Pembiayaan Akad Ijarah KERANGKA TEORITIS

24 dari nasabah yang antara lain meliputi aspek personal berupa analisis atas karakter character dan atau aspek usaha antara lain meliputi analisis kapasitas usaha capacity, keuangan capital, dan prospek usaha condition; 5. Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan dalam bentuk perjanjian tertulis berupa akad pembiayaan atas dasar istishna’. 6. Pembayaran pembelian barang tidak boleh dalam bentuk pembebasan utang atau dalam bentuk pemberian piutang. Bank tidak dapat meminta tambahan harga apabila nasabah menerima barang dengan kualitas yang lebih tinggi, kecuali terdapat kesepakatan kedua belah pihak. Bank tidak harus memberikan potongan harga discount apabila nasabah menerima barang dengan kualitas yang lebih rendah, kecuali terdapat kesepakatan kedua belah pihak. 2.1.2.3. Prinsip Sewa Menyewa

a. Pembiayaan Akad Ijarah

Ijarah adalah akad pemindahan hak guna manfaat atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa ujrah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri Dewan Syariah Nasional, 2006. Penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan atas dasar akad ijarah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut Bank Indonesia, 2008b: 1. Bank bertindak sebagai pemilik dan atau pihak yang mempunyai hak penguasaan atas obyek sewa baik berupa barang atau jasa, yang menyewakan obyek sewa dimaksud kepada nasabah sesuai kesepakatan. 2. Barang dalam transaksi ijarah adalah barang bergerak atau tidak bergerak yang dapat diambil manfaat sewa. 25 3. Bank wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai karakteristik produk Pembiayaan atas dasar ijarah, serta hak dan kewajiban nasabah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai transparansi informasi produk Bank dan penggunaan data pribadi nasabah. 4. Bank wajib melakukan analisis rencana pembiayaan atas dasar ijarah kepada nasabah yang antara lain meliputi aspek personal berupa analisis karakter character, dan atau aspek usaha antara lain meliputi analisis kapasitas usaha capacity, keuangan capital, dan atau prospek usaha condition. 5. Obyek sewa harus dapat dinilai dan diidentifikasi secara spesifik dan dinyatakan dengan jelas termasuk besarnya nilai sewa dan jangka waktunya. 6. Bank sebagai pihak yang menyediakan obyek sewa, wajib menjamin pemenuhan kualitas maupun kuantitas obyek sewa serta ketepatan waktu penyediaan obyek sewa sesuai kesepakatan. 7. Bank wajib menyediakan dana untuk merealisasikan penyediaan obyek sewa yang dipesan nasabah. 8. Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan dalam bentuk perjanjian tertulis berupa akad pembiayaan atas dasar ijarah. 9. Pembayaran sewa dapat dilakukan baik dengan angsuran maupun sekaligus. 10. Pembayaran sewa tidak dapat dilakukan dalam bentuk piutang maupun dalam bentuk pembebasan utang. 11. Bank dapat meminta nasabah untuk menjaga keutuhan obyek sewa, dan menanggung biaya pemeliharaan obyek sewa sesuai dengan kesepakatan, di mana uraian biaya pemeliharaan yang bersifat material dan struktural harus dituangkan dalam akad. 12. Bank tidak dapat meminta nasabah untuk bertanggungjawab atas kerusakan 26 obyek sewa yang terjadi bukan karena pelanggaran akad atau kelalaian nasabah. Dalam hal pembiayaan multijasa, pembiayaan diberikan oleh bank kepada nasabah untuk memperoleh manfaat atas suatu jasa, menggunakan akad ijarah, dengan ketentuan: 1. Ketentuan yang berlaku dalam pembiayaan ijarah, kecuali nomor 11 dan l2, berlaku pula pada pembiayaan multijasa dengan menggunakan akad ijarah. 2. Bank memperoleh sewa transaksi multijasa berupa imbalan ujrah. 3. Besarnya imbalan ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal yang tetap. b. Pembiayaan Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik Ijarah muntahiya bittamlik adalah perjanjian sewa menyewa yang disertai dengan opsi pemindahan hak milik atas benda yang disewa kepada penyewa setelah selesai masa sewa. Akad pemindahan kepemilikan, baik dengan jual beli atau pemberian, hanya dapat dilakukan setelah masa ijarah selesai Dewan Syariah Nasional, 2006. Disamping ketentuan sebagaimana dimaksud pada akad ijarah, untuk kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berlaku pula persyaratan paling kurang sebagai berikut Bank Indonesia, 2008b: 1. Bank sebagai pemilik obyek sewa juga bertindak sebagai pemberi janji wa’ad untuk memberikan opsi pengalihan kepemilikan dan atau hak penguasaan obyek sewa kepada nasabah penyewa sesuai kesepakatan. 2. Bank hanya dapat memberikan janji wa’ad untuk mengalihkan kepemilikan dan atau hak penguasaan obyek sewa, setelah obyek sewa secara prinsip dimiliki oleh bank. 27 3. Bank dan nasabah harus menuangkan kesepakatan adanya opsi pengalihan kepemilikan dan atau hak penguasaan obyek sewa dalam bentuk tertulis. 4. Pelaksanaan pengalihan kepemilikan dan atau hak penguasaan obyek sewa dapat dilakukan setelah masa sewa disepakati selesai oleh bank dan nasabah penyewa. 5. Dalam hal nasabah penyewa mengambil opsi pengalihan kepemilikan dan atau hak penguasaan objek sewa, maka bank wajib mengalihkan kepemilikan dan atau hak penguasaan obyek sewa kepada nasabah yang dilakukan pada saat tertentu dalam periode atau pada akhir periode pembiayaan atas dasar akad ijarah muntahiya bittamlik.

2.1.2.4. Prinsip Pinjaman Sosial

Pembiayaan Akad Al-Qardh adalah akad pinjaman kepada nasabah, dengan ketentuan nasabah wajib mengembalikan dana yang diterimanya kepada Lembaga Keuangan Syariah LKS pada waktu yang telah disepakati oleh LKS dan nasabah Dewan Syariah Nasional, 2006. Penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan atas dasar akad qardh berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut Bank Indonesia, 2008b: 1. Bank bertindak sebagai penyedia dana untuk memberikan pinjaman qardh kepada nasabah berdasarkan kesepakatan. 2. Bank wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai karakteristik produk pembiayaan atas dasar qardh, serta hak dan kewajiban nasabah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai transparansi informasi produk bank dan penggunaan data pribadi nasabah. 3. Bank wajib melakukan analisis rencana pembiayaan atas dasar qardh kepada 28 nasabah yang antara lain meliputi aspek personal berupa analisis karakter. 4. Bank dilarang dengan alasan apapun untuk meminta pengembalian pinjaman melebihi dari jumlah nominal yang sesuai akad. 5. Bank dilarang untuk membebankan biaya apapun atas penyaluran pembiayaan atas dasar qardh, kecuali biaya administrasi dalam batas kewajaran. 6. Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan dalam bentuk perjanjian tertulis berupa akad pembiayaan atas dasar qardh. 7. Pengembalian jumlah pembiayaan atas dasar qardh, harus dilakukan oleh nasabah pada waktu yang telah disepakati. 8. Dalam hal nasabah digolongkan mampu namun tidak mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya pada waktu yang telah disepakati, maka bank dapat memberikan sanksi sesuai syariah dalam rangka pembinaan nasabah.

2.1.3. Teori Kebijakan Moneter Konvensional

Pengertian kebijakan moneter menurut Boyes 1984 adalah: The deliberate manipulation of the money supply andor interest rate in order to affect the level of national income, prices, unemployment, and other economic variables. Hubbard 2005, mendefinisikan kebijakan moneter adalah: The management of money supply and its links to prices, interest rate, and other economic variables.

2.1.3.1. Transmisi Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri, tetapi terdapat interdependensi terhadap berbagai peubah dalam perekonomian. Kebijakan moneter selain dipengaruhi oleh berbagai faktor dalam perekonomian, juga secara langsung mempengaruhi kondisi moneter dan keuangan. Dampak dari kebijakan 29 moneter tersebut akhirnya membawa pengaruh terhadap kondisi sektor riil. Proses kebijakan moneter hingga menyentuh sektor riil merupakan sesuatu yang kompleks, karena uang berkaitan erat dengan hampir seluruh aspek perekonomian. Proses tersebut disebut dengan mekanisme transmisi kebijakan moneter. Pengertian mekanisme transmisi kebijakan moneter adalah: The process through which monetary decisions are transmitted into changes in real GDP and inflations Pohan, 2008. Dalam banyak hal karena menyangkut perilaku dan ekspektasi, maka mekanisme transmisi kebijakan moneter relatif sulit diprediksi dan ketidakpastian Pohan, 2008. Kompleksitas mekanisme transmisi kebijakan moneter karena proses transmisi dipengaruhi oleh: 1 perubahan perilaku bank sentral, perbankan dan para pelaku ekonomi dalam berbagai aktivitas ekonomi dan keuangan, 2 lama tenggat waktu time lag kebijakan moneter sampai tercapainya sasaran akhir, dan 3 terjadinya perubahan pada saluran-saluran transmisi moneter sesuai perkembangan ekonomi dan keuangan di negara yang bersangkutan. Mekanisme transmisi kebijakan moneter awalnya mengacu pada peranan uang dalam perekonomian yang pertama kali dijelaskan oleh teori kuantitas uang. Dalam perkembangannya penjelasan transmisi kebijakan moneter terhadap output terbagi atas dua arah pemikiran, yaitu: 1 pemikiran moneterist yang cenderung tidak menggambarkan secara spesifik jalur pengaruh uang beredar terhadap output melainkan menganalisis efek uang beredar terhadap output dalam sebuah kotak hitam, dan 2 pemikiran Keynesian yang mengaplikasikan pendekatan model struktural untuk memahami jalur transmisi secara lebih baik. Menurut Keynesian, jalur transmisi dikelompokkan menjadi tiga jalur utama yaitu: Z 1 Traditional Interest Rate Effect , 2 Other Asset Price Effects, 30 Exchange Rate Effect On Net Exports Tobins Theory Wealth Effect Bank Lending Channel Balance Sheet Channel Cash Flow Channel Unanticipated Price Level Channel Household Liquidity Effect Monetary Policy Monetary Policy Monetary Policy Monetary Policy Monetary Policy Monetary Policy Monetary Policy Monetary Policy Monetary Policy Investment Investment Investment Investment Investment Investment Residential Residential Residential Housing Housing Housing Consumer Consumer Durable Durable Expenditure Net Export Consumption Expenditure GROSS DOMESTIC BRUTO Stock Prices Bank Deposits Stock Prices Nominal Interest Rate Unanticipated Price Level Stock Prices Moral Hazard, Adverse Reserve Moral Hazard, Adverse Reserve Moral Hazard, Adverse Reserve Exchange Rate Stock Prices Tobins Q Financial Wealth Bank Loans Cash Flow Financial Wealth Bank Deposits Stock Prices Nominal Interest Rate Unanticipated Price Level Real Interest Rate Real Interest Rate Stock Prices Stock Prices Traditional Interest Rate Effect Other Asset Price Effect Credit View MONETARY POLICY dan 3 Credit View Mishkin, 2003. Gambar 5 menunjukkan beberapa jalur transmisi kebijakan moneter yang mempengaruhi sektor riil. Sumber: Miskhin, 2003. Gambar 5. Jalur Transmisi Kebijakan Moneter Konvensional Selain penggambaran tiga jalur utama transmisi, literatur yang lain membedakan menjadi lima saluran transmisi yaitu: 1 Direct monetary transmission, 2 Credit channels, 3 Interest rate channel, 4 Asset price channel, dan 5 Expectation channel Pohan 2008. Sedangkan Kuttner dan Mosser 2002 membedakan menjadi enam jalur, yaitu: 1 Narrow credit channel 2 Broad credit channel, 3 Wealth channel, 4 Interest rate channel, 5 Exchange rate channel, dan 6 Monetarist channel. 31

2.1.3.2. Bank Lending Channel

Beberapa ahli berargumentasi bahwa banyak peminjam tergantung pada perbankan sebagai sumber pembiayaannya, sedangkan sumber pembiayaan tergantung dari kebijakan moneter yang berlaku. Bagi nasabah peminjam, pinjaman bank sangat penting karena kadang mereka diasumsikan hanya memiliki sedikit bahkan tidak ada alternatif sumber pembiayaan sama sekali. Jalur pinjaman bank merupakan salah satu jalur pada jalur kredit transmisi kebijakan moneter. Pada jalur ini, perubahan dari kemampuan dan kemauan pihak bank untuk menyalurkan pembiayaan mempengaruhi kemampuan para peminjamnya dalam membiayai pengeluaran atau pembelanjaanya. Jalur pinjaman bank selain memfokuskan pada penyaluran dana bank, juga memberikan pandangan bagaimana kebijakan moneter mempengaruhi perekonomian. Jika terjadi ekspansi moneter maka kemampuan bank untuk menyalurkan pembiayaan meningkat. Peningkatan tersebut mempengaruhi kemampuan para peminjamnya untuk menambah pengeluaran Hubbard, 2005. Menurut jalur pinjaman bank, apabila bank sentral melakukan kebijakan moneter ekspansif melalui penurunan rasio cadangan minimum di bank sentral, maka cadangan yang ada di bank meningkat sehingga dana yang dipinjamkan loanable fund juga mengalami peningkatan. Skema jalur pinjaman bank adalah sebagai berikut: Monetary Policy ↑ Bank Deposits ↑ Bank Loans ↑ Investment ↑ GDP ↑ Dari literatur lain menyatakan bahwa: M ↑ Credit Supply ↑ Source of Financing ↑ Investment ↑ Y ↑ Ada beberapa prakondisi yang harus dipenuhi agar jalur pinjaman bank 32 dapat menjadi jalur mekanisme transmisi yang efektif. Prakondisi tersebut adalah: 1. Kredit dan surat-surat berharga bukan merupakan substitusi yang sempurna. Kondisi ini lebih mungkin terjadi bila nasabah peminjam tidak memiliki akses ke pasar modal. 2. Bank Sentral harus dapat mempengaruhi penawaran kredit atau pembiayaan secara langsung. Hal ini tergantung pada: Keberadaan lembaga intermediasi non-bank, kemampuan bank bereaksi atas kebijakan Giro Wajib Minimum GWM, kemampuan bank menghimpun dana di luar sumber dana yang terkena kewajiban GWM, serta peraturan maksimum kredit yang diberikan. Bila hal tersebut dapat direduksi maka jalur pinjaman semakin efektif berjalan. Gambar 6 dan 7, menunjukkan dampak kebijakan moneter ekspansif terhadap pasar uang dan makroekonomi. Sumber: Hubbard 2005 Gambar 6. Dampak Kebijakan Moneter Ekspansif terhadap Pasar Uang 33 Jika digambarkan pengaruh kebijakan moneter pada jalur pinjaman dengan menggunakan kurva keseimbangan pasar uang dan kurva keseimbangan umum, maka kebijakan moneter yang ekspansif akhirnya meningkatkan output pada jangka pendek, dan berdampak ke tingkat suku bunga yang ambigo, artinya tidak dapat ditentukan naik atau turun dari tingkat bunga awal Hubbard, 2005. Sumber: Hubbard, 2005. Gambar 7. Dampak Kebijakan Moneter Ekspansif Terhadap Makroekonomi Keterangan Gambar 6 adalah: 1 ketika bank sentral menaikkan penawaran uang, maka kurva MS bergerak ke MS 1 , tanda anak panah pertama, kemudian 2 tingkat bunga open market turun dari r ke r 1 , tanda anak panah kedua, selanjutnya pengaruhnya terhadap makroekonomi pada Gambar 7, 3 dari keseimbangan E , agregat permintaan naik karena terjadi peningkatan belanja nasabah peminjam, selanjutnya keseimbangan terjadi di E 1 , membawa dampak peningkatan permintaan uang, dari MD ke MD 1 di pasar uang pada Gambar 6, dan 4 keseimbangan baru pasar uang terjadi perubahan suku bunga, tanda anak 34 panah keempat, dengan kenaikan tergantung dari tingkat kepekaan kenaikan bunga. Interaksi antara bank sentral dengan perbankan dan pelaku ekonomi dapat dijelaskan menjadi dua tahap. Tahap pertama adalah interaksi antara bank sentral dengan perbankan di pasar uang domestik. Interaksi ini terjadi karena satu sisi bank sentral melakukan operasi moneter sesuai sasaran operasional yang dicapai, berupa uang pimer atau suku bunga jangka pendek, sementara di sisi lain, bank melakukan transaksi di pasar uang untuk pengelolaan likuiditasnya. Interaksi ini mempengaruhi perkembangan suku bunga jangka pendek di pasar uang dan dana yang dialokasikan bank-bank dalam bentuk instrumen likuiditas dan dalam pemberian kredit. Tahapan berikutnya adalah transmisi dari perbankan ke sektor riil melalui pemberian kredit yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut adalah faktor internal bank seperti tercermin pada permodalannya atau Capital Adequacy Ratio CAR, jumlah pembiayaan bermasalah atau Non Performing Loans NPLs dan Loan to Deposit Ratio LDR, maupun faktor eksternal seperti suku bunga dan persepsi bank terhadap prospek usaha debitur. Perkembangan kredit perbankan selanjutnya mempengaruhi sektor riil, seperti konsumsi, investasi, dan produksi, akhirnya pada harga-harga barang dan jasa Pohan, 2008.

2.1.4. Teori Kebijakan Moneter Syariah

Tidak hanya pada sistem ekonomi konvensional, dalam sistem ekonomi Islam uang memiliki peran penting. Namun yang membedakan adalah perspektif terhadap peran dan fungsi uang. Sistem konvensional memandang uang tidak sekedar alat bantu transaksi ekonomi, bahkan menjadi objek transaksi ekonomi itu 35 sendiri, sementara sistem ekonomi Islam membatasi fungsi uang sebagai alat bantu transaksi produktif barang dan jasa Sakti, 2007. Diskusi tentang pola dan penerapan manajeman moneter tidak terlepas dari pemikiran mempertemukan permintaan uang dan penawaran uang pada tingkat yang ideal. Menurut Karim 2002, pemikiran ekonomi Islam saat ini terdapat tiga mahzab yang menerangkan konsep permintaan dan penawaran uang. Masing-masing mahzab memiliki perbedaaan asumsi yang melatarbelakangi pemikiran. Mahzab tersebut adalah mahzab iqtishaduna, dipelopori antara lain oleh Kadim Sadr dan Baqir Al-Hasani, mahzab mainstream, dipelopori antara lain oleh M. Umer Chapra dan M.A. Mannan, serta mahzab alternatif-kritis, dipelopori antara lain oleh Timur Kuran, Jomo, dan M.A. Choudury. Dari sisi permintaan uang, walaupun memiliki persamaan pandangan dalam hal motif memegang uang yaitu transaksi dan berjaga-jaga, terjadi perbedaan terhadap faktor yang mempengaruhi permintaan uang dari ketiga mahzab di atas. Menurut mahzab iqtishaduna, permintaan uang adalah fungsi dari rasio harga tangguh terhadap harga uang, menurut mahzab mainstream, permintaan uang dipengaruhi oleh pajak terhadap dana yang dianggurkan dues to iddle fund dan tingkat pendapatan, sedangkan menurut mahzab alternatif, dipengaruhi oleh keseluruhan kebutuhan transaksi dalam sektor riil, yaitu sosio- ekonomi, kebijakan pemerintah, dan informasi objektif masyarakat kondisi riil perekonomian. Dari sisi penawaran uang, menurut mahzab iqtishaduna, pemerintah tidak mampu mempengaruhi jumlah uang yang beredar, tinggi rendahnya permintaan uang tergantung pada perdagangan barang dengan luar negeri, menurut mahzab mainstream, penawaran uang sepenuhnya dikontrol oleh negara sebagai 36 pemegang monopoli penerbitan uang yang sah, negara melakukan kontrol terhadap kepemilikan semua bentuk uang, baik logam, kertas atau kredit, sedangkan menurut mahzab alternatif, keberadaan uang pada dasarnya terintegrasi dalam sistem sosial ekonomi yang berlaku, dengan jumlah uang beredar lebih ditentukan oleh actual spending demand dalam transaksi barang dan jasa, serta telah dihapuskannya suku bunga dengan expected rate of profit. Berdasarkan pendapat yang terdapat dalam masing-masing mahzab, penelitian ini mengetengahkan mahzab alternatif sebagai untuk mewakili teori kebijakan moneter syariah. Dalam mahzab tersebut menyebutkan bahwa keberadaan uang pada hakikatnya adalah representasi volume transaksi yang ada dalam sektor riil. Nilai uang tidak harus selalu bertambah seiring dengan pertambahan waktu, tetapi pertambahan nilai tergantung pada usaha yang dilakukan. Permintaan uang adalah representasi dari keseluruhan kebutuhan transaksi dalam sektor riil. Semakin tinggi kapasitas dan volume sektor riil, semakin meningkat permintaan uang. Permintaan uang dipengaruhi oleh besarnya pembagian keuntungan profit sharing atau tingkat keuntungan yang diharapkan expected rate of profit. Tinggi rendah tingkat keuntungan yang diharapkan merupakan representasi pertumbuhan aktual ekonomi. Sebagai manifestasi aktual kapasitas transaksi riil, permintaan uang adalah penjumlahan total permintaan uang individu dan lembaga keuangan. Secara matematis M.A. Choudhury memformulasikan permintaan uang sebagai berikut: Md = f r b , y, p, S, X, Y [ ] 37 Keterangan: Md = Permintaan uang r b = Rasio profit sharing y = Pendapatan riil p = Inflasi S = Total pengeluaran nasional X = Peubah sosio-ekonomi Y = Kebijakan pemerintah = Induced-knowledge, pengetahuan masyarakat Sedangkan dari sisi penawaran, jumlah uang beredar merupakan derivasi kondisi riil perekonomian, bukan merupakan fungsi dari suku bunga, dengan rumusan matematis sebagai berikut: Ms = f π , y, p, S, R, X, Y [ ] Keterangan: Ms = Penawaran uang π = Rasio profit sharing atau expected rate of return y = Pendapatan nasional riil p = Inflasi S = Total pengeluaran nasional X = Peubah sosio-ekonomi Y = Kebijakan pemerintah R = Reserve requirement bank-bank umum = Induced-knowledge, kualitas pengetahuan masyarakat Terintegrasinya uang dalam sistem yang kompleks menjadikan uang tidak independen. Dalam teori endegenous uang, instrumen yang digunakan untuk mempertemukan fungsi permintaan dan penawaran adalah peubah yang mampu merefleksikan kondisi riil sebuah perekonomian. Peubah tersebut adalah tingkat keuntungan rata-rata semua investasi mudharabah dan musyarakah. Kurva penawaran uang berbentuk elastis, pada H Gambar 8 menunjukkan 38 bahwa bank sentral sebagai pemegang otoritas moneter tidak mampu mengendalikan volume uang beredar. Jumlah uang beredar lebih dipengaruhi oleh rata-rata keuntungan aktual sektor riil. Dengan terjaga keseimbangan antara pertumbuhan sektor riil dengan sektor moneter, nilai intrinsik uang juga dapat terjaga. Jika terjadi permintaan uang untuk spekulasi, pelaku ekonomi segera menyeimbangkan kembali pada posisi semula. Semakin besar Induced- knowledge, ilusi uang semakin cepat diketahui. Sumber: Karim, 2002. Gambar 8. Hubungan Penawaran dan Permintaan Uang, serta Expected Rate of Profit Gambar 8 menunjukkan keseimbangan antara permintaan, penawaran uang dan expected rate of profit atau bagi hasil dalam sistem keuangan Islam. Pergerakan kurva permintaan untuk sistem keuangan mudharabah atau musyarakah dipengaruhi oleh tinggi rendahnya ekspektasi terhadap tingkat keuntungan. M 1 adalah banyaknya uang yang ditawarkan untuk memenuhi transaksi. Misalkan terjadi perubahan teknologi dalam proyek mudharabah, maka 39 akan terjadi penarikan dana di luar proyek mudharabah sehingga kapasitas stock uang bertambah menjadi M 2 . Titik ekuilibrium akan bergeser dari E 1 ke E 2 . Pergeseran tersebut merupakan fungsi dari yang menunjukkan objektifitas pengetahuan masyarakat terhadap perubahan teknologi. Sumber: Karim, 2002. Gambar 9. Pengaruh Kebijakan Moneter Ekspansif terhadap Sektor Riil Gambar 9 menunjukkan pengaruh kebijakan moneter ekspansif terhadap sektor riil menurut pandangan ekonomi Islam. Dengan mengadopsi kurva 40 Aggregate Demand AD dan Aggregate Supply AS seperti yang dilakukan oleh ekonom konvensional, maka jika terjadi kebijakan moneter uang ekspansif oleh otoritas moneter dapat digambarkan beserta dampaknya terhadap sektor riil. Gambar 9 menunjukkan bahwa ketika terjadi kebijakan moneter ekspansif melalui peningkatan uang beredar, maka masyarakat merespon dengan meningkatkan agregat demand. Karena diasumsikan bank sentral tidak mampu mengendalikan uang beredar sepenuhnya, maka Ms bergeser menjadi Ms 1 dengan Md diasumsikan tetap, akhirnya titik keseimbangan berada pada angka 2, dengan expected rate of profit berkurang sebesar π - π 1 . Peningkatan agregat demand mengakibatkan harga-harga naik sehingga pendapatan riil tidak berubah bahkan dapat turun. Meningkatnya inflasi akibat meningkatnya jumlah uang beredar akan menurunkan daya beli mata uang terhadap barang dan jasa, artinya peningkatan uang beredar mengakibatkan imbalance antara sektor moneter dengan sektor riil Karim, 2002. Strategi dasar manajemen moneter menurut mahzab alternatif adalah: 1. Ms mengikuti besaran Md, atau keseimbangan Ms = Md selalu terjaga. 2. Penentuan besarnya Ms yang merupakan refleksi dari Md ditentukan melalui shuratic process yang melibatkan para pelaku ekonomi di sektor riil. 3. Shuratic process proses musyawarah akan efektif bila masyarakat mempunyai pengetahuan yang merata induced knowledge. Keputusan atau kebijakan moneter yang yang dituangkan dalam instrumen moneter harus sejalan dengan kebijakan-kebijakan di sektor riil. Pergeseran dan pergerakan permintaan agregat dan penawaran agregat membuat pergeseran dan pergerakan permintaan uang yang ditindaklanjuti oleh kebijakan moneter yang diimplementasikan dengan instrumen-instrumen moneter, sehingga penawaran 41 uang juga akan bergeser atau bergerak. Harmonisasi antara sektor riil dan sektor moneter, digambarkan akan menghasilkan kurva jangka panjang permintaan dan penawaran uang yang berbentuk jalinan tambang, yang mendukung pertumbuhan pendapatan nasional.

2.1.5. Aplikasi Instrumen Kebijakan Moneter Syariah di Indonesia

Sebagai otoritas moneter, pengembangan ekonomi dan perbankan Islam adalah merupakan amanat dari UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia dan UU No. 10 tahun 1998 tentang perbankan memungkinkan cara-cara pengendalian moneter oleh Bank Indonesia dapat dilaksanakan berdasarkan prinsip syariah. Sehubungan hal tersebut Bank Indonesia sendiri telah melakukan beberapa upaya untuk mendorong perkembangan ekonomi dan perbankan Islam. Bank Indonesia telah menetapkan strategi pengembangan ekonomi dan perbankan Islam yang dirumuskan dalam cetak biru blue print. Visinya, mewujudkan sistem perbankan syariah yang sehat, kuat dan istiqamah terhadap prinsip syariah dalam kerangka keadilan, kemaslahatan dan keseimbangan, guna mencapai masyarakat yang sejahtera secara material dan spiritual falah. Terhadap bank-bank yang berdasarkan syariah Islam, Bank Indonesia telah mengeluarkan informasi mengenai giro wajib minimum statutory reserve requirements. Bank Indonesia juga mengeluarkan ketentuan pasar uang antar bank berdasarkan prinsip syariah untuk penempatan dan pemenuhan kebutuhan likuditas jangka pendek, dan menciptakan sertifikat wadiah Bank Indonesia SWBI sebagai instrumen moneter untuk menyerap kelebihan dana perbankan syariah. 42

2.1.5.1. Giro Wajib Minimum

Giro Wajib Minimum GWM atau biasa dinamakan statutory reserve requirement, adalah simpanan minimum bank umum dalam bentuk giro pada Bank Indonesia yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia berdasarkan persentase tertentu dari dana pihak ketiga. GWM adalah kewajiban bank dalam rangka mendukung pelaksanaan prinsip kehati-hatian perbankan, serta berperan sebagai instrumen moneter yang berfungsi mengendalikan peredaran uang. Besarnya GWM adalah 5 persen dari dana pihak ketiga yang berbentuk Rupiah, dan 3 persen dari dana pihak ketiga yang berbentuk mata uang asing. Jumlah tersebut dihitung dari rata-rata harian dalam satu masa laporan untuk periode dua masa laporan sebelumnya. Sedangkan dana pihak ketiga yang dimaksud adalah dalam bentuk: 1 giro wadiah, 2 tabungan mudharabah, 3 deposito investasi mudharabah, dan 4 kewajiban lainnya. Dana pihak ketiga dalam Rupiah tidak termasuk dana yang diterima oleh bank dari Bank Indonesia dan Bank Perkreditan Rakyat. Sedangkan dana pihak ketiga dalam bentuk mata uang asing meliputi kewajiban dalam mata uang asing kepada pihak ketiga, termasuk bank dan Bank Indonesia, yang terdiri atas: 1 giro wadiah, 2 deposito investasi mudharabah, dan 3 kewajiban lainnya. Bank Indonesia mengenakan denda terhadap kesalahan dan keterlambatan penyampaian laporan mingguan yang digunakan untuk menentukan GWM. Bank yang melakukan pelanggaran GWM juga akan dikenai sanksi.

2.1.5.2. Sertifikat Investasi Mudharabah antar Bank Syariah

Instrumen yang digunakan oleh bank-bank syariah yang mengalami kelebihan dana untuk mendapatkan keuntungan. Di lain pihak instrumen dapat 43 digunakan sebagai sarana penyedia dana jangka pendek bagi bank-bank syariah yang mengalami kekurangan dana. Sertifikat berjangka waktu 90 hari, diterbitkan oleh kantor pusat bank syariah dengan format dan ketentuan standar yang ditentukan oleh Bank Indonesia. Pemindahtanganan sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank Syariah IMA hanya dapat dilakukan oleh bank penanam dana pertama, sedangkan bank penanam dana kedua tidak diperkenankan memindahtangankan kepada pihak lain sampai berakhirnya jangka waktu. Pembayaran dilakukan oleh bank syariah penerbit sebesar nominal ditambah imbalan bagi hasil yang dibayarkan awal bulan berikutnya dengan nota debet melalui kliring, bilyet giro Bank Indonesia, atau transfer elektonik. Bank syariah, UUS, dan Bank Konvensional dapat membeli instrumen PUAS yang diterbitkan oleh bank syariah dan UUS.

2.1.5.3. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia

Dalam rangka menunjang kegiatan pengelolaan dana oleh bank umum syariah dan unit usaha syariah, serta pelaksanaan pengendalian moneter oleh Bank Indonesia, perlu disediakan fasilitas penitipan dana jangka pendek berdasarkan prinsip wadiah yang bukti penitipannya berupa sertifikat wadiah Bank Indonesia. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia SWBI adalah bukti penitipan dana wadiah, yaitu penitipan dana berjangka pendek dengan menggunakan prinsip wadiah yang disediakan oleh Bank Indonesia bagi BUS dan UUS. Wadiah adalah perjanjian penitipan dana antara pemilik dana dengan pihak penerima titipan yang dipercaya untuk menjaga dana tersebut. Bank Indonesia dapat menerima penitipan dana wadiah dari BUS dan UUS. Penitipan dana wadiah dilakukan dengan mengajukan permohonan kepada Bank Indonesia. 44 Jumlah dana yang dititipkan sekurang-kurangnya lima ratus juta rupiah, sedangkan penitipan dana di atas lima ratus juta rupiah, hanya dapat dilakukan dalam kelipatan lima puluh juta rupiah. Penitipan dana wadiah dapat berjangka waktu 7 hari, 14 hari, dan 28 hari, Bank Indonesia akan mengumumkan jangka waktu penitipan dana wadiah pada hari penitipan dana wadiah. Penitipan dana wadiah tidak dapat diambil kembali oleh Bank syariah atau UUS sebelum berakhirnya jangka waktu penitipan dana wadiah. SWBI diterbitkan dan ditatausahakan tanpa warkat scripless dan tidak dapat diperjualbelikan non negotiable, jadi sertifikat wadiah Bank Indonesia bukan merupakan surat berharga seperti obligasi atau surat tagihan. Atas penitipan tersebut, BI dapat memberikan bonus. Gambar 10 menunjukkan keterkaitan antara ketiga instrumen moneter syariah di Indonesia. Bank Konvensional dengan Kantor Cabang Syariah Unit Usaha Syariah Bank Konvensional Keterangan : = Arus SWBI = Arus Sertifikat IMA = Arus GWM Bank Indonesia Giro Bank Syariah, Konvensional dan UUS Bank Syariah Sumber: Bank Indonesia, 2000. Gambar 10. Skema Keterkaitan Giro Wajib Minimum, Pasar Uang Antar Bank Syariah, dan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia 45

2.2. Tinjauan Studi Terdahulu