12
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang kaya akan kemajemukan penduduk, yang masing-masing penduduknya memiliki corak tersendiri dalam pola kehidupannya.
Dan sebagian besar perjalanan sejarah menyatakan bahwa negara ini merupakan masyarakat transisi, yaitu dari masyarakat agraris menjadi masyarakat
perkebunan. di Sumatera Utara sangat banyak perkebunan yang dikelola oleh pemerintah maupun pihak swasta asing. Adapun salah satu perkebunan di daerah
ini merupakan perkebunan karet yang berada di kabupaten simalungun, yang dikelola oleh perusahaan asing. Lokasi perkebunan ini tidak jauh dari kota
pematang siantar. Adapun sumber penghasilan masyarakat perkebunan karet ini merupakan hasil kerja mereka oleh perusahaan yang mengelolanya. Perkebunan
karet ini milik perusahaan asing tetapi notabene masyarakat yang tinggal didaerah ini sangat beragam suku. Ada beragam suku batak, jawa, melayu, aceh dan lain
sebagainya. Dan beragam pula agama yang ada pada masyarakat yang tinggal diperkebunan karet ini. Mayoritas suku yang terdapat didaerah ini adalah jawa dan
batak, serta agama yang paling mayoritas adalah islam. Pada masyarakat perkebunan karet ini ada beberapa kelas-kelas dan
golongan masyarakatnya. Dari kelas bawah hingga kelas atas. Adapun yang dimaksud dari kelas bawah adalah, masyarakat yang pekerjaannya, tempat
tinggalnya, dan upahnya sangat kecil. Biasanya masyarakat ini bekerja sebagai penderes karet, dan resiko kerjanya tidak berat, melainkan tanggung jawabnya
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
13
cukup berat. Dimana para pekerja ini harus bertanggung jawab agar tidak adanya getah yang hilang dalam arti dicuri oleh pekerja itu sendiri. Ada juga yang bekerja
sebagai supir truk yang mengangkat getah dari latex ke pabrik. Ada yang bekerja di kantor dengan pembagian kerja yang berbeda-beda. Selain itu kelas atas yang
dimaksud adalah para pekerja yang bekerja di perusahaan karet ini dan biasanya bekerja sebagai orang kantoran, dalam arti kata mereka tidak atau jarang sekali
berada diluar kantor. Dan orang kantoran ini dimulai dari pegawai kelas 1 hingga manajer.
Karena perkebunan karet ini dikelola oleh perusahaan asing, masyarakat yang ada disini juga menggunakan fasilitas yang disediakan oleh perusahaan
untuk berinteraksi dengan masyarakat lainnya. Adanya hall, tanah lapang, serta fasilitas ibadah seperti gereja, mesjid. Dan rumah-rumah yang ditempati oleh
pekerja juga rumah perusahaan perkebunan. Setiap rumah yang diberikan oleh perusahaan memiliki pekaranganhalaman, sehingga memberikan ruang untuk
masyarakat bersosialisasi atau membuka usaha. Dan pastinya sumber daya listrik dan air pun sudah berada didaerah ini, dikarenakan perusahaan menggunakan
mesin sehingga listrik sudah masuk ke daerah ini. Seperti yang kita ketahui bahwa masyarakat agraris merupakan masyarakat
yang bermata pencaharian sebagai petani. Yang juga didukung oleh bentuk geografis yang ada di Indonesia. Berubahnya pola mata pencaharian penduduk
dari masyarakat agraris menjadi masyarakat perkebunan mempengaruhi struktur dan sistem tatanan sosial yang ada di masyarakat.
Belum lagi masalah perkembangan diri dari anak-anak yang tinggal di daerah perkebunan. Sudah pasti sangat berbeda dari anak-anak yang tinggal di
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
14
daerah perkotaan. Kalau kita perhatikan biasanya anak-anak yang berada di daerah perkebunan memiliki pola pergaulan yang cenderung ekstrem seperti
misalnya bermain di tempat-tempat yang sebenarnya tidak layak untuk disebut sebagai tempat bermain. Ada lagi masalah tentang pola asuh yang diberikan oleh
orang tuanya. Rata-rata orang yang tinggal di daerah perkebunan memiliki tingkat pendidikan yang berbeda dari pendidikan rendah hingga pendidikan
tingkat atas, sehingga mereka tidak begitu memperhatikan tentang tumbuh kembang anaknya. Dan cenderung membiarkan anaknya tumbuh dan berkembang
begitu saja. Misalnya saja dalam bermain bersama teman-temannya. Kebanyakan anak-
anak di daerah pekebunan memilih untuk memainkan permainan yang sifatnya lebih tradisional karena permainan tradisional tidak membutuhkan banyak biaya
untuk membeli peralatan dan untuk memainkannya. Tapi ada juga sebagian anak- anak di lingkungan perkebunan yang sudah mengenal permainan yang sifatnya
lebih modern seperti misalnya playstation, gameboard, dan lain-lain. Masuknya permainan modern ke lingkungan anak-anak di daerah
perkebunan ini sedikitnya mempengaruhi tumbuh kembangnya anak dan juga cara mereka
bergaul dengan
teman-temannya. Anak-anak
sekarang sudah
dininabobokan dengan permainan-permainan modern yang berbau IT seperti play station atau sebagian besar waktunya dihabiskan untuk menonton televisi,
sehingga permainan anak-anak yang sifatnya tradisional sudah ditinggalkan. Akibatnya waktu untuk bermain bersama temannya berkurang. Di kota-kota besar
tampaknya sekarang rumah begitu padatnya, sehingga mencari tanah lapang yang biasa untuk berkumpul anak-anak sudah tidak seperti dulu lagi. Masuknya
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
15
permainan modern ini dapat disebabkan dekatnya jarak kota madya dengan wilayah perkebunan karet ini sehingga memudahkan masyarakat mengakses
kebutuhan lainnya. Nilai-nilai pendidikan, kebersamaan, kesetiakawanan bisa diperoleh lewat permainan tradisional dan yang paling menonjol adalah nilai-nilai
kebersamaan. Karena permainan anak-anak modern pada umumnya bersifat individualisme.
Permainan tradisional anak-anak erat kaitannya dengan pengetahuan dan kreatifitas anak-anak, karena ini merupakan hal-hal yang bersifat afektif, pola
perilaku, dan permainannya sangat lokal dan sangat lekat dengan dunia mereka. Jadi bukan mentransfer nilai-nilai dari luar tapi inilah asli peninggalan nenek
moyang yang nilainya sangat tinggi. Pengaruh permainan tradisional anak terhadap pendidikan, pada umumnya permainan tradisional anak adalah sesuatu
yang biasa dialami anak dalam kehidupan sehari-hari. Jadi tema-temanya adalah tema di sekitar anak-anak seperti binatang, tumbuh-tumbuhan, dan lainnya yang
mereka alami sehari-hari. Permainan dimasa lalu merupakan permainan yang sangat baik untuk
melatih fisik dan mental anak, yang secara tidak langsung anak-anak akan dirangsang kreatifitas, ketangkasan, jiwa kepemimpinan, kecerdasan, dan
keluasan wawasannya melalui permainan tradisional. Misalnya saja permainan gobak sodor atau yang biasa disebut galasin. Permainan ini biasanya dimainkan
oleh dua tim yang masing-masing tim terdiri dari tiga sampai lima orang. Ada juga permainan tradisional gebokan. Ini biasanya menggunakan
pecahan genteng yang disusun keatas sehingga berbentuk menara dan kemudian kita akan menjatuhkan susunan itu dari jarak jauh dengan bola kasti dan jika
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
16
susunan itu terjatuh maka lawan harus menyusun kembali pecahan genteng kemudian mengambil bola kasti dan melempar bola kasti ke arah lawan.
Kemenangan ditandai dengan berdirinya menara pecahan genteng dan tubuh kita tidak terkena bola kasti dari lawan.
1.2 Rumusan Masalah