Nisbah Kelamin HASIL DAN PEMBAHASAN

37 Menurut Bagenal 1978 menyatakan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan nilai b selain perbedaan spesies adalah faktor lingkungan, tahap perkembangan, jenis kelamin, tingkat kematangan gonad, bahkan perbedaan waktu dalam hari karena perubahan isi perut, selain itu juga dapat disebabkan oleh perbedaan jumlah dan variasi ukuran yang diamati. Pola pertumbuhan cangkang siput gonggong dipengaruhi oleh pertumbuhan mantel. Organ ini berperan dalam penyerapan bahan pembentuk cangkang. Pertumbuhan akan terganggu akibat parasit yaitu cacing trematoda yang menyerang organ gonad, sehingga selain kerdil juga dapat menyebabkan mandul Lindner 1979. Kecepatan pertumbuhan rata-rata hewan ini sebesar 0,16 mmhari pada hewan muda dan kecepatan pertumbuhan akan melambat pada saat mulai memasuki stadia dewasa Vermeij Zipser 1986. Nilai koefisien determinasi pada hasil analisis hubungan panjang bobot memiliki nilai yang kecil. Hal ini diduga dalam pengambilan contoh kurang mewakili lokasi pengamatan, pengukuran dan penimbangan bobot total berat basah dari siput gonggong dipengaruhi oleh air dan pasir yang menempel di cangkang dan tubuh siput gonggong, sehingga mempengaruhi hasil pengukuran yang didapat. Selain itu juga berdasarkan informasi dari nelayan, bahwa pada bulan Februari sampai Juni merupakan musim penangkapan efektif dalam setahun dengan puncak penangkapannya terjadi pada bulan Maret, sehingga data panjang bobot yang dianalisis antara jantan dan betina tergolong dalam kelompok ukuran kelas yang sama yaitu dengan kisaran panjang antara 50,34-53,87 mm dan kisaran bobot antara 20,14-22,99 gram. Nilai koefisien b pada betina memiliki nilai yang rendah dibandingkan dengan jantan. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa betina mengalami masa pemijahan atau matang gonad. Selain itu juga daerah penelitian masih memiliki kondisi lingkungan yang baik untuk menopang kehidupan siput gonggong, khususnya ketersediaan makanan. Menurut Effendie 1997 ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan, diantaranya adalah faktor dalam dan faktor luar yang mencakup jumlah dan ukuran makanan yang tersedia, suhu, oksigen terlarut, faktor kualitas air, umur, dan matang gonad.

4.14. Nisbah Kelamin

Nisbah kelamin merupakan perbandingan jantan dan betina dalam suatu populasi. Komposisi siput gonggong betina dan jantan berdasarkan 410 ekor siput 38 contoh adalah 220 ekor betina dan 190 ekor jantan. Hasil analisis nisbah kelamin siput gonggong terdapat pada Tabel 5. Tabel 5. Hasil perhitungan nisbah kelamin siput gonggong di perairan Pantai Belembang, Teluk Klabat. Penentuan nisbah kelamin dengan menggunakan uji chi-square dimaksudkan untuk mengetahui rasio kelamin jantan dan betina seimbang atau tidak seimbang. Perhitungan uji chi-square secara keseluruhan didapatkan komposisi jumlah siput jantan dan betina menunjukkan rasio kelamin yang seimbang yaitu 1:1,16, yang menyatakan bahwa rasio jantan dan betina siput gonggong di alam adalah ideal. Kondisi rasio kelamin siput yang ideal dapat mendukung proses pemijahan secara optimal di alam, sehingga dapat meningkatkan populasi siput gonggong. Siput gonggong merupakan organisme yang dioecious, yaitu organisme yang masing-masing terlihat jelas antara jantan dan betina. Musim pemijahan siput gonggong berlangsung mulai akhir November hingga awal Maret. Sexual dimorfirm siput gonggong terjadi pada masa-masa awal selama saat ontogeny spesies. Siput gonggong jantan mencapai tingkat kematangan awal lebih pendek ukurannya dibandingkan dengan siput betina Dody 2008. 4.15. Implikasi Penelitian untuk Pengelolaan Siput Gonggong di Perairan Pantai Belembang, Teluk Klabat Pemanfaatan sumberdaya non ikan khususnya kerang-kerangan yaitu siput gonggong di Teluk Klabat oleh masyarakat sudah berlangsung sejak lama dan diusahakan secara turun temurun. Pemanfaatan biota tersebut selama ini tidak dibarengi dengan upaya-upaya pelestariannya. Hal ini terlihat dari tingginya harga permintaan akan daging siput gonggong dipasaran, sehingga menyebabkan tingginya usaha penangkapan biota ini. Akibat pemungutan yang intensif terhadap siput gonggong menyebabkan mulai terjadi tanda-tanda lebih tangkap atau overfishing, berupa penurunan ukuran rata-rata hewan yang ditangkap. Ini diartikan Sampling ∑ Jantan ∑ Betina ∑ Siput Frek. harapan Ei Perbandingan BJ Uji Chi- Square Hasil Maret 2011 124 134 258 129 1,08 0,3876 Seimbang April 2011 66 86 152 76 1,30 2,6316 Seimbang ∑ Sampling 190 220 410 205 1,16 2,1951 Seimbang 39 sebagai growth overfishing yang merupakan awal dari overfishing. Dengan demikian populasi siput gonggong tetap belum mampu untuk mengatasi tekanan penangkapan, karena diduga pertumbuhannya sangat lambat dengan adanya cangkang yang tebal. Maraknya aktivitas penambangan timah di sekitar perairan tersebut yang dilakukan oleh masyarakat setempat memberikan dampak dalam penurunan kualitas lingkungan perairan, berpotensi merusak habitat yang ada, dan menambah tekanan populasi siput gonggong di alam. Melihat keadaan populasi siput gonggong yang diduga telah mulai mengalami overfishing, dan keadaan lingkungan perairan yang menurun kualitasnya, maka perlu diambil beberapa langkah untuk pengelolaan kegiatan pemungutan siput gonggong di perairan Pantai Belembang, Teluk Klabat sebagai berikut: 1. Peningkatan kualitas perairan dan substrat yang menjadi habitat dari segala bahan pencemar dan hal-hal yang merusak secara fisik dengan mengatur frekuensi penambangan timah yang limbahnya tailing berpotensi menutupi substrat tempat hidup siput gonggong. Selain itu membuat instalasi pengolahan limbah timah untuk mencegah beban pencemar yang masuk ke perairan. 2. Pengadaan penyuluhan kepada masyarakat setempat agar mereka secara sadar tidak menangkap seluruh siput gonggong dewasa atau yang berukuran panjang cangkang lebih dari 53,87 mm pada musim penangkapan, sehingga dapat memberikan kesempatan siput untuk memijah dan berkembangbiak. 3. Mengadakan pergiliran pemungutan siput gonggong berdasarkan tempat pada waktu surut yang berlainan. 4. Membuat sebagian daerah pantai yang menjadi areal penangkapan siput gonggong sebagai daerah suaka alam atau perlindungan. Siput gonggong yang berada di daerah ini tidak terganggu pada saat pemungutan. Pembuatan daerah suaka alam ini sekaligus mempertimbangkan hal yang lain, diantaranya: perlindungan ekosistem pantai berupa lamun dan terumbu karang. 40

5. KESIMPULAN DAN SARAN