tanaman baru luasan areal non produktif yang ditanami dan menjadi tegakan kelas umur I pada jangka berikutnya Perum Perhutani 2007.
Tabel 1 Struktur kelas hutan KPH Bojonegoro dari tahun 1975 sampai 2007
Kelas hutan Luas areal ha pada tiap jangka
I 1975-1984 II 1982-1991
III 1992-2001 IV 2002-2011
V 2007 a. Produktif
Kelas umur I 1-10 10492,2
12084,9 4729,7
6460,9 18390,7
Kelas umur II 11-20 5760,6
8511,1 9638,6
4725,9 3767,7
Kelas umur III 21-30 2464,9
4340,8 6630,3
6136,3 3600,3
Kelas umur IV 31-40 2103,6
1889,5 3691,8
3073,2 2010,2
Kelas umur V 41-50 1936,1
1573,9 1492,1
1537,4 755,1
Kelas umur VI 51-60 1784,9
1688,0 1361,2
477,3 396,0
Kelas umur VII 61-70 2773,9
1872,7 1444,9
597,2 82,1
Kelas umur VIII 71-80 1537,7
1212,7 947,7
462,4 144,3
Kelas umur IX 81-90 117,1
280,8 70,0
6,3 16,9
Kelas umur X 91-100 Masak tebang
1135,7 7,9
Miskin riap 3702,4
1226,1 863,7
1158,4 1542,5
Hutan alam jati miskin riap HAJMR
5118,9 1551,9
Jumlah produktif a 32673,4
35816,2 35996,8
26187,2 30705,8
b. Non-produktif Lapangan tebang habis jangka
lampau LTJL 1225,3
516,5 497,4
451,3 46,1
Tanaman kayu lain TKL 4,3
1763,4 9187,8
1056,7 Tanah kosong TK
1044,7 9,2
1231,6 974,6
4490,7 Hutan alam kayu lain HAKL
888,3 356,4
374,6 132,9
90,2 Tanaman jati bertumbuhan
kurang TJBK 1131,4
17,0 2975,8
5041,1 8530,0
Hutan alam jati bertumbuhan kurang HAJBK
114,3 171,3
846,0 1487,5
Tidak baik untuk perusahaan tebang habis TBPTH
7588,4 7586,8
779,5 777,3
661,5 Tanah kosong tidak baik untuk
jati TKTBJ 301,5
29,3 80,0
14,2 Hutan alam kayu lain tidak baik
untuk jati HAKLTBJ 260,5
100,6 Tanaman jati merana TJM
124,4 Tanaman jenis kayu lain
TJKL 2381,6
3040,8 3072,8
3146,5 1884,1
Hutan lindung terbatas HLT 5,7
Tidak baik untuk penghasilan TBP
635,5 670,3
694,6 193,3
197,2 Lapangan dengan tujuan
istimewa LDTI 126,8
219,6 821,9
805,9 Suaka alam SA
Hutan lindung HL 1120,5
1070,1 1051,4
1051,4 1050,4
Alur 610,0
607,8 612,6
612,6 612,6
Jumlah non-produktif b 17426,4
14283,6 14148,6
23958,2 19439,6
Total a+b 50099,8
50099,8 50145,4
50145,4 50145,4
Sumber : Buku RPKH jangka 1975-1984, buku RPKH jangka 1982-1991, bukuRPKH jangka 1992- 2001, buku RPKH jangka 2002-2011 dan Hasil Audit 2007
Tegakan pada kelas umur I, kelas umur II, dan kelas umur III yang mengalami kerusakan menjadi tanah kosong TK dan tanaman jati bertumbuhan kurang TJBK.
Sementara untuk tegakan kelas umur IV, kelas umur V, dan kelas umur VI yang mengalami kerusakan selain menjadi tanah kosong dan tanaman jati bertumbuhan
kurang, juga mengalami penurunan potensi tegakan menjadi miskin riap MR. Penurunan luas hutan produktif diduga terjadi karena adanya pencurian yang
terus-menerus dan penjarahan terutama pada kelas umur III ke atas. Untuk mendapat gambaran seberapa besar tingkat kelestarian dan tingkat kerusakan dinamika tegakan
jati KPH Bojonegoro maka dibandingkan kondisi kelas umur pada tahun t dan setelah tumbuh menjadi kelas umur berikutnya pada tahun t + 10.
5.2 Tingkat Kelestarian dan Kerusakan
Tingkat kelestarian dan kerusakan yang digambarkan berdasarkan kondisi tegakan selama periode 1975-2007 digunakan dalam memprediksi luas suatu kelas
umur yang beralih menjadi kelas umur berikutnya ataupun yang rusak menjadi tanah kosong, tanaman jati bertumbuhan kurang, dan miskin riap.
Berdasarkan struktur kelas hutan dari tahun 1975 sampai 2007 dapat dihitung besarnya tingkat kelestarian dan kerusakan kelas hutan KPH Bojonegoro seperti
tertera pada Tabel 2. Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat kerusakan terbesar terdapat pada kondisi III-IV dan IV-V. Hal ini disebabkan karena kondisi
hutan pada saat itu merupakan kondisi hutan setelah masa reformasi atau kondisi terburuk dengan laju kerusakan terbesar dan tidak terkendali. Jika dilihat dari struktur
kelas hutan pada kondisi III-IV dan IV-V lebih kecil potensi kelas umur muda dan kelas umur tua dibanding pada kondisi I-II dan II-III.
Menurut Perum Perhutani 2007, untuk keperluan proyeksi pada berbagai tingkat gangguan hutan dapat ditentukan nilai rata-rata tingkat kelestarian dan
kerusakan yang mencerminkan kondisi normal rata-rata dari persentase kelestarian atau kerusakan dari tahun 1968 hingga 1991, harapan kondisi normal tetapi
persentase kerusakan pada tiap kelas umur ditargetkan maksimum 20 per jangka atau 2 per tahun, dan pesimis rata-rata terboboti perbedaan lama jangka dari
persentase kelestarian atau kerusakan dari tahun 1991 hingga 2006. Oleh sebab itu, kondisi I-II dan II-III dikelompokkan menjadi kondisi normal karena tingkat
kelestarian pada kondisi tersebut lebih besar, sedangkan kondisi III-IV dan IV-V. merupakan kondisi pesimis disebabkan tingkat kelestarian yang lebih kecil.
Tabel 2 Persentase tingkat kelestarian dan kerusakan hutan di KPH Bojonegoro selama periode 1975-2007
No. Kelas Umur Tingkat kelestarian
Tingkat kerusakan I-II
II-III III-IV
IV-V I-II
II-III III-IV
IV-V
1 Kelas umur I 1-10
- -
- -
- -
- 2
Kelas umur II 11-20 81,1
79,8 99,9
58,3 18,9
20,2 0,1
41,7 3
Kelas umur III 21-30 75,4
77,9 63,7
76,2 24,6
22,1 36,3
23,8 4
Kelas umur IV 31-40 76,7
85,0 46,4
32,8 23,3
15,0 53,6
67,2 5
Kelas umur V 41-50 74,8
79,0 41,6
24,6 25,2
21,0 58,4
75,4 6
Kelas umur VI 51-60 87,2
86,5 32,0
25,8 12,8
13,5 68,0
74,2 7
Kelas umur VII 61-70 100,0
85,6 43,9
17,2 0,0
14,4 56,1
82,8 8
Kelas umur VIII 71-80 43,7
50,6 32,0
24,2 56,3
49,4 68,0
75,8
Keterangan : I = jangka 1975-1984, II = jangka 1982-1991, III = jangka 1992-2001, IV = jangka 2002-2011
Data pada Gambar 2. menjelaskan bahwa kondisi harapan dengan tingkat kerusakan maksimum 2 per tahun, tingkat kelestariannya lebih baik jika
dibandingkan dengan kondisi normal dan pesimis.
Gambar 2 Tingkat kelestarian kelas hutan atas kelas umur pada kondisi ideal, harapan, normal, dan pesimis untuk proyeksi tegakan di KPH
Bojonegoro.
Tingkat kelestarian yang ditunjukkan kondisi normal pada kelas umur VII-VIII mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena pada kelas umur VII ke atas banyak
tanaman yang tidak berhasil tumbuh menjadi kelas umur berikutnya pada jangka selanjutnya serta adanya gangguan keamanan. Selain itu, kelas umur VII ke atas
I-II II-III
III-IV IV-V
V-VI VI-VII
VII-VIII Ideal
100 100
100 100
100 100
100 Harapan
80,3 80,0
81,6 80,0
86,8 91,5
80,0 Normal
80,3 76,9
81,6 77,3
86,8 91,5
47,8 Pesimis
86,1 67,8
41,8 36,0
29,9 35,0
29,4 20
40 60
80 100
120
T in
gk at
k el
es tar
ian al
ih t
u m
b u
h ,
Kelas umur KU
merupakan kelas umur yang sudah layak ditebang, mengingat daur yang digunakan KPH Bojonegoro adalah 60 tahun. Tingkat kerusakan berdasarkan kelas hutan KPH
Bojonegoro selama periode 1975-2007 yang mencerminkan kondisi ideal, harapan, normal, dan pesimis ditunjukkan pada Gambar 3. Tingkat kerusakan ini
menggambarkan adanya gangguan hutan yang dapat menyebabkan hilangnya luasan suatu tegakan kelas umur untuk tumbuh menjadi tegakan pada kelas umur berikutnya.
Dalam hal ini, kondisi ideal disertakan sebagai pembanding yang menunjukkan kondisi hutan tanpa disertai faktor kerusakan.
Gambar 3 Tingkat kerusakan kelas hutan atas kelas umur pada kondisi ideal, harapan, normal, dan pesimis untuk proyeksi tegakan di KPH
Bojonegoro.
Data pada Gambar 3. menjelaskan bahwa tingkat kerusakan paling besar terjadi pada kondisi pesimis. Kondisi paling kritis yang ditunjukkan pada kondisi pesimis,
menunjukkan tingkat kerusakan sebesar 70,6 . Hal ini disebabkan semakin besar gangguan hutan pada kelas umur tua kelas umur VII ke atas karena selain kelas
umur tersebut rawan terhadap pencurian, kelas umur VII ke atas sudah layak tebang sesuai daur yang digunakan KPH Bojonegoro.
Persentase tingkat kerusakan pada kelas umur I, kelas umur II, dan kelas umur III Gambar 3. menunjukkan besarnya potensi tanah kosong yang akan ditanami
pada jangka berikutnya. Untuk kelas umur IV ke atas, total persentase tingkat kerusakan tersebut masih menunjukkan total potensi tanah kosong, tanaman jati
bertumbuhan kurang, dan miskin riap.
I-II II-III
III-IV IV-V
V-VI VI-VII
VII-VIII Ideal
Harapan 19,7
20,0 18,4
20,0 13,2
8,5 20,0
Normal 19,7
23,1 18,4
22,7 13,2
8,5 52,2
Pesimis 13,9
32,2 58,2
64,0 70,1
65,0 70,6
10 20
30 40
50 60
70 80
T in
gk at
k er
u sak
an
Kelas umur KU
Data hasil audit sumberdaya hutan tahun 2007 pada Tabel 3. menunjukkan bahwa dari total luas tegakan berumur 40 tahun ke atas terdapat 89,4 areal tanah
kosong dan tanaman jati bertumbuhan kurang dan 10,6 areal miskin riap. Besarnya potensi tanah kosong dan miskin riap diakibatkan karena kurangnya pemeliharaan
dan pengamanan terhadap tegakan jati yang ada di KPH Bojonegoro. Tabel 3 Luas dan persentase tanah kosong, tanaman jati bertumbuhan kurang dan
miskin riap berdasarkan hasil audit sumberdaya hutan tahun 2007
Kelas hutan Luas ha
Persentase
Miskin Riap MR 1542,5
10,6 Tanah kosong dan tanaman jati bertumbuhan
kurang TK dan TJBK 13020,7
89,4
Jumlah 14563,2
100,0
Dugaan penurunan potensi hutan akibat kerusakan atau gangguan keamanan hutan ini tercermin dari meningkatnya kelas hutan tanah kosong TK dan tanaman
jati bertumbuhan kurang TJBK yang cukup tinggi. Data realisasi dan rencana pada Tabel 4. menunjukkan persentase penambahan luas tanaman baru pada awal jangka
1992-2001 diasumsikan sebesar 38,4 dan pada jangka 2002-2011 diasumsikan sebesar 57,7 dari total luas areal non produktif tanah kosong, tanaman jati
bertumbuhan kurang, dan bekas tebangan, sehingga diperoleh rata-rata potensi tanaman baru kelas umur I yaitu sebesar 48,1 . Hal ini menunjukkan bahwa hanya
48,1 dari total kerusakan pada jangka sebelumnya yang ditanami kembali menjadi kelas umur I, sedangkan sisanya masih berupa tanah kosong dan tanaman jati
bertumbuhan kurang pada awal jangka berikutnya. Hal ini cukup logis karena pada jangka sebelumnya selalu ada areal non produktif yang tidak sepenuhnya dapat
ditanami kembali menjadi kelas umur I pada jangka berikutnya. Data realisasi luas tebangan dan tanaman jati selama periode 1992-2007 di
KPH Bojonegoro disajikan pada Tabel 5. Data realisasi luas tebangan pada jangka 1992-2001 lebih besar daripada luas tanaman sehingga proporsi tanam terhadap
tebangan sebesar 77,3 . Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan tanam tidak menutupi semua lahan yang telah ditebang.
Tabel 4 Persentase penambahan luas tanaman baru kelas umur I berdasarkan data rencana dan realisasi mulai tahun 1982-2011
Jangka RPKH
Lama jangka
tahun Luas awal jangka
ha Luas tebangan
ha Potensi
rehabilitasi Luas
kelas
umur I ha
jangka berikut
Proporsi kelas umur
I rehabilitasi
TK TJBK
A2 B+D
1992-2001 10
1231,6 2975,8
3872,0 4225,0
12304,0 4729,7
38,4 2002-2011
6 974,6
5041,1 1110,0
4064,0 11189,7
6460,9 57,7
Hasil realisasi selama enam tahun pada jangka 2002-20011 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan luas areal tanaman jati bahkan melebihi luas tebangan.
Sehingga proporsi luas tanaman terhadap luas tebangan yang diperoleh meningkat sebesar 292,7 . Hal ini menandakan adanya upaya penanaman dalam upaya
meningkatkan potensi dan produksi jati. Tabel 5 Rekapitulasi realisasi luas tebangan dan tanaman jati selama periode 1992-
2007 di KPH Bojonegoro
Luas tebangan Luas tanaman ha
Proporsi Jangka
RPKH Tahun
A2 ha B+D ha
Proporsi BA Tumpangsari
Banjar harian Total
tanamtebang
2002- 2011
2011 2010
2009 2008
2007 111
496 446,8
4832 4832
796,0 2006
237 157
66,2 2866
2866 727,4
2005 87
976 1121,8
1596 1596
150,1 2004
212 1299
612,7 1615
1615 106,9
2003 178
671 377,0
1018 1018
119,9 2002
285 465
163,2 3218
3218 429,1
Jumlah 1110,0
4064,0 366,1
15145,0 292,7
1992- 2001
2001 431
628 145,7
1376 1376
129,9 2000
408 418
102,5 1047
1047 126,8
1999 357
120 33,6
750 750
157,2 1998
470 53
11,3 469
469 89,7
1997 313
426 136,1
633 633
85,7 1996
474 458
96,6 422
422 45,3
1995 382
399 104,5
544 544
69,7 1994
432 603
139,6 534
534 51,6
1993 306
1120 366,0
482 482
33,8 1992
299 518
Jumlah 3872
4225 109,1
6257 77,3
Sumber : Buku Statistik Perum Perhutani Unit II Jawa Timur
5.3 Kelestarian Tegakan