Budidaya rumput laut tahun 1996 – 2006

5.2 Budidaya Rumput Laut di Gugus Pulau Nain

5.2.1 Budidaya rumput laut tahun 1996 – 2006

Budidaya rumput laut di Gugus Pulau Nain yang dimulai sejak tahun 1989 mencapai puncak produksi pada kurun tahun 1996 –2000 yaitu bisa mencapai 350– 400 ton per bulan. Tetapi sejak akhir tahun 2000 produksi rumput laut di pulau ini mulai menurun dan tidak membaik sampai tahun 2007. Perlu ditelusuri faktor- faktor penyebab terjadinya kondisi tersebut. Penelusuran lewat wawancara dilakukan agar lebih akurat dalam mendeskripsinya. Upaya ini diharapkan dapat mempelajari kondisi di masa lampau, kemudian membuat suatu perencanaan yang efektif sehingga dapat memprediksi hasil yang efisien di masa mendatang. Dari hasil kuisioner, responden yang aktif di bidang budidaya rumput laut, baik sebagai pembudidaya maupun pekerja adalah yang berusia di bawah 50 tahun yakni 74,72, yang berusia 51 –60 tahun yakni 25,27 adalah sebagai pedagang pengumpul atau yang memanen rumput laut yang jatuh dan atau tumbuh di dasar perairan. Sebanyak 41,7 menjawab bahwa mereka menanam rumput laut jenis Kappaphycus alvarezii dan Eucheuma denticulatum K+E, 32,97, menanam K. alvarezii , dan 25,27 menanam E. denticulatum. Dari 41,76 pembudidaya K+E, pada awalnya tahun 1996 –2000 didominasi oleh K. alvarezii. Tetapi sejak tahun 2001 –2006, 80 menanam E. denticulatum sedangkan K. alvarezii yang ditanam hanya untuk stok yang dijual sebagai bibit. Budidaya rumput laut di Pulau Nain telah dimulai sejak tahun 1989, maka 51,65 responden menjawab telah membudidaya rumput laut sebelum tahun 1996. Dari hasil wawancara didapat bahwa pembudidaya rumput laut setelah tahun 1989 bertambah rata-rata 2,2 2 –3 pembudidaya, kemudian terjadi peningkatan pada tahun 1996 sekitar 35,16. Mulai tahun 1997 –1999 masing- masing naik 6,59 Gambar 25. Peningkatan ini karena produksi yang sangat tinggi dari jenis K. alvarezii yang diiringi dengan harga jual rumput laut kering saat itu berkisar antara Rp. 6.000 –7.200 per kg. Sesudah tahun 1999 –2004 tidak ada pembudidaya baru, alasannya adalah areal budidaya telah terpakai secara keseluruhan dan tahun-tahun berikutnya produksi K. alvarezii sudah menurun sehingga menurunkan gairah pembudidaya. Kemudian pada 2005 ada pembudidaya yang baru yakni sebesar 2,2, hal ini dikarenakan sudah banyak lahan yang tidak dimanfaatkan lagi sehingga oleh masyarakat lain mencoba memulai usaha budidaya rumput laut. Jenis rumput laut yang dibudidaya adalah jenis E. denticulatum. Gambar 25 Persentase pembudidaya memulai budidaya rumput laut di P. Nain. Usaha budidaya rumput laut di Desa Nain terdiri dari pembudidaya, pedagang, eksportir, pekerja, dan beberapa aktivitas yang berhubungan dengan budidaya rumput laut. Pada tahun 1996 –2000 sebanyak 92,13 adalah pembudidaya, dimana 86,52 adalah pemilik lahan. Tahun 2001 –2006 terjadi penurunan, baik pembudidaya maupun pemilik lahan Tabel 10. Tabel 10 Persentase jenis usaha dan kepemilikan usaha rumput laut di P. Nain Usaha Tahun 1996 – 2000 Tahun 2001 – 2006 Jenis Usaha Pembudidaya 92,13 61,02 Pedagang 4,49 1,69 Eksportir Lainnya 3,37 37,29 Kepemilikan usaha Pemilik 86,52 55,93 Sewa Lahan Tenaga Kerja 7,87 38,98 Lainnya 5,62 5,08 Penurunan produksi rumput laut sangat berpengaruh pada pedagang pengumpul, pada tahun 1996 –2000 ada 4 pengumpul sedangkan tahun 2001–2006 tersisa 1 pengumpul. Pada Tabel 10, terlihat sebagian menjadi pekerja atau memanen dari alam, baik rumput laut yang jatuh ke dasar perairan dari hasil budidaya atau yang bertumbuh alami di dasar. Ini sangat jelas terlihat dari nilai 51,65 35,16 6,59 6,59 2,20 10 20 30 40 50 60 1996 1996 1997 1999 2005 Ju m lah r es p o n d en Tahun mulai usaha 3,37 pada tahun 1996 –2000 menjadi 37,29 pada tahun 2001–2005. Untuk tahun 1996 –2000 pekerja hanya 7,87 kemudian menjadi 38,98 pada tahun 2000 –2006. Pada tahun 1996 –2000 jumlah tali ris yang dimiliki setiap pembudidaya terkelompok pada jumlah 40 –200 ujung yang umumnya menanam jenis K. alvarezii , sedangkan tahun 2001 –2006 tersebar mulai dari 10–200 ujung yang umumnya menanam jenis E. denticulatum. Pada tahun 1996 –2000 selain harga jual yang tinggi juga masih adanya pemodal dari luar dengan sistem PIR. Selain jumlah tali ris yang hampir seragam, juga masing-masing pembudidaya memiliki panjang tali ris antara 30 –200 meter. Di tahun 2001–2006, dengan modal yang kecil pembudidaya memiliki panjang tali ris bervariasi antara 20 –60 meter. Keterkaitan lainnya terlihat pada Gambar 26, dimana 91,21 pembudidaya pada tahun 1996 –2000 memakai tenaga kerja, tenaga kerja dibutuhkan mulai dari mengikat bibit sampai pasca panen. Pada tahun 2001 –2006 hanya 34,07 pembudidaya yang memakai tenaga kerja. Gambar 26 Keberadaan tenaga kerja pada budidaya rumput laut di Pulau Nain. Umumnya pembudidaya membutuhkan modal usaha sebesar 5 –6 juta rupiah, jumlah ini merupakan modal standar budidaya K. alvarezii untuk panjang tali ris 40 meter dengan jumlah 100 ujung. Produksi K. alvarezii per panen pada tahun 1996 –2000 relatif hampir sama, berkisar antara 1 –4 ton per pembudidaya. Tahun 2001–2006 produksi tertinggi hanya berkisar 1 –2 ton per panen. Ada juga yang panen sekitar 6–7 ton, ini disebabkan ada beberapa pembudidaya yang membudidaya secara besar- besaran untuk memanfaatkan lahan yang telah ditinggalkan oleh pembudidaya 91,21 8,79 34,07 65,93 25 50 75 100 Memakai Tenaga Kerja Tidak Memakai Tenaga Kerja Ju m lah resp o n d en Penyerapan tenaga kerja 1996 - 2000 2001 - 2006 yang lain. Hasil kurang dari 1 ton umumnya diproduksi untuk suplai bibit, sehingga jumlahnya hampir sama untuk kedua kurun waktu. Bibit disuplai bukan hanya untuk budidaya rumput laut di Pulau Nain tetapi ke seluruh sentra budidaya di Sulawesi Utara, bahkan sampai ke Gorontalo dan Maluku Utara. Produksi tertinggi rumput laut di Pulau Nain tahun 1996 –2000 terjadi pada bulan September –Pebruari tahun berikutnya. Produksi yang dimaksud didominasi oleh K. alvarezii. Responden yang menjawab produksi tertingginya pada bulan Maret, umumnya yang membudidaya E. denticulatum dan sebagian kecil K. alvarezii , sedangkan untuk Juni –Juli secara keseluruhan yang dibudidaya adalah E. denticulatum . Untuk tahun 2001 –2006 produksi terjadi sepanjang tahun, karena yang dibudidaya umumnya adalah E. denticulatum. Produksi rumput laut bulanan di Pulau Nain untuk kedua kurun waktu dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Produksi rumput laut di Pulau Nain tonbulan Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Rata-rata produksi tertinggi ton 1996 - 2000 3 3 1 2 3 8 11 7 9 2001 - 2006 3 2 4 1 5 5 3 7 10 7 5 7 Rata-rata produksi terendah ton 1996 - 2000 3 5 11 5 1 5 9 2 2 2001 - 2006 1 8 19 2 1 3 Datab Tabel 11 jika dihubungkan dengan hasil wawancara tentang musim penghujan pada tahun 1996 –2000 bahwa musim penghujan umumnya terjadi pada bulan Januari –Maret dan September–Desember. Sedangkan kurun waktu tahun 2001 –2006, musim penghujan lebih lama, dimana terjadi pada bulan Januari sampa April dan Agustus –Desember. Dapat dijelaskan bahwa data di atas untuk produksi rumput laut K. alvarezii yang sangat ditentukan oleh iklim. Pada musim hujan dan gelombang awal dan akhir tahun, K. alvarezii dapat tumbuh dengan baik. Sedangkan pada pertengahan tahun musim panas produksi K. alvarezii menurun. Untuk jenis E. denticulatum lebih tahan atau tidak terlalu terpengaruh oleh iklim. Data E. denticulatum yang menunjukkan bahwa produksi rumput laut di Pulau Nain terjadi sepanjang tahun. Pada tahun 1996 –2000 penyakit ‘ice-ice’ terjadi hampir sepanjang tahun Tabel 12, dengan kata lain tidak dipengaruhi oleh musim tetapi oleh aktivitas budidaya rumput laut. Budidaya yang memanfaatkan keseluruhan areal dengan cara terus-menerus mengakibatkan penyakit menyebar dan siklus hidupnya tidak putus. Selain itu, pembudidaya telah membangun tempat tinggal di atas areal budi daya. Limbah rumahtangga ini juga diduga sebagai penyebab tumbuh kembangnya penyakit sepanjang tahun. Tahun 2001 –2006 diduga penyakit ‘ice-ice’ lebih dipengaruhi oleh iklim, dimana pada musim panas, rumput laut lebih banyak diserang penyakit. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa kondisi ini umumnya untuk jenis K. alvarezii sedangkan jenis E. denticulatum lebih tahan terhadap serangan penyakit. Tabel 12 Presentase tingkat prevalensi penyakit ice-ice pada rumput laut Bulan Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des 1996 – 2000 10,9 1,8 1,8 3,6 38,1 23,6 9 1,8 1,8 - - 7,2 2001 – 2006 - - - 5 22 24 20 24 4 - - 2 Penyakit rumput laut tidak dipengaruhi oleh metode budidaya. Budidaya rumput laut di Pulau Nain saat ini menggunakan metode tali panjang. Pada tahun