Komponen Fisik Habitat Metode Pengumpulan Data

20 selanjutnya digunakan sebagai dasar dalam penentuan dan peletakan petak contoh. untuk melakukan pengambilan data fisik dan biotik habitat di tiap lokasi.

4.4.2. Penentuan dan Peletakan Petak Contoh

Untuk mengetahui vegetasi dan potensi pakan pada lokasi penelitian dilakukan pengukuran vegetasi dan potensi pakan di dalam petak-petak contoh berukuran 20 m x 20 m Soerianegara Indrawan 1988. Jumlah petak contoh pada tiap lokasi Bora, Kadidia dan Saluki adalah 15 petak contoh sehingga total petak contoh sebanyak 45 buah. Pengambilan data untuk penentuan faktor dominan komponen habitat maleo pada tiap lokasi dilakukan dengan menggunakan metode petak berganda Soerianegara Indrawan 1988 pada petak contoh panjang 20 m dan lebar 20 m. Tiap jenis aktivitas maleo bertelur, beristirahat dan mencari pakan diwakili oleh 10 petak contoh pada tiap lokasi sehingga untuk tiap lokasi terdapat 30 petak contoh. Total petak contoh di seluruh lokasi adalah sebanyak 90 buah. Peletakan petak contoh pertama pada aktivitas beristirahat dan mencari pakan dilakukan berdasarkan hasil pengamatan aktivitas maleo di lapangan sedangkan petak kedua dan seterusnya dilakukan secara sistematis dengan jarak tiap petak yaitu 50 meter. Peletakan petak contoh untuk aktivitas bertelur dilakukan secara purposive pada lubang-lubang peneluran maleo di tiap lokasi penelitian.

4.4.3. Komponen Fisik Habitat

Komponen fisik habitat burung maleo yang diukur dan diamati adalah ketinggian tempat, kelerengan lahan, ketersediaan sumber panas bumi geothermal serta kemasaman pH tanah. Pengamatan komponen fisik habitat dilakukan di setiap petak contoh pada tiap jenis aktivitas burung maleo yang teramati. a. Ketinggian tempat. Untuk mengetahui ketinggian tempat lokasi penelitian dilakukan pengukuran dengan menggunakan GPS. Hasil penelitian Butchart et al. 1998 dan Ma’dika et al. 2001 menyebutkan bahwa habitat dan lokasi bertelur burung maleo di TNLL berkisar antara 115–1135 m dpl. b. Kelerengan lahan. Pengukuran kelerengan lahan dilakukan dengan suunto clinometer dan GPS receiver yang selanjutnya dikalibrasi terhadap peta 21 kontur dan peta kelerengan yang dimiliki oleh TNLL. Penghitungan gradien dan persentase kemiringan lahan slope dapat dihitung melalui peta dengan melakukan pengambilan data lokasi dengan GPS di dua titik kemudian titik tersebut dimasukkan ke dalam peta sehingga dapat dihitung besarnya gradien atau slope antara dua titik tersebut Rabinowitz 1997. Butchart et al. 1998 menemukan bahwa lubang-lubang peneluran burung maleo di TNLL berada di areal yang datar dan areal yang curam dengan kemiringan hingga 80 c. Kemasaman tanah pH. Dasar penetapan peubah tersebut adalah bahwa tanah mempunyai pengaruh terhadap penyebaran flora dan fauna. Pengukuran kemasaman pH tanah di lokasi habitat burung maleo dilakukan dengan menggunakan pH meter tanah. Kandungan bahan kimia tanah bervariasi, beberapa tanah ada yang bersifat alkalis, asam dan netral Alikodra 1990. d. Ketersediaan sumber panas bumi. Untuk mengetahui kondisi ketersediaan sumber panas bumi dilakukan inventarisasi dengan menggunakan alat bantu berupa GPS dan termometer. Indikator yang digunakan adalah adanya sumber air panas bumi. Data yang dikumpulkan berupa nama dan posisi sumber air panas dan suhu. Pengukuran suhu pada tiap sumber air panas dilakukan sebanyak tiga kali yaitu pada pusat keluarnya air panas serta pada jarak 1 m dan 2 m dari pusat keluarnya air panas Di pedalaman daratan inland maleo memanfaatkan sumber panas bumi untuk menetaskan telurnya Dekker 1990, Jones et al. 1995.

4.4.4. Komponen Biotik Habitat

Dokumen yang terkait

Strategi Burung Maleo (Macrochepalon maleo SAL. MULLER 1846) dalam Seleksi Habitat Tempat Bertelurnya di Sulawesi

1 13 236

Biologi Perkembangan Burung Maleo (Macrocephalon maleo, Sall, Muller 1846) yang Ditetaskan Secara Ex Situ

3 48 190

Pendugaan Populasi, Preferensi Habitat Peneluran dan Pola Sebaran Maleo (Macrocephalon maleo Sal Muller 1846) Berdasarkan Keberadaan Sarang di Kawasan Taman Nasional Lore Lindu Kabupaten Donggala Propinsi Sulawesi Tengah.

0 16 97

Analisis kondisi lokasi bertelur maleo senkawor (macrocephalon maleo) di kabupaten Mamuju provinsi Sulawesi Barat

0 7 204

Analisis Preferensi Habitat Burung Maleo (Macrocephalon maleo) di Taman Nasional Lore Lindu Sulawesi Tengah

3 27 70

Karakteristik Fisik Sarang Burung Maleo (Macrocephalon maleo) Di Suaka Margasatwa Pinjan-Tanjung Matop, Sulawesi Tengah.

0 0 7

Estimasi Populasi Dan Karakteristik Fisik Burung Maleo (Macrophalon Maleo) Di Resort Saluki Desa Tuva Kawasan Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) | Yanto Samana | GeoTadulako 5790 19169 1 PB

0 0 21

KARAKTERISTIK TANAH DAN MIKROKLIMAT HABITAT BURUNG MALEO (MACROCEPHALON MALEO) DI TAMAN NASIONAL LORE LINDU SULAWESI TENGAH (Soil Characteristics and Microclimate of Habitat Maleo Bird (Macrocephalon Maleo) in Lore Lindu National Park Central Sulawesi | H

0 0 6

POTENSI PENGEMBANGAN WISATA ALAM DI HABITAT MALEO (Macrocephalon maleo) TAMAN NASIONAL LORE LINDU BIDANG PENGELOLAAN WILAYAH (BPW) I SALUKI KEC. GUMBASA KAB. SIGI | Nurdianti | Jurnal Warta Rimba 1945 5673 1 PB

0 0 8

STUDI KARAKTERISTIK MIKRO-HABITAT BURUNG MALEO (Macrocephalon maleo) PADA KAWASAN TAMAN NASIONAL RAWA AOPA WATUMOHAI (TNRAW) SULAWESI TENGGARA

0 1 14