6. Endapkan larutan selama 24 jam. Setelah itu, saring contoh air tersebut dengan menggunakan kertas saring yang sebelumnya telah dioven selama 2
jam dalam suhu 60ºC dan diketahui beratnya berat awal. 7. Oven contoh tanah yang disaring tersebut selama 2 jam dalam suhu 100ºC.
Setelah dioven, diamkan sesaat, lalu ditimbang dan dicatat beratnya berat akhir.
8. Pengukuran dengan menggunakan metode bak erosi dilakukan sebanyak 3 kali ulangan.
3.5.2. Pengukuran Debit dan Sedimen Sungai
Penentuan debit sungai yang dihitung adalah sungai yang dapat dianggap mewakili daerah-daerah yang masuk kegiatan operasional pemanenan kayu,
antara lain sungai Mahang, sungai Membung, sungai Pari, sungai Lampanan, sungai Jupoi, dan sungai Sikui. Untuk mengetahui debit sungai, diperlukan dua
data terlebih dahulu, yaitu luas penampang sungai dan kecepatan arus sungai.
a. Pengukuran Luas Penampang
1. Ukur lebar sungai dari pinggir sungai ke pinggir sungai seberang. 2. Ukur dan catat kedalaman sungai per segmen dengan menggunakan tongkat
ukurgalah h=meter, untuk sungai dengan lebar relatif kecil dibagi 3 segmen dan untuk sungai dengan lebar relatif besar dibagi 5 segmen.
Gambar 4 Contoh pengukuran luas penampang sungai.
b. Pengukuran Kecepatan Arus Sungai
1. Masih di sungai yang sama, tentukan sebuah titik, lalu titik tersebut ditarik tegak lurus aliran.
2. Kemudian tetapkan jarak dan tentukan titik kedua. 3. Lemparkan pelampung di bagian hulu titik ke-1, set waktu pada 0 detik dan
catat lama waktu pelampung ketika sampai titik ke-2.
4. Pengukuran ini dilakukan sebanyak 3 kali ulangan.
c. Pengukuran sedimen sungai
Sedimen adalah bagian tanah yang terangkut dari suatu tempat yang tererosi. Sedimen sungai adalah bagian tanah yang tererosi yang masuk ke dalam
aliran sungai. Pengukuran Sedimen di lapangan dapat dilakukan dengan cara: 1. Mengambil contoh air sebanyak 600 ml.
2. Kemudian bawa contoh air tersebut ke laboratorium, endapkan selama 24 jam.
3. Setelah 24 jam, saring contoh air tersebut dengan menggunakan kertas saring yang sebelumnya telah dioven selama 2 jam dalam suhu 60°C dan
diketahui beratnya berat awal. 4. Oven contoh tanah yang disaring tersebut selama 2 jam dalam suhu
100°C. 5. Setelah dioven, kertas didiamkan sesaat, lalu ditimbang dan dicatat
beratnya berat akhir. 6. Pengukuran sedimen sungai dilakukan sebanyak 3 kali ulangan.
3.5.3. Pengukuran Keterbukaan
Cara yang digunakan untuk menganalisis keterbukaan adalah dengan menggunakan metode analisis vegetasi, akan tetapi data yang diambil hanya
mengidentifikasi tingkat pancang, tiang dan pohon saja. Adapun data yang diperlukan antara lain:
a. Tinggi bebas cabang dan tinggi total. b. Posisi tajuk berdasarkan arah utara, timur, selatan, dan barat.
c. Posisi pancang, tiang dan pohon. Kegiatan pengukuran keterbukaan antara lain:
a. Menentukan lokasi yang akan dianalisis. b. Membuat petak pengukuran dengan lebar 20 m x 100 m. Kemudian lebarnya
dibagi menjadi dua dan panjangnya dibagi lima. c. Buat petak kecil ukuran 5 m x 5 m untuk pancang, 10 m x 10 m untuk tiang,
dan 20 m x 20 m untuk pohon. d. Menghitung seluruh pancang yang ada pada petak 5 m x 5 m, kemudian
tentukan jenis, tinggi, dan posisi pancang tersebut.
e. Menghitung seluruh tiang yang ada pada petak 10 m x 10 m, kemudian tentukan jenis, tinggi bebas cabang, tinggi total, dan posisi tiang tersebut.
f. Menghitung seluruh pohon yang ada pada petak 20 m x 20 m, kemudian
tentukan jenis, tinggi bebas cabang, tinggi total, dan posisi pohon tersebut.
Gambar 5 Contoh plot pengukuran keterbukaan. Setelah data yang diperlukan telah ada, maka hasilnya dapat di gambarkan
pada milimater blok dan kertas kalkir. Pengukuran keterbukaan juga dapat didukung oleh peta citra landsat tahun
2008. Peta citra landsat dapat mewakili daerah-daerah hutan yang tidak terjangkau untuk dianalisa seperti daerah pedalaman hutan. Pengukuran keterbukaan dapat
dilakukan dengan cara analisis deskriptif peta citra landsat tahun 2008.
3.5.4. Pengukuran Curah Hujan
Pengukuran curah hujan dilakukan pada tiga stasiun pengamatan curah hujan, antara lain stasiun pengamatan curah hujan Sikui, Jupoi, dan Mahang.
Masing-masing stasiun pengamatan mewakili daerah-daerah kegiatan. Stasiun pengamatan curah hujan Sikui mewakili basecamp, stasiun pengamatan curah
hujan Jupoi mewakili TPTII dan kawasan lindung, dan stasiun pengamatan curah hujan Mahang mewakili RKT 2007 dan 2008 TPTI.
Pengukuran curah hujan dimaksudkan untuk mengetahui curah hujan yang ada di berbagai lokasi pengamatan sehingga hujan dapat dijadikan salah satu
parameter laju erosi. Pengukuran curah hujan dilakukan setiap jam 7 pagi pada hari berikutnya setelah hujan.
3.6. Pengolahan Data 3.6.1. Penghitungan Erosi
a. Penghitungan Nilai T Dan IBE
Menurut Wood dan Dent 1983, dalam menetapkan besaran T dapat dilakukan dengan persamaan:
Untuk Ds Dm, nilai T = Ds – Dm + LPT UPT
Untuk Ds Dm, nilai T LPT T
= Laju erosi tanah yang boleh terbiarkan terjadi. Ds
= Ketebalan tanah setara yang merupakan hasil perkalian De dengan faktor ketebalan tanah c.
De = Ketebalan tanah efektif, yaitu ketebalan tanah dari permukaan tanah sampai loka sembarang pada penampang tanah yang tidak dapat
diterobos oleh akar tanaman. Dm = Ketebalan tanah minimum, yaitu ketebalan tanah minimum yang
diperlukan tanaman untuk tetap dapat tumbuh optimum. UPT = Umur pakai tanah, yaitu waktu dapat pakai sumberdaya tanah yang dapat
diprakirakan dari laju pembentukannya. LPT = Laju pembentukan tanah
Kemudian untuk menentukan nilai indeks bahaya erosi IBE dapat dilakukan dengan persamaan :
IBE =
b. Metode Tongkat
Untuk mengetahui laju erosi yang terjadi dengan menggunakan metode
tongkat, data yang telah didapatkan dirata-ratakan per minggu dan per lokasi. Setelah itu laju erosi dapat diketahui dengan cara:
ETonha = Rata-rata tebal tanah yang hilang cm x Bobot isi tanah gcm
3
c. Metode Bak Erosi