan pemerintahan, kedua institusi tersebut berjalan searah dengan instisuti
lainnya atau lembaga-lembaga lainnya. Lembaga-lembaga tersebut terdiri dari: Rajo Tigo Selo; yang terdiri dari Raja Alam, Raja Adat dan Raja Ibadat.
Sistem yang dipakai dalam kelarasan koto piliang yaitu cucua nan datang dari langik, kaputusan indak buliah dibandiang. Maksudnya yaitu segala keputusan
datang dari raja. Raja yang menentukan. Bila persoalan timbul pada suatu kaum, kaum itu membawa persoalan kepada Basa Ampek Balai. Jika persoalan tidak
putus oleh Basa Ampek Balai, diteruskan kepada Rajo Duo Selo. Urusan adat
Universitas Sumatera Utara
kepada Rajo Adat, dan urusan keagamaan kepada Rajo Ibadat. Bila kedua rajo tidak dapat memutuskan, diteruskan kepada Rajo Alam.
Sistem yang dipakai dalam kelarasan Bodi Caniago adalah nan bambusek dari tanah, nan tumbuah dari bawah. Kaputusan buliah dibandiang. Nan luruih buliah
ditenok, nan bungkuak buliah dikadang. Maksudnya yaitu segala keputusan ditentukan oleh sidang kerapatan para penghulu. Bila persoalan timbul pada suatu
kaum, kaum itu membawa persoalan kepada Datuak nan Batigo di Limo Kaum Abidin, 2008.
2.4 Sistem Kekerabatan Suku Minangkabau