4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Sifat-Sifat Gambut di Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini terletak di agroekosistem kelapa sawit yang berada pada 2 dua lokasi berbeda yaitu Kebun Meranti Paham Ajamu 2 dan Kebun
Panai Jaya Ajamu 3 masing- masing mewakili umur tanam kelapa sawit, yaitu umur 18, 13, 11, 9, 2, 1 dan 1 tahun. Kematangan gambut dari kedua kebun
tersebut beragam dari saprik sampai fibrik. Keberagaman kematangan gambut pada Kebun Meranti Paham cenderung secara vertikal, dimana bagian permukaan
memiliki kematangan saprik karena lahan ini telah lebih dari 25 tahun dibuka dan telah mengalami berbagai pengolahan lahan, drainase dan pemupukan yang
intensif sehingga mempercepat proses dekomposisi. Sementara itu kematangan pada Kebun Panai Jaya sangat beragam baik secara vertikal maupun horisontal
disebabkan lahan ini baru mengalami pembukaan sekitar 4 tahun sehingga belum mengalami dekomposisi lanjut. Sifat-sifat gambut pada lokasi penelitian secara
lebih jelas disajikan pada Lampiran 1. Berdasarkan kematangan gambut maka diperoleh bobot isi saprik, hemik
dan fibrik masing-masing berkisar antara 0.135-0.175 gcc, 0.073-0.150 gcc dan 0.10-0.122 gcc. Bobot isi merupakan sifat gambut yang penting untuk diketahui
karena berbagai sifat gambut yang lain sangat dipengaruhi oleh bobot isi. Hasil penelitian ini sejalan dengan beberapa penelitian terdahulu yang menyatakan
bahwa bobot isi gambut sangat rendah Andriesse 1974; Driessen and Rochimah 1976 dalam Andriesse 1988; Sumawinata dan Mulyanto 2004 dalam Sabiham
2006. Kecilnya bobot isi gambut mengakibatkan daya tumpu menjadi rendah sehingga akar tanaman tidak mampu bertumpu dengan kokoh.
Sementara pH H
2
O tidak menunjukkan keragaman pada berbagai tingkat kematangan karena masih dikelompokkan dalam kelas sangat masam. Tingginya
kemasaman gambut ini diduga akibat dari dekomposisi bahan gambut yang menghasilkan asam-asam organik. Semakin tebal gambut maka pHnya akan
semakin rendah Suhardjono dan Widjaja Adhi 1976 dalam Noor 2001. Ketebalan gambut pada lokasi penelitian rata-rata berkisar antara
127.42 cm sampai 502.92 cm, sehingga digolongkan sebagai gambut sedang
sampai gambut dalam. Lapisan bawahnya berupa endapan marin dan aluvial dengan bahan mineral berwarna abu-abu. Bahan induk berupa sisa-sisa daun,
dahan dan batang yang membusuk dan mengalami pelapukan. Kedalaman muka air dalam gambut berkisar antara 20 cm sampai 40 cm
pada saat penelitian. Kadar air pada lokasi penelitian pun tergolong tinggi pada saprik, hemik dan fibrik berturut-turut adalah berkisar antara 415.52 - 603.05 ,
620.12 - 978.57 , dan 629.44 - 851.50 . Namun pada musim kemarau sering terjadi kekeringan menyebabkan terbentuknya pasir semu psedousand sampai
pada ketebalan 2 cm dari permukaan tanah yang berkisar antara 3.09 sampai 11.35 . Terbentuknya pasir semu psedousand merupakan akibat dari peristiwa
kering tak balik. Gambut yang mengalami peristiwa ini sukar untuk memegang dan menyerap air kembali. Kondisi ini sebagai akibat dari menurunnya gugus
karboksilat COOH dan OH-fenolat Azri 1999. Cepatnya terjadi kering tak balik di daerah tropik disebabkan karena bahan induknya adalah kayu-kayuan
hardwood yang didominasi oleh kandungan lignin. Hasil pengamatan menunjukkan indikasi bahwa pasir semu psedousand yang terbentuk semakin
kecil dengan semakin lamanya pembukaan lahan Lampiran 2
a
]
. Kondisi ini diduga akibat pasir semu psedousand yang terbentuk sebagian besar telah
tererosi melalui angin danatau aliran air permukaan maupun terbawa saat terjadi banjir.
Hasil pengamatan di laboratorium yang ternyata menunjukkan keadaan sebaliknya dengan hasil pengamatan di lapangan tersebut. Hasilnya menunjukkan
semakin lama gambut mengalami kekeringan maka semakin besar potensi terjadinya peristwa kering tak balik Lampiran 3. Selanjutnya dari pengamatan
yang dilakukan dengan menggunakan metode WDPT Dekker and Risema 1994 dalam Haris 1998 maka diperoleh waktu rata-rata yang diperlukan sampai
terjadinya kering tak balik sampel gambut dari Kebun Meranti Paham dan Panai Jaya masing-masing adalah 70 menit dan 62.8 menit
b
]
. Gambut pada Kebun Panai Jaya lebih cepat mengalami kering tak balik karena memiliki keberagaman
kematangan saprik sampai fibrik, sedangkan pada Kebun Meranti Paham
a]
Kondisi saat penelitian ini dilakukan
b]
Pengeringan pada suhu 50
o
C
memiliki kematangan saprik dengan tingkat dekomposisi lanjut. Bisdom et al. 1993 berpendapat pada bahan organik segar dan separuh terdekomposisi akan
lebih besar sifat menolak air dibandingkan yang telah terdekomposisi lanjut. Berarti semakin kecil bobot isi gambut maka semakin besar peluang terjadinya
peristiwa kering tak balik. Cepatnya terjadi peristiwa kering tak balik pada lahan gambut harus
diperhatikan terutama terhadap pengaturan tata air. Apabila gambut sudah tidak mampu menyerap air maka gambut tidak akan mampu lagi berfungsi sebagai
kompleks pertukaran kation. Produktivitas lahan gambut akan semakin menurun meskipun dilakukan pemupukan tetapi pupuk akan mudah hilang terbawa oleh
media air atau menguap ke udara. Selain itu peristiwa kering tak balik juga menyebabkan penyusutan ketebalan subsidence yang dapat mengakibatkan
munculnya lapisan dibawah gambut. Jika bahan tersebut adalah bahan mineral yang kaya maka tidak akan bermasalah tetapi jika berupa pasir kuarsa atau tanah
sulfat masam maka lahan gambut tersebut tidak bisa digunakan sebagai media tempat pertanaman.
4.2 Kandungan C Organik dan Kadar Abu Gambut