5.3 Kelestarian Tegakan
Data hasil audit sumberdaya hutan tahun 2007 akan diprediksi kondisi struktur kelas hutan dan hasil luas dan volume tebangan untuk lima jangka ke depan. Dalam
kajian ini akan dimasukkan berbagai kondisi tingkat kerusakan hutan, baik yang mencerminkan kondisi normal, harapan, maupun kondisi pesimis. Di samping itu,
untuk memperoleh perbandingan maka dalam kajian ini disertakan kondisi ideal tanpa faktor kerusakan.
Tegakan suatu hutan dikatakan lestari jika penyebaran kelas umur tegakan merata. Sehingga jika tegakan dimanfaatkan secara lestari maka setelah dilakukan
penebangan, potensi tegakan tidak berkurang dibanding dengan sebelum dilakukan penebangan dan tebangan tahunan tidak mengurangi kapasitas hasil Simon 2000.
Pengelolaan hutan lestari berdasarkan aspek produksi menunjukkan terjaminnya keberlanjutan pemanfaatan hasil hutan dan usahanya.
Struktur kelas hutan pada jangka mendatang diprediksi dengan cara mengalikan luas masing-masing kelas hutan pada jangka sebelumnya dengan persentase tingkat
kelestarian. Luas suatu kelas umur yang rusak menjadi tanah kosong, tanaman jati bertumbuhan kurang, atau miskin riap diprediksi dari persentase tingkat
kerusakannya, sehingga potensi tanaman baru yang akan ditanam kembali menjadi kelas umur I berasal dari perkalian persentase penambahan tanaman baru terhadap
besarnya potensi kerusakan. Kondisi hutan KPH Bojonegoro berdasarkan hasil prediksi struktur kelas hutan
yang menggambarkan kondisi ideal disajikan pada Gambar 4. Potensi tegakan pada kondisi ideal pada dasarnya tidak menunjukkan adanya pengurangan potensi tegakan
meskipun dilakukan penebangan pada jangka sebelumnya. Hal ini dikarenakan pada kondisi ini tidak memasukkan faktor kerusakan dalam memprediksi struktur kelas
hutan, sehingga tiap tahunnya tanaman dianggap berhasil tumbuh. Meskipun demikian, terlihat bahwa struktur kelas hutan pada kondisi ini tidak menyebar merata.
Potensi tegakan pada kelas umur muda lebih besar dibanding pada kelas umur tua. Hal ini diakibatkan proyeksi kondisi hutan yang digunakan pada awal jangka prediksi
menunjukkan kondisi hutan terakhir dari KPH Bojonegoro yang penyebaran kelas umurnya tidak merata.
Areal non produktif tanah kosong dan tanaman jati bertumbuhan kurang masih terdapat pada kondisi ini meskipun semakin berkurang selama jangka prediksi.
Hal tersebut cukup logis mengingat masih terdapat areal non produktif yang tidak sepenuhnya ditanami kembali pada jangka sebelumnya.
Gambar 4 Prediksi struktur kelas hutan pada kondisi ideal. Konsep kelestarian yang digambarkan sebagai hutan normal sulit tercapai,
namun bisa tercapai dalam jangka waktu tertentu. Kondisi hutan yang ideal tanpa faktor kerusakan hampir tidak mungkin dapat dicapai, sehingga persentase kerusakan
pada tiap kelas umur ditargetkan maksimum 20 per jangka 2 per tahun. Kondisi hutan dengan nilai kerusakan tersebut dicerminkan sebagai kondisi harapan.
Prediksi struktur kelas hutan dengan angka kerusakan harapan persentase kerusakan ditargetkan maksimum 2 per tahun seperti terlihat pada Gambar 5.
menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pada kelas hutan produktif. Potensi kelas umur tua mengalami peningkatan tiap jangka sehingga besarnya potensi areal tebang
meningkat. Hal ini disebabkan semakin merata penyebaran potensi hutan sehingga tidak hanya terkonsentrasi pada kelas umur muda saja.
Target kerusakan maksimum sebesar 2 per tahun pada kondisi harapan, menggambarkan adanya potensi hutan miskin riap tiap jangka. Sama halnya dengan
potensi areal non produktif tanah kosong dan tanaman jati bertumbuhan kurang yang masih ditemui di tiap jangka meskipun nilainya lebih kecil dibanding awal
1000 2000
3000 4000
5000 6000
L ua
s ha
Kelas hutan Kondisi ideal
2008-2017 2018-2027
2028-2037 2038-2047
2048-2057
jangka. Hal tersebut cukup logis karena potensi tanah kosong dan tanaman jati bertumbuhan kurang masih terdapat pada jangka sebelumnya yang tidak sepenuhnya
ditanami kembali menjadi kelas umur I pada jangka berikutnya.
Gambar 5 Prediksi struktur kelas hutan pada kondisi harapan. Prediksi struktur kelas hutan dengan angka kerusakan normal berdasarkan
Gambar 6. menunjukkan struktur kelas hutan produktif mengalami peningkatan. Potensi hutan pada kondisi normal tidak jauh berbeda dengan kondisi harapan,
meskipun potensi hutan pada kondisi harapan lebih besar. Hal ini ditandai oleh tingkat kerusakan pada kondisi normal yang tidak berbeda bahkan sama pada kelas
umur tertentu jika dibandingkan dengan kondisi harapan. Penyebaran struktur kelas hutan yang berangsur semakin merata antara kelas umur muda dan kelas umur tua
menunjukkan ada kemungkinan tercapainya kelestarian tegakan.
Gambar 6 Prediksi struktur kelas hutan pada kondisi normal.
1000 2000
3000 4000
5000 6000
L u
a s
h a
Kelas hutan Kondisi harapan
2008-2017 2018-2027
2028-2037 2038-2047
2048-2057
1000 2000
3000 4000
5000 6000
L ua
s ha
Kelas hutan Kondisi normal
2008-2017 2018-2027
2028-2037 2038-2047
2048-2057
Prediksi struktur kelas hutan pada kondisi pesimis disajikan pada Gambar 7. Potensi hutan produktif pada kondisi pesimis mengalami peningkatan yang tidak
normal. Potensi hutan pada kondisi ini lebih kecil dibanding pada kondisi harapan dan normal. Hal ini disebabkan karena tingkat kerusakan pada kondisi pesimis jauh
lebih besar dibanding kondisi harapan dan normal. Ditandai dengan besarnya potensi hutan miskin riap, tanah kosong, dan tanaman jati bertumbuhan kurang yang lebih
besar dibanding pada kondisi harapan dan normal. Penambahan tanaman baru pada kondisi pesimis lebih besar dibanding kondisi
lainnya karena dipengaruhi oleh besarnya potensi tanah kosong dan tanaman jati bertumbuhan kurang pada jangka sebelumnya. Tidak sepenuhnya tanah kosong dan
tanaman jati bertumbuhan kurang tersebut ditanami kembali, sehingga cukup logis jika pada tiap jangka masih terdapat areal non produktif tersebut.
Gambar 7 Prediksi struktur kelas hutan pada kondisi pesimis. Peningkatan dan penurunan potensi hutan dapat juga dilihat dari keadaan umur
rata-rata tanaman URT. semakin meningkatnya umur rata-rata tanaman pada tiap jangka maka menggambarkan kondisi struktur kelas hutan semakin membaik. Hal
tersebut ditandai dengan semakin meningkatnya potensi kelas hutan produktif dan penyebaran potensi kelas hutan semakin merata.
Data pada Gambar 8. berikut menyajikan umur rata-rata tanaman baik pada kondisi ideal, harapan, normal, maupun pesimis. Nilai umur rata-rata tanaman ini
diperoleh dari pengurangan umur tebang rata-rata terhadap setengah dari nilai daur.
1000 2000
3000 4000
5000 6000
L ua
s ha
Kelas hutan Kondisi pesimis
2008-2017 2018-2027
2028-2037 2038-2047
2048-2057
Umur rata-rata tanaman pada kondisi ideal, harapan, dan normal mengalami peningkatan. Kondisi struktur kelas hutan produktif yang semakin membaik dan
potensi kelas umur yang layak tebang meningkat sehingga mengakibatkan peningkatan umur rata-rata tanaman, namun pada kondisi pesimis umur rata-rata
tanaman mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena luas hutan produktif pada kondisi pesimis menurun.
Umur rata-rata tanaman kondisi harapan dan normal mendekati setengah dari daur yang ditetapkan, sedangkan pada kondisi pesimis, umur rata-rata tanaman masih
jauh dari umur rata-rata tanaman normal setengah daur. Hal ini menunjukkan bahwa pada kondisi harapan dan normal, kelestarian tegakan masih dapat tercapai karena
tegakan yang ada berpotensi tumbuh dengan baik dan memberikan hasil yang optimal hingga waktunya untuk ditebang.
Gambar 8 Umur rata-rata tanaman URT dan umur tebang rata-rata UTR. Perhitungan luas dan volume tebangan dalam kajian ini didasarkan atas data
struktur kelas hutan, rencana dan relisasinya pada tingkat KPH. Padahal, pada penyusunan Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan RPKH biasanya etat dihitung
untuk tiap bagian hutan kemudian digabungkan jika dikehendaki taksiran etat untuk tingkat KPH. Tentunya cara perhitungan seperti dalam kajian ini dapat menimbulkan
bias, untuk itu perlu dilakukan koreksi terhadap prediksi luas dan volume tebangan pada bagan tebangan hipotetis yang disusun. Berdasarkan data Rencana Pengaturan
Kelestarian Hutan RPKH jangka 2002-2011, faktor koreksi prediksi hasil jati di
2008-2017 2018-2027
2028-2037 2038-2047
2048-2057 2058-2067
URT - ideal 13
18 24
30 35
38 URT - Normal
13 17
19 22
24 25
URT - Harapan 13
17 20
25 25
25 URT - pesimis
13 14
17 17
16 16
5 10
15 20
25 30
35 40
Um ur
t a
hu n
KPH Bojonegoro adalah 0,85 untuk prediksi luas tebangan dan 1,23 untuk prediksi volume tebangan, seperti tertera pada Tabel 6.
Tabel 6 Faktor koreksi untuk prediksi luas dan volume tebangan di KPH Bojonegoro
Jangka RPKH
Bagian Hutan
RPKH Hasil kajian
Faktor koreksi Luas
ha Volume
m
3
Luas ha
Volume m
3
Luas FKl
Volume FKv
2002- 2011
CLANGAP 16,60
914,00 DANDER
51,80 8544,00
NGOROGUNUNG 78,20
11406,00 DELING
71,70 3914,00
TEMAYANG 149,50
13320,00 CERME
66,60 5587,00
Jumlah 434,40
43685,00 511,80
35478,30 0,85
1,23
Etat tebangan A2 dihitung berdasarkan metode Burns umur tebang rata-rata dengan prosedur perhitungan dan pengujiannya mengikuti pedoman pada Surat
Keputusan Direktur Jenderal Kehutanan No. 143KptsDj1974 tentang Peraturan Inventarisasi Hutan Jati dan Peraturan Penyusunan Rencana Pengaturan Kelestarian
Hutan, sebagaimana yang lazim diterapkan saat ini. Dalam perhitungan etat tersebut, digunakan nilai rata-rata bonita, kerapatan bidang dasar KBD, dan faktor koreksi
FK seperti tertera pada Tabel 7. Tabel 7 Nilai-nilai bonita, Kerapatan Bidang Dasar KBD, dan faktor koreksi FK
yang digunakan dalam perhitungan etat tebangan A pada setiap jangka proyeksi
No. Kelas hutan
Bonita KBD
FK
1 Miskin riap MR
2,50 0,50
0,89 2
Kelas umur IX 3,00
0,88 0,89
3 Kelas umur VIII
4,00 0,90
0,89 4
Kelas umur VII 3,50
0,80 0,89
5 Kelas umur VI
3,50 0,80
0,89 6
Kelas umur V 3,50
0,79 0,89
7 Kelas umur IV
3,00 0,84
0,89 8
Kelas umur III 3,00
1,02 0,89
9 Kelas umur II
3,00 1,10
0,89 10
Kelas umur I 2,50
0,63 0,89
Rata-rata bonita dan KBD yang digunakan merupakan hasil audit sumberdaya hutan tahun 2007 dengan pertimbangan bahwa nilai-nilai tersebut cukup
mencerminkan kondisi tegakan terakhir. Faktor koreksi FK merupakan 37
perbandingan antara realisasi dan rencana volume tebangan selama periode 2002- 2007. Selama jangka proyeksi, ketiga faktor tersebut diasumsikan tetap.
5.4 Kelestarian Produksi Kayu Jati