17 Hipotesis :
H : Id = 1 bersifat acak
H
1
: Id ≠ 1 tidak acak Id 1, bersifat mengelompok ; Id 1, bersifat seragam Berdasarkan hasil perhitungan nilai
2
hitung dibandingkan dengan
2
tabel. Jika nilai
2
hitung lebih besar dari
2
tabel maka tolak H yang berarti bahwa pola
sebaran siput gonggong adalah tidak acak, dan jika
2
hitung lebih kecil dari
2
tabel maka terima H
yang menyatakan bahwa pola sebaran siput gonggong adalah acak.
3.4.3. Distribusi frekuensi panjang
Distribusi frekuensi panjang adalah distribusi ukuran panjang pada kelompok panjang tertentu. Distribusi frekuensi panjang didapatkan dengan menentukan
selang kelas, nilai tengah kelas, dan frekuensi dalam setiap kelompok panjang. Tahapan-tahapan analisis sebaran frekuensi panjang sebagai berikut:
1. Menentukan nilai maksimum dan nilai minimum dari seluruh data panjang
cangkang total siput. 2.
Menentukan jumlah kelas dan interval kelas berdasarkan hasil pengamatan frekuensi pada setiap selang kelas panjang cangkang siput.
3. Menentukan limit bawah kelas bagi selang kelas yang pertama dan kemudian
limit atas kelas. Limit atas didapatkan dengan cara menambahkan lebar kelas pada limit bawah kelas.
4. Mendaftarkan semua limit kelas untuk setiap selang kelas.
5. Menentukan nilai tengah kelas bagi masing-masing kelas dengan merata-ratakan
limit kelas. 6.
Menetukan frekuensi bagi masing-masing kelas. Distribusi frekuensi panjang yang telah ditentukan dalam masing-masing
kelas, diplotkan dalam sebuah grafik untuk melihat jumlah distribusi normalnya. Grafik tersebut dapat terlihat jumlah puncak yang menggambarkan jumlah
kelompok umur kohort yang ada. Pergeseran sebaran frekuensi panjang cangkang menggambarkan jumlah kelompok umur kohort yang ada. Bila terjadi pergeseran
modus sebaran frekuensi panjang berarti terdapat lebih dari satu kohort. Distribusi frekuensi panjang dapat menentukan kelompok ukuran dari siput gonggong yang
ditemukan dengan melihat modus frekuensi panjang cangkang tersebut.
18
3.4.4.Hubungan panjang bobot
Hubungan panjang bobot digambarkan dalam dua bentuk yaitu isometrik dan allometrik Hile 1936 in Effendie 1997. Kedua pola ini berlaku persamaan:
W = a L
b
Keterangan: = Bobot siput gonggong gram
L = Panjang cangkang siput gonggong mm
a dan b = Konstanta Jika dilinearkan melalui transformasi logaritma, maka diperoleh persamaan:
Log W = Log a + b Log L Mendapatkan parameter a dan b, digunakan analisis regresi linier sederhana
dengan Log W sebagai ’y’ variabel tak bebas dan Log L sebagai ’x’ variabel bebas yang dilakukan uji t Sukimin et al. 2006, dengan hipotesis :
H : b = 3, hubungan panjang dengan berat adalah isometrik
H
1
: b ≠ 3, hubungan panjang dengan berat adalah allometrik
Isometrik berarti pertambahan panjang seimbang dengan pertambahan bobot. Allometrik positif, jika b
≥
3 pertambahan bobot lebih cepat dari pada pertambahan panjang dan allometrik negatif, jika b 3 pertambahan panjang lebih cepat dari
pada pertambahan bobot.
Keterangan : b
1
= Nilai b hubungan dari panjang berat b
= 3 Sb
1
= Simpangan koefisien b Selanjutnya, nilai t
hitung
dibandingkan dengan nilai t
tabel
pada selang kepercayaan 95. Kemudian untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan, kaidah
keputusan yang diambil mengacu pada Nasoetion Barizi 1980 yaitu : t
hitung
t
tabel
: tolak hipotesis nol H t
hitung
t
tabel
: gagal tolak hipotesis nol H
3.4.5.Nisbah kelamin
Analisi untuk mengetahui keseimbangan nisbah kelamin ikan jantan dan betina yaitu:
X
=
19 Keterangan:
X = Nisbah kelamin J = Jumlah ikan jantan ekor
B = Jumlah ikan betina ekor
Hubungan antara jantan dan betina dari suatu populasi ikan yang diteliti dapat diketahui dengan melakukan analisis nisbah kelamin menggunakan uji chi-square
X
2
Walpole 1993:
Keterangan: X
2
= Nilai bagi peubah acak yang sebaran penarikan contohnya menghampiri sebaran khi-kuadrat
oi = Jumlah frekuensi ikan jantan dan betina yang teramati pada data ke-i ei = Jumlah frekuensi harapan dari ikan jantan dan betina pada data ke-i
dengan hipotesis:
H : Jantan = betina
H
1
: Jantan ≠ betina
Selanjutnya, nilai
2 hitung
dibandingkan dengan nilai
2 tabel
pada selang kepercayaan 95. Kemudian untuk mengetahui nisbah kelamin, kaidah keputusan
yang diambil mengacu Walpole 1993 yaitu :
2 hitung
2 tabel
: tolak hipotesis nol H
2 hitung
2 tabel
: gagal tolak hipotesis nol H
20
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kondisi Umum Perairan Pantai Belembang, Teluk Klabat
Secara geografis Kabupaten Bangka Barat terletak pada posisi koordinat 01° 00
’
-02° 10
’
LS dan 105° 00
’
-106° 00
’
BT. Kabupaten Bangka Barat memiliki luas wilayah 4.510,89 km
2
, yang terdiri dari daratan seluas 2.820,61 km
2
dan perairan laut seluas 1.690,28 km
2
. Selain itu kabupaten ini memiliki pulau-pulau kecil sebanyak 30 pulau dan panjang garis pantai mencapai 278,75 km Pemerintah
Kabupaten Bangka Barat 2010. Secara administrasi Kabupaten Bangka Barat terbagi menjadi 6 kecamatan
Kelapa, Tempilang, Muntok, Simpang Teritip, Jebus, dan Parit Tiga, 4 kelurahan, 53 desa definitif dan 143 dusun. Diantara desa-desa tersebut terdapat 28 desa yang
mempunyai wilayah laut atau bersinggungan dengan laut BPS Kabupaten Bangka Barat 2010. Adapun batas-batas administrasi Kabupaten Bangka Barat adalah
sebagai berikut :
Utara : Laut Cina Selatan
Selatan : Selat Bangka
Timur : Kabupaten Bangka
Barat : Selat Bangka dan Wilayah bagian Timur Sumatera
Selatan.
Perairan Pantai Belembang, Teluk Klabat, merupakan wilayah yang terletak di Kecamatan Parit Tiga, Desa Bakit, Dusun Belembang, Kabupaten Bangka Barat
yang merupakan bagian luar sisi barat dari Teluk Klabat dan berhadapan dengan Pulau Kelapa. Vegetasi yang tumbuh di daerah pantai umumnya cemara dan pohon
kelapa. Selain itu dijumpai pula beberapa tonjolan batu dan gosong pasir yang muncul ke permukaan pada saat air surut. Terdapat aktivitas penangkapan ikan
pancing, jaring, dan memungut biota, alur pelayaran, dan pemukiman penduduk serta penambangan timah secara tradisional yang biasa disebut dengan penambangan
timah apung rakyat maupun dengan menggunakan kapal hisap dan kapal keruk timah. Daerah tepi pantai banyak dijumpai tumpukan cangkang siput gonggong
yang tidak dimanfaatkan oleh masyarakat Lampiran 4.