Dinamika Internal 1. Jumlah Bank dan Jaringan Kantor

84

V. KONDISI UMUM PERBANKAN SYARIAH

Analisis deskripsi kondisi umum yang melingkupi pembiayaan perbankan syariah dikelompokkan menjadi dari sisi, yaitu dinamika internal dan eksternal bank. Kondisi dinamika internal menekankan pada perkembangan jumlah dan jaringan perbankan, perkembangan pembiayaan, dana pihak ketiga, pembiayaan bermasalah, sertifikat wadiah, dan laba per aset, sedangkan dinamika eksternal bank menekankan pada perkembangan kondisi indeks produksi industri, kredit bank umum, dan Jakarta Islamic index. 5.1. Dinamika Internal 5.1.1. Jumlah Bank dan Jaringan Kantor Selama periode penelitian, perkembangan jumlah bank syariah yaitu bank umum syariah dan unit usaha syariah menunjukkan peningkatan. Meskipun jumlah bank umum syariah selama lima tahun terakhir hanya bertambah satu bank saja, tetapi unit usaha syariah yang awalnya berjumlah enam bank, pada akhir Juni 2008 menjadi 28 bank, bertambah 22 bank atau meningkat 4.67 kali, sehingga keseluruhan jamlah bank meningkat dari delapan bank menjadi 31 bank, bertambah 23 bank atau meningkat 3.88 kali lipat. Perkembangan jaringan kantor menunjukkan peningkatan yang lebih tinggi dibandingkan perkembangan jumlah bank. Jaringan kantor dalam pengertian ini adalah jumlah kantor pusat, kantor pusat operasional, kantor cabang, kantor cabang pembantu, dan kantor kas. Jika pada akhir 2002, jaringan kantor bank umum syariah sebanyak 115 kantor, maka posisi akhir Juni 2008 menjadi 405 kantor, bertambah 290 kantor atau meningkat 3.52 kali lipat, sedangkan unit usaha syariah yang pada akhir 2002 hanya sebanyak 31 kantor, 85 pada akhir Juni 2008 menjadi 214 kantor, bertambah 183 kantor atau meningkat 6.9 kali lipat. Secara keseluruhan jaringan kantor bank syariah dari 146 kantor bank pada akhir 2002, menjadi 619 kantor bank, bertambah 473 kantor atau meningkat 4.24 kali lipat. Tabel 2 menunjukkan perkembangan jumlah bank dan jaringan kantor selama periode penelitian, dengan nama bank pada Lampiran 1. Tabel 2. Jumlah Bank dan Jaringan Kantor Perbankan Syariah 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Jun-08 Bank Umum Syariah BUS 2 2 3 3 3 3 3 Unit Usaha Syariah UUS 6 8 15 19 20 25 28 Jumlah Bank 8 8 18 22 23 28 31 Jaringan Kantor BUS dan UUS 146 265 355 458 531 597 619 BUS 115 209 266 304 349 402 405 UUS 31 56 89 154 182 195 214 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah 83 84 88 92 105 114 124 Posisi Akhir Tahun Keterangan Sumber : Bank Indonesia, 2002, 2003a, 2004, 2005, 2006, 2007, 2008a. Peningkatan jumlah bank dan jaringan kantor tidak terlepas dari perkembangan peraturan yang menyertai. Perbankan syariah di Indonesia, sesuai Undang-undang No.7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No.10 tahun 1998, adalah bagian dari sistem perbankan nasional yang menganut sistem perbankan ganda dual banking system. Sejalan dengan hal tersebut, dengan dikeluarkan Undang-undang No.23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah menjadi Undang-undang No.3 tahun 2004, telah memberikan kewenangan penuh ke Bank Indonesia untuk dapat menjalankan tugasnya berdasarkan prinsip syariah. Keberadaan kedua undang-undang tersebut, menjadikan bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah semakin diakui secara hukum. Selain undang-undang, beberapa peraturan Bank Indonesia ditetapkan untuk menyempurnakan peraturan yang telah ada dan mendorong terciptanya perbankan nasional yang tangguh dan efisien. Peraturan Bank Indonesia PBI 86 No. 624PBI2004 tentang bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, menyebutkan bahwa modal disetor untuk mendirikan bank ditetapkan sekurang kurangnya sebesar tiga triliun rupiah. Tanggal 29 September 2005, PBI No.735PBI2005 dikeluarkan sebagai penyempurnaan dari No.624PBI2004 tentang bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dengan tujuan untuk lebih mendorong perluasan jaringan perbankan syariah sehingga dapat melayani seluruh lapisan masyarakat. Pokok perubahan ketentuan yang diatur dalam PBI tersebut adalah modal disetor untuk mendirikan bank syariah diturunkan, menjadi sekurang kurangnya adalah satu triliun rupiah. Untuk mengantisipasi kendala jaringan kantor pelayanan bank syariah, pihak Bank Indonesia membuat regulasi tentang pembukaan layanan syariah pada counter-counter unit kovensional bank-bank yang telah mempunyai unit usaha syariah, disebut dengan office channelling, melalui PBI No.83PBI2006 tanggal 30 Januari 2006. Dengan demikian, diharapkan masalah jaringan pelayanan dan keuangan syariah dapat diatasi karena masyarakat dapat dilayani di mana saja saat membutuhkan transaksi bank syariah. Berdasarkan ketentuan tersebut, layanan syariah dapat dibuka oleh bank umum konvensional yang telah memiliki unit usaha syariah dengan persyaratan, antara lain: 1. Dalam satu wilayah kantor Bank Indonesia dengan kantor cabang syariah induk. 2. Dengan menggunakan pola kerja sama antara kantor cabang syariah induk dengan kantor cabang dan atau kantor cabang pembantu. 3. Dengan menggunakan sumber daya manusia sendiri bank yang telah memiliki pengetahuan mengenai produk dan operasional bank syariah. 87 4. Memiliki pencatatan dan pembukuan terpisah dari kantor cabang dan atau kantor cabang pembantu dan menggunakan standar akuntansi keuangan yang berlaku bagi perbankan syariah. 5. Laporan keuangan layanan syariah wajib digabungkan dengan laporan keuangan kantor cabang syariah induknya pada hari yang sama.

5.1.2. Pembiayaan Perbankan Syariah

Gambaran perkembangan posisi pembiayaan perbankan syariah selama periode penelitian ditunjukkan pada Gambar 13. Pada awal penelitian yaitu November 2002, posisi pembiayaan pada Rp 3 469 miliar, kemudian tengah periode penelitian bulan Juni 2005 berada pada Rp 14 270 miliar, dan akhir periode penelitian mencapai Rp 34 100 miliar, atau tumbuh 9.83 kali lipat. 34,100 3,469 Juni 2005 14,270 5,000 10,000 15,000 20,000 25,000 30,000 35,000 40,000 1 1 1 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 1 1 1 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 1 1 1 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 1 1 1 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 1 1 1 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 1 1 1 2 1 2 3 4 5 6 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Tahun P e m b ia y a a n M il ia r R u p ia h Sumber : Bank Indonesia, 2002, 2003a, 2004, 2005, 2006, 2007, 2008a. Gambar 13. Pembiayaan Perbankan Syariah, November 2002 sampai Juni 2008 Untuk meninjau lebih dalam perkembangan dan dinamika pembiayaan, maka dapat ditinjau pola pertumbuhan tiap bulannya. Dari pola tersebut diketahui pertumbuhan bulan tertentu dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Gambar 14 88 menunjukkan bahwa terjadi dinamika pergerakan tiap bulan, tidak selalu naik, bahkan beberapa kali pembiayaan mengalami penurunan. Selama periode penelitian rata-rata tiap bulan terjadi pertumbuhan pembiayaan sebesar Rp 457 miliar. rata-rata= 457 1,000 500 - 500 1,000 1,500 2,000 1 1 1 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 1 1 1 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 1 1 1 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 1 1 1 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 1 1 1 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 1 1 1 2 1 2 3 4 5 6 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 P e rt u m b u h a n P e m b ia y a a n M il ia r R u p ia h Tahun Sumber : Bank Indonesia, 2002, 2003a, 2004, 2005, 2006, 2007, 2008a. Gambar 14. Perubahan Bulanan Pembiayaan Perbankan Syariah, November 2002 sampai Juni 2008 Jika ditinjau berdasarkan akad pembiayaan yang dilakukan, maka secara rata-rata pembiayaan jual beli murabahah masih mendominasi akad pembiayaan ditunjukkan pada Gambar 15. Istishna, 2.91 Lain-lain, 3.66 Musyarakah, 10.53 Mudharabah, 28.80 Murabahah, 64.63 Sumber : Bank Indonesia, 2002, 2003a, 2004, 2005, 2006, 2007, 2008a. Gambar 15. Pangsa Pembiayaan Berdasarkan Jenis Akad 89 Gambar 15 menunjukkan bahwa dominasi akad jual beli murabahah sebesar 64.63 persen, diikuti oleh pembiayaan bagi hasil yaitu mudharabah dan musyarakah masing-masing dengan porsi 28.80 persen dan 10.53 persen, selanjutnya jual beli istishna porsinya sebesar 2.91 persen, sedangkan sistem pembiayaan lainnya seperti jual beli salam, sewa menyewa ijarah dan lain-lain porsinya sebesar 3.66 persen. Meskipun akad jual beli mendominasi jenis pembiayaan selama periode penelitian, tetapi sebenarnya terjadi pergeseran peningkatan porsi pembiayaan akad bagi hasil, yang diwakili oleh pembiayaan mudharabah dan musyarakah, dan penurunan porsi pembiayaan akad jual beli yang diwakili oleh pembiayaan murabahah dan istishna.

59.17 78.37