Kelas Perusahaan Pembedaan Kelas Hutan

yang maksimal dapat diperoleh sepanjang waktu tanpa membahayakan hasil di masa yang akan datang, dan oleh karena itu kelestarian hasil hutan dapat dipertahankan.

2.3 Kelas Perusahaan

Kelas perusahaan adalah nama dari suatu kesatuan pengusahaan hutan yang diambil dari salah satu dari tiga kemungkinan yang dapat dipilih, yaitu : nama jenis pohon atau hasil hutan utama lainnya yang diambil atau diusahakan, tujuan penggunaan kayu yang dijadikan hasil utama atau sistem silvikultur utama yang dipergunakan dalam suatu kesatuan pengusahaan dan diatur kelestarian hasilnya Suhendang et al. 2005. KPH Bojonegoro ditetapkan sebagai kelas perusahaan Tebang Habis Jati, dengan demikian setiap usaha penebangan habis harus selalu diikuti dengan usaha penanaman kembali permudaan. Oleh sebab itu, agar selalu diusahakan penanaman kembali dengan menggunakan jenis tanaman pokok kelas perusahaan, yaitu jenis jati dengan menggunakan bibit yang berkualitas tinggi Perum Perhutani 2001. Untuk tanah-tanah kosong yang kurang tidak baik untuk jati dapat ditanami dengan jenis lain yang sesuai untuk tempat tersebut. Pada lahan yang ditanami jenis kayu lain setelah kondisi tanah meningkat lebih baik, maka tanaman kayu lain diganti dan ditanami dengan jenis sesuai kelas perusahaannya.

2.4 Pembedaan Kelas Hutan

Kelas hutan adalah penggolongan kawasan hutan ke dalam kelas-kelas berdasarkan aspek dan tujuan tertentu. Aspek yang digunakan dalam pembagian penggolongan kawasan hutan adalah kondisi fisik kawasan, kesesuaian lahan, lingkungan dan vegetasi. Tujuan penggolongan kawsan hutan ke dalam kelas-kelas hutan adalah untuk menentukan tindakan silvikultur yang perlu dilakukan pada tiap kelas hutan Perum Perhutani 1992. Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Kehutanan No. 143KptsDjI1974 pengaturan kelestarian hutan memerlukan pemisahan hutan ke dalam kelas hutan berdasarkan tujuan pengusahaannnya, yaitu bukan untuk produksi 4 dan untuk produksi. Kelas hutan bukan untuk produksi adalah kawasan hutan yang karena berbagai-bagai sebab tidak dapat disediakan untuk penghasilan kayu danatau hasil hutan lainnya, yang terdiri dari TBP tak baik untuk penghasilan, LDTI lapangan dengan tujuan istimewa, SAHW suaka alamhutan wisata, dan hutan lindung. Kelas hutan untuk produksi merupakan lapangan-lapangan untuk menghasilkan kayu danatau hasil hutan lainnya, yang terdiri dari kawasan untuk produksi kayu jati dan bukan untuk produksi kayu jati. Kawasan yang baik untuk produksi kayu jati, dibagi atas kawasan baik untuk perusahaan tebang habis dan tidak baik untuk perusahaan tebang habis TBPTH, sedangkan kawasan yang bukan untuk produksi kayu jati, dibagi lagi atas kawasan tak baik untuk jati, tanaman jenis kayu lain TJKL, dan hutan lindung terbatas HLT. Kawasan yang baik untuk perusahaan tebang habis, dibagi ke dalam kawasan produktif dan tidak produktif. Kawasan ditumbuhi dengan hutan jati produktif dibagi lagi dalam kelas-kelas hutan yang didasarkan atas umur kelas umur dan keadaan hutannya. Kelas umur I sd XII KU I sd XII yaitu semua hutan tanaman jati yang memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu dipisah-pisahkan ke dalam 12 kelas umur. Masing-masing meliputi 10 tahun, sehingga hutan-hutan yang pada permulaan jangka perusahaan berumur 1 sampai 10 tahun, dimasukkan ke dalam kelas umur ke I, hutan- hutan yang berumur 11 sd 20 tahun tergolong ke dalam kelas umur ke II, dst. Kelas hutan masak tebang MT adalah tegakan-tegakan yang berumur 120 tahun atau lebih dan baik, termasuk ke dalam ”masak tebang” lengkapnya : sudah masak untuk ditebang = sudah waktunya boleh ditebang. Batas umur tertinggi untuk kelas hutan ini tidak ada dan keadaan hutan ini, demikian baiknya, hingga penebangannya dapat ditunda dalam waktu yang agak lama dengan tidak menimbulkan kerugian apa-apa. Untuk keperluan penetapan bonita, umurnya ditetapkan 120 tahun. Jika batang dan tajuk pohon-pohon mempunyai banyak cacat-cacat itu seharusnya dimasukkan ke dalam kelas hutan miskin riap. Kelas hutan miskin riap MR adalah semua hutan jati yang berdasarkan keadaannya tidak memuaskan, yaitu tidak ada harapan mempunyai riap yang cukup, dimasukkan ke dalam kelas hutan ”miskin riap”. Hutan-hutan 5 semacam itu perlu secepat mungkin ditebang habis dan diganti dengan tanaman jati yang baru Perum Perhutani 1974. Kawasan yang termasuk kawasan tidak produktif, yaitu : lapangan tebang habis jangka lampau LTJL, tanah kosong TK, hutan kayu lain terdiri dari TKLdan HAKL, dan hutan jati bertumbuhan kurang terdiri dari TJBK dan HAJBK.

2.5 Bentuk Tebangan