Pertumbuhan rumput laut di perairan sekitar permukiman penduduk Daya dukung areal budidaya rumput laut

Pada Gambar 30, memang terlihat bahwa pertumbuhan awal rumput laut K. alvarezii masih rendah karena seperti diketahui kondisi lingkungan yang tidak bersahabat pada akhir tahun 2007 sampai awal tahun 2008. Untuk areal ini sangat dipengaruhi oleh hempasan gelompang dan kecepatan arus. Sama seperti pada rumput uji di areal budidaya, faktor kedalaman sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan rumput laut, hal ini jelas terlihat pada Gambar 31, dimana rumput laut yang semakin jauh dari permukaan air pertumbuhannya semakin menurun. Gambar 31 Pertumbuhan mutlak K. alvarezii pada kedalaman berbeda di luar areal budidaya pada tahun 2007 –2008.

c. Pertumbuhan rumput laut di perairan sekitar permukiman penduduk

Uji statistik pertumbuhan untuk rata-rata keseluruhan maupun beda kedalaman menunjukkan tidak beda nyata Lampiran 4. Dari 3 lokasi budidaya rumput laut, perairan sekitar permukiman penduduk ini terlihat pertumbuhannya paling rendah, baik dilihat dari laju pertumbuhan harian maupun pertumbuhan mutlak. Walaupun demikian, LPH masih baik yakni rata-rata di atas 3, jelasnya dapat dilihat pada Tabel 18. Pada Tabel 18, LPH terendah terdapat pada Stasiun II 2,86 dan tertinggi pada Stasiun V 3,54 yang keduanya berada pada kedalaman 100 cm. Tabel 18 Laju pertumbuhan harian K. alvarezii di perairan dekat permukiman pada tahun 2009 Kedalaman cm Stasiun Rata-rata I II III IV V 3,01 3,47 2,91 3,09 3,12 3,12 50 3,22 3,03 3,52 3,34 3,46 3,31 100 3,47 2,86 3,24 3,29 3,54 3,28 2131 2103 1996 1800 1850 1900 1950 2000 2050 2100 2150 2200 0 cm 50 cm 100 cm P er tu m b u h an m u tlak g 4 5 h ar i Kedalaman dari permukaan air cm Jelas terlihat bahwa pertumbuhan rumput laut di perairan sekitar permukiman tidak dipengaruhi oleh kedalaman. Hal ini disebabkan kedalaman di daerah ini saat surut terendah sekitar 1,5 meter. Kondisi perairan ini diduga mempunyai faktor lingkungan yang homogen. Diperkirakan pengaruh yang mendominasi pertumbuhan rumput laut adalah kandungan nutrien yang ada. Untuk jelasnya nilai pertumbuhan rumput laut pada kedalaman berbeda di daerah ini dapat dilihat pada Gambar 32. Gambar 32 Rata-rata pertumbuhan mutlak K. alvarezii pada kedalaman berbeda di perairan dekat pemukiman pada tahun 2010. Pertumbuhan K. alvarezii di daerah ini dipengaruhi juga oleh ikan yang memakan rumput laut. Diketahui bahwa di daerah ini merupakan padang lamun, dimana lebih banyak terdapat ikan herbivora. Dari hasil pengamatan dan informasi dari pembudidaya, ikan herbivora lebih suka memakan K. alvarezii.

d. Biota pengganggu rumput laut

Hama yang menyerang tanaman budidaya rumput laut berdasarkan ukuran dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu hama mikro micro grazer dan hama makro macro grazer Doty, 1987. Hama yang teramati selama penelitian yakni: ikan beronang Siganus sp., Surgeon fish Acanthurus sp., dan ikan kakatua Cetoscarus sp.. Jenis lain yang ditemukan adalah anak ikan kerapu dan ikan napoleon yang sampai saat ini belum ada informasi kedua jenis ini adalah hama bagi rumput laut. Juga ditemukan telurlarva ikan sotong yang menempel bahkan membungkus thallus. Walaupun banyak yang menyebutkan bahwa hama bulu 448 449 449 100 200 300 400 500 0 cm 50 cm 100 cm P er tu m b u h an m u tlak g 4 5 h ar i Kedalaman dari permukaan air cm babi, penyu, dan bintang laut paling banyak menyerang rumput laut, terutama pada jenis Kappaphycus, tetapi selama penelitian tidak ditemukan. Munculnya predator biasanya berhubungan dengan penempatan sarana budidaya di ekosistem atau dekat ekosistem padang lamun, dimana biota herbivora merupakan populasi yang bersifat endemi di situ. Dalam beberapa kasus, ikan herbivora terangkut bersama bibit rumput laut dari daerah yang lain. Atau keberadaan ikan-ikan ini di padang lamun untuk memijah, sehingga hanya ditemukan pada musim tertentu Neish, 2005. Serangan hama selain berdampak langsung hilangnya rumput laut, juga mengakibatkan terbukanya bagian luar thallus yang memudahkan masuknya bakteri yang dapat menyebabkan penyakit. Jenis epifit yang ditemukan selama penelitian, terdiri dari: Acanthopora spicifera, Hypnea, Polysiphonia, Dictyota dichotoma, Padina santae , Chaetomorpha crassa, Polysiphonia , dan Coraline algae Gambar 33. Menurut Hurtado et al. 2005 dampak dari serangan epifit akan berpengaruh pada kompetisi terhadap ruang, nutrien, dan gas-gas terlarut sehingga dapat menghambat pertumbuhan, dan akhirnya kehilangan sebagian atau total biomassa. Menurut Neish 2005, rumput laut akan sehat kembali bila dipindahkan ke kondisi air yang lebih baik. Gambar 33 Beberapa jenis epifit selama penelitian 2007 – 2008. C C o o r r a a l l i i n n e e a a l l g g a a e e C C h h a a e e t t o o m m o o r r p p h h a a c c r r a a s s s s a a D D i i c c t t y y o o t t a a d d i i c c h h o o t t o o m m a a P P o o l l y y s s i i p p h h o o n n i i a a Penyakit yang menyerang rumput laut disebut ice-ice, rumput laut yang terserang akan kehilangan pigmen pada jaringannya sehingga thallus akan membusuk dan kemudian putus. Uyenco et al. 1981 in Neish 2005, memperhatikan bahwa terdapat populasi bakteria yang tinggi pada jaringan yang terserang ice-ice tetapi disimpulkan bahwa itu hanya masalah sekunder. Doty 1987 menyatakan bahwa ice-ice merupakan keadaan musiman, dan berkaitan dengan perubahan musim. Selanjutnya menurut Largo et al. 1995 in Neish 2005 bahwa bakteri tertentu yang menyerang apabila bibit rumput laut sedang stres, sehingga perlu diperhatikan beberapa faktor abiotik yang dapat menjadi pemicu gejala ini. Selanjutnya, dinyatakan bahwa di Jepang Selatan, penyakit ice- ice pada K. alvarezii disebabkan intensitas cahaya yang kurang, salinitas di bawah dari 20 ppt, dan temperatur yang tinggi 35 C.

5.2.5 Kesesuaian dan daya dukung a. Kesesuaian areal budidaya rumput laut

Kegiatan budidaya rumput laut di Perairan Gugus Pulau Nain ditentukan oleh penilaian kesesuaian lahannya. Analisis kesesuaian lahan penelitian ini didasarkan pada beberapa parameter yang disesuaikan dengan kondisi perairan Pulau Nain, yaitu: kecepatan arus, kecerahan, keterlindungan, kedalaman, salinitas, substrat dasar, suhu, pH, fosfat, dan nitrat. Proses penentuan kesesuaian lahan dilakukan dengan membandingkan parameter-parameter prasyarat dengan kondisi perairan yang diukur. Hasil analisis ini menghasilkan suatu kesesuaian karakteristik dari kegiatan budidaya rumput laut di perairan Pulau Nain, sehingga diharapkan dapat memberikan hasil produksi yang optimal dan berkelanjutan. Selanjutnya hasil analisis ini akan menjadi bahan bagi analisis daya dukung perairan Pulau Nain untuk budidaya rumput laut. Berdasarkan hasil analisis kesesuaian perairan untuk budidaya rumput laut pada masing-masing kategori kesesuaian diperoleh lahan yang sesuai untuk budidaya rumput laut di perairan Pulau Nain sebesar 2.560 Ha. Gambar 34 memperlihatkan hasil analisis kesesuaian lahan. Dasar perhitungan kesesuaian areal budidaya rumput laut di perairan Gugus Pulau Nain dapat dilihat pada Lampiran 5. Luas kawasan yang sesuai secara ekologis untuk kegiatan budidaya rumput laut perlu mempertimbangkan bagi pemanfaatan lain. Di perairan Pulau Nain yang digunakan sebagai pemanfaatan lain hanya untuk jalur transportasi yang telah terbentuk secara alamiah, yaitu di dasar perairan telah terbentuk jalur berbentuk parit. Jalur ini memotong di tengah areal budidaya rumput laut. Di bagian dekat daratan pemanfaatan perairan untuk tambatan perahu, sehingga hasil perhitungan hanya 10,6 272,2 hektar dari luasan perairan yang sesuai untuk budidaya rumput laut di Pulau Nain yang digunakan untuk peruntukan lain, dan 2.287,8 yang dapat digunakan. Budidaya rumput laut di Gugus Pulau Nain didominasi oleh jenis K. alvarezii dan E. denticulatum. Jenis lain yang dibudidayakan adalah strain ‘bola-bola’ dan ‘banci’ yang dalam perhitungan memanfaatkan lahan sekitar 6. Jadi, masing-masing jenis yang dominan layak dibudidayakan pada areal seluas 1075,2 hektar. Khusus jenis K. alvareziii luasan yang sesuai di areal budidaya sebesar 762,36 hektar, di luar areal budidaya 306,01 hektar, dan di dekat permukiman penduduk sebesar 6,86 hektar. Gambar 34 Kesesuaian areal budidaya rumput laut di Pulau Nain.

b. Daya dukung areal budidaya rumput laut

Mempelajari kondisi usaha budidaya rumput laut di Gugus Pulau Nain yang tidak menentu mulai tahun 2003 maka untuk mendapat sesuatu yang lebih terarah maka dibutuhkan suatu pedoman pengembangan. Pedoman ini berupa estimasi daya dukung yang sesuai dengan kondisi di wilayah tersebut. Analisis daya dukung secara ekologis akan mempertimbangkan status pemanfaatan dimensi-dimensi yang lain. Dalam analisa spasial perairan Pulau Nain ini dihitung luasan dan kapasitas jumlah unit budidaya maksimum dengan mempertimbangkan metode budidaya, jalur transportasi dan tempat tambatan perahu. Hasil analisa daya dukung perairan ini akan sangat menentukan keberlanjutan kegiatan budidaya rumput laut. Apabila kegiatan budidaya rumput laut ini melampaui daya dukung perairan maka akan terjadi konflik dan degradasi kualitas perairan. Kapasitas areal adalah jumlah unit budidaya dengan mempertimbangkan ukuran luas per unit budidaya dan jarak antar unit maka jumlah unit dengan ukuran 22 x 62 meter kapasitas arealnya adalah 0,136 hektar. Jumlah unit budidaya K. alvarezii yang dapat dioperasikan dalam luas areal yang efektif atau daya dukung perairan maksimal lahan untuk mendukung aktivitas budidaya secara terus menerus tanpa menimbulkan penurunan kualitas, baik lingkungan biofisik maupun sosial adalah 7905,9 unit pada areal seluas 1075,2 hektar, sehingga dapat dihitung jumlah unit budidaya berukuran 20 x 60 meter yang layak beroperasi dalam luasan 1 hektar adalah 7 unit. Kapasitas produksi dari pengembangan budidaya rumput laut berupa jumlah unit budidaya dan jumlah produksi dalam satu siklus tanam merupakan bagian dari daya dukung lingkungan. Lamanya waktu satu siklus tanam adalah 45 hari pemeliharaan ditambah dengan masa persiapan dan masa panen selama 2 minggu, maka dibutuhkan jangka waktu 2 bulan. Jadi untuk 1 tahun terdapat 6 siklus tanam. Dengan demikian total produksi berat basah K. alvarezii dari hasil penelitian sebanyak 63.573 kg basahhapanen atau 6.357,3 kg keringhapanen = 6,3573 ton. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil budidaya Eucheuma di Sulawesi Tenggara dengan produksi 6 –8 tonha dan di Bali dengan produksi 5–6 tonha oleh Zatnika Istini 1995. Sedangkan menurut Wartapedia 2010 produksi rumput laut sekitar 2,8 –5,6 tonha. Selanjutnya data Biroksdantb 2010 bahwa tingkat produksi rumput laut rata-rata sebesar 6,58 ton keringha. Untuk mengetahui sejauh mana kegiatan budidaya rumput laut yang dilakukan oleh masyarakat ini menguntungkan sehingga layak diusahakan atau merugi secara ekonomi, dilakukan dengan menggunakan analisis kelayakan kegiatan budidaya rumput laut secara finansial.

c. Kelayakan usaha budidaya rumput laut