Beban Pencemaran Lingkungan Analisis ekologi, biologi dan sosial ekonomi untuk dasar kebijakan pengelolaan budidaya rumput laut (kasus budidaya rumput laut kappaphycus alvarezii di Pulau Nain)

kandungan agaralginatkaraginan, air dan kotoran yang harus memenuhi syarat standar mutu ekspor komoditas rumput laut Tabel 2. Tabel 2 Persyaratan ekspor rumput laut Kappaphycus dan Gracilaria Uraian Kappaphycus Gracilaria sp. Kadar Air 31-35 18-22 Maksimal Garam dan Kotoran Lainnya 5 2 Rendemen Minimal 25 14-20 Sumber: Parenrengi et al. 2008 Waktu yang diperlukan oleh tanaman dalam mencapai tingkat kandungan bahan utama maksimal merupakan patokan dalam menentukan waktu panen. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa rumput laut K. alvarezii memiliki kandungan karaginan yang optimal setelah mencapai pemeliharaan 45 hari, sehingga pemanenan rumput laut sebaiknya dilakukan setelah berumur 45 hari. Tetapi panen rumput laut untuk digunakan sebagai bibit dilakukan pada umur tanaman berkisar 25 –35 hari. Panen dapat dilakukan dengan dua cara yakni secara selektif atau parsial dan secara keseluruhan. Panen secara selektif dilakukan dengan cara memotong tanaman secara langsung tanpa melepas ikatan dari tali ris. Keuntungan cara ini adalah penghematan tali rafia pengingat rumput laut namun memerlukan waktu kerja yang relatif lama. Berdasarkan informasi yang ada, panen selektif umumnya hanya dapat dilakukan selama tiga kali dan setelah itu sebaiknya dilakukan panen secara keseluruhan. Hal ini disebabkan karena pangkal thallus rumput laut yang tersisa semakin tua sehingga cenderung pertumbuhannya akan lambat. Cara panen keseluruhan dilakukan dengan mengangkat seluruh tanaman sekaligus, sehingga waktu kerja yang diperlukan relatif singkat dibanding cara panen sebelumnya.

2.4 Beban Pencemaran Lingkungan

Pembangunan di wilayah pesisir dan P2K salah satu akibat negatifnya adalah pencemaran. Hynes 1974 menyatakan bahwa pencemaran perairan diakibatkan oleh masuknya zat-zat beracun, bertambahnya padatan suspensi, reduksi dan meningkatnya suhu. Dalam Pramudianto 1999 didefinisikan pencemaran laut sebagai dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, danatau komponen lain ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan baku mutu dan atau fungsinya. Kennish 2001 mendefinisikan bahan pencemar sebagai introduction material atau ekstraksi material dan energi oleh manusia kepada lingkungan, sehingga konsentrasi zat ini menjadi lebih tinggi atau bahkan lebih rendah di bawah tingkat alami sehingga kondisi lingkungan berubah. Perubahan terhadap lingkungan tersebut membahayakan bagi kelangsungan hidup biota maupun manusia yang disebabkan oleh limbah dari proses baik yang diakibatkan oleh alam maupun manusia. Beberapa hasil penelitian menyimpulkan bahwa lingkungan pesisir P2K yang dimanfaatkan sebagai areal marikultur, kualitas perairannya akan menurun disebabkan oleh buangan limbah budidaya selama operasional. Buangan limbah yang mengandung konsentrasi tinggi bahan organik dan nutrien adalah konsekuensi dari sisa pakan dan feses yang terlarut ke dalam perairan sebagai masukan aquainput budidaya Johnsen et al. 1993; Buschmann et al. 1996; McDonald et al. 1996; Boyd 1999; Horowitz Horowitz 2000; Montoya Velasco 2000; Goldberg et al. 2001. Dampak buangan limbah yang terjadi dapat dirasakan langsung pada usaha budidaya. Johnsen et al. 1993 menyatakan bahwa pengayaan bahan organik dapat berakibat pada penurunan produktivitas budidaya dan peningkatan mortalitas komunitas budidaya. Limbah budidaya berpengaruh pada kehidupan makrofauna bentik yang dicirikan oleh rendahnya keragaman spesies dan didominasi oleh spesies yang bersifat oportunistik. Dalam penelitian ini, komoditas yang dikembangkan adalah rumput laut. Budidaya rumput laut sangat kecil potensi menghasilkan limbah di lingkungan perairan. Yang menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah limbah rumah tangga dari penduduk yang berdampak pada budidaya rumput laut. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa pada suatu kurun waktu, pembudidaya rumput laut di Pulau Nain telah membangun tempat tinggal di sekitar bahkan di atas areal budidaya rumput laut. Selain itu, sebagian besar penduduk Desa Nain telah membangun rumah tinggal di atas air sepanjang pinggir desa. Limbah yang dihasilkan berupa limbah dapur, MCK, tumpahan minyak mesin motor laut, serta limbah sisa pengolahan ikan asap dan ikan asin. Diketahui juga bahwa sumber air tawar di Desa Nain berada di pinggir pantai berupa dua buah sumur yang sepanjang hari oleh penduduk digunakan juga sebagai tempat mencuci dan mandi. Menurut Duncan 1976 in Wantasen 2007, komposisi limbah yang berasal dari kamar mandi dan wc dalam bentuk feces, jumlah per orang per hari yakni 135 –270 g basah dan 20–35 g kering. Sedangkan untuk cairan tubuh secara rata-rata tubuh orang dewasa akan kehilangan 1,5 liter cairan tubuh melalui urin Irawan, 2007. Jumlah air limbah meliputi air dari kamar mandi, tempat cuci, wc dan tempat masak dari rumah tinggal pada umumnya 190 –350 literoranghari. Beban pencemar dikaitkan dengan jumlah total bahan pencemar yang masuk ke dalam suatu lingkungan yang dihasilkan oleh manusia dalam upaya pemenuhan kebutuhan hidupnya pada suatu kurun waktu tertentu baik secara langsung maupun tidak langsung Sutisna 2007. Kandungan unsur P yang utama adalah yang bersumber dari limbah dapur, limbah pengolahan ikan dan feses. Tetapi menurut Kibria et al. 1996, pelepasan P ke perairan tergantung juga oleh karakteristik fisika-kimia perairan seperti pH, suhu, oksigen, turbulensi, dan mikroba. Input limbah masyarakat yang berupa bahan organik dan nutrien, oleh Barg 1992 dan Buschmann et al. 1996, akan menyebabkan pengayaan nutrien hypernutrifikasi dan bahan organik yang diikuti oleh eutrofikasi dan perubahan ekolofi fitoplankton, peningkatan sedimentasi, siltasi, hypoxia, perubahan produktivitas, dan struktur komunitas bentos. Silvert 1992 menyatakan dalam hubungan budidaya intensif, terdapat empat jenis dampak lingkungan yang spesifik, yakni: hypernutrifikasi, pengayaan bentik, meningkatkan BOD, dan perubahan bakterial. UNEP 1993 menjelaskan bahwa terdapat perbedaan antara pencemar pollutants dan limbah waste. Pencemar merupakan bahan dan energi yang dibuang ke lingkungan dan dapat merusak ataupun membunuh makhluk hidup maupun makhluk tak hidup yang mendiami lingkungan tersebut. Limbah tersebut memberikan dampak yang sangat merugikan. Kennish 2001 memberikan contoh dampak antropogenik pada ekosistem perairan dan laut yang terbagi menjadi tiga kategori: terjadinya pencemaran, hilangnya habitat dan terjadi perubahan pemanfaatan sumber daya dan eksploitasi yang berlebihan. Suharsono 2005 mendefinisikan pencemar sebagai sebagai jumlah total bahan pencemar yang masuk ke lingkungan perairan baik langsung maupun tidak langsung, dalam kurun waktu tertentu. Beban pencemar berasal dari berbagai aktivitas manusia. Besarnya beban masukan sangat tergantung dari aktivitas manusia di sekitar perairan. Besarnya beban pencemar sangat dipengaruhi oleh aktivitas manusia yang berada di sekitar aliran air yang masuk ke daerah tersebut. Laju pergantian air oleh arus dan pasang surut berperan di dalam proses pembuangan limbah dan memasok oksigen Barg 1992; Cornel and Whoriskey 1993 in Rachmansyah 2004. Pada saat pasang, beban limbah yang masuk akan sangat kecil dikarenakan tertahan oleh tingginyaterjadinya peningkatan oleh massa air yang berasal dari laut. Sebaliknya pada saat surut beban limbah yang ke muara dan pantai akan besar Rafni 2004; Hadi 2005 in Mezuan 2007. Soutwick 1976 membedakan sumber pencemaran perairan menjadi 3 golongan yakni: pencemar organik berupa pengkayaan hara, sehingga terbentuk komunitas biota dengan produksi yang berlebihan, zat-zat toksik yang dapat melenyapkan organisme hidup karena terganggunya proses kehidupan, bahan pencemar fisik berupa padatan tersuspensi dan zat koloidal.

2.5 Kesesuaian Areal Budidaya Rumput Laut