Lanjutan Tabel 3. Control
Melanjutkan peningkatan Secara terus-menerus memonitor kinerja
Diagram control Process sigma value
COPQ
Sumber : Gaspersz, 2007 Pande, et al 2000 menyatakan bahwa penggunaan DMAIC tidak dapat
digunakan secara sembarangan, karena ada tiga kualifikasi yang mendasari, yaitu :
1. Ada celah antara kinerja sekarang dengan kinerja yang diharapkan. “Kenali
dulu bagian dari proses yang bermasalah”. Pertama-tama harus menentukan
permasalahan apa yang dipecahkan, atau kesempatan apa untuk diraih. 2. Penyebab masalah tidak dapat dipahami secara benar. Perusahaan mungkin
hanya mengerti secara teori, tetapi tidak mengetahui akar penyebab masalah, atau solusi perusahaan untuk mengatasi masalah tidak berjalan
efektif. 3. Solusi belum ditetapkan, apalagi yang optimal. Bila perusahaan sudah
merencanakan perubahan jangka pendek, masih ada kesempatan untuk menerapkan Six Sigma, “Penetapan secara cepat” dapat menghemat waktu
untuk menetapkan analisis yang lebih akurat. Bila suatu usaha secara nyata telah dijalankan untuk menjembatani “celah” tersebut, maka penerapan Six
Sigma tidak akan berguna. Kinerja perusahaan dapat “melampaui” DMAIC
bila penetapan tepat atau solusinya benar-benar tepat. Tidak ada kebijakan Six Sigma yang melarang melakukan sesuatu selama pendekatan dalam
pencapaian perbaikan terjamin.
2.8. Keunggulan Six Sigma
Miranda dan Tunggal 2006 menyebutkan kebaikan dan keunggulan Six Sigma dibandingkan manajemen pengendalian mutu yang lain seperti Malcolm
Baldrige Criteria dan Total Quality Management, yaitu :
1. Dimulai dari pihak pelanggan. Six Sigma mengukur permintaan dalam arti sebenarnya dari apa yang dibutuhkan pelanggan. Hal ini menguntungkan
kedua belah pihak dalam memikirkan apa-apa yang benar-benar penting. 2. Menyediakan pengukuran yang sifatnya konsisten. Dengan berfokus pada
cacat atau kemungkinan terjadinya cacat, pengukuran Six Sigma dapat digunakan untuk mengukur dan membandingkan proses-proses yang benar-
benar berbeda di dalam organisasi atau antar organisasi. Begitu anda mendefinisikan kebutuhan secara jelas, anda akan dapat mendefinisikan
“cacat” dan mengukur hampir tiap aktivitas atau proses usaha. 3. Menyatukan tujuan yang penuh ambisi. Dengan memusatkan perhatian
seluruh organisasi pada tujuan kinerja 99,9996 dapat membuat perbaikan yang cukup nyata.
Six Sigma memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan Sistem Manajemen Mutu yang lain seperti ertifikasi ISO 9000 dan Total Quality
Management. Keunggulan Six Sigma dibanding sistem manajemen mutu lain adalah :
1. Menggunakan isu biaya, siklus waktu dan isu bisnis lainnya sebagai bagian yang harus diperbaiki.
2. Six Sigma tidak menggunakan ISO 9000 dan Malcolm Baldrige Criteria tetapi fokus pada penggunaan alat untuk mencapai hasil yang terukur.
3. Six Sigma memadukan semua tujuan, organisasi dalam satu kesatuan. Mutu hanyalah salah satu tujuan dan tidak berdiri sendiri atau lepas dari
tujuan bisnis lainnya. 4. Six Sigma menciptakan change agent yang bukan bekerja di Quality
Departement . Green Belt adalah para operator yang bekerja pada proyek
Six Sigma sambil mengerjakan tugasnya. www.wikipedia.orgwikiPerbedaanSixSigmadanTotalQualityManagement,
2008 Selain keunggulan yang telah diungkapkan beberapa tokoh Six Sigma
diatas, terdapat keunggulan lain Six Sigma yang diungkapkan oleh Miranda dan
Tunggal. Miranda dan Tunggal 2006 mengungkapkan keunggulan-keunggulan lain Six Sigma, yaitu :
1. Six Sigma memungkinkan adanya integrasi dan penyatuan bagian bawah sampai atas manajemen.
2. Tujuan yang ditetapkan pada Six Sigma perspective jelas. 3. Six Sigma tidak hanya diterapkan pada bidang jasa dan proses transaksional,
tetapi juga di bagian manufacturing. Selain memiliki banyak kelebihan, Six Sigma tetap memiliki kekurangan dan
kelemahan dalam implementasinya. Beberapa kelemahan Six Sigma menurut Chandra 2002 adalah :
a. Phobia terhadap statistik . Butuh waktu dan kemauan untuk mempelajari statistik yang menjadi dasar Six Sigma. Bany
ak orang langsung „alergi‟ mendengar kata statistik.
b. Biaya pelatihan sumber daya untuk memberi pelatihan kepada sejumlah orang, bukan hanya biaya pelatihan tapi juga kegiatan yang terganggu atau
harus digantikan orang lain. Dengan biaya puluhan bahkan ribuan dollar hanya perusahaan besar yang mempunyai modal awal cukup untuk memulai
program Six Sigma ini. c. Pengukuran CTQ
Selain subjektivitas, CTQ juga terkadang tidak dapat mencerminkan kondisi yang sebenarnya. Misalnya CTQ = jumlah pesawat yang tinggal landas tepat
waktu atau jumlah kecelakaan di suatu lokasi konstruksi. Ukuran ini tidak mengukur seberapa terlambat pesawat tersebut atau seberapa serius
kecelakaan yang terjadi. d. Ketidakmampuan melihat secara sistem
Penentuan tujuan per proyek menimbulkan resiko pemikiran pelaku Six Sigma terkotak-kotak hanya pada proyek yang sedang dijalankan. Ini
menyebabkan tidak tercapainya peningkatan yang optimal. Dengan kata lain, yang tercapai adalah optimum lokal, bukan global.
2.9. Analisis Sistem