bidang manajemen mutu. Six Sigma yang diterapkan oleh Motorola ini diterima secara luas oleh dunia industri, karena sistem-sistem manajemen mutu yang ada
tidak mampu melakukan peningkatan mutu secara dramatik menuju tingkat kegagalan nol zero defect. Banyak sistem manajemen mutu seperti Malcom
Baldrige National Quality Award MBNQA, ISO 9000 dan lain-lain hanya
menekankan pada upaya peningkatan mutu terus-menerus berdasarkan kesadaran mandiri manajemen, tanpa memberikan solusi yang ampuh bagaimana terobosan
harus dilakukan untuk meningkatkan mutu secara dramatik menuju tingkat kegagalan nol.
Prinsip pengendalian dan peningkatan mutu Six Sigma Motorola mampu menjawab tantangan ini, dan terbukti Motorola selama kurang lebih sepuluh
tahun setelah implementasi konsep Six Sigma telah mampu mencapai 3,4 DPMO defect per million opportunities-kegagalan per satu juta kesempatan. Beberapa
keberhasilan Motorola yang patut dicatat dari aplikasi program Six Sigma adalah sebagai berikut :
1. Peningkatan produktivitas rataan 12,3 pertahun. 2. Penurunan Cost of Poor Quality COPQ lebih daripada 84.
3. Eliminasi kegagalan dalam proses sekitar 99,7. 4. Penghematan biaya manufacturing lebih dari 11 milyar.
5. Peningkatan tingkat pertumbuhan tahunan rataan 17 dalam penerimaan keuntungan dan harga saham Motorola.
2.7. Fase Six Sigma
Gasperz 2007 secara umum menyebutkan bahwa, Six Sigma lebih
menonjolkan pendekatan DMAIC define, mesure, analyze, improve dan control. DMAIC digunakan untuk meningkatkan proses bisnis yang telah ada
sedemikian rupa, sehingga mencapai zero defect. DMAIC terdiri dari lima tahap berikut :
a. Define adalah mendefinisikan secara formal sasaran peningkatan proses
yang konsisten dengan permintaan atau kebutuhan pelanggan dan strategi perusahaan.
b. Measure adalah mengukur kinerja proses pada saat sekarang baseline
measurement agar dapat dibandingkan dengan target yang diterapkan. Lakukan pemetaan proses dan mengumpulkan data yang berkaitan dengan
indikator kinerja kunci KPIs. c.
Analyze adalah menganalisa hubungan sebab-akibat berbagai faktor yang dipelajari untuk mengetahui faktor-faktor dominan yang perlu dikendalikan.
d. Improve adalah mengoptimalisasikan proses menggunakan analisis-analisis
seperti Design of Experiments DOE dan lain-lain, untuk mengetahui dan mengendalikan kondisi optimum proses.
e. Control adalah melakukan pengendalian terhadap proses secara terus
menerus untuk meningkatkan kapabilitas proses menuju target Six Sigma. Pengimplementasian Six Sigma dalam pengendalian cacat produk dapat
dilakukan dengan pendekatan DMAIC sebagai tahapan pelaksanaannya. Contoh penggunaan pendekatan DMAIC dalam pengendalian mutu produk
dapat ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel. 2 Tinjauan strategi perbaikan proses pada model DMAIC
Define Identifikasi masalah
Definisi kebutuhan Tetapkan tujuan
Measure Pertegas permasalahan proses
Membenarkan pengetahuan tujuan Ukur langkah-langkah inti
Analyze Kembangkan hipotesis
Identifikasi akar penyebab utama Validasi hipotesis
Improve Kembangkan ide untuk menghilangkan akar penyebab
permasalahan Uji solusi
Tetapkan solusi hasil pengukuran
Control Buat standar pengukuran untuk memelihara kinerja
Bereskan permasalahan sesuai dengan tujuan yang diinginkan
Sumber : Miranda dan Tunggal, 2006 Implementasi Six Sigma dengan pendekatan DMAIC dapat menggunakan
beberapa alat pengumpulan data, metodologi dan alat analisis pengambilan keputusan yang akan membantu implementasi Six Sigma. Gaspersz 2007
menyebutkan pengunaan tools dalam DMAIC sebagai define, measure, analyze, improve
dan control seperti dimuat pada Tabel 3.
Tabel 3. Metodologi DMAIC Six Sigma
Define Mendefinisikan permasalahan dengan bantuan
Quality Function Deployment QFD
Measure Pengumpulan data
Mapping Proses COPQ
Analyze Analisa data yang terkumpul
Control Chart Pareto
Diagram Korelasi
Improve Solusi yang direkomendasikan
Implementasi solusi Pengujian hipotesis
Pengkajian ulang hasil
Lanjutan Tabel 3. Control
Melanjutkan peningkatan Secara terus-menerus memonitor kinerja
Diagram control Process sigma value
COPQ
Sumber : Gaspersz, 2007 Pande, et al 2000 menyatakan bahwa penggunaan DMAIC tidak dapat
digunakan secara sembarangan, karena ada tiga kualifikasi yang mendasari, yaitu :
1. Ada celah antara kinerja sekarang dengan kinerja yang diharapkan. “Kenali
dulu bagian dari proses yang bermasalah”. Pertama-tama harus menentukan
permasalahan apa yang dipecahkan, atau kesempatan apa untuk diraih. 2. Penyebab masalah tidak dapat dipahami secara benar. Perusahaan mungkin
hanya mengerti secara teori, tetapi tidak mengetahui akar penyebab masalah, atau solusi perusahaan untuk mengatasi masalah tidak berjalan
efektif. 3. Solusi belum ditetapkan, apalagi yang optimal. Bila perusahaan sudah
merencanakan perubahan jangka pendek, masih ada kesempatan untuk menerapkan Six Sigma, “Penetapan secara cepat” dapat menghemat waktu
untuk menetapkan analisis yang lebih akurat. Bila suatu usaha secara nyata telah dijalankan untuk menjembatani “celah” tersebut, maka penerapan Six
Sigma tidak akan berguna. Kinerja perusahaan dapat “melampaui” DMAIC
bila penetapan tepat atau solusinya benar-benar tepat. Tidak ada kebijakan Six Sigma yang melarang melakukan sesuatu selama pendekatan dalam
pencapaian perbaikan terjamin.
2.8. Keunggulan Six Sigma