A. Kesimpulan B. Diskusi

53 BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan, diskusi dan saran-saran sehubungan dengan hasil yang diperoleh dari penelitian. Pada bagaian pertama akan dijabarkan hasil penelitian yang dilanjutkan dengan pembahasan hasil penelitian yang didapat dari sudut teori-teori maupun penelitian-penelitian yang ada. Pada bagian terakhir dikemukakan saran-saran praktis dan metodologis yang dapat berguna bagi penelitian selanjutnya serta berbagai pihak yang terkait dengan tema yang diangkat dalam penelitian ini.

V. A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa data yang diperoleh dari data penelitian, maka dapat ditarik sejumlah kesimpulan sebagai berikut: 1. Ada hubungan negatif yang signfikan antara interrole conflict dengan komitmen organisasi pada wanita bekerja. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat interrole conflict maka semakin rendah komitmen organisasi pada wanita bekerja, sebaliknya semakin rendah tingkat interrole conflict maka semakin tinggi komitmen organisasi pada wanita bekerja. 2. Kontribusi interrole conflict terhadap komitmen organisasi adalah sebesar 18 . Hal ini berarti 18 faktor interrole conflict mempengaruhi munculnya komitmen organisasi pada wanita bekerja dan 82 adalah faktor lainnya yang mempengaruhi munculnya komitmen organisasi. 54 Hasil Tambahan 3. Tidak ada perbedaan yang signifikan komitmen organisasi pada wanita bekerja ditinjau dari usia. 4. Tidak ada perbedaan yang signifikan komitmen organisasi apabila ditinjau dari masa bekerja. 5. Tidak ada perbedaan yang signifikan komitmen organisasi apabila ditinjau dari jumlah anak yang dimiliki oleh wanita bekerja.

V. B. Diskusi

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara interrole conflict dengan komitmen organisasi pada wanita bekerja. Berdasarkan analisa yang diperoleh hasil penelitian ini mendukung hipotesa yang diajukan oleh peneliti, yang menunjukkan adanya hubungan negatif antara interrole conflict dengan komitmen organisasi pada wanita bekerja. Hal ini ditunjukkan dengan nilai korelasi r xy negatif sebesar 0,426 dengan p 0,01, yang berarti semakin tinggi interrole conflict maka semakin rendah komitmen organisasi pada wanita bekerja. Sebaliknya semakin tinggi interrole conflict maka semakin tinggi komitmen organisasi pada wanita bekerja. Berdasarkan persfektif psikologi sosial komitmen organisasi diartikan sebagai sikap pekerja terhadap organisasi tempatnya bekerja Baron, 2004. Jika seorang pekerja memiliki komitmen yang tinggi, menurut Morrow dalam Setiawati dan Zulkaida, 2007 mereka akan menunjukkan sikap bahwa dia membutuhkan dan mempunyai harapan yang tinggi terhadap organisasi tempatnya bekerja, serta lebih termotivasi dalam bekerja. 55 Ada berbagai faktor yang mempengaruhi proses terbentuknya komitmen organisasi. Chusmir 1986 menyatakan bahwa berdasarkan faktor personal akan timbul dua keadaan eksternal yang mempengaruhi proses terbentuknya komitmen yaitu situasi keluarga dan situasi pekerjaan. Pada wanita bekerja yang mengalami ketidaksesuaian antara kedua peran tersebut, maka keadaan inilah yang disebut interrole conflict Khan,1964. Penelitian lain yang dikemukan Livingston, Burley dan Springer 1996 yang mengatakan bahwa interrole conflict berhubungan erat dengan faktor personal seperti jenis kelamin, peran gender dan status pernikahan. Mereka menemukan bahwa tingginya tingkat interrole conflict yang dialami wanita bekerja yang telah menikah, mengindikasikan tingkat komitmen organisasi yang rendah. Penelitian lain yang dilakukan oleh Gilbert pada wanita yang bekerja dalam Arinta dan Azwar, 1993 menemukan bahwa wanita yang bekerja memiliki dua peran yang berbeda, yang membuat mereka mengalami interrole conflict, yang berhubungan dengan berkomitmen yang rendah terhadap pekerjaannya. Alasannya yaitu interrole conflict yang dialami oleh ibu yang bekerja membuat mereka mengalami ketegangan, kecemasan, dan perasaan bersalah terhadap perannya sebagai ibu rumah tangga. Di rumah mereka dituntut untuk selalu siap memberikan bantuan pada keluarganya, sedangkan di tempat bekerja mereka diharapkan untuk jadi seorang pekerja yang agresif untuk menyelesaikan pekerjaannya. Komitmen organisasi ditinjau dari usia menunjukkan bahwa usia 36-40 tahun menunjukkan skor komitmen organisasi yang lebih besar dibandingkan kelompok lainya. Morris dan Sherman 1981 melaporkan individu yang 56 mempunyai usia lebih tua akan menunjukkan komitmen organisasi yang lebih tinggi. Menurut Mowday, Steers dan Potter dalam Sari, 2004 usia berkorelasi positif dengan komitmen organisasi. Semakin tua usia seorang pekerja, semakin tinggi tingkat komitmen organisasinya. Selain itu Hall dalam Setiawati dan Zuraida, 2007 pada rentang usia tersebut individu memasuki usia produktif, dimana karyawan akan mengerahkan segala kemampuannya dengan optimal dalam bekerja, yang ditunjukkan oleh komitmen yang tinggi. Komitmen organisasi ditinjau dari lama bekerja menunjukkan bahwa wanita yang bekerja 10 tahun memiliki skor komitmen organisasi yang lebih besar daripada kelompok lainnya. Angel dan Perry 1981 mengatakan bahwa salah satu prediktor dari komitmen organisasi adalah lama bekerja seseorang pada organisasi tertentu. Masa kerja yang tidak lama menyebabkan keterlibatan sosial yang dibangun masih rapuh, sehingga komitmen organisasinya rendah, sebaliknya apabila masa bekerja relatif lama menunjukkan komitmen organisasi yang tinggi. Morrow dan McElroy dalam Setiawati dan Zulkaida, 2007 pada masa bekerja yang lebih dari 10 tahun, seorang pekerja berada pada tahap lanjutan, dimana pekerja cendrung untuk berusaha semampunya untuk mempertahankan posisi serta segala hal yang telah dimilikinya di dalam perusahaan tempatnya bekerja. Selain itu juga rasa memiliki serta rasa kekeluargaan yang telah terbentuk sebelumnya juga akan mempengaruhi para pekerja untuk tetap berkomitmen terhadap pekerjaaannya. Komitmen organisasi ditinjau dari jumlah anak menunjukkan bahwa wanita bekerja yang memiliki jumlah anak 3 orang, memiliki skor komitmen organisasi yang lebih tinggi. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh 57 Setiawati dan Zulkaida 2007 bahwa wanita bekerja yang telah memiliki keluarga dengan jumlah anak yang banyak cenderung membuat wanita bekerja sebaik mungkin agar dapat menopang kehidupan keluarga yang membutuhkan biaya relatif besar. Selain itu juga,menurut Rini 2000 faktor dukungan positif dari suami, dengan menunjukkan sikap-sikap dalam bentuk kerjasama untuk mengurus anak-anak, menyelesaikan pekerjaan rumah serta dukungan emosi akan membantu mengurangi beban seorang wanita dalam pekerjaannya, sehingga mereka bisa berkonsentrasi dalam mengerjakan pekerjaanya. Selain faktor dukungan dari suami, dukungan dari pihak lain seperti pengasuh atau pembantu yang bisa diandalkan ataupun dari sanak saudara akan dapat membantu wanita bekerja mengurangi stress yang dirasakan wanita bekerja, sehingga mereka akan menunjukkan komitmen organisasi yang tinggi. Memperkerjakan seorang pembantu akan membantu meringkan beban pekerjaan rutin di rumah tangga, dengan demikian ketika pulang dari bekerja ataupun hari libur akan tersedia lebih banyak waktu untuk bersantai dengan keluarga dan ketika bekerja para ibu dapat lebih berfokus pada pekerjaannya.

V. C. Saran