bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki mutu paling tinggi belum tentu produk yang paling bernilai. Akan tetapi, yang paling bernilai adalah
produk atau jasa yang paling tepat dibeli best-buy Nasution, 2005.
2.6. Six Sigma
Ada banyak pengertian mengenai Six Sigma, yaitu Six Sigma diartikan sebagai metode berteknologi canggih yang digunakan oleh para insinyur dan
statistikawan dalam memperbaikimengembangkan proses atau produk. Six Sigma diartikan demikian, karena kunci utama perbaikan Six Sigma
menggunakan metode-metode statistik, meskipun tidak secara keseluruhan membicarakan tentang statistik.
Pengertian Six Sigma yang lain adalah tujuan yang mendekati kesempurnaan dalam pencapaian kebutuhan pelanggan. Ada juga yang
mengartikan Six Sigma sebagai usaha mengubah budaya perusahaan untuk mencapai kepuasan pelanggan, keuntungan dan persaingan yang jauh lebih baik.
Kunci utama pengertian di atas adalah pengukuran, tujuan dan perubahan budaya perusahaan.
Miranda dan Tunggal 2006 mengungkapkan Six Sigma sebagai suatu sistem komperhensif dan fleksibel untuk mencapai, memberi dukungan dan
memaksimalkan proses usaha, yang berfokus pada pemahaman kebutuhan pelanggan dengan menggunakan fakta, data dan analisa statistik, serta terus
menerus memperhatikan pengaturan, perbaikan dan mengkaji ulang proses usaha.
Six Sigma adalah suatu metodologi bisnis yang bertujuan meningkatkan kapabilitas dari aktivitas proses bisnis. Proses adalah sesuatu yang dimulai dari
perencanaan, desain produksi sampai dengan fungsi-fungsi konsumen kebutuhan, keinginan dan harapan. Dalam konsep Six Sigma dikenal dua
proses kerja yang disebut proses kerja internal dan eksternal. Proses internal meliputi seluruh aspek fungsi dan kegiatan yang ada didalam perusahaan,
sedangkan proses eksternal adalah seluruh kegiatan yang dimulai dari
pengelolaan produk hingga distribusi ke konsumen. Tujuan Six Sigma adalah meningkatkan kinerja bisnis dengan mengurangi berbagai variasi proses yang
merugikan, mereduksi kegagalan-kegagalan produkproses, menekan cacat-cacat produk, meningkatkan keuntungan, mendongkrak moral personilkaryawan dan
meningkatkan mutu produk pada tingkat yang maksimal. Six Sigma pertama kali dikembangkan oleh Motorola pada pertengahan
tahun 1980 dan dipublikasikan oleh Jack Welch General Electric dalam forum strategi bisnis di tahun 1995. Istilah Six Sigma diambil dari terminologi statistik
dimana sigma σ adalah simpangan baku dalam distribusi normal dengan probabilitas a ± 6 enam atau sama dengan P
value
= 0,999996 atau efektivitas sebesar 99,9996.
Standar Six Sigma dalam proses produksi dikenal dengan istilah defectively rate of process
dengan nilai sebesar 3,4 defektif di setiap juta unitproses. Artinya, dalam satu juta unitproses hanya diperkenankan
mengalami kegagalancacat produk sebanyak 3,4 unitproses. Dengan demikian, derajat konsistensi Six Sigma adalah sangat tinggi dengan simpangan baku yang
sangat rendah. Dibanding dengan metode pengendalian mutu lain, Six Sigma memiliki
keunggulan pada fungsi-fungsi proses. Six Sigma tidak sekedar berorientasi pada mutu produkjasa, tetapi juga pada seluruh aspek operasional bisnis dengan
penekanan dalam fungsi-fungsi proses Hidayat, 2007. Hidayat menjelaskan bahwa Six Sigma adalah sebuah konsep dan metodologi yang terfokus pada
upaya penciptaan nilai produk dan jasa yang bertaraf world class, yang bergerak seiring dengan upaya pengembangan dan peningkatan kinerja di dalam aktivitas
bisnis, pembangunan struktur organisasional kerja yang terlibat didalamnya, serta penyusunan peta proses kerja bisnis korporasi secara aktual dan nyata. Prinsip
dasar implementasi Six Sigma adalah on a project-by-project team, dengan pemanfaatan personil atau tenaga kerja yang terdidik dan terlatih.
Gaspersz 2007 menjelaskan bahwa Six Sigma Motorola merupakan suatu metode atau teknik pengendalian yang merupakan terobosan baru dalam
bidang manajemen mutu. Six Sigma yang diterapkan oleh Motorola ini diterima secara luas oleh dunia industri, karena sistem-sistem manajemen mutu yang ada
tidak mampu melakukan peningkatan mutu secara dramatik menuju tingkat kegagalan nol zero defect. Banyak sistem manajemen mutu seperti Malcom
Baldrige National Quality Award MBNQA, ISO 9000 dan lain-lain hanya
menekankan pada upaya peningkatan mutu terus-menerus berdasarkan kesadaran mandiri manajemen, tanpa memberikan solusi yang ampuh bagaimana terobosan
harus dilakukan untuk meningkatkan mutu secara dramatik menuju tingkat kegagalan nol.
Prinsip pengendalian dan peningkatan mutu Six Sigma Motorola mampu menjawab tantangan ini, dan terbukti Motorola selama kurang lebih sepuluh
tahun setelah implementasi konsep Six Sigma telah mampu mencapai 3,4 DPMO defect per million opportunities-kegagalan per satu juta kesempatan. Beberapa
keberhasilan Motorola yang patut dicatat dari aplikasi program Six Sigma adalah sebagai berikut :
1. Peningkatan produktivitas rataan 12,3 pertahun. 2. Penurunan Cost of Poor Quality COPQ lebih daripada 84.
3. Eliminasi kegagalan dalam proses sekitar 99,7. 4. Penghematan biaya manufacturing lebih dari 11 milyar.
5. Peningkatan tingkat pertumbuhan tahunan rataan 17 dalam penerimaan keuntungan dan harga saham Motorola.
2.7. Fase Six Sigma