Pengendalian Mutu pada Produksi Tuna Loin ( Thunnus sp.) dengan Metode Six Sigma. Studi Kasus: PT X

(1)

MARIAH

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(2)

MARIAH. C34070070. Pengendalian Mutu pada Proses Produksi Tuna Loin (Thunnus sp.) dengan Metode Six Sigma. Dibimbing oleh HERU SUMARYANTO dan JOKO SANTOSO.

Ikan Tuna (Thunnus sp.) merupakan salah satu komoditas perikanan Indonesia yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan mampu menembus pasar internasional. Salah satu olahan dari ikan tuna diantaranya adalah tuna loin. Tuna loin merupakan produk setengah jadi yang banyak digunakan oleh perusahaan untuk diolah menjadi produk akhir. Perusahaan satu bersaing dengan perusahaan lain agar membuat strategi untuk menghasilkan kualitas yang baik dan konsisten.

Six sigma merupakan suatu terobosan baru dalam bidang manajemen mutu untuk menghasilkan peningkatan kualitas menuju tingkat kegagalan nol. Konsep six sigma didasari oleh kepuasan pelanggan apabila mereka menerima nilai yang diharapkan. Sebagai ilustrasi, apabila produk (barang/jasa) diproses pada tingkat kualitas six sigma, maka perusahaan boleh mengharapkan 3,4 kegagalan persejuta kesempatan defects per million opportunities (DPMO) atau mengharapkan bahwa 99,99966 persen dari apa yang diharapkan pelanggan akan ada dalam produk itu.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kestabilan produksi tuna loin melalui rataan berat tuna utuh, tuna loin, dan rendemen yang dihasilkan melalui grafik kendali mutu serta melihat kemampuan proses dalam menghasilkan produk tuna loin melalui pengukuran kapabilitas proses. Keadaan proses yang meliputi berat rataan tuna utuh, produksi tuna loin, dan rendemen menunjukkan proses terkendali karena tidak terdapat data-data yang melewati batas kontrol atas maupun batas kontrol bawah (UCL dan LCL). Kestabilan proses produksi dilihat dari nilai kapabilitas proses penerimaan tuna utuh, produksi loin, dan rendemen yang dihasilkan secara berurutan, yaitu 1,00; 1,44; 1,00. Artinya keadaan proses produksi loin berada dalam keadaan tidak mampu sampai dengan cukup mampu untuk menghasilkan produk sesuai dengan spesifikasi.


(3)

MARIAH

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Pengendalian Mutu pada Proses Produksi Tuna Loin ( Thunnus sp.) dengan Metode Six Sigma” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2011

Mariah C34070070


(5)

Nama : Mariah

NRP : C34070070

Departemen : Teknologi Hasil Perairan

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Heru Sumaryanto, M.Si Dr. Ir. Joko Santoso, M.Si NIP. 1961 0409 1989 03 1 003 NIP. 1967 0922 1992 03 1 003

Mengetahui:

Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan

Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS., MPhil. NIP. 19580511 198503 1 002


(6)

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Pengendalian Mutu pada Produksi Tuna Loin (Thunnus sp.) dengan Metode Six Sigma. Studi Kasus: PT X”.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Perikanan di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan usulan penelitian ini, terutama kepada:

1. Bapak Ir. Heru Sumaryanto, M.Si sebagai dosen pembimbing pertama yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Ir. Joko Santoso, M.Si sebagai dosen pembimbing kedua yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, MPhil selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan.

4. Bapak Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb, Dipl. Biol sebagai Komisi Pendidikan Departemen Teknologi Hasil Perairan.

5. Bapak Nur Hadi Pituyo S.ST.Pi selaku Kepala Quality Assurance PT. X untuk melakukan penelitian di Perusahaan X.

6. Keluarga terutama Ibu, Bapak (Alm), serta adik tercinta (Cecep Ruhiat) yang selalu memberikan doa, semangat dan cinta kepada Penulis.

7. Tim Six Sigma (Dyhart Putri Mentari) atas kerjasama, perjuangan dan semangatnya.

8. Tim se-penelitian (Anak- anak STP, APS, SMK Pelayaran Sukabumi, SMK Pelayaran Lampung, dan anak-anak SMK pelayaran Ambon) yang telah memberikan semangat dan motivasi pada Penulis


(7)

10.Teman-teman THP 44 yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas dukungan dalam peyelesaikan skripsi ini.

11.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah banyak membantu Penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, Penulis mengharapkan saran dan kritik yang dapat membangun dalam penyempurnaan penyusunan usulan penelitian ini. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Bogor, September 2011


(8)

Penulis dilahirkan pada tanggal 30 September 1988 di Sumedang, Jawa Barat dari pasangan Bapak Sunadi (Alm) dan Ibu Ikah. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis memulai pendidikan formal di SDN Citepok pada tahun 1995 dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 2 Paseh, lulus pada tahun 2004 dan di SMAN 2 Cimalaka, kabupaten Sumedang, lulus pada tahun 2007. Selanjutnya, penulis menempuh pendidikan di Program Studi Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, melalui jalur USMI pada tahun 2007.

Penulis pernah aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan, antara lain sebagai bendahara departemen PBOS serta bendahara umum Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (BEM FPIK) pada tahun 2008-2010. Penulis juga aktif dalam kepanitiaan berbagai kegiatan kemahasiswaan di Institut Pertanian Bogor. Penulis juga aktif sebagai anggota dari Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Sumedang.

Penulis melakukan penelitian yang berjudul “Pengendalian Mutu pada Produksi Tuna Loin (Thunnus sp.) dengan Metode Six Sigma Studi Kasus: PT X” sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyelesaikan penelitian dibawah bimbingan Ir. Heru Sumaryanto, M.Si dan Dr. Ir. Joko Santoso, M.Si.


(9)

Teks Halaman

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Batasan Masalah ... 2

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Tuna ( Thunnus sp.) ... 4

2.2 Komposisi Nilai Gizi Ikan Tuna ... 5

2.3 Tuna Loin Beku ... 6

2.4 Persyaratan Mutu dan Keamanan Pangan Tuna Loin Beku ... 7

2.5 Definisi Mutu ... 8

2.6 Pendekatan Pengendalian Mutu ... 9

2.6.1 Pendekatan bahan baku ... 9

2.6.2 Pendekatan proses produksi ... 10

2.6.3 Pendekatan produk akhir ... 11

2.7 Pengendalian Mutu ... 12

2.8 Statistical Process Control (SPC) ... 13

2.9 Six Sigma ... 13

2.9.1 Grafik kendali ... 15

2.9.2 Diagram sebab akibat ... 17

2.9.3 Kapabilitas proses ... 18

3 METODOLOGI ... 21

3.1 Kerangka Pemikiran ... 21

3.2 Metode Pengumpulan Data ... 21

3.3 Tahapan Penelitian ... 22

3.4 Metode Analisis Data ... 24


(10)

4.2.1 Penerimaan bahan baku ... 29

4.2.2 Pencucian ... 29

4.2.3 Penyimpanan sementara ... 30

4.2.4 Penimbangan I ... 30

4.2.5 Pemotongan ... 30

4.2.6 Pembentukan loin ... 31

4.2.7 Pembuangan kulit ... 31

4.2.8 Pembuangan daging gelap ... 32

4.2.9 Perapihan ... 32

4.2.10 Penimbangan II ... 33

4.2.11 Pemberian gas CO ... 33

4.2.12 Pengemasan primer ... 33

4.2.13 Pemvakuman ... 34

4.2.14 Pembekuan ... 34

4.2.15 Penimbangan III ... 35

4.2.16 Pengemasan sekunder dan pelabelan ... 35

4.3 Perancangan Metode DMAIC ... 36

4.3.1 Pengendalian mutu terhadap rataan tuna ... 38

4.3.2 Pengendalian mutu terhadap berat rataan tuna loin ... 40

4.3.3 Pengendalian mutu terhadap berat rataan rendemen loin .. 42

4.3.4 Diagram sebab-akibat penerimaan tuna ... 44

4.3.5 Diagram sebab-akibat produksi tuna ... 46

4.3.6 Diagram sebab-akibat rendemen tuna ... 47

4.3.7 Kapabilitas proses ... 49

5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 53

5.1 Simpulan ... 53

5.2 Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54

LAMPIRAN ... 57


(11)

Nomor Halaman

1 Ikan tuna (Thunnus albacore) ... 4

2 Grafik kendali secara umum ... 16

3 Diagram sebab akibat ... 17

4 Kurva indeks kapabilitas proses ... 19

5 Penerimaan bahan baku ikan tuna ... 29

6 Pencucian ikan tuna ... 29

7 Penyimpanan ikan tuna sementara ... 30

8 Penimbangan ikan tuna ... 30

9 Pemotongan ... 31

10 Pembentukan loin ... 31

11 Pembuangan kulit ... 32

12 Pembuangan daging gelap ... 32

13 Perapihan ... 32

14 Penimbangan II ... 33

15 Pemberian CO ... 33

16 Pengemasan primer... 34

17 Pemvakuman ... 34

18 Pembekuan ... 35

19 Penimbangan III ... 35

20 Pengemasan dan pelabelan ... 36

21 Konsep aplikasi berdasarkan pandangan tradisional ... 37

22 Diagram kendali rataan berat tuna utuh ... 39

23 Diagram kendali rataan berat tuna loin ... 41

24 Diagram kendali rataan berat rendemen tuna loin ... 42

25 Diagram sebab-akibat penerimaan tuna ... 46

26 Diagram sebab-akibat produksi loin ... 47


(12)

Nomor Halaman

1 Komposisi gizi ikan tuna ... 5

2 Persyaratan mutu dan keamanan pangan Tuna... 8

3 Hubungan antara Cp dan kapabilitas proses ... 20

4 Hasil perhitungan rataan tuna utuh ... 39

5 Hasil perhitungan rataan tuna loin ... 41

6 Hasil perhitungan rataan rendemen tuna loin ... 43

7 Hubungan antara siklus Deming (Plan, Do,Study, Arc) dan proses perbaikan ... 51


(13)

Nomor Halaman

1 Berat rataan tuna utuh, tuna loin, dan rendemen loin ... 58

2 Alur proses produksi ... 59

4 Contoh perhitungan ... 60

5 Tabel konversi nilai DPMO ke nilai Sigma ... 62


(14)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar terdiri dari lautan. Laut Indonesia memiliki luas sekitar 5,8 juta km2 dengan garis pantai sepanjang 81.000 km memiliki potensi sumberdaya yang cukup besar, terutama sumberdaya perikanan. Potensi sumberdaya perikanan di Indonesia diperkirakan sebanyak 6,4 juta ton per tahun yang tersebar di wilayah perairan Indonesia dan Zona Ekonomi Eklusif Indonesia (ZEEI), dengan jumlah tangkapan sebesar 5,12 juta ton per tahun atau sekitar 80% dari potensi lestari. Produksi perikanan tangkap dari penangkapan ikan di laut dan perairan umum pada tahun 2010 masing-masing sekitar 5.058.260ton dan 326.480ton (KKP 2010).

Ikan Tuna (Thunnus sp.) merupakan salah satu komoditas perikanan Indonesia yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan mampu menembus pasar internasional. Potensi ikan tuna di perairan Indonesia masih cukup besar. Volume ekspor ikan tuna, cakalang dan tongkol pada tahun 2007 mencapai 121.316 ton. Volume ekspor ketiga naik sebesar 32,12% bila dibandingkan volume ekspor tahun 2006. Volume ekspor tuna dari tahun 2006 sampai 2010 mengalami peningkatan yang signifikan dari 91.822 ton hingga 116.320 ton, dengan persentase kenaikan rataan mencapai 7,22%; dengan nilai ekspornya mencapai US$ 355.246.000 pada tahun 2006-2010 (Ditjen PPHP 2010).

Umumnya perusahaan tuna memiliki beberapa kendala dalam melakukan ekspor antara lain (i) persaingan dengan perusahaan sejenis, terutama perusahaan asing, (ii) tuntutan harus terpenuhinya standar kualitas produk yang telah ditetapkan untuk pasar ekspor, (iii) kemampuan mengekspor dengan kuantitas yang sesuai permintaan pembeli. Oleh karena itu perusahaan harus melakukan perbaikan-perbaikan ke arah mutu produk. Pengendalian dan peningkatan mutu produk dapat dianalisis menggunakan metode six sigma (Ariani 1999).

Perusahaan yang menjadikan mutu sebagai alat strategi akan mempunyai keunggulan bersaing terhadap kompetitornya dalam menguasai pasar karena tidak semua perusahaan mampu mencapai superioritas kualitas. Dalam hal ini


(15)

perusahaan dituntut untuk menghasilkan produk dengan kualitas tinggi, harga rendah dan pengiriman tepat waktu.

Six sigma merupakan suatu terobosan baru dalam bidang manajemen mutu untuk menghasilkan peningkatan mutu menuju tingkat kegagalan nol. Six sigma berkaitan dengan filosofi dari total quality management (TQM) (Baril dan Clement 2010). Prinsip-prinsip pengendalian dan peningkatan kualitas six sigma sudah dibuktikan terlebih dahulu oleh perusahaan Motorola selama kurang lebih 10 tahun, serta implementasinya telah mampu mencapai tingkat kualitas 3,4 DPMO (defects per million opportunities-kegagalan per sejuta kesempatan) (Gaspersz 2003). Six sigma memiliki prinsip Define, Measure, Analyze, Improve, and Control (DMAIC) sebagai suatu sistem manajemen yang dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi kinerja perusahaan, serta menghilangkan faktor-faktor yang dapat menghambat peningkatan efektivitas suatu sistem produksi (Evan dan Lindsay 2007).

Kajian ini difokuskan pada efektivitas dan konsistensi penerapan sistem pengendalian mutu yang dilakukan pada data proses produksi tuna loin yang berkaitan dengan ketidaksesuaian mutu produk. Pengkajian dilakukan pada data tuna utuh, loin, dan rendemen loin. Pengukuran kemampuan proses dilakukan dengan menggunakan konsep analisis DMAIC six sigma yang terintegrasi dengan Statistical Process Control (SPC).

1.2 Tujuan

Tujuan penelitian analisis pengendalian mutu pada proses produksi tuna loin (Thunnus sp.) menggunakan metode six sigma adalah sebagai berikut:

a. Melihat kestabilan produksi tuna loin melalui rataan berat tuna utuh, tuna loin, dan rendemen yang dihasilkan melalui grafik kendali mutu.

b. Melihat kemampuan proses dalam menghasilkan produk tuna loin melalui pengukuran kapabilitass proses.

1.3 Batasan Masalah

Fokus kajian analisis pengendalian mutu dilakukan terhadap rataan berat tuna, tuna loin serta rendemen yang diperoleh selama produksi tuna loin pada bulan Maret sampai dengan April 2011 di PT X. Kajian ini dilakukan mulai tahap


(16)

penerimaan bahan baku, pemotongan kepala, sirip, dan ekor, pembuatan loin, pembuangan daging gelap, kulit dan perapihan, penimbangan, pemvakuman, pembekuan serta penimbangan berat tuna loin sesuai keinginan pembeli.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini yaitu menemukan solusi untuk perbaikan yang berkaitan dengan masalah pengendalian mutu proses tuna loin beku yang menggunakan hitungan dengan Statistical Process Control (SPC) dan memberikan masukan kepada perusahaan mengenai analisis pengendalian mutu yang terkait dengan tingkat kemampuan proses produksi tuna loin beku.


(17)

2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskrpsi Ikan Tuna

Ikan tuna termasuk keluarga Scombridae. Ikan ini adalah perenang handal (mencapai 77 km/jam). Tidak seperti kebanyakan ikan yang memiliki daging berwarna putih, daging ikan ini berwarna merah muda sampai merah tua. Hal ini karena otot tuna lebih banyak mengandung mioglobin dari pada ikan lainnya. Tubuhnya berbentuk seperti cerutu. Ikan tuna mempunyai dua sirip punggung, sirip depan biasanya pendek dan terpisah dari sirip belakang. Mempunyai sirip tambahan (finlet) di belakang sirip punggung dan sirip dubur. Sirip dada terletak agak ke atas, sirip perut kecil dan sirip ekor bercagak. Tubuhnya tertutup sisik kecil berwarna biru tua dan agak gelap pada bagian atasnya (Departemen Pertanian 1983).

Klasifikasi ikan tuna menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut: Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata Kelas : Teleostei Subkelas : Actinopterygii Ordo : Perciformes Subordo : Scombridei Keluarga : Scombridae Genus : Thunnus

Spesies : Thunnus albacares

Morfologi dari ikan tuna dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Yellowfin tuna (Thunnus albacares). (http://www.dpi.nsw.gov.au)


(18)

Menurut Soepanto (1990), ikan tuna yang terdapat di perairan Indonesia terdiri dari beberapa jenis dengan berat yang bervariasi mulai dari 10 kg sampai sekitar 100 kg. Untuk memudahkannya dibagi menjadi dua kelompok, yaitu tuna kecil yang diwakili oleh skipjack dan tuna besar yang meliputi madidihang, tuna mata besar, tuna albacora, tuna sirip biru dan tuna abu-abu. Dari jenis tersebut di atas yang merupakan komoditas ekspor adalah madidihang, tuna mata besar, albacora, tuna sirip biru dan cakalang.

Tuna dari Indonesia berkadar lemak rendah karena hidup di perairan yang panas. Daerah penangkapan tuna antara lain sekitar perairan Samudera Hindia, Sumatera, Sulawesi Utara, Irian Jaya dan Maluku. Perairan Maluku terutama Laut Banda dan sekitarnya merupakan basis migrasi berbagai jenis tuna terbesar di Asia Tenggara. Cara penangkapan tuna dengan menggunakan peralatan seperti tuna long line atau rawai tuna, purse seine, pole and line, dan trolling (Hartarto et al. 1993).

2.2 Komposisi Nilai Gizi Ikan Tuna

Ikan tuna adalah jenis ikan dengan kandungan protein tinggi dan lemak yang rendah. Ikan tuna mengandung protein 22,6-27,9%. Komponen yang paling banyak terdapat dalam daging ikan adalah air, protein dan lemak, sedangkan lainnya terdapat dalam jumlah yang sedikit (Hadiwiyoto 1993). Komposisi nilai gizi beberapa jenis ikan tuna dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi nilai gizi beberapa jenis ikan tuna per 100 g daging.

Komposisi Jenis ikan tuna Satuan

Bluefin Skipjack Yellowfin

Energi 121,00 131,00 105,00 kal

Protein 22,60 26,20 24,10 g

Lemak 2,70 2,10 0,20 g

Abu 1,20 1,30 1,20 g

Kalsium 8,00 8,00 9,00 mg

Fosfor 190,00 220,00 220,00 mg

Besi 2,70 4,00 1,10 mg

Sodium 90,00 52,00 78,00 mg

Ribovlavin 0,06 0,15 0,10 mg

Niasin 10,00 18,00 12,00 mg


(19)

2.3 Tuna Loin Beku

Tuna loin beku merupakan produk olahan hasil perairan dengan bahan baku tuna segar atau beku mengalami perlakuan penyiangan, pembelahan membujur menjadi 4 bagian (loin), pembuangan daging gelap (dark meat), pembuangan lemak, pembuangan kulit, perapihan dan pembekuan cepat serta suhu pusatnya maksimum -18 °C (Badan Standardisasi Nasional 2006). Cara penanganan dan pengolahan ikan tuna loin mentah beku berdasarkan ketentuan SNI 01-4104.3-2006, meliputi:

1. Sortasi jenis dan ukuran

Ikan tuna dipisahkan menurut jenis dan ukuran 2. Pemotongan kepala, sirip dan ekor

Untuk bahan baku yang telah disiangi segera dilakukan pemotongan kepala, sirip dan ekor. Bahan baku yang belum disiangi (utuh) maka pembuangan isi perut dilakukan bersamaan dengan pemotongan kepala, dilanjutkan pemotongan ekor dan sirip.

3. Pencucian I (khusus yang menggunakan bahan baku segar)

Daging tuna yang telah disiangi, dibersihkan dari kotoran dan darah dengan cara mencelupkan ke dalam air dingin dengan suhu 0-5 °C selama 3-5 detik atau diusap dengan spon basah dan bersih.

4. Sortasi I

Penanganan dan pengolahan yang menggunakan bahan baku ikan segar maka dilakukan pengamatan terhadap warna dan kekenyalan daging. Apabila menggunakan bahan baku tuna beku maka pengamatan terhadap warna dan kekenyalan daging tidak dilakukan.

5. Pemotongan daging (pembuatan loin)

Pembuatan daging dilakukan dengan membelah daging secara membujur menjadi empat bagian dan melepaskan daging dari tulang dan duri.

6. Sortasi II (khusus menggunakan bahan baku segar)

Loin yang diperoleh kemudian dilihat warna dan kekenyalannya. Secara organoleptik sudah terlihat perubahan warna dan teksturnya tidak kenyal lagi/lembek maka daging seperti ini harus dipisahkan, hanya daging baik saja dapat diproses lebih lanjut.


(20)

7. Pembuangan daging gelap (dark meat)

Daging yang sudah berbentuk loin kemudian dibuang bagian-bagian daging yang berwarna merah tua/coklat kehitaman dengan menggunakan air yang sesuai.

8. Pembuangan kulit dan perapihan

Tahap berikutnya adalah pembuangan kulit dilanjutkan dengan merapihkan bentuk loin dan membuang lapisan lemak yang masih terdapat pada permukaan.

9. Sortasi III (khusus bahan beku)

Sortasi mutu dilakukan dengan cara uji rasa dan warna daging 10.Penimbangan

Loin yang sudah rapi kemudian ditimbang. Tiap-tiap loin diberi label dengan memberi keterangan berat per satuan loin.

11.Pencucian II (khusus yang menggunakan bahan baku segar)

Loin kemudian dicuci ke dalam air bersih dan dingin dengan cara mencelupkan beberapa detik (3-5 menit).

12.Pembekuan

Sebelum dilakukan pembekuan sebaiknya tuna loin dibungkus plastik, selanjutnya dibekukan selama maksimum delapan jam sehingga suhu pusatnya mencapai -18 °C.

13.Penggelasan (glazing) dan pengepakan

Tuna loin yang dibekukan tanpa dibungkus plastik maka penggelasan dengan cara mencelupkan pada air dingin dengan suhu maksimum 5 °C, kemudian dimasukkan ke dalam karton dan diikat dengan kuat.

2.4 Persyaratan Mutu dan Keamanan Pangan Tuna Loin Beku

Persyaratan mutu dan keamanan pangan pada tuna loin beku yang dianjurkan sesuai dengan SNI 01-4104.1-2006 diantaranya yaitu produk harus lulus uji organoleptik minimal angka 7 diantara kisaran angka (1-9). Uji Escherichia coli yang diperbolehkan maksimal 2 APM, sedangkan untuk pengujian Salmonella dan vibrio cholera harus negatif. Persyaratan mutu keamanan pangan tuna loin beku dapat ditunjukkan pasa Tabel 2.


(21)

Tabel 2 Persyaratan Mutu dan Keamanan Pangan Tuna LoinBeku (SNI 01-4104.1-2006)

Jenis Uji Satuan Persyaratan Mutu

a. Organoleptik angka (1-9) minimal 7

b. Cemaran Mikroba*: - ALT

- Escherichia coli - Salmonella - Vibrio cholera

koloni APM APM APM

maksimal 5,0 × 105 maksimal < 2 negatif negatif c. Cemaran Kimia*:

- Raksa (Hg) - Timbal (Pb) - Histamin - Kadmium

mg / kg mg / kg mg / kg mg / kg

maksimal 1 maksimal 0,4 maksimal 100 maksimal 0,5 d. Fisika

- Suhu pusat oC maksimal -18

e. Parasit ekor maksimal 0

Sumber: Badan Standardisasi Nasional Keterangan:

ALT : Angka Lempeng Total APM : Angka Paling Memungkinkan

2.5 Definisi Mutu

Menurut Juran (1993), mutu produk merupakan kecocokan penggunaan produk untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Kecocokan penggunaan suatu produk adalah apabila produk memiliki daya tahan penggunaannya lama, produk yang digunakan akan menambah citra atau status konsumen yang memakainya, produk tidak mudah rusak, adanya jaminan mutu dan sesuai etika yang digunakan.

Mutu merupakan kecocokan penggunaan produk memiliki dua aspek utama, yaitu ciri-ciri produknya memenuhi tuntunan pelanggan dan tidak memiliki kelemahan (Nasution 2005).

1. Ciri-ciri produk yang memenuhi pelanggan

Ciri-ciri produk bermutu tinggi apabila memiliki keistimewaan. Mutu yang lebih tinggi memungkinkan perusahaan meningkatkan kepuasan pelanggan, membuat produk laku terjual, dapat bersaing dan dapat dijual dengan harga yang lebih tinggi.


(22)

2. Bebas dari kelemahan

Suatu produk yang memiliki tingkat mutu yang tinggi apabila produk tersebut tidak memiliki kelemahan, tidak memiliki cacat sedikitpun dalam produknya. Mutu yang tinggi menyebabkan perusahaan dapat mengurangi tingkat kesalahan, mengurangi pengerjaan kembali dan pemborosan, mengurangi ketidakpuasan pelanggan, meningkatkan kapasitas produksi serta memperbaiki kinerja penyampaian produk atau jasa (Nasution 2005).

Mutu adalah conformance to requirement, yaitu sesuai dengan yang disyaratkan atau distandarkan (Crosby 1979). Suatu produk memiliki mutu apabila sesuai dengan standar mutu yang telah ditentukan. Standar mutu meliputi bahan baku, proses produksi dan produk jadi.

2.6 Pendekatan Pengendalian Mutu

Pelaksanaan pengendalian mutu di dalam suatu perusahaan perlu diadakan pendekatan terhadap mutu, agar pengendalian mutu yang dilaksanakan dalam perusahaan tepat mengenai sasarannya serta meminimalkan biaya pengendalian mutu (Ahyari 1990). Faktor yang mempengaruhi pendekatan mutu ini terdiri dari bahan baku, tenaga kerja, mesin dan peralatan produksi yang digunakan. Pendekatan mutu terdiri dari pendekatan bahan baku, pendekatan proses produksi dan pendekatan produk akhir. Pendekatan pengendalian mutu sangat penting agar pelaksanaan pengendalian mutu sesuai dengan yang diharapkan (Banuelas 2002). 2.6.1 Pendekatan bahan baku

Perusahaan umumnya menilai baik dan buruknya mutu dari bahan baku karena bahan baku mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap mutu produk akhir. Dalam suatu perusahaan yang memproduksi suatu produk dimana karakteristik bahan baku menjadi sangat penting di dalam perusahaan tersebut karena bahan baku akan mempengaruhi mutu dari produk. Dalam pendekatan bahan baku, ada beberapa yang mesti diperhatikan agar bahan baku yang diterima dapat terjaga mutunya (Ahyari 1990).

1) Seleksi Sumber Bahan Baku (Pemasok)

Pengadaan bahan baku umumnya perusahaan melakukan pemesanan kepada perusahaan lain (sebagai perusahaan pemasok). Pelaksanakan seleksi


(23)

sumber bahan baku dapat dilakukan dengan cara melihat pengalaman hubungan perusahaan pada waktu yang lalu atau mengadakan evaluasi pada perusahaan pemasok bahan dengan menggunakan daftar pertanyaan atau dapat lebih diteliti dengan melakukan penelitian mutu perusahaan pemasok.

2) Pemeriksaaan Dokumen Pembelian

Menentukan perusahaan pemasok, hal berikutnya yang perlu dilaksanakan adalah pemeriksaan dokumen pembelian yang ada. Oleh karena itu dokumen pembelian akan menjadi referensi dari pembelian yang dilaksanakan tersebut, maka dalam penyusunan dokumen pembelian perlu dilakukan dengan teliti. Beberapa hal yang diperiksa meliputi tingkat harga bahan baku, tingkat mutu bahan, waktu pengiriman bahan, pemenuhan spesifikasi bahan.

3) Pemeriksaan Penerimaan Bahan

Dokumen pembelian yang disusun cukup lengkap maka pemeriksaan penerimaan bahan dapat didasarkan pada dokumen pembelian tersebut. Beberapa permasalahan yang perlu diketahui dalam hubungannya dengan kegiatan pemeriksaan bahan baku di dalam gudang perusahaan antara lain rencana pemeriksaan, pemeriksaan dasar, pemeriksaan contoh bahan, catatan pemeriksaan dan penjagaan gudang.

2.6.2 Pendekatan proses produksi

Proses produksi akan lebih banyak menentukan mutu produk akhir. Artinya di dalam perusahaan ini meskipun bahan baku yang digunakan untuk keperluan proses produksi bukan bahan baku dengan mutu prima, namun apabila proses produksi diselenggarakan dengan sebaik-baiknya maka dapat diperoleh produk dengan mutu yang baik pula. Pengendalian mutu produk yang dihasilkan perusahaan tersebut lebih baik bila dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan proses produksi yang disesuaikan dengan pelaksanaan proses produksi di dalam perusahaan. Pada umumnya pelaksanaan pengendalian mutu proses produksi di dalam perusahaan dibedakan menjadi 3 tahap ( Ahyari 1990).

1) Tahap Persiapan

Tahap ini akan dipersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan pengendalian proses tersebut. Kapan pemeriksaan dilaksanakan,


(24)

berapa kali pemeriksaan proses produksi dilakukan pada umumnya akan ditentukan pada tahap ini.

2) Tahap Pengendalian Proses

Tahap ini, upaya yang dilakukan adalah mencegah agar jangan sampai terjadi kesalahan proses yang mengakibatkan terjadinya penurunan mutu produk. Apabila terjadi kesalahan proses produksi maka secepat mungkin kesalahan tersebut diperbaiki sehingga tidak mengakibatkan kerugian yang lebih besar atau barang dalam proses tersebut dikeluarkan dari proses produksi dan dikatakan sebagai produk yang gagal.

3) Tahap Pemeriksaaan Akhir

Tahap ini merupakan pemeriksaan yang terakhir dari produk yang ada dalam proses produksi sebelum dimasukkan ke gudang barang jadi atau disebar ke pasar melalui distributor produk.

2.6.3 Pendekatan produk akhir

Pendekatan produk akhir merupakan upaya perusahaan untuk mempertahankan mutu produk yang dihasilkannya dengan melihat produk akhir yang menjadi hasil dari perusahaan tersebut (Latief dan Utami 2009). Dalam pendekatan ini perlu dibicarakan langkah yang diambil untuk dapat mempertahankan produk sesuai dengan standar kualitas yang berlaku. Pelaksanaan pengendalian kualitas dengan pendekatan produk akhir dapat dilakukan dengan cara memeriksa seluruh produk akhir yang akan dikirimkan kepada para distributor atau toko pengecer.

Produk yang cacat atau mempunyai mutu di bawah standar yang ditetapkan maka perusahaan dapat memisahkan produk tersebut. Masalah kerusakan produk, perusahaan harus mengambil tindakan yang tepat bagi peningkatan mutu produk akhir serta kelangsungan hidup perusahaan tersebut. Oleh sebab itu perusahaan harus mengumpulkan informasi tentang berbagai macam keluhan dari konsumen. Informasi dari konsumen sangat penting karena dapat memperbaiki mutu produk perusahaan (Nasution 2005).


(25)

2.7 Pengendalian Mutu

Pengendalian mutu merupakan alat bagi manajemen untuk memperbaiki mutu produk bila diperlukan, mempertahankan mutu produk yang sudah tinggi dan mengurangi jumlah produk yang rusak. Ada beberapa pengertian pengendalian mutu :

1) Pengendalian mutu adalah suatu aktifitas untuk menjaga dan mengarahkan agar kualitas produk perusahaan dapat dipertahankan sebagaimana telah direncanakan (Ahyari 1990)

2) Pengendalian mutu adalah merencanakan dan melaksanakan cara yang paling ekonomis untuk membuat sebuah barang yang akan bermanfaat dan memuaskan tuntutan konsumen secara maksimal (Assauri 1999)

3) Pengendalian mutu merupakan alat penting bagi manajemen untuk memperbaiki mutu produk bila diperlukan, mempertahankan mutu, yang sudah tinggi dan mengurangi jumlah barang yang rusak (Reksohadiprojo 2000). Jadi dapat disimpulkan pengendalian mutu adalah aktivitas untuk menjaga, mengarahkan, mempertahankan dan memuaskan tuntutan konsumen secara maksimal.

4) Pengendalian mutu adalah aktivitas keteknikan dan manajemen sehingga ciri-ciri mutu produk dapat diukur, dibandingkan dengan spesifikasi atau persyaratannya, serta pengambilan tindakan yang sesuai jika terdapat perbedaan antara penampilan sebenarnya dengan standarnya (Montgomery 1990).

Tujuan utama pengendalian mutu adalah menjaga kepuasan pelanggan. Identifikasi semua kebutuhan pelanggan merupakan suatu hal yang mendasar bagi kendali mutu efektif. Keuntungan yang didapat dari pengendalian mutu adalah sebagai berikut (Feigenbaum 1989):

1) Meningkatkan mutu dan desain produk. 2) Meningkatkan aliran produksi.

3) Meningkatkan moral tenaga kerja dan kesadaran mengenai mutu. 4) Meningkatkan pelayanan produk.


(26)

2.8 Statistical Process Control (SPC)

Teknik-teknik pengawasan mutu secara statistik merupakan suatu metode statistik yang menerapkan teori probabilitas dengan pengujian dan pemeriksaan sampel pada kegiatan pengawasan mutu suatu produk. Metode statistik memberikan cara-cara pokok dalam pengambilan sampel produk, pengujian serta evaluasinya, dan informasi dalam data digunakan untuk mengendalikan dan meningkatkan proses pembuatan (Montgomery 1990).

Beberapa kelebihan penggunaan statistika dalam pengendalian mutu (Montgomery 1990), antara lain:

1. Sebagai alat yang telah terbukti untuk dapat meningkatkan produktivitas. 2. Sebagai alat yang efektif untuk mencegah penyimpangan.

3. Dapat mencegah penyesuaian yang tidak perlu.

4. Memberikan informasi bagi operator kegiatan untuk membuat suatu perubahan pada proses yang dapat meningkatkan produktivitas.

Statistical process control (SPC) merupakan metode statistika yang memisahkan variasi yang dihasilkan sebab khusus dari variasi alamiah untuk menghilangkan sebab khusus, mengusahakan dan mempertahankan konsistensi dalam proses, serta memantapkan proses perbaikan (Goetsch dan David 2003 dalam Gaspersz 2003). Macam-macam variabilitas terkadang dapat timbul dari hasil suatu proses.

Tujuan dari Statistical process control (SPC) adalah untuk menunjukkan tingkat realibilitas sampel dan bagaimana cara mengawasi risiko. Hal ini memungkinkan para manajer membuat keputusan apakah akan menanggung biaya akibat banyak produk yang rusak dan menghemat biaya inspeksi atau sebaliknya. Statistical process control (SPC) juga untuk membantu pengawasan pemrosesan melalui pemberian peringatan kepada para manajer apabila terdapat kesalahan dalam proses produksi (Nasution 2005).

2.9 Six Sigma

Six sigma merupakan suatu evaluasi total quality managenent. Six sigma adalah metode yang digunakan oleh kalangan industri didukung oleh ahli-ahli statisik agar dapat memperbaiki kemampuan proses untuk menghasilkan produk


(27)

sebesar six sigma, yaitu 3,4 kemungkinan kesalahan dalam 1 juta kali kesempatan produksi (defect per million opportiunities-DPMO) sehingga hasilnya adalah 99.9996% (Tang et al. 2006). Kemampuan landasan dan filosofi six sigma adalah perbaikan terobosan yang menambah nilai kepada perusahaan dan pelanggan melalui pendekatan masalah yang sistematik (Cheng 2010). Six sigma ini menggunakan model DMAIC, yaitu akronim dari Define, Measure, Analysis, Improvement and Control yang secara tidak langsung hubungan dengan lean six sigma (George 2002):

1) Define

Define didefinisikan secara formal sebagai sasaran peningkatan proses yang konsisten dengan permintaan atau kebutuhan pelanggan dan strategi perusahaan. Tujuan dari tahap ini adalah memperjelas tujuan dari proyek lean six sigma. Tim mendesain proyek secara keseluruhan dan sasaran peningkatan proses yang konsisten.

2) Measure

Measure merupakan pengukuran kinerja proses pada saat sekarang agar dapat dibandingkan dengan target yang ditetapkan. Tahap dalam pengumpulan data dalam suatu masalah dan dilakukan pemetaan proses. Pada tahap ini juga kinerja proses diukur menggunakan alat analisis seperti peta kontrol, pareto, dan lain-lain.

3) Analyze

Analyze dalam metode DMAIC yaitu tim menganalisis hubungan sebab akibat sebagai faktor yang dipelajari untuk mengetahui faktor-faktor dominan yang perlu dikendalikan pada tahap selanjutnya, yaitu faktor manusia, mesin, metode, dan manajemen. Penggunaan diagram sebab akibat mengacu pada Larson (2003) terdiri dari tahapan sebagai berikut:

(1) Mengidentifikasi masalah yang sering terjadi dan mengungkapkan masalah tersebut sebagai suatu pertanyaan masalah dan temukan sekumpulan penyebab yang mungkin mengakibatkan masalah tersebut. (2) Menggambarkan diagram dan pernyataan mengenai masalah untuk


(28)

(bahan baku, metode, manusia, mesin, dan lingkungan) ditempatkan pada cabang utama( membentuk tulang-tulang kecil ikan).

(3) Menganalisis faktor penyebab yang mungkin terjadi, dengan bertanya untuk menemukan akar penyebab pada cabang-cabang yang sesuai dengan kategori utama (membentuk tulang- tulang kecil ikan).

(4) Menginterpretasikan diagram sebab akibat tersebut dengan melihat penyebab-penyebab yang muncul.

4) Improve

Improve merupakan sesuatu yang cepat, menarik, memuaskan semua orang yang terlibat dalam proses tersebut (Evan dan Lindsay 2007). Dalam suatu proses peningkatan mutu atau perbaikan mutu memerlukan komitmen untuk perbaikan yang seimbang antara aspek manusia (motivasi) dan aspek teknologi (teknik) yang dilakukan secara terus menerus (quality improvement) (Gaspersz 2003).

5) Control

Control atau pengendalian merupakan aktivitas keteknikan dan manajemen sehingga ciri-ciri mutu produk dapat diukur, dibandingkan dengan spesifikasi atau persyaratannya, serta pengambilan tindakan jika terdapat perbedaan dengan standarnya (Montgomery 1990), setelah proses mencapai mutu yang diinginkan maka tahap ini digunakan untuk memantau dan melakukan pengendalian terhadap proses secara terus menerus untuk meningkatkan kapabilitas proses menuju target six sigma.

2.9.1 Grafik Kendali

Grafik kendali adalah grafik yang secara khusus memberi informasi dalam dua dimensi, distribusi proses dan kecenderungan proses. Grafik kendali pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Walter Andrew Shewhart dari Bell Telephone laboratories, Amerika Serikat dengan tujuan untuk menghilangkan ragam tidak normal melalui pemisahan ragam yang disebabkan oleh penyebab khusus (special causes variation) dari ragam yang disebabkan oleh penyebab umum (common causes variation). Grafik kendali digunakan untuk menetapkan karakteristik mutu secara kontinu, menetapkan mutu proses, menetapkan saat mulai dan berakhirnya proses, dan menghilangkan penyebab dari penolakan produk atau mutu marginal


(29)

produk. Tujuan dari grafik kendali ini adalah untuk mengetahui secara mudah dan cepat jika terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam proses (Breyfogle 2003).

Menurut Rath dan Strong (2005) setiap grafik kendali pada dasarnya memiliki garis tengah, batas control dan tebaran nilai-nilai. Karakter yang terdapat dalam grafik kendali yaitu:

1) Garis tengah (central line) yang biasa dikonotasikan sebagai CL.

2) Sepasang batas kontrol, dimana satu batas kontrol ditempatkan diatas garis tengah sebagai batas kontrol (upper control limit, UCL) dan satu lagi ditempatkan sebagai batas kontrol bawah ( lower control limit, LCL).

3) Tebaran nilai-nilai mutu yang menggambarkan keadaan dari proses. Jika semua nilai berada dalam batas kontrol tanpa memperlihatkan kecenderungan tertentu maka proses yang berlangsung masih dalam keadaan terkendali. Namun, jika nilai-nilai yang ditebarkan pada grafik itu berada di luar batas kontrol atau kendali atau memperlihatkan kecenderungan tertentu maka proses yang berlangsung dianggap berada di luar kendali sehingga perlu diambil tindakan koreksi untuk memperbaiki proses yang ada. Gambar grafik kendali dapat di lihat pada Gambar 2.

Nomor Contoh

Gambar 2 Grafik kendali secara umum.

Grafik kendali tidak hanya dapat sebagai alat monitoring, tetapi juga dapat menunjukkan jalan kearah peningkatan. Grafik kendali dapat memisahkan variasi penyebab khusus dan umum. Variasi adalah ketidakseragaman dalam proses operasional sehingga dapat menimbulkan perbedaan mutu produk yang dihasilkan (Breyfogle 2003).

Menurut Gaspersz (2002), terdapat dua sumber penyebab timbulnya variasi yang diklasifikasikan sebagai berikut:

Karakte


(30)

1. Variasi penyebab khusus (special-causes variation) adalah kejadian-kejadian di luar sistem industri yang mempengaruhi variasi dalam sistem industri tersebut. Penyebab khusus dapat bersumber dari faktor-faktor, seperti: manusia, peralatan, material, lingkungan, metode kerja, dll.

2. Variasi penyebab umum (common-cause variation) adalah faktor-faktor di dalam sistem industri atau yang melekat pada proses industri sehingga menimbulkan variasi dalam sistem tersebut. Penyebab umum disebut juga penyebab acak (random causes) atau penyebab sistem (system cause).

2.9.2 Diagram Sebab Akibat

Diagram sebab-akibat adalah metode grafis sederhana untuk membuat hipotesis mengenai rantai penyebab dan akibat serta untuk menyaring potensi penyebab dan mengorganisasikan hubungan antar variabel (Evan dan Lindsay 2007).

Kaoru Ishikawa memperkenalkan diagram sebab akibat di Jepang, sehingga diagram ini juga sering disebut diagram Ishikawa. Karena strukturnya, diagram ini juga disebut “diagram tulang ikan” adalah suatu pendekatan terstruktur yang memungkinkan dilakukan suatu analisis terperinci dalam menemukan penyebab- penyebab suatu masalah, ketidaksesuaian dan kesenjangan yang terjadi. Contoh diagram sebab akibat dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Diagram Sebab-akibat.

Fungsi dari diagram sebab akibat, yaitu berperan dalam memusatkan perhatian operator, bagian produksi dan pimpinan dalam masalah mutu. Diagram sebab akibat yang dikembangkan biasanya untuk memajukan tingkat pemahaman proses tersebut Jugulum dan Samuel (2008).

Metode Lingkungan


(31)

2.9.3 Kapabilitas proses

Kapabilitas proses adalah kisaran dimana variasi alami suatu proses terjadi akibat penyebab umum suatu sistem, atau dengan kata lain pencapaian suatu proses dalam kondisi stabil. Kapabilitas proses (Cpm) merupakan suatu ukuran kerja kritis yang menunjukkan proses mampu menghasilkan produk sesuai kebutuhan dan ekspektasi pelanggan. Analisis kapabilitas merupakan bagian yang sangat penting dari keseluruhan program peningkatan mutu. Manfaat dari analisis kapabilitas proses terhadap peningkatan mutu adalah dapat menduga seberapa baik proses akan memenuhi toleransi, dapat membantu pengembang atau perancang produk dalam memilih atau mengubah proses atau mengurangi keragaman dalam proses produksi (Tang et al. 2006). Kapabilitas proses penting bagi desainer produk dan teknisi produksi, dan amat penting untuk mencapai tingkatan kerja Six Sigma. Memahami kapabilitas proses memungkinkan untuk memprediksi secara kuantitatif seberapa baik suatu proses dapat memenuhi spesifikasi serta untuk menentukan kebutuhan suatu peralatan serta pengendalian yang dibutuhkan (Evans dan Lindsay 2007).

Analisis kapabilitas proses merupakan bagian penting dari keseluruhan program pengendalian mutu. Manfaat dari analisis kapabilitas proses (Montgomery 1996) adalah:

a. Menduga seberapa baik proses akan memenuhi toleransi

b. Membantu pengembang atau perancang produk dalam memilih atau mengubah proses

c. Mambantu dalam pembentukan selang antara penarikan contoh untuk pengawasan proses

d. Menentukan persyaratan penampilan bagi alat baru e. Memilih diantara pemasok yang bersaing

f. Merencanakan urutan proses produksi bilamana ada pengaruh interaksi proses dengan toleransi

g. Mengurangi keragaman dalam proses produksi

Indeks kapabilitas proses Cp

Hubungan antara variasi dan spesifikasi alami diukur menggunakan indeks kapabilitas proses sehingga sering disebut sebagai indeks potensial proses (Cp).


(32)

Indeks kapabilitas proses merupakan variasi natural suatu proses dengan spesifikasi desain dalam tolak ukur yang kuantitatif (Evans dan Lindsay 2007). Dalam bahasa numerik, rumusnya adalah:

Cp =

Dimana, USL = upper specification limit LSL = lower specification limit � = standar deviasi proses

Penilaian yang digunakan untuk indeks kapabilitas proses (Cp) (Gaspersz 2003), yaitu:

Cpm≥ 2,0 : keadaan proses industri berada dalam keadaan stabil dan mampu,

artinya proses berada dalam keadaan mampu menghasilkan produk sesuai dengan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.

1≤ Cpm≥ 1,99 :tri proses berada dalam keadaan stabil dan tidak mampu, artinya

proses berada dalam keadaan tidak mampu sampai cukup mampu untuk menghasilkan produk sesuai dengan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.

Cpm < 1,0 : oses industri berada dalam keadaan tidak mampu untuk menghasilkan

produk sesuai dengan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.

Persyaratan penggunaan rumus ini, yaitu distribusi proses harus menyebar normal dengan nilai target (T) yang berarti rata-rata proses harus tepat berada ditengah nilai USL dan LSL. Kurva indeks kapabilitas proses ditunjukkan pada Gambar 4.

Lower

Spec U pper Spec

C

p < 1

Lower

Spec UpperSpec

C

p = 1

Lower

Spec UpperSpec

C

p > 1


(33)

Jika persyaratan ini sudah dipenuhi maka, dapat digunakan tabel nilai kapabilitas proses yang ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3 Hubungan antara Cp dan kapabilitas proses Cp Kapabilitas Proses 0,33 1,0 sigma

0,5 1,5 sigma 0,67 2,0 sigma 0,83 2,5 sigma 1,00 3,0 sigma 1,17 3,5 sigma 1,33 4,0 sigma 1,5 4,5 sigma 1,67 5,0 sigma 1,83 5,5 sigma 2,00 6,0 sigma 2,17 6,5 sigma 2,33 7,0 sigma Sumber: Gaspersz (2007)

Menurut Evans dan Lindsay (2007), Cp dengan nilai 1,00 mensyaratkan bahwa proses berada dalam keadaan stabil dan tidak mampu, artinya proses berada dalam keadaan tidak mampu sampai cukup mampu untuk menghasilkan produk sesuai dengan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan. Semakin besar nilai Cp, maka semakin besar pula nilai sigmanya.


(34)

3

METODOLOGI

3.1 Kerangka Pemikiran

Ikan Tuna (Thunnus sp.) merupakan salah satu komoditas perikanan Indonesia yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan mampu menembus pasar internasional. Salah satu bentuk olahan dari ikan tuna diantaranya adalah tuna loin. Tuna loin merupakan produk setengah jadi yang banyak digunakan oleh perusahaan untuk diolah lebih lanjut menjadi produk akhir. Dalam menghasilkan suatu produk yang bermutu tentunya tidak lepas dari faktor mutu, oleh karena itu diperlukan suatu proses untuk pengendalian mutu agar didapat produk yang sesuai dengan kebutuhan konsumen. Kajian ini difokuskan pada efektivitas dan konsistensi penerapan sistem pengendalian mutu yang dilakukan pada proses produksi tuna loin yang berkaitan dengan berat rataan tuna utuh dalam penerimaan bahan baku, berat rataan tuna loin serta rendemen dari tuna loin.

Penelitian mengenai pengendalian mutu pada proses produksi tuna loin beku menggunakan konsep pemecahan masalah DMAIC-Six sigma, yaitu yang terdiri dari Define, Measure, Analysis, Improve dan Control. Konsep ini memiliki fokus pada efektivitas penerapan sistem pengendalian mutu pada produksi tuna loin beku terkait dengan ketidaksesuaian mutu produk atau cacat dan penipuan ekonomi terhadap pelanggan dengan memperhatikan kemampuan proses (kapabilitas proses). Untuk mengetahui suatu proses dalam keadaan terkendali atau tidak dalam suatu pengukuran (Measure), tentunya harus membuat grafik kendali dan menganalisis (Analysis) grafik kendali tersebut dengan mencari sebab-akibat dengan menggunakan diagram sebab-akibat (fish bone chart), selain itu untuk melihat kemampuan proses dalam produksi di suatu perusahaan harus mengetahui nilai kapabilitas prosesnya, apakah proses tersebut mampu atau tidak mampu dalam menghasilkan produk sesuai dengan ekspektasi pelanggan.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu pengumpulan data dari data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diambil secara langsung dengan pengambilan contoh dari PT X selama proses produksi


(35)

selama bulan Maret-April 2011. Sedangkan data sekunder merupakan yang diambil dari perusahaan meliputi (Keadaan umum perusahan, sejarah perusahaan, lokasi perusahaan dan yang lainnya). Karakteristik contoh yang diukur bobot rataan tuna utuh, tuna loin dan rendemen tuna loin. Pengambilan data pada tahapan proses yang menjadi kajian adalah:

1) Tahapan penerimaan bahan baku

Tahapan ini dilakukan dengan mengidentifikasi kriteria cacat (defect) dan mengetahui rataan berat tuna yang diterima untuk produksi loin. Apakah berat tuna yang diterima sesuai dengan berat tuna hasil penimbangan dari lapangan atau dari tempat transit ikan.

2) Tahapan proses produksi loin

Tahapan proses produksi loin meliputi proses cuting yang terdiri dari pembuangan kepala, sirip, dan ekor, pembuatan loin, fillet, pembuangan daging gelap, dan perapihan dilakukan untuk mengetahui rataan berat loin yang dihasilkan.

3) Tahapan Perhitungan rendemen

Perhitungan rendemen dilakukan untuk mengetahui banyaknya bagian yang dapat termanfatkan dibandingkan dengan banyaknya penyusutan yang terjadi dalam pembuatan loin.

Pengambilan data sekunder dari perusahaan X, meliputi: 1. Sejarah dan perkembangan perusahaan

2. Lokasi perusahaan

3. Tujuan pendirian perusahaan

3.3 Tahapan Penelitian

Tahapan Penelitian yang digunakan meliputi sebagai berikut: 1) Mengetahui sejarah perkembangan perusahaan

2) Pemahaman mengenai proses produksi. Pemahaman mengenai proses produksi sangat penting karena semua hal yang terjadi di ruang produksi berkaitan dengan proses produksi tersebut. Pemahaman dapat dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan.


(36)

(1) Define (pendefinisian masalah), dilakukan dengan mengidentifikasi masalah dalam proses produksi yang meliputi jumlah cacat dan penipuan ekonomi terkait dengan ukuran dan karakteristik mutu yang tidak sesuai permintaan pembeli, yang terkait dengan kapabilitas proses yang terjadi pada setiap tahapan proses.

(2) Measure (pengukuran), dilakukan dengan pengukuran mutu produk secara statistik (SPC), meliputi pengumpulan data melalui lembar pemeriksaan, pengambilan sampel, perhitungan statistik (matriks spc, diagram garis dan diagram kendali, serta kapabilitas proses). Proses pengolahan data dilakukan dengan software Ms.Excell 2007 dan Minitab15. Berikut ini merupakan tahapan yang dilakukan dalam membuat diagram pengendalian (Evans dan Lindsay 2007).

1. Persiapan

Memilih data variabel atau atribut yang akan diukur

Menentukan dasar, ukuran, dan frekuensi pengambilan sampel Membuat diagram pengendalian

2. Pengumpulan data Mencatat data

Menghitung nilai statistik yang relevan (rataan, jangkauan, proporsi,dsb) Memplot nilai statistik dalam diagram

3. Menentukan batasan pengendalian percobaan

Menggambar garis tengah (rataan proses) pada diagram Menghitung batasan pengendalian atas dan bawah

4. Analisis dan interpretasi

Meneliti kemungkinan adanya kurangnya pengendalian dari diagram Mengeliminasi titik-titik yang berada di luar pengendalian

Menghitung ulang batasan pengendali jika dibutuhkan 5. Menggunakan diagram sebagai alat pemecahan masalah Meneruskan pengumpulan dan pembuatan plot data

Mengidentifikasi situasi yang berada di luar pengendalian dan mengambil tindakan korektif


(37)

(3) Analyze (analisis), dilakukan identifikasi masalah dengan pembuatan diagram sebab akibat (fishbone diagram) serta kapabilitas proses dengan memfokuskan pada faktor-faktor penyebab masalah yang sering terjadi, seperti mesin, manusia, metode, manajerial, dan manajemen. Penggunaan diagram sebab-akibat yang mengacu pada Larson (2003) terdiri dari tahapan sebagi berikut:

1. Mengidentifikasi masalah yang sering terjadi dan mengungkapkan masalah tersebut sebagai suatu pertanyaan masalah dan temukan sekumpulan penyebab yang mungkin mengakibatkan masalah tersebut.

2. Penggambaran diagram dengan pernyataan mengenai masalah untuk ditempatkan pada sisi kanan (membentuk kepala ikan) dan kategori utama (bahan baku, metode, manusia, mesin, pengukuran, dan lingkungan) ditempatkan pada cabang utama membentuk tulang-tulang besar dari ikan. Kategori utama dapat diubah sesuai kebutuhan.

3. Menemukan akar penyebab, kemudian menulis akar penyebab pada cabang-cabang yang sesuai dengan kategori utama (membentuk tulang-tulang kecil ikan).

4. Menginterpretasikan diagram sebab-akibat tersebut dengan melihat penyebab-penyebab yang muncul.

(4) Improve (peningkatan), bertujuan untuk mengeliminasi cacat serta mengoptimalkan mutu proses. Peningkatan dilakukan dengan menerapkan diagram kaizen blitz yang menunjukkan hubungan antara siklus Deming (PDSA) dan proses perbaikan yang terus menerus.

3.4 Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan adalah pengukuran dari metode six sigma Motorolla yang telah banyak digunakan dalam industri di dunia untuk meningkatkan mutu. Alat yang digunakan adalah statistika pengendalian proses (statistical process control atau SPC). Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Ms.Excell 2007 dan Minitab 15. Proses analisis data dilakukan melalui tahapan berikut (Gasperz 2002):

1. Penentuan nilai rataan ( ) dan nilai standar deviasi (s) proses serta nilai batas spesifik atas dan batas spesifik bawah, dengan persyaratan sebagai berikut:


(38)

a. Rataan proses ( ) =

b. Standar deviasi proses (s) = Keterangan : x : nilai sampel

: nilai rataan

c. Nilai batas spesifik atas (upper specific limit - USL), merupakan nilai batas maksimal yang besarnya ditentukan oleh pembeli.

d. Nilai batas spesifik bawah (lower specific limit - LSL), merupakan nilai batas minimal yang besarnya ditentukan oleh pembeli.

2. Penentuan nilai DPMO (Defect per Million Oportunities) dan nilai sigma a. Nilai DPMO merupakan ukuran kegagalan yang menunjukkan peluang

kegagalan per sejuta kali kesempatan produksi. Nilai ini diperoleh dengan menggunakan persamaan:

DPMO USL = P [z ≥ (USL - X)/ s] x 1.000.000 DPMO LSL = P [z≤ (LSL - X)/ s] x 1.000.000

DPMO = DPMO USL + DPMO LSL

Nilai peluang kegagalan untuk distribusi normal baku (z), diperoleh dari Tabel distribusi normal kumulatif. Sementara nilai six sigma diperoleh dari Tabel konversi nilai DPMO ke nilai sigma.

3. Penentuan nilai standar deviasi maksimal (Smaks)

Standar deviasi maksimum (Smaks) merupakan nilai batas toleransi

terhadap nilai standar deviasi proses. Nilai standar deviasi maksimum diperoleh dengan menggunakan persamaan:

Smaks =

Bila proses tersebut hanya memiliki satu batas spesifik, batas spesifik atas (USL) atau batas spesifik bawah (LSL) saja, maka persamaan yang digunakan:

Hanya memiliki batas spesifik atas (USL): Smaks =


(39)

Smaks =

4. Penentuan nilai batas kontrol atas (upper control limit atau UCL) dan batas kontrol bawah (lower control limit atau LCL).

a. Nilai batas kontrol atas (UCL) merupakan persamaan yang digunakan untuk mengevaluasi proses tersebut.

UCL = T + (1,5 x Smaks)

T : nilai target yang ditentukan pembeli Smaks : standar deviasi maksimum proses

Namun jika nilai target tidak ditemukan oleh pelanggan, maka nilai T diganti dengan nilai rataan proses ( ), jika nilai berada dibawah nilai batas spesifik atas yang ditetapkan ( <USL), sehingga persamaannya menjadi:

UCL = + (1,5 x Smaks)

: nilai rataan proses

Smaks : standar deviasi maksimum proses

b. Nilai batas kontrol bawah (LCL) merupakan persamaan yang digunakan untuk menentukan nilai batas bawah dari suatu proses yang dimanfaatkan untuk mengevaluasi proses tersebut.

LCL = T – (1,5 x Smaks)

T : nilai target yang ditentukan pembeli Smaks: standar deviasi maksimum proses

Namun jika nilai target (T) tidak ditentukan oleh pelanggan, maka nilai T diganti dengan rataan proses ( ) dengan syarat nilai berada diatas nilai batas spesifik bawah yang ditetapkan ( >LSL), sehingga

persamaannya menjadi: LCL = – (1,5 x Smaks)

: nilai rataan proses

Smaks : standar deviasi maksimum proses

5. Penentuan nilai kapabilitas proses

Kapabilitas proses (Cpm) merupakan suatu ukuran kinerja kritis yang


(40)

ekspektasi pelanggan. Perhitungan kapabilitas proses hanya dilakukan untuk proses yang stabil.

Cpm =

Namun jika proses hanya memiliki satu batas spesifik (SL), maka digunakan persamaan sebagai berikut:

Cpm =

Dengan: SL : nilai batas spesifik : nilai rataan proses

s : nilai standar deviasi proses

T : nilai target yang ditentukan pembeli

Cpm≥ 2,0 : keadaan proses industri berada dalam keadaan stabil dan mampu,

artinya proses berada dalam keadaan mampu menghasilkan produk sesuai dengan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.

1≤ Cpm≥ 1,99 : tri proses berada dalam keadaan stabil dan tidak mampu, artinya

proses berada dalam keadaan tidak mampu sampai cukup mampu untuk menghasilkan produk sesuai dengan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.

Cpm < 1,0 : s industri berada dalam keadaan tidak mampu untuk menghasilkan


(41)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Umum Perusahaan

Perusahaan X merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang perikanan. Perusahaan ini berdiri sekitar 10 tahun yang lalu. Perusahaan X ini didukung oleh manajemen perusahaan yang baik dan sumber daya yang terpilih, perusahaan ini telah mampu bersaing dengan perusahaan perikanan yang lainnya dalam memproduksi dan mengeksport tuna loin ke mancanegara, diantaranya Amerika Serikat.

Perusahaan A yang merupakan cikal bakal dari perusahaan X mulai beroperasi sekitar akhir tahun 1998 dengan menyewa tempat di Jakarta. Perusahaan A memproduksi kerang laut (tiger snail) dan ikan layur hingga akhir tahun 1999. Tahun 2000 , perusahaan mulai memproduksi olahan tuna yaitu loin, saku, steak, strip, cubes dan chunk yang beroperasi sampai akhir tahun 2001.

Awal tahun 2002, unit produksi dan manajemen mulai pindah lokasi di Jakarta dengan memproduksi tuna beku. PT X berada di tangan para investor dari Taiwan. Sejak tahun 2005, PT X mulai memfokuskan pada ekspor produk segar dengan jenis loin, steak, saku, cubes dan produk sampingan scrab dengan jumlah besar.

Perusahaan X dalam melakukan proses produksi telah mendapatkan sertifikat kelayakan untuk pengolahan (SKP) dengan nilai A yang dikeluarkan Kementerian Perikanan dan Kelautan. Tujuan pendirian PT X sesuai dengan prinsip ekonomi yaitu untuk memperoleh keuntungan dan memperluas lapangan pekerjaan sehingga dapat menekan tingkat pengangguran. Data berat rataan bahan baku, rataan loin dan rataan rendemen loin dapat dilihat pada Lampiran 1.

4.2 Proses Produksi Tuna Loin

Tahapan proses pengolahan tuna loin beku di PT X terdiri dari : penerimaan bahan baku, pencucian, penyimpanan sementara, penimbangan I, pemotongan, pembentukan loin, sortasi mutu, pembuangan daging gelap (trimming), pembuangan kulit (skinning), perapihan, penimbangan II, pembungkusan sementara, pemberian gas CO, pengemasan primer, pemvakuman,


(42)

pembekuan, penimbangan IV, pengemasan sekunder dan pelabelan. Diagram alir proses pengolahan tuna loin di PT X disajikan pada Lampiran 2.

4.2.1 Penerimaan bahan baku (receiving)

Penerimaan ikan tuna setelah sampai di perusahaan langsung ditangani secara cepat dan hati-hati. Setelah di tempat penerimaan, langsung dilakukan pengecekan terhadap mutunya yaitu meliputi uji organoleptik dan pengujian suhu dengan menggunakan termokopel. Pengecekan suhu dilakukan untuk menjaga suhu pusat tubuh ikan tidak lebih dari 5 °C agar tidak terjadi peningkatan kadar histamin. Pada umumnya bahan baku yang diterima adalah ikan yang memiliki suhu sekitar 1-2 °C. Penerimaan bahan baku tuna dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Penerimaan bahan baku. 4.2.2 Pencucian

Proses pencucian dilakukan dengan cara mengusap seluruh bagian ikan dengan menggunakan spon halus dan membilasnya dengan air dingin mengalir bersuhu ± 2°C. Air yang digunakan telah mengalami pengujian dengan standar air minum. Pencucian ini bertujuan untuk menghilangkan dan membersihkan kotoran, darah, lendir, dan benda-benda asing yang menempel pada ikan tuna sehingga dapat mengurangi jumlah mikroba (Jenie 1988). Proses pencucian pada ikan tuna dapat dilihat pada Gambar 6.


(43)

4.2.3 Penyimpanan sementara

Penyimpanan sementara dilakukan apabila bahan baku yang diterima atau yang dibeli belum mencukupi untuk diproses. Oleh karena itu ikan tuna dikumpulkan dan disimpan dalam bak penampungan yang berisi es flake (flake ice). Dalam bak penampungan tidak ada pemisahan size atau grade ikan. Bak penampungan ikan ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan ikan sementara sebelum ikan dipotong agar suhu ikan tetap terkontrol untuk meminimalkan jumlah mikroba. Penyimpanan sementara ikan tuna dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Penyimpanan sementara. 4.2.4 Penimbangan I

Penimbangan ikan ini yaitu dengan cara meletakkan ikan tuna dalam timbangan yang sudah dikalibrasi. Tujuan dari penimbangan ini yaitu untuk mengetahui berat tuna utuh per ekor dan untuk menentukan rendemen yang akan diperoleh. Dalam penimbangan ini data dicatat oleh tally perusahaan. Penimbangan ikan tuna dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Penimbangan. 4.2.5 Pemotongan

Langkah pertama yang dilakukan dalam pemotongan yaitu dengan memotong kepala terlebih dahulu. Selanjutnya pisau dimasukkan ke dasar sirip dada dan dipotong kearah punggung. Pemotongan ini dilakukan secara cepat dan


(44)

hati- hati dan mengikuti garis operkulum (tutup insang). Selanjutnya dilakukan pemenggalan tulang belakang dengan memegang bagian kepala sampai kepala ikan terputus. Kepala dan sirip yang telah dipotong ditampung dalam bak khusus. Sebelum tulang ikan dibuang dilakukan pengambilan sisa-sisa daging yang masih menempel pada tulang. Hasil samping seperti kepala, tulang, kulit, dan daging dimanfaatkan untuk dijual kembali. Pemotongan ikan tuna dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Pemotongan. 4.2.6 Pembentukan loin

Pembentukan loin dilakukan secara manual dengan cara memotong daging ikan mulai dari ekor ke arah kepala hingga daging kedua sisi ikan terpisah dari tulang punggungnya. Satu ekor ikan dipotong menjadi empat bagian loin. Pembentukan loin dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Pembentukan loin. 4.2.7 Pembuangan kulit (skinning)

Tahapan selanjutnya adalah pembuangan kulit (skinning). Pembuangan kulit dilakukan secara manual dengan menggunakan pisau yang tajam di ruang pengolahan. Ikan tersebut dibuang kulitnya sehingga tidak terdapat sisa-sisa kulit pada daging. Pembuangan kulit dilakukan dengan cara menyisir kulit dari pangkal


(45)

ekor loin sampai menuju badan. Kemudian kulit dimasukkan ke plastik untuk dibuang. Proses pembuangan kulit dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11 Pembuangan kulit (skinning). 4.2.8 Pembuangan daging gelap

Proses trimming merupakan proses pemisahan daging gelap. Daging gelap yang berada di sekitar garis linea lateralis dibersihkan bersamaan dengan sisa tulang di sekitarnya. Pembuangan daging gelap dilakukan oleh pekerja yang memiliki keterampilan dan ketelitian yang baik. Pembuangan daging gelap ini bertujuan untuk memperkecil tingkat kadar histamin. Pembuangan daging gelap dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12 Pembuangan daging gelap. 4.2.9 Perapihan

Perapihan dilakukan pada loin yang masih terdapat sisa daging hitam dan sisa-sisa kulit dikarenakan pemotongan yang kurang benar. Perapihan dapat dilihat pada Gambar 13.


(46)

4.2.10 Penimbangan II

Loin ikan tuna ditimbang satu per satu untuk mengetahui beratnya dari tuna loin yang dihasilkan. Selain itu penimbangan awal untuk mengetahui rendemen yang dihasilkan. Penimbangan II loin ikan tuna dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14 Penimbangan II. 4.2.11 Pemberian gas CO

Loin atau produk yang telah dimasukkan ke dalam plastik kemudian dilakukan pemberian gas CO dengan cara menyuntikkan menggunakan alat yang berbentuk sikat ke dalam daging ikan agar dapat memberikan warna merah segar atau warna alami pada bagian dalam ikan. Pemberian gas CO pada produk hanya dilakukan untuk pasar Amerika dan Asia, biasanya pemberian CO sesuai dengan permintaan buyer (pembeli) itu sendiri. Pemberian gas CO dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15 Pemberian gas CO.

4.2.12 Pengemasan primer

Produk loin yang telah didinginkan dilakukan penimbangan, kemudian dilakukan pengolesan dengan menggunakan spon atau busa yang disemprotkan alkohol agar tidak tumbuh mikroba. Loin yang telah bersih kemudian dibungkus dengan kemasan primer yaitu plastik High Density Polyethilene (HDPE) yang


(47)

telah diberi label sesuai dengan kategori produk. Plastik ini merupakan pengemasan primer karena plastik tersebut berhubungan langsung dengan produksi. Pengemasan primer dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16 Pengemasan primer.

4.2.13 Pemvakuman

Produk loin yang telah terbungkus rapi menggunakan plastik High Density Polyethilene (HDPE) tersebut divakum menggunakan vaccum sealer sehingga produk berada dalam kondisi hampa udara sehingga plastik melekat dengan kuat karena udara di dalamnya telah dihilangkan. Pemvakuman dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17 Pemvakuman.

4.2.14 Pembekuan

Loin yang telah dikemas dalam plastik dan divakum, setelah itu disusun dalam long pan, kemudian diangkut ke dalam ruang pembeku dan diletakkan pada rak-rak. Alat pembeku yang digunakan adalah Air Blast Freezer (ABF). ABF merupakan sebuah ruangan atau kamar yang dimana udara dingin di dalamnya disirkulasikan dengan bantuan fan atau kipas. Proses pembekuan dilakukan selama 8 jam dengan suhu -40 °C. Pembekuan dapat dilihat pada Gambar 18.


(48)

Gambar 18 Pembekuan. 4.2.15 Penimbangan III

Penimbangan III merupakan penimbangan akhir setiap loin sebelum loin dikemas. Penimbangan dilakukan untuk mengetahui size loin dalam sebuah pengemasan. Penimbangan III dapat dilihat pada Gambar 19.

Gambar 19 Penimbangan III. 4.2.16 Pengemasan sekunder dan pelabelan

Pengemasan loin dilakukan setelah plastik loin dibersihkan dari bunga es dengan diusap busa atau spon yang disemprotkan dengan alkohol. Untuk mempertahankan suhu loin selama distribusi digunakan bubble (plastik pelindung) untuk menyelimuti masing-masing loin.

Selanjutnya loin dimasukkan ke dalam plastik dan disusun di dalam master carton. Pada bagian luar master carton diberi checklist pada kolom jenis produk dan size yang sesuai dan juga diberi kode produksi. Kode produksi merupakan rangkaian 5 atau 6 huruf terjemahan dari nomor batch dan hanya diketahui oleh staf produksi perusahaan. Selain itu setiap kemasan juga diberikan label yang mencantumkan informasi-informasi mengenai produk yang dapat membantu memudahkan konsumen dalam mengenali produk tersebut. Pengemasan sekunder dan pelabelan dapat dilihat pada Gambar 20.


(49)

Gambar 20 Pengemasan sekunder dan pelabelan.

4.3 Perancangan Metode DMAIC

Perancangan metode yang digunakan adalah perancangan metode DMAIC, yaitu metode pemecahan masalah sederhana sebagai suatu sistem manajemen yang dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi kinerja perusahaan, serta menghilangkan faktor-faktor yang dapat menghambat peningkatan efektivitas suatu sistem produksi. Metode ini merupakan singkatan dari Define (merumuskan), Measure (mengukur), Analyze (menganalisis), Improve (meningkatkan/memperbaiki), dan Control (mengendalikan). Metode ini digunakan dalam konsep six sigma sebagai metode peningkatan bisnis yang bertujuan untuk menemukan dan mengurangi faktor-faktor penyebab kecacatan atau kesalahan, meningkatkan produktifitas, memenuhi kebutuhan pelanggan dengan lebih baik, mencapai tingkat pendayagunaan aset yang lebih tinggi (Evans dan Lindsay 2007).

1) Define (perumusan masalah)

Defiine atau perumusan masalah dilakukan sebagai sasaran peningkatan proses yang konsisten dengan strategi perusahaan. Sasaran peningkatan proses pada penelitian ini adalah pengendalian mutu pada proses produksi tuna loin. Pendefinisian masalah ini dilakukan dengan menggunakan aplikasi konsep mutu berdasarkan pandangan tradisional yang meliputi (Suppliers, Inputs, Inspeksi, Prosess, Outputs, dan Customers). Hampir sama dengan SIPOC, hanya perbedaannya terletak inspeksi dimana bertujuan untuk mencegah lolosnya produk cacat. Inspeksi ini terletak sebelum dan sesudah proses produksi. Aplikasi konsep mutu berdasarkan pandangan tradisional dalam produksi tuna loin dapat dilihat pada Gambar 21.


(50)

Pandangan Tradisional

Gambar 21 Konsep Mutu Berdasarkan Pandangan Tradisional.

Berdasarkan konsep mutu pandangan tradisional diketahui bahwa pemasok ikan tuna yang diterima berasal dari para nelayan yang kemudian dilakukan pembongkaran ikan tuna di tempat transit. Kendala yang dihadapi dari supplier meliputi pasokan ikan yang tidak tentu yang disebabkan oleh faktor cuaca yang tidak menentu. Mutu dan grade ikan yang diperoleh, serta penerapan GMP dan SSOP oleh pemasok dalam penanganan ikan.

Input merupakan barang atau jasa yang dibutuhkan oleh suatu proses untuk menghasilkan output. Input dalam produksi ini meliputi ikan tuna jenis yellow fin dan big eye, karyawan, es curai, pisau, timbangan dan plastik bubble. Berat dan mutu ikan tuna yang akan diproses berpengaruh terhadap mutu serta berat total loin yang dihasilkan. Karyawan akan mempengaruhi mutu dan berat dari tuna loin karena karyawan yang teliti, telaten dan terlatih akan mengurangi tingkat kecacatan. Es curai yang digunakan haruslah berasal dari air yang bersih dan yang telah lulus uji di laboratorium, es curai ini digunakan untuk penyimpanan ikan di bak penampungan ketika sedang menunggu pemotongan yang sedang berlangsung. Ketajaman pisau dan keahlian pekerja dalam melakukan

Input

 Nelayan  Tempat

Transit Ikan I N S P E K S I

Proses

Pemotongan(Kepala dan loin) Pencucian Penerimaan bahan Pembuangan daging Perapihan Penimbangan Pembekuan

Pengemasan dan pelabelan

 Tuna

Yellowfin, Big eye  Es curai

 Pisau

 Karyawan

 Timbanga

 Bahan

baku dalam keadaan segar I N S P E K S I

 Produk

yang dihasil kan sesuai

 Komoditas

ekspor Amerika

 Komoditas

lokal

Output

 Organolepti

k tuna loin

 Rendemen

 Estetika bentuk tuna


(51)

pemotongan dan pembuatan fillet loin akan mempengaruhi nilai rendemen yang akan dihasilkan. Ketelitian dan keakuratan dari timbangan yaitu selalu dilakukan pengkalibrasian sehingga dapat mencegah penipuan ekonomi bagi pelanggan. Plastik yang digunakan adalah plastik bubble yang memiliki ukuran yang sesuai dengan panjang tuna loin dan penggunaan plastik ini bertujuan untuk mencegah kerusakan fisik agar estetika dari bentuk tuna loin.

Inspeksi kedua yaitu produk yang dihasilkan harus sesuai dengan yang diinginkan oleh pembeli. Produk tuna loin yang telah memenuhi kriteria yang diminta pembeli harus segera dikirimkan. Tuna loin ini diekspor ke Amerika, akan tetapi jika produk tuna loin itu tidak memenuhi komoditas ekspor, maka produk tuna loin tersebut dijadikan komoditas untuk lokal.

2) Measure (pengukuran)

Measure (pengukuran) yang dikaji adalah pada kinerja proses yang dipilih untuk mengendalikan, mengevaluasi serta mengadakan perbaikan saat ini agar dapat mencapai suatu targetan yang ditetapkan serta mengumpulkan semua data yang dibutuhkan untuk analisis. Hasil pengukuran dilakukan dengan menggunakan teknik-teknik Statistical Process Control (SPC), yang meliputi peta kendali (control chart) beserta analisis kapabilitas proses (Gasperz 2001). Hasil pengukuran untuk pengendalian mutu proses produksi tuna loin dilakukan pada rataan berat tuna segar, rataan berat tuna loin, serta rataan rendemen yang dihasilkan.

4.3.1 Pengendalian mutu terhadap rataan berat tuna

Proses produksi tuna loin tentunya sangat dipengaruhi oleh berat dari tuna utuh, semakin besar ukuran atau berat dari ikan tuna utuh maka semakin besar pula berat tuna loin yang dihasilkan dalam produksi tuna loin. Di tempat transit ikan tentunya sudah ada cheeker yang senantiasa memeriksa keadaan ikan dan mencatat hasil dari timbangan berat tuna utuh. Produksi tuna loin dilakukan sesuai dengan permintaan dari pelanggan. Tuna loin yang digunakan adalah ikan tuna dari grade C, karena grade A dan B langsung di ekspor ke Jepang untuk sashimi. Hasil analisis pengendalian mutu tuna dapat ditunjukkan pada Gambar 22.


(52)

0,05 0,04 0,03 0,02 0,01 0,00 X 16,00 29,08 28 25 22 19 16 13 10 7 4 1 60 50 40 30 20 10 0 Observation b e r a t r a t a a n t u n a u t u h _ X=29,08 UCL=55,27 LCL=2,89

Peta kendali berat rataan tuna utuh

Gambar 22 Diagram kendali rataan berat tuna utuh.

Berdasarkan peta distribusi menunjukkan bahwa nilai lower spesific limit (LSL) dari perusahaan X sebesar 16,00 kg, sedangkan peta kendali menunjukkan berat rataan tuna utuh pada bulan Maret sampai bulan April 2011, didapatkan nilai rataan berat tuna yang digunakan untuk produksi loin 29,08 kg dan nilai batas kontrol atas (UCL) 55,27 kg ( <UCL) dan nilai batas kontrol bawah (LCL) 16,00 kg. Semua data berada diantara kedua batas kendali (UCL dan LCL), oleh karena itu proses ini berada dalam keadaan terkendali (Montgomery 1990). Grafik pengendalian diatas berarti menunjukkan bahwa penerimaan bahan baku berada di dalam kendali penetapan rataan bahan baku yang diterima. Untuk mengetahui kemampuan proses dilakukan pengukuran terhadap indeks kapabilitas proses. Hasil pengukuran tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Hasil perhitungan rataan tuna utuh dari bulan Maret sampai bulan April 2011.

No Statistika Nilai

1 jumlah data 30

2 rataan proses 29,08

3 standar deviasi 8,73

4 nilai minimum 19,17

5 nilai maksimum 48,70

6 Lower spesific limit (LSL) 16,00

7 standar deviasi maksimum proses (Smaks) 4,37

8 Upper control limit (UCL) 55,27

9 Lower control limit (LCL) 2,89

10 Kapabilitas proses (Cpm) 1,00

11 Defect per million opportunities (DPMO) 68100

12 Sigma 2,99

Berdasarkan hasil perhitungan statistik dari rataan berat tuna diatas menunjukkan bahwa berat rataan tuna utuh yang diterima 29,08 dan berat


(53)

maksimum tuna yang diterima 48,70 kg, sedangkan berat minimum yang diterima 19,17 kg. Standar deviasi proses 8,73 dan nilai standar deviasi maksimal 4,37. Hasil penelitian ini identik dengan Putri (2011) dimana nilai standar deviasi proses melebihi nilai batas toleransi standar deviasi maksimum proses (Smaks) sebesar 4,37. Artinya variasi berat tuna yang diterima telah melewati batas antara rataan dengan batas spesifikasi minimal nilai standar berat penerimaan tuna.

Nilai kapabilitas proses penerimaan tuna di perusahaan X adalah 1,00 1 Cpm 1,99 pada tingkat sigma ±3 yaitu tepatnya berada pada tingkat sigma

3,00 sehingga didapat nilai DPMO (defect per million opportunities) atau peluang kegagalan per satu juta kali kesempatan 68100 yang artinya bahwa setiap satu juta kali produksi diperkirakan terdapat 68100 kemungkinan bahwa rataan berat tuna yang diterima tidak mampu memenuhi berat rataan spesifikasi bawah yaitu 16,00 kg. Nilai kapabilitas proses tersebut menunjukkan bahwa keadaan proses penerimaan bahan baku tuna pada perusahaan tersebut berada dalam keadaan tidak mampu sampai dengan cukup mampu untuk menghasilkan berat tuna sesuai dengan kebutuhan dan ekspektasi perusahaan.

4.3.2 Pengendalian mutu terhadap berat rataan tuna loin

Tuna loin beku merupakan produk olahan hasil perairan dengan bahan baku tuna segar atau beku mengalami perlakuan penyiangan, pembelahan membujur menjadi 4 bagian (loin), pembuangan daging gelap (dark meat), pembuangan lemak, pembuangan kulit, perapihan dan pembekuan cepat serta suhu pusatnya maksimum -18°C. Produksi tuna loin sesuai dengan permintaan bayer dan Tuna loin diproduksi sesuai dengan bahan baku ikan yang didapatkan dan sesuai dengan pesanan pelanggan. Produksi tuna loin yang di produksi di PT X ini sesuai dengan jumlah ikan yang didapatkan, apabila terdapat banyak ikan maka ikan tuna tersebut langsung di produksi dan apabila sedikit ikan tuna di simpan dalam bak penampungan ikan. Hasil analisis pengendalian mutu tuna loin dapat dilihat pada Gambar 23.


(54)

0,05 0,04 0,03 0,02 0,01 0,00 X 2,30 10,97 28 25 22 19 16 13 10 7 4 1 25 20 15 10 5 0 Observation b e r a t r a t a a n t u n a l o in _ X=10,97 UCL=23 LCL=-1,06

Peta kendali rataan tuna loin

Gambar 23 Diagram kendali rataan berat tuna loin.

Berdasarkan peta distribusi menunjukkan nilai lower spesific limit (LSL) dari perusahaan X sebesar 2,30 kg, pada peta kendali didapat berat rataan tuna utuh pada bulan Maret sampai bulan April 2011, yang digunakan untuk produksi loin 10,97 kg dan nilai batas kontrol atas (UCL) 23,00 kg ( <UCL) dan nilai batas kontrol bawah (LCL) 1,06 kg, serta nilai batas spesifikasi bawah 2,30 kg. Dapat dilihat bahwa semua data berada diantara kedua batas kendali atas dan bawah (UCL dan LCL), hal ini menunjukkan bahwa proses ini dalam keadaan terkendali (Montgomery 1990). Untuk mengetahui kemampuan proses dalam pembuatan loin, maka dilakukan pengukuran terhadap indeks kapabilitas proses. Hasil pengukuran tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Hasil perhitungan rataan tuna loin dari bulan Maret sampai bulan April 2011.

Berdasarkan hasil perhitungan statistik dari rataan berat tuna diatas menunjukkan bahwa berat rataan tuna loin yang diterima 10,97 kg dan berat

No Statistika Nilai

1 jumlah data 30

2 rataan proses 10,97

3 standar deviasi 4,01

4 nilai minimum 4,91

5 nilai maksimum 20,00

6 Lower spesific limit (LSL) 2,30

7 standar deviasi maksimum proses (Smaks) 2,37

8 Upper control limit (UCL) 23,00

9 Lower control limit (LCL) 1,06

10 Kapabilitas proses (Cpm) 1,44

11 Defect per million opportunities (DPMO) 15400


(1)

Montgomery DC. 1990. Pengantar Pengendalian Kualitas Statistik, penerjemah; Soejoeti Z, editor. Yogyakarta: Gajah Mada University Press-Subanar. Terjemahan dari Introduction to Statistical Quality Control.

Mutiara E, Kuswadi. 2004. DELTA: Delapan Langkah dan Tujuh Alat Statistik untuk Peningkatan Mutu Berbasis Komputer. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Nasution. 2005.Manajemen Mutu Terpadu Jilid II. Bogor: Ghalia Indonesia. Putri DM. 2011. Pengendalian mutu pada produksi tuna loin (Thunnus sp.)

menggunakan metode six sigma. [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Rath A, Strong J. 2005. Six Sigm Advanced Tools Pocked Guide. New York: McGraw Hill.

Reksohadiprojo. 2000. Manajemen Produksi. Edisi keempat. Yogjakarta: BPFE Saanin H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan I dan II. Jakarta: Bina

Cipta.

Saulina HS. 2009. Pengendalian mutu pada proses pembekuan udang menggunakan statistical process control (SPC) studi kasus di PT Lola Mina Jakarta Utara [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Soepanto. 1990. Kiat Bisnis Perikanan Tuna. Seminar Sehari Prospek Bisnis dan Peluang Investasi Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Jakarta.

Tang LC, Yam HS. 2006. Six Sigma Advance Tool for Black Belts and Master Black Belts. New Jersey: John Willey and Sons.


(2)

(3)

Lampiran 1 Data berat rataan tuna utuh, tuna loin, dan rendemen loin

Tanggal Sampel

Jumlah Ikan

Berat

Ikan Berat Loin

Berat rataan tuna utuh Berat rataan tuna loin Berat rataan rendemen loin

01/03/2011 1 32 1152 564,75 36 17,65 49,02

02/03/2011 2 18 364 136,12 20,22 7,56 37,40

06/03/2011 3 18 507 302,70 28,17 16,82 59,70

10/03/2011 4 28 633 210,58 22,61 7,52 33,27

12/03/2011 5 12 338 146,70 28,17 12,23 43,40

17/03/2011 6 61 1442 329,38 23,64 5,40 22,84

18/03/2011 7 18 579 293,46 32,17 16,30 50,68

19/03/2011 8 18 409 216,60 22,72 12,03 52,96

20/03/2011 9 32 742 365,59 23,19 11,42 49,27

21/03/2011 10 59 2662 681,79 45,12 11,56 25,61

22/03/2011 11 33 799 350,83 24,21 10,63 43,91

23/03/2011 12 6 115 73,23 19,17 12,21 63,68

24/03/2011 13 64 1280 556,1 20,00 8,69 43,45

25/03/2011 14 19 542 160,05 28,53 8,42 29,53

26/03/2011 15 60 2731 507,96 45,52 8,47 18,60

28/03/2011 16 13 355 118,69 27,31 9,13 33,43

29/03/2011 17 33 957 229,49 29,00 6,95 23,98

30/03/2011 18 17 421 140,68 24,76 8,28 33,42

01/04/2011 19 22 481 163,17 21,86 7,42 33,92

02/04/2011 20 18 783 269,17 43,50 14,95 34,38

03/04/2011 21 40 1948 800,08 48,70 20,00 41,07

04/04/2011 22 50 1476 558,53 29,52 11,17 37,84

05/04/2011 23 11 254 83,18 23,09 7,56 32,75

07/04/2011 24 16 437 162,35 27,31 10,15 37,15

09/04/2011 25 19 418 120,41 22,00 6,34 28,81

11/04/2011 26 62 1880 931,50 30,32 15,02 49,55

12/04/2011 27 34 667 167,08 19,62 4,91 25,05

13/04/2011 28 46 2196 851,81 47,74 18,52 38,79

14/04/2011 29 113 3317 1179,29 29,35 10,44 35,55

16/04/2011 30 81 2352 919,38 29,04 11,35 39,09

Jumlah 872,55 329,10 1148,10

Rataan 29,08 10,97 38,27

Standar


(4)

Lampiran 2 Proses alur produksi tuna loin

Penerimaan bahan baku Pencucian ikan tuna

Penyimpanan ikan tuna sementara Penimbangan I ikan tuna

Pemotongan

Pembentukan loin Pembuangan kulit Pembuangan daging gelap Perapihan

Penimbangan II Pemberian gas CO

Pengemasan primer Pemvakuman

Pembekuan

Penimbangan III Pengemasan dan pelabelan


(5)

Lampiran 3 Contoh perhitungan

Data verifkasi berat rataan tuna utuh bulan Maret sampai bulan April 2011 a. Jumlah data n= 30 data

Batas spesifikasi bawah (LSL) 16,00 kg.

Rataan proses ( ) =

= 872,55

30

= 29,08

b. Standar deviasi proses (s) = = 8,73

c. Penentuan nilai DPMO (Defect per Million Oportunities) dan nilai sigma DPMO LSL = P [z≤ (LSL - X)/ s] x 1.000.000

= P [z≤ (16,00-29,08)/8,73] x 1.000.000 =68.100

Berdasarkan Tabel konversi nilai DPMO ke nilai Sigma (Lampiran 4) dan konversi z (Lampiran 5) diperoleh nilai sigma 2,99

d. Penentuan nilai standar deviasi maksimal (Smaks)

Karena proses hanya mempunyai satu batas spesifik (LSL)

Maka persamaan yang digunakan adalah:Bila proses tersebut hanya memiliki satu batas spesifik, batas spesifik atas (USL) atau batas spesifik bawah (LSL) saja, maka persamaan yang digunakan:

Smaks =

= 1 x (29,08- 16,00) 2,99

= 4,3 e. Penentuan nilai kapabilitas proses


(6)

Karena hanya memiliki satu batas spesifik (LSL), maka digunakan persamaan sebagai berikut:

Cpm = [(Xbar – LSL)]

3√S²

= 1,00

Kesimpulan: 1 ≤ Cpm≥ 1,99: keadaan industri proses berada dalam keadaan stabil dan tidak mampu, artinya proses berada dalam keadaan tidak mampu sampai cukup mampu untuk menghasilkan produk sesuai dengan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.