Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumsi Pada Bank Umum Di Indonesia (Pendekatan Error Correction Model)

(1)

Universitas Sumatera Utara Fakultas Ekonomi

Medan

ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN KREDIT KONSUMSI PADA BANK UMUM DI

INDONESIA

(PENDEKATAN ERROR CORRECTION MODEL)

Skripsi

Disusun Oleh

Albert N. Harefa 060501108

Ekonomi Pembangunan

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Medan 2010


(2)

ABSTRACT

Consumer Credit in Indonesia has a significant improvement since crissis happened in 1997. The Improvement of consumer credit became better along with the improvement of Total Credit in Indonesia. Even that, the number of credit consumer was bigger than working capital credit, and investment credit. A big yield of this credit make many banks want to get o lot of profit from this credit. But the problem happened today is the Non Performing Loan of this credit is bigger than working capital credit and investment credit. A good handle for this non performing loan of consumer credit is needed so that the national banking system isn’t disturbed.

The aim of this research is to analyze the factors influencing credit consumer in public bank in Indonesia during 2002 - 2009. Credit consumer interest rate, Gross domestic product one year ago, and the number of unemployment become the factors for the analyzing. The method used to estimate this research is to short-term dynamic analysis by using Error Correction Model with the first test carried out of the unit root test and cointegration test.

The results of this research show that in short term Consumer credit interest rate has a negative significant influence to the demand for credit consumer but in long term the relation become positive. While Gross domestic product one year ago show the positive influence on both in short and long term and the number of unemployment has negative relation in short term and long term.


(3)

ABSTRAK

Kredit Konsumsi di Indonesia berkembang sangat pesat sejak krisis tahun 1997. Perkembangan pesat kredit konsumsi seiring dengan perkembangan total kredit di Indonesia. Bahkan, jumlah kredit konsumsi lebih besar dari kredit modal kerja dan kredit investasi. Imbal hasil yang besar menjadikan banyak bank untuk meraih banyak keuntungan dari kredit jenis ini. Tetapi, masalah yang terjadi saat ini adalah kredit macet dari kredit ini lebih besar dari kredit modal kerja dan kredit investas. Perlu penanganan yang baik agar kredit macet yang besar dari kredit ini tidak mengganggu sistem perbankan nasional.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor – faktor yang mempengaruhi kredit konsumsi pada bank umum di Indonesia selama tahun 2002 – 2009. Suku bunga kredit konsumsi, produk domestik bruto satu tahun sebelumnya dan jumlah pengangguran menjadi faktor – faktor dalam analisis ini. Metode yang digunakan untuk mengestimasi penelitian ini adalah dengan analisis dinamis jangka pendek dengan menggunakan metode ECM (Error Correction

Model) dengan terlebih dahulu dilakukan uji akar-akar unit (unit root test) serta

uji kointegrasi.

Hasil – hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dalam jangka pendek tingkat suku bunga kredit konsumsi berpengaruh negatif pada permintaan jumlah kredit konsumsi tetapi dalam jangka panjang hubungannya menjadi positif. Sedangkan produk domestik bruto satu tahun sebelumnya menunjukkan pengaruh positif baik dalam jangka pendek dan jangka panjang begitu juga dengan jumlah pengangguran yang memiliki pengaruh negatif baik dalam jangka pendek dan jangka panjang.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha Esar sebagai sumber segala hikmat yang telah melimpakan berkat dan karunia sejak awal perkuliahan hingga akhir perkuliahan, sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini. Adapun guna penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Adapun Skripsi ini berjudul “Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumsi Pada Bank Umum Di Indonesia (Pendekatan Error Correction Model)”, dimana isi dan materi skripsi ini di dasarkan dengan menganalisis data sekunder yang diperoleh dari data Statistik Keuangan Bank Indonesia, Biro Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara, bahan – bahan bacaan dan Jurnal – jurnal yang berhubungan dengan penelitian.

Pada kesempatan ini saya selaku penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang sebesarnya kepada orang tua saya, T. Harefa dan N. Telaumbanua yang telah memberikan semangat, dorongan, doa dan materil selama saya menjalani masa perkuliahan dan hingga akhirnya menyelesaikan penyusunan skirpsi ini dan juga tidak lupa saya mengucapkan kepada adik saya tercinta, Nonifili Harefa, yang selalu menjadi teman bertukar pikiran dan pemberi semangat. Selain itu, tidak lupa saya ingin mengucapkan rasa terima kasih dan pengharga sebesar – besarnya kepada :

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, SE, M.Ec selaku dekan fakultas Ekonomi Universitas Sumater Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec. selaku Ketua Departemen dan Bapak Irsyad Lubis, SE, MSoc, Ph.D. selaku Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara yang selama ini telah memberikan dukungan dan bantuan selama menjalani studi. 3. Bapak Drs. Iskandar Syarief, MA selaku dosen pembimbing yang telah

banyak membantu dan mengarahkan penulisan dalam penyempurnaan skripsi ini.


(5)

4. Bapak Syarief Fauzi, M..Acc, Ak selaku dosen penguji I yang telah memberikan saran dan masukan bagi penulis dalam rangka penyempurnaan skripsi ini.

5. Ibu Ilyda Sudarjad selaku dosen penguji II yang telah memberikan saran dan masukan bagi penulis dalam rangka penyempurnaan skripsi ini.

6. Seluruh staf pengajar dan staf administrasi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan.

7. Seluruh staf di Kantor Bank Indonesia Cabang Medan, terutama kepada kak Mufidah yang telah membantu dalam proses pengumpulan data.

8. Seluruh staf di Kantor Biro Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara yang telah membantu dalam proses pengumpulan data.

9. Teman terkasihku, Christine, yang selalu memberi semangat dan masukan hingga skripsi ini selesai.

10.Sahabatku Arisandy yang selalu memberikan tumpangan rumah, Irwin serta teman – teman EP 06 seperjuangan yang tidak bisa disebutkan satu per satu namanya.

11.Teman – temanku di Gerakan Pemuda GPIB Filadelfia Medan yang kompak selalu, Kak Keke, Bung Tepen, khususnya buat Bung Dani yang selalu mengizinkan penulis meminjam komputer gereja.

Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dan membantu semua pihak yang memerlukannya, terutama rekan mahasiswa Departemen Ekonomi Pembangunan.

Medan, Mei 2010 Penulis

Albert N. Harefa 060501108


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 10

1.3 Tujuan Penelitian ... 11

1.4 Manfaat Penelitian ... 12

BAB II: URAIAN TEORITIS 2.1 Bank ... 13

2.1.1 Pengertian Pengertian Bank ... 13

2.1.2 Jenis – Jenis Bank ... 14

2.1.3 Kegiatan Bank ... 16

2.1.4 Pengertian Kredit Bank ... 17

2.1.5 Fungsi Kredit ... 18


(7)

2.2 Konsumsi ... 21

2.2.1 Teori Pendapatan Absolut ... 22

2.2.2 Teori Pendapatan Relatif ... 23

2.2.3 Teori Siklus Hidup ... 25

2.2.4 Teori Pendapatan Permanen ... 27

2.3 Permintaan Dalam Ilmu Ekonomi ... 29

2.3.1 Pengertian Permintaan ... 29

2.3.2 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan ... 30

2.3.3 Fungsi Permintaan ... 30

2.3.4 Hukum Permintaan ... 32

2.3.5 Perubahan Jumlah dan Pergeseran Permintaan ... 32

2.3.6 Elastisitas Permintaan ... 35

2.4 Suku Bunga ... 37

2.4.1 Pengertian Suku Bunga ... 37

2.4.2 Jenis – Jenis ... 38

2.4.3 Komponen Dalam Menentukan Bunga Kredit ... 40

2.4.4 Jenis Pembebanan Bunga Kredit ... 41

2.4.5 Teori Suku Bunga ... 42

2.4.5.1 Teori Klasi ... 42

2.4.5.2 Teori Fisher ... 43

2.5 Produk Domestik Bruto ... 44

2.5.1 Pengertian Produk Domestik Bruto ... 44

2.5.2 Metode Penghitungan PDB ... 46


(8)

2.6.1 Tingkat Pengangguran ... 50

2.6.2 Jenis – Jenis Pengangguran ... 51

2.6.3 Dampak Pengangguran ... 53

2.7 Penelitian Terdahulu ... 54

2.8 Hipotesis ... 57

BAB III: METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 59

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 59

3.3 Pengolahan Data ... 60

3.4 Metode Analisis ... 60

3.4.1 Uji Akar-Akar Unit (Unit Root Test) ... 61

3.4.2 Uji Derajat Integrasi ... 62

3.4.3 Uji Kointegrasi (Cointegration test) ... 63

3.4.4 Error Correction Model (ECM) ... 66

3.5 Test of Goodness of Fit ... 71

3.5.1 Koefisien Determinasi (R-Square) ... 71

3.5.2 Uji Signifikansi Parsial (T- Statistik) ... 71

3.5.3 Uji Keseluruhan (F- Statistik) ... 72

3.6 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 73

3.7.1 Multikolinenarity ... 73

3.7.2 Autokorelasi ... 74


(9)

BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Perekonomian Indonesia ... 77

4.2 Perkembangan Bank Umum ... 78

4.3 Perkembangan Kredit Konsumsi ... 85

4.4 Perkembangan Suku Bunga Kredit Konsumsi ... 88

4.5 Perkembangan Produk Domestik Bruto ... 91

4.6 Perkembangan Pengangguran Di Indonesia ... 97

4.6.1 Pengangguran Menurut Kategori... 99

4.6.2 Pengangguran Menurut Jenis Kelamin ... 101

4.6.3 Pengangguran Menurut Pendidikan ... 101

4.6.4 Pengangguran Menurut Daerah Tempat Tinggal ... 105

4.7 Hasil Analisis Data ... 106

4.7.1 Hasil Uji Akar-Akar Unit dan Derajat Integrasi ... 106

4.7.2 Uji Kointegrasi ... 108

4.7.3 Analisis Model ECM (Error Correction Model) ... 109

4.7.3.1 Persamaan Jangka Pendek ... 110

4.7.3.2 Persamaan Jangka Panjang ... 112

4.7.4 Test Of Goodness Of Fit (Uji Kesesuaian) ... 113

4.7.4.1 Analisis Koefisien Determinasi (R²) ... 113

4.7.4.2 Uji F – Statistik ... 114

4.7.4.3 Uji T – Statistik ... 115

4.8 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 121

4.8.1 Uji Multikolinearitas ... 121


(10)

4.9 Interpretasi Secara Ekonomi ... 123 BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 128 5.2 Saran ... 130 DAFTAR PUSTAKA


(11)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

1. : Perkembangan Kredit Modal Kerja, Investasi

Dan Konsumsi Pada Bank Umum Di Indonesia 3 2. : Contoh Strategi Dan Produk Kredit Konsumsi

Beberapan Bank Umum Di Indonesia 87 3. : Tingkat Pengangguran Terbuka Di Indonesia 99 4. : Data Pengangguran Indonesia Tahun 2001 -2009 100 5. : Data Pengangguran Berdasarkan Tingkat Pendidikan 104 6. : Data Penganggura Di Perkotaan Dan Di Pedesaan 105 7. : Uji Akar Unit Dan Derajat Integrasi 107

8. : Hasil Estimasi Uji Kointegrasi 109

9. : Hasil Estimasi Model ECM 109

10. : Hasil Uji Multikolinearitas 122


(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 : Rachet Effect 25

2.2 : Teori Siklus Hidup 26

2.3 : Teori Pendapatan Permanen 28

2.4 : Kurva Permintaan 31

2.5 : Pergeseran Kombinasi Permintaan 33

2.6 : Pergeseran Kurva Permintaan 34

2.7 : Pembentukan Pengangguran Sukarela dan Terpaksa 51

2.8 : Kurva Uji T-Statistik 72

2.9 : Kurva Uji F-Statistik 73

3.1 : Perkembangan PDB Sub Sektor Perbankan 84 3.2 : Perkembangan Kredit Konsumsi Di Indonesia 85 3.3 : Perbandingan Suku Bunga Kredit Modal Kerja

Investas, Konsumsi Dengan BI Rate 89 3.4 : Perkembangan Produk Domestik Bruto Di Indonesia 93

3.5 : Kurva Uji F-Statistik 115

3.6 : Kurva Uji T-Statistik Log Suku Bunga Kredit

Konsumsi Dalam Jangka Pendek 116

3.7 : Kurva Uji T-Statistik Log PDBT-1 Dalam Jangka

Pendek 117

3.8 : Kurva Uji T-Statistik Log Jumlah Pengangguran 118 3.9 : Kurva Uji T-Statistik Log Suku Bunga Kredit


(13)

4.1 : Kurva Uji T-Statistik Log PDBT-1 Dalam

Jangka Panjang 120

4.2 : Kurva Uji T-Statistik Log Jumlah Pengangguran


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul

1 : Data Variabel

2 : Hasil Uji Akar – Akar Unit Variabel Log Jumlah Kredit Konsumsi

3 : Hasil Uji Akar – Akar Unit Variabel Log Suku Bunga Kredit Konsumsi

4 : Hasil Uji Akar – Akar Unit Variabel Log Produk Domestik Bruto Satu Tahun Sebelumnya

5 : Hasil Uji Akar – Akar Unit Variabel Log Jumlah Pengangguran

6 : Hasil Uji Kointegrasi

7 : Hasil Regresi Dengan Metode ECM

8 : Hasil Uji Multikolinearitas ECM dengan Matrix Correlation 9 : Hasil Uji Autokorelasi ECM dengan LM - Test


(15)

ABSTRACT

Consumer Credit in Indonesia has a significant improvement since crissis happened in 1997. The Improvement of consumer credit became better along with the improvement of Total Credit in Indonesia. Even that, the number of credit consumer was bigger than working capital credit, and investment credit. A big yield of this credit make many banks want to get o lot of profit from this credit. But the problem happened today is the Non Performing Loan of this credit is bigger than working capital credit and investment credit. A good handle for this non performing loan of consumer credit is needed so that the national banking system isn’t disturbed.

The aim of this research is to analyze the factors influencing credit consumer in public bank in Indonesia during 2002 - 2009. Credit consumer interest rate, Gross domestic product one year ago, and the number of unemployment become the factors for the analyzing. The method used to estimate this research is to short-term dynamic analysis by using Error Correction Model with the first test carried out of the unit root test and cointegration test.

The results of this research show that in short term Consumer credit interest rate has a negative significant influence to the demand for credit consumer but in long term the relation become positive. While Gross domestic product one year ago show the positive influence on both in short and long term and the number of unemployment has negative relation in short term and long term.


(16)

ABSTRAK

Kredit Konsumsi di Indonesia berkembang sangat pesat sejak krisis tahun 1997. Perkembangan pesat kredit konsumsi seiring dengan perkembangan total kredit di Indonesia. Bahkan, jumlah kredit konsumsi lebih besar dari kredit modal kerja dan kredit investasi. Imbal hasil yang besar menjadikan banyak bank untuk meraih banyak keuntungan dari kredit jenis ini. Tetapi, masalah yang terjadi saat ini adalah kredit macet dari kredit ini lebih besar dari kredit modal kerja dan kredit investas. Perlu penanganan yang baik agar kredit macet yang besar dari kredit ini tidak mengganggu sistem perbankan nasional.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor – faktor yang mempengaruhi kredit konsumsi pada bank umum di Indonesia selama tahun 2002 – 2009. Suku bunga kredit konsumsi, produk domestik bruto satu tahun sebelumnya dan jumlah pengangguran menjadi faktor – faktor dalam analisis ini. Metode yang digunakan untuk mengestimasi penelitian ini adalah dengan analisis dinamis jangka pendek dengan menggunakan metode ECM (Error Correction

Model) dengan terlebih dahulu dilakukan uji akar-akar unit (unit root test) serta

uji kointegrasi.

Hasil – hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dalam jangka pendek tingkat suku bunga kredit konsumsi berpengaruh negatif pada permintaan jumlah kredit konsumsi tetapi dalam jangka panjang hubungannya menjadi positif. Sedangkan produk domestik bruto satu tahun sebelumnya menunjukkan pengaruh positif baik dalam jangka pendek dan jangka panjang begitu juga dengan jumlah pengangguran yang memiliki pengaruh negatif baik dalam jangka pendek dan jangka panjang.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari – hari setiap individu, perusahaan dan masyarakat secara keseluruhan pasti melakukan kegiatan konsumsi. Kegiatan konsumsi dilakukan karena adanya keinginan untuk memperoleh barang dan jasa. Kegiatan konsumsi dilakukan dengan tujuan akhir untuk mencapai tingkat kepuasan atau utilitas maksimum. Berbagai macam barang dikonsumsi oleh masyarakat sesuai dengan tujuan dan manfaatnya. Mulai dari barang yang bersifat pokok seperti makanan, baju, rumah sampai pada barang mewah seperti perhiasan dan mobil.

Secara umum dapat dikatakan bahwa persoalan yang dihadapi masyarakat adalah jumlah kebutuhan yang tidak terbatas. Pada umumnya, seseorang tidak akan pernah puas dengan barang atau jasa yang telah diperoleh, selalu ada saja alasan untuk menambah kebutuhan hidup. Apabila kebutuhan masa lalu telah tercapai maka kebutuhan baru akan muncul. Masalah yang muncul kemudian adalah sumber daya untuk memenuhi semua kebutuhan tersebut jumlahnya terbatas.

Pada saat ini trend pertumbuhan konsumsi masyarakat mulai bergeser dari kebutuhan pokok yang seharusnya dipenuhi terlebih dahulu menjadi barang atau jasa yang sebenarnya tidak mendesak. Saat ini masyarakat lebih mengutamakan pemenuhan kebutuhan terhadap barang – barang durable (tahan lama) seperti mobil, alat – alat elektronik, perabot rumah tangga dari pada barang – barang


(18)

Padahal barang – barang durable tersebut harganya mahal namun masyarakat tetap menyanggupi untuk membelinya. Masyarakat pada saat ini sering dikatakan sebagai masyarakat pertumbuhan, namun masyarakat tidak semakin mendekatkan diri pada masyarakat yang berkecukupan sebab keinginan masyarakat selalu melampaui produksi barang dan jasa (Baudrilliard, 1997:19).

Kebutuhan masyarakat pada barang – barang durable tersebut sebenarnya cukup beralasan mengingat akan tuntutan perkembangan zaman yang mengharuskan seseorang memiliki barang – barang tersebut seperti mobil atau komputer. Barang – barang ini seolah – oleh menjadi kebutuhan dasar bagi masyarakat saat ini yang kehidupannya selalu mobile, berkembang dan dinamis. Yang menjadi permasalahan adalah harga barang – barang tersebut relatif mahal dan sangat fluktuatif harganya. Masyarakat selalu mencari cara untuk mendapatkan barang – barang tersebut. Salah satunya dengan cara mencari sumber dana atau pinjaman dari perbankan.

Perbankan adalah institusi yang memiliki peran sebagai lembaga intermediasi yang artinya menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat yang membutuhkan. Dana tersebut dihimpun dalam bentuk giro, tabungan, dan deposito kemudian disalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit, baik kredit modal kerja, kredit investasi dan kredit konsumsi (Kasmir, 2001:8). Permintaan kredit oleh masyarakat pada dasarnya berasal dari proses memaksimumkan fungsi utilitas individu berdasarkan preferensi mereka mengenai konsumsi sekarang dan konsumsi yang akan datang (Insukindro, 1993:115)


(19)

Perkembangan kredit perbankan sejak awal tahun 2003 semakin meningkat dengan pesat. Hal ini sejalan dengan keadaan perekonomian yang semakin membaik, usaha pemerintah yang ingin menggeliatkan perputaran ekonomi masyarakat serta didukung oleh konsumsi masyarakat yang semakin baik pasca krisis tahun 1997 sampai 1998. Perbankan memulai ekspansi kreditnya pada tahun 2004 sebesar 559 triliun rupiah, 49 % dari total dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun oleh bank umum di Indonesia. Bahkan pada tahun 2010 saat ini Kredit hampir menyamai besar PDB Indonesia sendiri. Selanjutnya, kredit perbankan tetap menunjukkan trend kenaikan, karena didukung oleh himpunan dana pihak ketiga yang cukup besar, permintaan masyarakat akan kredit semakin membaik serta kebijakan pemerintah untuk mendorong perkembangan kredit agar tingkat investasi pada sektor riil dan konsumsi masyarakat semakin membaik.

Tabel.1 Perkembangan Kredit Modal Kerja, Investasi dan Konsumsi Pada Bank Umum Di Indonesia

Perekonomian global sepanjang tahun 2008 sangat bergejolak (volatile) yang dipicu oleh krisis subprime mortgage di Amerika Serikat serta harga minyak dunia yang tak terkendali. Namun keadaan tersebut mulai menunjukkan kondisi yang semakin kondusif pada akhir tahun 2009 walaupun masih memiliki potensi berfluktuasi kembali.

Berdasarkan data pada Laporan Kebijakan Moneter Triwulan ke 4 tahun 2009, tekanan pada kondisi ekonomi global berdampak pada kontraksi ekonomi


(20)

makro Indonesia. Kajian Bank Indonesia pada september 2008 menginformasikan bahwa perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional pada triwulan I/2008 disebabkan, pertama, pertumbuhan ekonomi daerah yang melambat, dengan penyebab utama menurunnya tingkat konsumsi dan ekspor tiap – tiap daerah, melemahnya daya beli masyarakat serta menurunnya permintaan luar negeri seiring dengan perlambatan ekonomi global. Penyebab lain adalah faktor sektoral yaitu melambatnya kinerja sektor perdagangan sebagai respon atas melambatnya permintaan domestik karena meningkatnya sebagai dampak kenaikan harga bahan baku dan bahan bakar minyak.

Lonjakan inflasi tahunan (year-on-year) pada Juni 2008 sebesar 11,03% merupakan yang tertinggi sejak Oktober 2005 hal ini disebabkan kenaikan harga minyak dunia. Kondisi makro ekonomi pada 2005 walaupun tidak sepenuhnya sama namun bisa dikatakan identik dengan kondisi tahun 2008 yaitu peningkatan inflasi yang dipicu oleh meningkatnya harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Pada tahun 2005 harga BBM meningkat 2 kali yaitu sebesar 30% (BBM 1, Maret 2005)dan sebesar 100% (BBM 2, Oktober 2005) sehingga inflasi mencapai 17,11% pada Desember 2005. Strategi Bank Indonesia dalam menekan laju inflasi melalui piranti moneter misalnya BI rate, pengendalian volatilitas nilai tukar, penyerapan ekses likuiditas, optimalisasi Operasi Pasar Terbuka (OPT) maupun instrumen lain secara efektif dan simultan. Sejauh ini melalui BI rate terbukti relatif efektif dalam menekan laju inflasi. Peningkatan BI rate merupakan pil pahit yang harus ditelan oleh pelaku dunia usaha agar inflasi tidak berdampak bola salju (snow ball effects) yaitu semakin memperparah kondisi lingkungan bisnis. Meningkatnya inflasi dan BI rate akan menekan laju kredit perbankan.


(21)

Sektor perbankan pada tahun 2008 sampai dengan 2009, menunjukkan perkembangan kredit yang belum sesuai dengan harapan. Selama tahun 2009 pertumbahan kredit baru mencapai 56,8 triliun rupiah (naik 5% dari tahun sebelumnya) menjadi 1.410,4 trilliun, jauh lebih rendah dari pertambahan kredit pada tahun 2008 sebesar 297,8 trilliun (naik sebesar 28,5% dari tahun sebelumnya). Semakin menurunnya pertumbuhan kredit ini sejalan dengan menurunnya kredit baik dalam rupiah dan valas, juga karena faktor psikologis akibat krisis global yang baru saja terjadi pada awal 2008 lalu. Turunnya permintaan kredit pada tahun awal 2009 sejalan dengan rendahnya permintaan masyarakat akan barang dan jasa yang tercermin pada turunnya konsumsi dan investasi pada periode peralihan 2008 ke 2009. Selain itu lambatnya pertambahan kredit juga sejalan dengan suku bunga kredit yang masih tinggi saat itu.

Kredit yang mencatat pertumbuhan yang cukup besar walaupun terjadi resesi bahkan selama 6 tahun terakhir mencatat pertumbuhan yang sangat baik adalah kredit konsumsi. Kredit konsumtif ini adalah pembiayaan untuk keperluan konsumsi atau non produktif. Kredit ini selama kurun waktu 2001 – 2009 menunjukkan pertumbuhan yang tertinggi dibandingkan kredit modal kerja dan kredit investasi. Pertambahan kredit konsumsi yang pesat ini seiring dengan komposisi PDB Indonesia yang masih didominasi dan didorong oleh konsumsi swasta dalam pertumbuhan ekonomi.

Besarnya konsumsi tercermin dari PDB yang komposisinya sangat besar dipengaruhi oleh konsumsi. Dilihat dari distribusinya, pangsa utama PDB tahun 2009 masih bersumber dari konsumsi swasta dan ekspor. Pangsa konsumsi swasta terhadap PDB pada tahun 2009 cenderung stabil dibandingkan dengan tahun


(22)

2008, sedangkan pangsa ekspor cenderung menurun. Ekspor Indonesia mengalami penurunan mulai dari triwulan ke empat tahun 2008 sebesar 8,65% dari triwulan ke tiga sebesar 10,6% dan menjadi minus sepanjang tahun 2009. Penurunan pangsa ekspor terhadap PDB sehubungan dengan memburuknya pertumbuhan ekspor akibat belum pulihnya kondisi perekonomian negara mitra dagang di periode pertama tahun 2009. Amerika serikat yang menjadi negara utama tujuan ekspor Indonesia merupakan inti (core) dari krisis global tidak mampu menampung kembali ekspor Indonesia dan Indonesia juga tidak memiliki daerah lain untuk tujuan ekspor selain kawasan di benua Amerika, Eropa yang rata – rata ikut terkena imbas krisis global.

Konsumsi rumah tangga pada pertengahan tahun 2009 tumbuh membaik diikuti dengan semakin pulihnya kondisi perekonomian. Selain itu kondisi semakin baiknya pertumbuhan konsumsi rumah tangga diindikasikan oleh kenaikan pertumbuhan konsumsi barang tahan lama (durable goods) pada akhir 2009. Masyarakat mulai bergairah kembali untuk meningkatkan konsumsinya. Pertumbuhan konsumsi juga terlihat dari transaksi kartu kredit dan kartu debit yang semakin meningkat pada akhir tahun 2009.

Cukup tingginya konsumsi masyarakat selama tahun 2009 cukup dipengaruhi oleh faktor pengeluaran pemilu dan kebijakan pemerintah. Pemilu yang diselenggarakan pada tahun 2009 cukup membantu masyarakat untuk menaikkan pendapatan dan meningkatkan konsumsi. Walaupun belum lama terkena dampak krisis global, masyarakat tidak terlalu merespon hal tersebut akibat kondisi dalam negeri yang sedang menyelengarakan pesta demokrasi, dan ditambah lagi dengan naiknya gaji pegawai negeri sipil sesuai dengan


(23)

pengumuman pemerintah pada awal januari 2010. Hal – hal tersebut menjadi dorongan optimisme masyarakat untuk melakukan konsumsi.

Dorongan konsumsi yang besar tersebut ikut juga mendorong kredit konsumtif masyarakat. Kredit konsumtif sebagai penopang konsumsi masyarakat sangat ekspansif dan begitu pesat meningkatnya, karena kredit ini tidak begitu terpengaruh akan kondisi makro ekonomi seperti fluktuasi inflasi dan BI rate. Karena rumah tangga atau individu tetap meminta kredit konsumtif walaupun kondisi perekonomian sedang labil. Sejak tahun 2003, peningkatan pertumbuhan kredit ini sangat besar, lebih besar dari pertumbuhan kredit investasi dan modal kerja. Melihat perilaku masyarakat dalam kredit jenis ini, tentu saja perbankan tertarik untuk mengembangkan kredit ini. Beberapa pertimbangan perbankan untuk fokus pada kredit konsumtif yaitu imbal hasil (yield) yang tinggi bahkan yang paling tinggi dari yield jenis kredit lain, risiko yang tersebar pada banyak debitur, proses kredit yang sederhana, dan jaminan (second way out) yang cenderung terapresiasi (properti).

Beberapa produk kredit konsumtif seperti : kredit kepemilikan rumah, kartu kredit, kredit multiguna (kredit tanpa agunan), dan kredit kendaraan bermotor sangat atraktif ditawarkan oleh pihak bank. Melihat persaingan dalam kredit konsumtif ini,bank tidak mau kalah dalam persaingan. Bahkan banyak bank menerapkan manajemen pemasaran yang menyimpang dari kaidah – kaidah pemberian kredit. Seperti tidak lagi menilai debitur baik dari segi kemampuan keuangannya maupun nilai jaminannya, bank langsung saja menyetujui pengajuan kredit konsumtif tersebut. Bahkan pada beberapa kasus tidak disertakan jaminan untuk kredit tersebut. Sehingga manajemen resiko tidak diperdulikan lagi. Pada


(24)

segmen kartu kredit, sejak tahun 2003 sampai saat ini, perkembangannya begitu pesat. Hal ini dapat dilihat dari inovasi kartu kredit itu sendiri mulai dari bunga kredit yang rendah, batas pengambilan kredit yang semakin besar serta berbagai macam discount (potongan) ditawarkan oleh bank yang membuat masyarakat semakin konsumtif. Namun, pada akhirnya banyak dari masyarakat yang tidak mampu membayar kembali uang pinjaman dari kartu kredit tersebut yang menyebabkan bertambahnya kredit macet pada perbankan. Hal ini pada mulanya sudah dapat diprediksi akan terjadi akibat pola penawaran kartu kredit oleh perbankan yang tidak melihat kredibilitas dan kemampuan membayar kembali nasabah yang ditawarkannya.

Lain lagi dengan produk kredit konsumtif pada segmen perumahan (kredit kepemilikan rumah). Mulai dari tahun 2004 jenis kredit konsumtif ini merupakan penyumbang kredit macet (non performing loan) diantara jenis kredit konsumtif lainnya bahkan juga terbesar dari antara NPL kredit investasi dan modal kerja. Bahkan di Amerika serikat, macetnya kredit perumahan inilah sebagai awal dari krisis global yang merambat keseluruh dunia. Kredit perumahan menjadi begitu berbahaya ketika unit perumahan yang dibeli tidak dapat dibayar cicilannya oleh pembeli yang berdampak pada pembayaran kredit investasi developer (pengembang) kepada bank pemberi kredit investasi. Sehingga terjadi efek domino dimana kerugian sifatnya berantai dan pada akhirnya berimbas pada dunia perbankan secara nasional.

Salah satu hal yang mempengaruhi bertumbuhnya kredit konsumtif adalah status nasabah yang bekerja atau tidak. Sebagian besar segmen nasabah yang meminta kredit konsumtif dan lalu disetujui oleh pihak bank adalah para pekerja,


(25)

meskipun ada juga yang tidak bekerja. Pengajuan kredit tanpa status bekerja akan menjadikan individu menjadi terkendala kredit karena pihak bank menilai kemampuan individu membayar kembali cicilan kredit tersebut sangat rendah bahkan terancam macet akibat ia tidak memiliki pendapatan. Ketika seseorang dipecat dari pekerjaannya dan tidak bekerja lagi tentu ia akan mendapatkan kesulitan dalam mendapatkan kredit dari perbankan. Bahkan kredit yang sedang dijalaninya kemungkinan akan terancam macet pula. Hal ini pun dapat dilihat dari fenomena yang terjadi di Indonesia berdasarkan data BPS (badan pusat statistik), ketika pengangguran naik mulai pada awal 2001 sebesar 8,1% dari angkatan kerja dan mencapai puncaknya pada tahun 2005 sebesar 10,26% dari angkatan kerja sejalan dengan meningkatnya non performing loan (NPL) di perbankan yang pada tahun 2005 juga meningkat 3% dari tahun 2004 sebesar 4,5% (25,174 trilliun) menjadi sebesar 7,56% (52,589 trilliun) pada tahun 2005 dan NPL menurun pada tahun berikutnya hingga akhir tahun 2008 sebesar 3,2% seiring dengan ikut menurunnya tingkat pengangguran sebesar 8.39% (9,39 juta penduduk). Nieto (2007), dalam penelitiannya pada kredit konsumtif di spanyol serta Hadad (2004) menyatakan bahwa masyarakat terkendala kredit akibat tidak ada atau kehilangan pekerjaannya. Sehingga pandangan faktor pekerjaan mungkin berpengaruh terhadap peningkatan kredit konsumtif.

Kredit konsumsi memberi margin keuntungan yang cukup besar namun memiliki tingkat risiko yang sangat tinggi dibandingkan kredit lainnya. Bahkan pada tahun – tahun terakhir ini kredit konsumtif inilah yang menyumbang krisis di dunia perbankan seperti yang terjadi di Amerika serikat dan akhirnya berdampak di Indonesia. Lalu ditambah lagi masalah ketika manajemen perbankan dalam


(26)

menawarkan kredit ini dengan memberikan berbagai kemudahan dibandingkan jenis kredit lain menjadikan kredit ini lebih istimewa dibandingkan kredit investasi maupun modal kerja yang sebenarnya harus diprioritaskan untuk investasi pembangunan negeri. Hal – hal inilah yang menjadikan kredit konsumtif menjadi lebih menarik untuk diteliti.

Berdasarkan latar belakang di atas serta didukung oleh data dan beberapa penelitian sebelumnya, penulis mencoba untuk mengkaji fenomena yang terjadi pada jenis kredit konsumsi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang dengan pendekatan model koreksi kesalahan dalam kurun waktu tahun 2002 sampai dengan tahun 2009 melalui beberapa variabel ekonomi yang mungkin mempengaruhi kredit konsumsi tersebut.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan yang akan dikaji dan dibahas dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh keseimbangan jangka pendek suku bunga kredit konsumsi terhadap permintaan kredit konsumsi pada bank umum di Indonesia ?

2. Bagaimana pengaruh keseimbangan jangka pendek produk domestik bruto satu tahun sebelumnya terhadap permintaan kredit konsumsi pada bank umum di Indonesia ?

3. Bagaimana pengaruh keseimbangan jangka pendek jumlah pengangguran terhadap permintaan kredit konsumsi pada bank umum di Indonesia ?


(27)

4. Bagaimana pengaruh keseimbangan jangka panjang suku bunga kredit konsumsi terhadap permintaan kredit konsumsi pada bank umum di Indonesia ?

5. Bagaimana pengaruh keseimbangan jangka panjang produk domestik bruto satu tahun sebelumnya terhadap permintaan kredit konsumsi pada bank umum di Indonesia ?

6. Bagaimana pengaruh keseimbangan jangka panjang jumlah pengangguran terhadap permintaan kredit konsumsi pada bank umum di Indonesia ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh jangka pendek suku bunga kredit konsumsi terhadap permintaan kredit konsumsi pada bank umum di Indonesia.

2. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh jangka pendek produk domestik bruto satu tahun sebelumnya terhadap permintaan kredit konsumsi pada bank umum di Indonesia.

3. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh jangka pendek jumlah pengangguran terhadap permintaan kredit konsumsi pada bank umum di Indonesia.

4. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh jangka panjang suku bunga kredit konsumsi terhadap permintaan kredit konsumsi pada bank umum di Indonesia.


(28)

5. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh jangka panjang produk domestik bruto satu tahun sebelumnya terhadap permintaan kredit konsumsi pada bank umum di Indonesia.

6. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh jangka panjang jumlah pengangguran terhadap permintaan kredit konsumsi pada bank umum di Indonesia.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Hasil penelitian ini diharapkan memberi sumbangan pemikiran bahan studi atau tambahan ilmu pengetahuan khususnya bagi mahasiswa/i Departemen Ekonomi Pembangunan.

2. Sebagai bahan tambahan informasi bagi masyarakat dan mahasiswa yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.

3. Sebagai salah satu syarat bagi Penulis untuk menyelesaikan pendidikan jenjang sarjana.


(29)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1 Bank

2.1.1 Pengertian Bank

Menurut undang – undang RI Nomor 10 tahun 1998 tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, yang dimaksud dengan Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk – bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak (Kasmir, 2003:23).

Aktivitas perbankan yang pertama adalah menghimpun dana dari masyarakat luas yang dikenal dengan istilah di dunia perbankan adalah kegiatan

funding. Pengertian menghimpun dana maksudnya adalah mengumpulkan atau

mencari dana dengan cara membeli dari masyarakat luas. Jenis simpanan yang dapat dipilih oleh masyarakat adalah giro, tabungan, deposito. Agar masyarakat mau menyimpan uangnya di bank, maka pihak perbankan memberikan rangsangan berupa balas jasa yang akan diberikan kepada penyimpan, yakni berupa bunga, bagi hasil, hadiah, pelayanan atau balas jasa lain.

Setelah memperoleh dana dalam bentuk simpanan dari masyarakat, maka oleh perbankan dana tersebut diputarkan kembali ke masyarakat dalam bentuk pinjaman atau lebih dikenal dengan istilah kredit (lending). Dalam pemberian kredit juga dikenakan jasa pinjaman kepada penerima kredit (debitur) dalam bentuk bunga dan biaya administrasi.


(30)

Keuntungan utama dari bisnis perbankan yang berdasarkan prinsip konvensional diperoleh dari selisih bunga simpanan yang diberikan kepada penyimpan dengan bunga pinjaman atau kredit yang disalurkan. Keuntungan dari selisih bunga ini di bank dikenal dengan istilah spread based. Apabila suatu bank mengalami suatu kerugian dari selisih bunga, dimana suku bunga simpanan lebih besar dari suku bunga kredit, maka istilah ini dikenal dengan nama negatif spread.

2.1.2 Jenis – Jenis Bank

Jenis – jenis bank antara lain : A. Dilihat dari segi fungsinya

Undang – undang pokok perbankan nomor 7 tahun 1992 dan ditegaskan lagi dengan undang – undang RI no 10 tahun 1998 tentang perbankan, maka jenis perbankan terdiri dari :

a. Bank Umum

Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberi jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sifat jasa yang diberikan adalah umum, dalam arti dapat memberikan seluruh jasa perbankan yang ada. Begitu pula dengan wilayah operasinya dapat dilakukan diseluruh wilayah. Bank umum sering disebut bank komersil (commercial bank). Contoh : Bank Pemerintah, Bank Pemerintah Daerah, Bank Swasta Nasional, Bank Asing dan Bank Campuran.


(31)

b. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Artinya kegiatan BPR jauh lebih sempit jika dibandingkan dengan kegiatan bank umum.

B. Dilihat Dari Segi Kepemilikannya a. Bank Milik Pemerintah b. Bank Milik Swasta Nasional c. Bank Milik Koperasi

d. Bank milik Asing e. Bank Milik Campuran C. Dilihat Dari Segi Status

a. Bank Devisa

Bank devisa merupakan bank yang dapat melaksanakan transaksi ke luar negeri atau yang berhubungan dengan mata uang asing secara keseluruhan, misalnya transfer ke luar negeri, inkaso ke luar negeri, travellers chque dan transaksi lainnya.

b. Bank Non Devisa

Bank Non Devisa merupakan bank yang belum mempunyai izin untuk melaksanakan transaksi sebagai bank devisa, sehingga tidak dapat melaksanakan transaksi seperti halnya bank devisa.


(32)

2.1.3 Kegiatan – Kegiatan Bank

Adapun kegiatan perbankan yang ada di Indonesia dewasa ini adalah : A. Kegiatan – kegiatan Bank Umum

a. Menghimpun dana dari masyarakat (funding) dalam bentuk : 1. Simpanan Giro (Demand Deposit)

2. Simpanan Tabungan (Saving Deposit) 3. Simpanan Deposito (Time Deposit)

b. Menyalurkan dana ke masyarakat (lending) dalam bentuk : 1. Kredit Investasi

2. Kredit Modal Kerja 3. Kredit Perdagangan

c. Memberikan jasa – jasa bank lainnya (services) seperti : 1. Transfer (pengiriman uang)

2. Inkaso (collection) 3. Kliring (clearing)

4. Safe Deposit Box

5. Bank Card

6. Bank Notes (Valas)

7. Cek Wisata (Travellers Cheque) 8. Jual beli surat – surat berharga

9. Menerima setoran – setoran seperti : pembayaran pajak, pembayaran telepon, pembayaran air, pembayaran uang kuliah. 10.Melayani pembayaran – pembayaran seperti :


(33)

B. Kegiatan – Kegiatan Bank Perkreditan Rakyat a. Menghimpun dana dalam bentuk :

1. Simpanan Tabungan 2. Simpanan Deposito

b. Menyalurkan dana dalam bentuk : 1. Kredit Investasi

2. Kredit Modal Kerja 3. Kredit Perdagangan

2.1.4 Pengertian Kredit Bank

Perkataan Kredit berasal dari bahasa latin “Credere” yang berarti “Percaya”. Maksud dari percaya dari si pemberi kredit adalah ia percaya kepada si penerima kredit bahwa kredit yang disalurkannya pasti akan dikembalikan sesuai perjanjian sedangkan bagi si penerima kredit merupakan penerimaan kepercayaan sehingga mempunyai kewajiban untuk membayar sesuai jangka waktu.

Menurut Undang – Undang Perbankan No 10 Tahun 1998, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga (Kasmir, 2001:92). Realisasi kredit sendiri diberikan setelah penandatanganan surat – surat yang diperlukan dengan membuka rekening giro atau tabungan di bank yang bersangkutan.


(34)

2.1.5 Fungsi Kredit

Kredit pada awal perkembangannya mengarahkan fungsinya dalam merangsang kedua belah pihak untuk tujuan pencapaian baik dalam bidang usaha maupun kebutuhan sehari – hari. Suatu kredit mencapai fungsinya baik bagi debitur, kreditur, maupun masyarakat apabila secara sosial ekonomi membawa pengaruh yang lebih baik.

Kredit dalam perekonomian sekarang dan juga dalam perdagangan mempunyai fungsi :

• Meningkatkan daya guna uang

• Meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang • Sebagai salah satu alat stabilitas ekonomi • Meningkatkan kegairahan berusaha • Meningkatkan pemerataan pendapatan • Meningkatkan hubungan internasional

2.1.6 Kriteria Pemberian Kredit

Kriteria yang biasa digunakan dalam rangka penyaluran kredit adalah 5 C (Character, Capacity, Capital, Collateral, Condition) yaitu :

a. Karakter (character), mencakup keinginan calon debitur untuk memenuhi janji atau melunasi kewajiban sesuai jadwal dalam kondisi baik dan buruk. Ini mencakup kemampuan membayar (abilitiy to pay) dan keinginan membayar (willingness to pay)

b. Kapasitas (capacity), berkaitan dengan kemampuan calon debitur untuk meluanasi kredit sesuai dengan jadwal.


(35)

c. Modal (capital), makin besar modal yang dimiliki dapat merupakan indikasi makin besarnya kemampuan dan komitmen dalam menjalankan modal usaha. Modal yang dinilai adalah modal netto, yaitu total aset atau modal yang dimiliki dan dikurangi dengan total kerugian.

d. Jaminan (collateral), jaminan amat dibutuhkan oleh bank untuk menghindari atau mengurangi resiko kerugian bila terjadi hal – hal yang buruk dari usaha yang dikelola nasabah.

e. Kondisi (condition), kondisi yang paling banyak dipertimbangkan adalah kondisi ekonomi makro, baik domestik maupun global.

2.1.7 Kredit Konsumsi

Kredit konsumsi adalah kredit yang digunakan untuk tujuan konsumtif atau non-produktif. Biasanya kredit jenis ini digunakan untuk membeli barang – barang kebutuhan rumah tangga yang sifatnya durable (tahan lama) seperti perabot rumah tangga, kendaraan pribadi dan rumah. Jumlah pinjaman yang diberikan pun tidak besar mengingat segmen yang meminta jenis kredit ini adalah rumah tangga bukan perusahaan besar untuk investasi ataupun modal kerja.

Pengertian barang durable (tahan lama) adalah barang yang dapat dinikmati lebih dari satu tahun. Adanya barang tahan lama ini menyebabkan timbulnya fluktuasi pengeluaran konsumsi. Seseorang yang memiliki banyak barang tahan lama seperti lemari es, meja, mobil, motor dan sebagainya, tidak akan membelinya lagi dalam waktu dekat, sehingga pengeluaran konsumsi untuk barang – barang tersebut cenderung mengecil pada tahun yang akan datang


(36)

sehingga pengeluaran konsumsi untuk barang tahan lama dapat berfluktuasi sepanjang waktu dan ini menyebabkan terjadinya fluktuasi pengeluran konsumsi pada suatu waktu tertentu.

Aktivitas pemasaran kredit konsumtif merupakan hal yang sudah biasa dalam kegiatan ekonomi pada saat ini. Apalagi dengan kebutuhan yang mendesak namun tidak memiliki uang untuk memenuhi kebutuhan tersebut, kredit konsumtif menjadi pilihan bagi individu sebagai sumber dana. Pada dasarnya setiap orang yang melakukan pembayaran dengan cara kredit telah mempergunakan pendapatan masa yang akan datang (income rational expectation) untuk pengeluaran saat ini (today expenditure).

Dengan bantuan kredit konsumsi permintaan akan barang – barang

durable akan tetap tinggi. Selain membantu konsumen untuk tetap

mempertahankan konsumsinya, kredit ini juga membantu para pengusaha untuk memudahkan pembiayaan dalam penjualan produk – produk mereka. Melalui kerjasama dengan pihak perbankan dalam fasilitas pembiayaan, pengusaha dapat menjual produknya secara kredit kepada masyarakat yang nantinya angsuran dibayarkan oleh pembeli kepada bank sesuai dengan kesepakatan yang telah disetujui.

Sekilas mengenai kredit konsumsi dimana kredit ini terdiri dari 4 jenis yaitu kredit perumahan (KPR), kredit kendaraan bermotor, kredit multiguna dan kartu kredit. Kredit perumahan merupakan fasilitas pembiyaan kredit untuk pembelian rumah, kredit kendaraan bermotor adalah fasilitas pembiayaan kredit untuk pembeliaan kendaraan bermotor, kredit multiguna adalah kredit yang digunakan untuk pembelian barang – barang rumah tangga (perabotan) yang


(37)

biasanya kredit ini tidak disertai agunan oleh debitur, dan terakhir kartu kredit yaitu sistem pemberian kredit dimana nasabah diberikan kartu yang dipergunakan dalam transaksi kreditnya. Nilai uang dalam kartu tersebut diberi limit (batasan) oleh bank dan biasanya hanya sebesar 5 juta. Ketika jatuh tempo pembayaran maka nasabah akan ditagih untuk membayar kreditnya baik dengan cara memotong lansung dari tabungan nasabah jika nasabah tersebut memiliki rekening di bank pemberi kartu kredit ataupun ditagih langsung dihadapan nasabah.

2.2 Konsumsi

Kegiatan konsumsi secara makro ekonomi dilakukan oleh dua sektor utama yaitu sektor pemerintah dan rumah tangga. Konsumsi pemerintah biasanya dalam bentuk belanja pegawai, penyediaan sarana publik dan subsidi. Sedangkan konsumsi rumah tangga dalam berbagai bentuk kebutuhan akan barang dan jasa mulai dari barang – barang kebutuhan pokok hingga barang yang tergolong mewah. Pada sektor pemerintah, pengaturan konsumsi dapat dilakukan dengan mudah dan terukur karena pengendali konsumsi terletak pada pemerintah itu sendiri, sedangkan pada sektor rumah tangga yang begitu besar, konsumsi tidak mudah untuk diukur dan dikendalikan. Karena komposisi masyarakat serta berbagai macam kebutuhan yang menyebabkan sektor konsumsi rumah tangga sangatlah kompleks.


(38)

Secara umum konsumsi dipengaruhi oleh : 1. Tingkat Pendapatan dan Kekayaan

2. Tingkat Suku Bunga dan Spekulasi 3. Sikap Berhemat

4. Budaya, Gaya Hidup (Pamer, Gengsi dan Ikut Arus) dan Demonstration

Effect

5. Keadaan Perekonomian

2.2.1 Teori Pendapatan Absolut

Teori ini berasal dari Keynes yang pada intinya menjelaskan bahwa konsumsi seseorang atau masyarakat secara absolut ditentukan oleh tingkat pendapatan, kalaupun ada faktor lain yang juga menentukan, maka menurut keynes kesemuanya itu tidak berarti apa – apa dan sangat tidak menentukan.

Teori konsumsi keynes didasarkan pada tiga dasar pemikiran yaitu :

1. Menurut Keynes, konsumsi akan meningkat apabila pendapatan meningkat, akan meningkat akan tetapi besarnya peninkatan konsumsi tidak akan sebesar peningkatan pendapatan, oleh karenanya adanya batasan dari Keynes sendiri yaitu bahwa kecenderungan mengkonsumsi marginal, MPC =

∆Υ ∆C

(marginal propensity to consume) adalah antara nol

dan satu, dan besarnya konsumsi selalu di atas lima puluh persen dar besarnya perubahan pendapatan. Artinya perubahan konsumsi diatas lima puluh persen akan tetapi tetap tidak sampai seratus persen (0,5 > MPC > 1).


(39)

2. Rata – rata kecenderungan mengkonsumsi = APC = Υ

C

(average

propensity to consume) akan turun apabila pendapatan naik, alasannya

karena peningkatan pendapatan selalu lebih besar dari peningkatan konsumsi, sehingga setiap tabungan naik, pendapatan akan memperbesar tabungan. Dengan demikan muncul pemikiran bahwa setiap terjadi peningkatan pendapatan maka pastilah rata – rata kecenderungan menabung akan semakin tinggi.

3. Bahwa pendapatan adalah faktor penentu utama dari konsumsi. Faktor lainnya dianggap tidak berarti.

Namun teori Keynes dikritik oleh ekonom lain bernama, Simon Kuznets, yang melakukan penelitian dengan menggunakan data time series Amerika Serikat periode 1869 – 1938. Kuznets mendapatkan hasil bahwa kecenderungan mengkonsumsi rata –rata (APC) ternyata tidak turun dan kecenderungan menabung rata – rata (APS) juga tidak naik ketika pendapatan naik. Dalam penelitian Kuznets APC stabil dan konstan begitu juga dengan MPC, sehingga Kuznet mengambil kesimpulan APC sama dengan MPC.

2.2.2 Teori Pendapatan Relatif

Teori ini dikemukakan oleh James S. Dusenbery dalam bukunya berjudul

Income, Saving, and The Theory of Consumer Behavior yang dikenal dengan teori

pendapatan relatif. Teori ini mengatakan bahwa pengeluaran konsumsi dari individu atau rumah tangga tidak bergantung pada pendapatan sekarang (current

income) dari individu, tetapi pada tingkat pendapatan tertinggi yang pernah


(40)

Duesenbery menjelaskan bahwa pengeluaran konsumsi masyarakat bersifat relatif di dalam pembagian pendapatan di dalam lingkungan masyarakat itu sendiri. Dimana di dalam masyarakat terdapat karakteristik saling ketergantungan (interdependent) dan tidak dapat berubah (irreversibility) sepanjang waktu. Saling ketergantungan artinya bahwa rumah tangga yang berpendapatan rendah yang tinggal di suatu lingkungan yang rata – rata penduduknya berpendapatan tinggi maka rata mengkonsumsi rumah tangga berpendapatan rendah tersebut lebih tinggi daripada rumah tangga berpendapatan tinggi atau kecenderungan mengkonsumsi masyarakat berpendapatan rendah sama dengan kecenderungan mengkonsumsi masyarakat berpendapatan tinggi disekitarnya. Masyarakat berpendapatan rendah ikut terpengaruh pola konsumsi lingkungan sekitarnya. Menurut duesenbery, fenomena ini dinamakan

demonstrative effect.

Adanya sifat tidak dapat berubah (irreversibility) dari perilaku konsumsi menyebabkan timbulnya pola ratchet effect dalam masyarakat. Pola ini menunjukkan bahwa masyarakat sangat mudah menaikkan konsumsinya jika terjadi kenaikan pendapatan dan sebaliknya ketika pendapatan turun masyarakat sulit untuk menurunkan pola konsumsi sebelumnya. Dengan kata lain, masyarakat berusaha mempertahankan standar hidup atau pola konsumsinya meskipun pendapatan turun, bahkan dengan jalan mengurangi tabungan.


(41)

Gambar 2.1 Rachet Effect

Hal ini dapat dilihat pada gambar.2.1 ketika pendapatan naik dari Y0 ke Y1 maka konsumsi langsung naik dari titik B ke titik D. Namun ketika pendapatan turun dari Y1 ke Y0, konsumsi masyarakat tidak langsung turun kembali ke titik B. Konsumsi masih berada pada garis FD. Begitu juga ketika pendapatan turun dari Y0 ke Y2, konsumsi tidak serta – merta turun ke titik E melainkan masih berada pada titik AB. Hal ini menggambarkan konsumsi masyarakat walaupun pendapatan telah turun, namun konsumsi belum ikut turun. Perilaku masyarakat masih terbiasa dengan pola hidup sebelumnya yang lebih banyak mengkonsumsi ketika pendapatan tinggi.

2.2.3 Teori Siklus Hidup

Teori ini berasal dari Albert Ando, Franco Modigliani, dan Richard Brumberg yang dikenal dengan teori siklus kehidupan tentang konsumsi (Life

cycle theory of consumption). Teori ini menekankan pada perilaku maksimalisasi

utilitas individu dan pertimbangan kekayaan didalam keputusan untuk mengkonsumsi.


(42)

Menurut pencetus teori, tingkat konsumsi rumah tangga tidak hanya bergantung pada pendapatan sekarang (current income) tetapi pendapatan yang diharapkan diterima dalam jangka panjang menjadi pertimbangan konsumsi. Individu diasumsikan merencanakan suatu pola pengeluaran konsumsi semasa hidup (lifetime) yang didasarkan pada expected earnings selama hidup mereka.

Menurut teori ini, faktor sosial ekonomi seseorang sangat mempengaruhi pola konsumsi. Teori ini membagi pola konsumsi seseorang menjadi tiga bagian yaitu :

1. Seseorang yang belum menghasilkan pendapatan namun ia tetap memiliki konsumsi, maka ia akan mengalami tabungan negatif (dissaving)

2. Seseorang bekerja dan dapat menghasilkan pendapata. Pada saat ini, orang tersebut memiliki tabungan (saving).

3. Saat dimana seseorang pada usia tua dan tidak mampu lagi untuk menghasilkan pendapatan. Pada saat ini orang tersebut kembali mengalami

dissaving.

Gambar 2.2 Teori Siklus Hidup

Seseorang yang masih belum bekerja atau dapat dikatakan masih anak – anak bereda pada daerah arsiran pertama. Pada arsiran pertama ini


(43)

seseorang belum bekerja dan mempunyai pendapatan, namun memiliki konsumsi. Ketika beranjak dewasa (to – t1), ia memiliki pendapatan tetapi belum bisa menabung karena lebih tinggi konsumsinya. Beberapa waktu kemudian pada bagian t1 – t2 ia dapat menabung karena lebih besar pendapannya daripada konsumsi, pada bagian ketiga ia tidak memiliki pendapatan lagi karena ia sudah tidak bekerja dan memasuki masa tua dan dissaving kembali terjadi.

2.2.4 Teori Pendapatan Permanen

Teori konsumsi yang dikembangan oleh Milton Friedman mengemukakan bahwa pengeluaran konsumsi sekarang (current consumption) bergantung pada pendapatan sekarang (current income) dan pendapatan yang diperkirakan di masa yang akan datang (anticipated future income). Friedmen merumuskan konsumsi rumah tangga sebagai berikut :

p

p

k

.

Y

C

=

Dimana Cp adalah konsumsi permanent, k adalah factor proporsionalitas (k>0) dan Yp adalah pendapatan permanen, yang merupakan pendapatan rata – rata yang diharapkan diterima seseorang selama masa hidup seseorang.

Proporsi dari Yp yang dikonsumsi menurut friedman tergantung pada faktor – faktor berikut :

Tingkat suku bunga (interest rate)

Rasio antara asset fisik (human wealth) dan pendapatan tenga kerja (nonhuman wealth)


(44)

 Preferensi rumah tangga untuk konsumsi langsung dihubungkan dengan keinginan untuk menambah stok kekayaan atau aset.

Dalam teorinya Friedmen membagi pendapatan menjadi dua yaitu pendapatan permanen dan pendapatan transitory. Pendapatan transitori adalah pendapatan tiba – tiba atau tidak diharapkan. Seperti jika seseorang mendapatkan sejumlah uang ketika ia bermain judi atau ketika seseorang mendapatkan bonus atas hasil kerjanya. Pendapatan transitori lebih besar pada masyarakat berpendapatan besar sebab mereka lebih berpeluang mendapatkan pendapatan tiba – tiba akibat pola kehidupan mereka serta status mereka di dalam masyarakat disbanding masyarakat yang berpendapatan kecil.

Gambar 2.3 Teori Pendapatan Permanen

Dari gambar diatas dapat dilihat pendapatan orang kaya (Y1) meningkat dari Yp1 ke Y1. Peningkatan ini besar dipengaruhi oleh peningkatan pendapatan transitori (tiba – tiba) yang ada pada orang kaya. Sedangkan pada orang miskin walaupun pendapatannya naik, tetapi tidak banyak bahkan hanya pendapatan permanent yang naik bukan pendapatan transitory yang tentu saja tidak banyak jumlahnya. Jika diasumsikan jumlah konsumsi permanent maupun transitory tetap


(45)

(CP,CT) maka dapat diambil kesimpulan APC orang kaya lebih rendah daripada APC orang miskin, Hal ini dapat dilihat sebagai berikut :

Pendapatan (Y) orang miskin = 2 4 Konsumsi (C) orang miskin = 4 4

Pada jika dihitung APC orang miskin : C/Y = 4/4 = 1 Pendapatan (Y) orang kaya = 4 12

Konsumsi (C) orang kaya = 8 8

Pada jika dihitung APC orang kaya : C/Y = 8/12 = 2/3 Dari contoh ini dapat dilihat APCkaya < APCmiskin (2/3 < 1).

2.3 Permintaan Dalam Ilmu Ekonomi 2.3.1 Pengertian Permintaan

Pada umumnya kebutuhan manusia mempunyai sifat yang tak terbatas sedangkan alat pemuas kebutuhan itu sifatnya terbatas, jadi tidak semua kebutuhan akan terpenuhi. Kebutuhan seseorang dikatakan terpenuhi apabila ia dapat mengkonsumsikan barang / jasa yang ia butuhkan. Sementara itu yang dimaksud dengan kebutuhan masyarakat adalah keinginan masyarakat untuk memperoleh dan mengkonsumsikan barang dan jasa.

Hukum permintaan menyatakan bahwa makin rendah harga suatu barang maka makin banyak permintaan terhadap barang tersebut, sebaliknya makin tinggi harga barang maka makin sedikit permintaan terhadap barang tersebut. Oleh karena itu permintaan berhubungan dengan jumlah barang yang diminta konsumen pada suatu waktu, yang didukung oleh daya beli. Yang dimaksud daya beli adalah kemampuan konsumen untuk membeli sejumlah barang yang


(46)

diinginkan, yang biasanya dinyatakan dalam bentuk uang. Namun demikian daya beli tersebut relatif terbatas seperti halnya sumber – sumber ekonomi lainnya. Pengertian permintaan dapat juga diartikan berbagai jumlah (kuantitas) suatu barang dimana konsumen bersedia membayar pada berbagai alternatif harga barang (Samuelson 2003:97)

2.3.2 Faktor Faktor yang mempengaruhi Permintaan.

Permintaan terhadap suatu barang dapat dilihat dari dua sudut yaitu permintaan yang dilakukan oleh seseorang dan permintaan yang dilakukan oleh semua orang dalam pasar. Oleh karena itu dalam analisis perlu dibedakan antara permintaan perseorangan dengan permintaan pasar.

Faktor – faktor yang mempengaruhi permintaan antara lain sebagai berikut 1. Harga Barang Itu Sendiri

2. Harga Barang Substitusi 3. Tingkat Pendapatan 4. Selera Konsumen 5. Jumlah Penduduk 6. Distribusi Pendapatan 7. Ekspektasi

2.3.3 Fungsi Permintaan

Hubungan antara tingkat harga dan jumlah barang yang diminta ini dapat disajikan dalam kurva permintaan, yaitu kurva yang menunjukkan tempat titik –


(47)

titik yang menggambarkan pembelian pada harga tertentu dengan anggapan

cateris paribus (hal – hal lain dianggap tetap). Hal ini dapat dilihat pada gambar.

Gambar 2.4 : Kurva Permintaan

Gambar 2.4 memperlihatkan bahwa kurva permintaan berbentuk garis yang miring dari kiri atas ke kanan bawah. Miringnya kurva permintaan tersebut menunjukkan adanya hukum permintaan, dan kurva permintaan menunjukkan adanya anggapan bahwa yang berpengaruh terhadap jumlah barang yang diminta hanyalah tingkat harga, sedangkan hal – hal lain dianggap tetap (cateris paribus).

Sebenarnya permintaan konsumen terhadap suatu barang tidak hanya dipengaruhi oleh harga dari barang itu sendiri, melainkan juga dipengaruhi oleh pendapatan konsumen, harga barang lain, selera dan lain sebagainya. Secara matematis hal itu dapat dirumuskan dalam formula sebagai berikut :

Dx = f(Px,Y,Py,T,U) Dimana :

Dx = Jumlah barang yang diminta Px = Harga barang itu sendiri Y = Pendapatan konsumen Py = Harga barang lain


(48)

T = Selera

u = Faktor – faktor lain

Apabila terjadi perubahan faktor yang mempengaruhi permintaan selain harga maka akan terjadi perubahan permintaan.

2.3.4 Hukum Permintaan

Hukum permintaan adalah makin rendah harga suatu barang maka makin banyak permintaan terhadap barang tersebut. Sebaliknya, makin tinggi harga suatu barang maka makin sedikit permintaan terhadap barang tersebut.

Sifat hubungan jumlah permintaan dan tingkat harga seperti itu disebabkan karena : pertama, adanya kenaikan harga yang menyebabkan para pembeli mencari barang lain yang dapat digunakan sebagai pengganti terhadap barang yang mengalami kenaikan harga. Sebaliknya, apabila harga turun maka orang mengurangi pembelian terhadap barang lain yang sama jenisnya dan menambah pembelian terhadap barang yang mengalami penurunan harga. Kedua, kenaikan harga menyebabkan pendapatan riil para pembeli berkurang. Pendapatan yang merosot tersebut memaksa para pembeli untuk mengurangi pembeliannya terhadap berbagai jenis barang dan terutama barang yang mengalami kenaikan harga. (Sukirno, 2005:76)

2.3.5 Perubahan Jumlah yang diminta dan Pergeseran Permintaan Perubahan Jumlah

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa permintaan suatu barang bukan hanya dipengaruhi oleh harga barang tersebut, melainkan juga dipengaruhi


(49)

oleh pendapatan konsumen, selera, harga barang lain, harapan akan harga dimasa yang akan datang, dan masih banyak faktor lainnya yang dapat diidentifikasikan sebagai faktor yang mempengaruhi permintaan. Hal ini dapat dilihat dalam gambar berikut ini.

Adanya asumsi cateris paribus, yaitu faktor lain selain harga dianggap tetap, maka sepanjang fungsi permintaan individu akan dapat dijumpai adanya perubahan jumlah yang diminta sebagai akibat perubahan harga. Dengan kata lain, dalam suatu kurva yang sama akan terdapat gerakan dari suatu tempat / titik ke titik lainnya, apabila suatu harga barang mengalami perubahan. Hal ini dikenal dengan perubahan jumlah yang diminta. Hal ini dapat dilihat dalam gambar berikut ini.

Gambar 2.5 Pergeseran Kombinasi Permintaan

Gambar 2.3.2 menunjukkan pergeseran permintaan konsumen sepanjang garis permintaan tersebut. Panah yang menunjukkan pergeseran permintaan baik dari titik R ke titik S ataupun dari titik R ke titik T. Hal ini disebabkan faktor harga barang yang menyebabkan konsumen menyesuaikan permintaannya.


(50)

Pergeseran Permintaan

Apabila faktor lain, selain harga, mengalami perubahan maka fungsi permintaan akan ikut berubah pula. Misalkan selera konsumen meningkat terhadap suatu barang maka fungsi permintaan akan bergeser ke kanan (atas), begitu pula sebaliknya bila selera konsumen berkurang maka fungsi permintaan bergeser ke kiri (bawah). Selain disebabkan oleh selera, pendapatan juga dapat mempengaruhi perubahan permintaan. Apabila pendapatan konsumen meningkat maka fungsi permintaan akan bergeser ke kanan dan sebaliknya, bila pendapatan berkurang maka fungsi permintaan akan bergeser ke kiri. Hal ini dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 2.6 Pergeseran Kurva Permintaan

Dengan demikian perubahan permintaan dapat dibedakan dalam dua pengertian :

1. Perubahan Jumlah Barang

Gerakan sepanjang kurva permintaan yaitu perubahan permintaan barang disebabkan oleh perubahan harga. Pada saat harga barang turun jumlah barang yang diminta meningkat. Pada gambar 2.3.2 terlihat


(51)

adanya perubahan turun atau naik dari titik R ke titik S ataupun dari Titik R ke titik T.

2. Pergeseran Kurva Permintaan

Kurva permintaan akan bergeser ke kiri atau ke kanan karena disebabkan perubahan oleh faktor lain yang mempengaruhi permintaan selain harga, misalnya pendapatan atau selera dan sebagainya. Pada gambar 2.3.3 terlihat kurva permintaan berpindah dari D ke D2 atau dari D ke D1. Hal ini terjadi karena perubahan faktor lain selain harga yang menyebabkan pergeseran permintaan sehingga pergeseran jumlah yang diminta pun akan ikut berubah.

2.3.6 Elastisitas permintaan

Dalam analisis ekonomi, secara teori maupun dalam praktek sehari – hari, sangat berguna untuk mengetahui sampai sejauh mana responsifnya permintaan terhadap perubahan harga. Oleh karena itu perlu dikembangakan pengukuran kuantitatif untuk mengukur sejauh mana pengaruh perubahan harga terhadap perubahan permintaan. Ukuran ini dinamakan elastisitas permintaan.

Umumnya faktor – faktor yang sering dianalisis sebagai faktor yang mempengaruhi jumlah yang diminta harga barang itu sendiri, pendapatan konsumen, dan harga barang lain.

Qx = f(Px, I, Py)

Berkaitan dengan uraian diatas, maka elastisitas permintaan dapat dibagi menjadi tiga yaitu elastisitas permintaan (harga), elastisitas pendapatan, dan elastisitas silang.


(52)

1. Elastisitas Harga (Price elasticity)

Menjelaskan perubahan jumlah yang diminta sebagai akibat perubahan harga. Rumusnya sebagai berikut :

diminta yang barang harga perubahan Persentase diminta yang barang jumlah perubahan Persentase EP=

elastisitas harga ini mempunyai nilai negative. Hal ini menjelaskan kenaikan harga akan menciptakan penurunan jumlah yang diminta, sebaliknya penurunan harga akan menyebabkan kenaikan jumlah yang diminta.

2. Elastisitas Pendapatan (Income Elasticity)

Menjelaskan perubahan jumlah yang diminta sebagai akibat perubahan pendapatan atau dengan kata lain mengukur berapa persen permintaan terhadap suatu barang berubah bila pendapatan berubah sebesar satu persen. pendapatan perubahan Persentase diminta yang barang jumlah perubahan Persentase EP=

3. Elastisitas Harga Silang (Cross Elasticity Of Demand)

Perubahan jumlah suatu barang yang diminta sebagai akibat perubahan harga barang lain.

Y barang harga perubahan Persentase diminta yang X barang jumlah perubahan Persentase EP=


(53)

2.4 Suku bunga

2.4.1 Pengertian Suku Bunga

Suku bunga atau bunga bank dapat diartikan sebagai balas jasa yang diberikan oleh bank yang berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah yang membeli atau menjual produknya. Bunga bank dapat juga diartikan sebagai harga yang harus dibayar kepada nasabah (yang memiliki simpanan) dan harga yang harus dibayar kepada bank (nasabah yang memperoleh pinjaman) (kasmir, 2003:133).

Suku bunga adalah harga yang dibayar peminjam (debitur) kepada pihak yang meminjamkan (kreditur) atas pemakaian sumber daya selama interval waktu. Dengan kata lain, bunga merupakan imbal jasa atas pinjaman uang. Imbal jasa yang dimaksud adalah suatu kompensasi kepada pemberi pinjaman atas manfaat kedepan dari uang pinjaman tersebut apabila diinvestasikan. Jumlah pinjaman yang diberikan disebut sebagai principal atau pokok hutang, sedangkan harga yang dibayarkan dikatakan sebagai persentase dari principal per unit waktu tertentu (umumnya setahun).

Dalam kegiatan perbankan konvensional, terdapat dua jenis bunga yang diberikan kepada nasabah perbankan yaitu :

a. Bunga Simpanan

Bunga simpanan adalah harga beli yang harus dibayarkan kepada nasabah pemilik simpanan. Bunga ini diberikan sebagai rangsangan atau balas jasa kepada nasabah yang menyimpan uangnya di bank. Contoh : jasa giro, tabungan dan deposito.


(54)

Bunga pinjaman adalah bunga yang dibebankan kepada para peminjam (debitur) atau harga jual yang harus dibayar oleh nasabah peminjam kepada bank. Bagi bank, bunga pinjaman merupakan harga jual. Contoh harga jual adalah bunga kredit.

Kedua jenis bunga diatas adalah komponen utama faktor biaya dan pendapatan bagi bank. Bunga simpanan merupakan biaya dana yang harus dikeluarkan kepada nasabah, sedangkan bunga pinjaman merupakan pendapatan yang diterima oleh nasabah penabung. Baik bunga tabungan maupun bunga pinjaman saling mempengaruhi satu sama lain.

Apabila bunga simpanan meningkat, maka secara otomatis bunga pinjaman juga akan terpengaruh untuk meningkat. Hal ini disebabkan oleh dana yang disalurkan bank sebagai pinjaman atau kreditur kepada nasabah tersebut berasal dari tabungan yang dihimpun oleh pihak bank. Oleh sebab itu apabila bunga tabungan meningkat berarti kewajiban untuk membayar bunga akan meningkat sehingga untuk menutupinya maka ia harus mengenakan bunga yang lebih tinggi pula atas kredit.

2.4.2 Jenis – Jenis Suku Bunga

Dalam kehidupan sehari – hari banyak terdapat jenis suku bunga yaitu : 1. Suku Bunga Dasar

Suku bunga dasar adalah tingkat bunga yang ditentukan oleh bank sentral atas kredit yang diberikan oleh perbankan dan tingkat bunga yang telah ditetapkan bank sentral untuk mendiskontokan surat – surat berharga yang ditarik atau diambil oleh bank sentral. Dasar perhitungan suku bunga ini


(55)

juga dipakai oleh bank komersil untuk menghitung suku bunga kredit yang dikenakan pada nasabahnya.

2. Suku Bunga Efektif

Suku bunga efektif adalah suku bunga yang dibayar atas dasar harga beli suatu obligasi (bond). Semakin rendah harga pembelian obligasi dengan tingkat bunga nominal tertentu, maka semakin tinggi tingkat bunga efektifnya dan sebaliknya. Jadi hubungan terbalik antara harga yang dibayarkan untuk obligasi dengan tingkat bunga efektifnya.

3. Suku Bunga Nominal

Suku bunga nominal (nominal rate) adalah suku bunga riil ditambah dengan tingkat inflasi. Sebagai contoh : misalkan bahwa suku bunga riil adalah delapan persen per tahun dan laju inflasi sebesar tujuh persen per tahun, maka dapat dihitung suku bunga nominal yaitu delapan persen ditambah tujuh persen sama dengan lima belas persen per tahun. Selama periode inflasi, suku bunga riillah yang dipergunakan, bukan suku bunga nominal atau uang untuk menghitung hasil investasi dalam bentuk barang yang diperolehnya per tahun dari barang yang diinvestasikan.

4. Suku Bunga Riil

Suku bunga riil adalah suku bunga nominal dikurangi laju inflasi. Suku bunga riil dibedakan menjadi dua yaitu : Ex Ante dan Ex Post. Dua konsep terhadap suku bunga riil yang harus diperhatikan adalah :

 Tingkat bunga riil yang diharapkan pemberi pinjaman dan peminjam ketika kesepakatan dibuat atau disebut sebagai tingkat bunga riil ex


(56)

 Tingkat bunga riil yang direalisasikan secara nyata disebut sebagai tingkat bunga riil ex post.

5. Suku Bunga Padanan

Suku bunga padanan adalah suku bunga yang besarnya dihitung setiap hari (bunga harian), setiap minggu (bunga mingguan), setiap bulan (bunga bulanan), dan setiap tahun (bunga tahunan) untuk sejumlah pinjaman atau investasi selama jangka waktu tertentu yang apabila dihitung secara anuitas (bunga berbunga) akan memberi pengahasilan bunga dalam jumlah yang sama.

2.4.3 Komponen – Komponen Dalam Menentukan Bunga Kredit

Dalam menentukan besar kecilnya suku bunga kredit yang akan diberikan kepada debitur terdapat beberapa komponen yang perlu diperhatikan. Komponen – komponen ini ada yang dapat diminimalkan dan ada pula yang tidak sama sekali. Adapun komponen dalam menentukan suku bunga kredit adalah :

1. Total Biaya Dana

Total biaya dana adalah total bunga yang dikeluarkan oleh bank untuk memperoleh dana simpanan bank dalam bentuk simpanan giro, maupun deposito. Total biaya dana tergantung dari seberapa besar bunga yang ditetapkan untuk memperoleh dana yang diinginkan. Semakin besar bunga yang dibebankan terhadap bunga simpanan maka semakin tinggi pula biaya dananya demikian pula sebaliknya.


(57)

2. Biaya Operasi

Biaya operasi merupakan biaya yang dikeluarkan oleh bank dalam melaksanakan operasinya. Biaya ini terdiri dari biaya gaji pegawai, biaya administrasi, biaya pemeliharaan dan biaya – biaya lainnya.

3. Cadangan Resiko Kredit Macet

Cadangan resiko kredit macet adalah cadangan terhadap kredit macet yang diberikan, hal ini disebabkan setiap kredit yang diberikan pasti mengandung suatu resiko tidak terbayar. Resiko ini dapat timbul baik sengaja maupun tidak sengaja.

4. Laba Yang Diinginkan

Dalam kegiatannya, bank selalu ingin memperoleh laba yang maksimal. Dalam hal ini biasanya bank disamping melihat kondisi nasabah apakah nasabah prima atau bukan dan juga melihat sektor – sektor yang dibiayai. 5. Pajak

Pajak merupakan potongan dari laba yang dihasilkan oleh bank dan diberikan kepada pemerintah yang merupakan kewajiban bank kepada pemerintah dalam mendukung pembangunan negara.

2.4.4 Jenis Pembebanan Suku Bunga Kredit

Pembebanan jenis suku bunga oleh bank adalah dengan memperhatikan jenis kredit yang dibiayai, kemudian juga yang menjadi pertimbangan bank dalam menentukan pembebanan suku bunga adalah tingkat resiko dari masing – masing jenis kredit.


(58)

Dewasa ini terdapat tiga jenis model pembebanan suku bunga kredit yang sering dilakukan oleh bank. Adapun model pembebanan jenis suku bunga yang dimaksud adalah sebagai berikut :

1. Flat Rate

Flat rate merupakan perhitungan suku bunga yang tetap setiap periode, sehingga jumlah angsuran (cicilan) setiap periode pun tetap sampai pinjaman tersebut lunas. Perhitungan suku bunga model ini adalah dengan mengalikan persen bunga per periode dikali dengan pinjaman.

2. Sliding Rate

Perhitunga suku bunga yang dilakukan dengan menglikan persentase bunga per periode dengan sisa pinjaman. Sehingga jumlah suku bunga yang dibayar debitur semakin menurun, akibatnya angsuran yang dibayar pun menurun jumlahnya.

3. Floating Rate

Perhitungan suku bunga yang dilakukan sesuai dengan tingkat suku bunga pada bulan yang bersangkutan. Dalam perhitungan modal ini suku bunga dapat naik, turun atau tetap setiap periodenya. Begitu juga dengan jumlah angsuran yang dibayar sangat tergantung dari suku bunga pada bulan yang bersangkutan.

2.4.5 Teori Suku Bunga 2.4.5.1 Teori Klasik

Bunga adalah harga dari penggunaan loanable funds, terjemahan langsung dari istilah tersebut adalah dana yang tersedia untuk dipinjamkan atau disebut


(59)

dana investasi sebab menurut teori klasik, bunga adalah harga – harga yang terjadi di pasar dana investasi dan pada dasarnya bunga merupakan keuntungan dari sebuah investasi.

Dalam suatu periode ada anggota masyarakat yang menerima pendapatan melebihi apa yang mereka perlukan untuk konsumsinya selama periode tersebut. Mereka ini adalah kelompok penabung. Bersama – sama jumlah seluruh tabungan mereka membentuk penawan akan loanable funds. Dilain pihak, dalam periode yang sama ada anggota masyarakat yang membutuhkan dana, mungkin mereka ingin mengkonsumsi lebih dari pendapatan yang diterima selama periode tertentu. Dengan kata lain, mereka digolongkan pengusaha yang membutuhkan dana untuk operasi perluasan usahanya. Mereka ini adalah investor. Jumlah dari kebutuhan mereka akan dana membentuk permintaan akan loanable funds selanjutnya para penabung dan para investor akan bertemu dipasar loanable funds, dan dari proses tawar menawar antara mereka akhirnya akan dihasilkan kesepakatan.

2.4.5.2Teori Fisher

Fisher menganalisis penentuan tingkat suku bunga dalam perekonomian dengan mengkaji alasan orang menabung uangnya dan alasan orang lain meminjam uang. Diasumsikan bahwa perekonomian berada pada tingkat perekonomian sederhana dimana perekonomian hanya digerakkan oleh pelaku ekonomi terdiri dari masyarakat yang melakukan konsumsi dan menabungkan penghasilan berjalan mereka sebagai sisa dari konsumsi yang mereka lakukan, perusahan – perusahan yang meminjam pengahasilan yang tidak dikonsumsi tersebut dan melakukan investasi, pasar tempat para penabung memberikan


(60)

sumber daya kepada para peminjam dan proyek – proyek tempat perusahaan menyalurk pinjaman yang dilakukannya untuk berinvestasi.

Ada beberapa yang akan mendorong seseorang untuk menabung atau meminjam dana yaitu :

Time Preference (Pilihan Waktu)

 Penghasilan Yang Diperoleh  Tingkat bunga atau balas jasa Equilibrium Pasar

Suku bunga yang equilibrium di tentukan oleh interaksi antara fungsi permintaan sebagai biaya bagi peminjam dan balas jasa bagi yang meminjamkan maka suku bunga harus mencapai titik dimana total penawaran tabunga sama dengan total permintaan investasi. Teori fisher menekankan bahwa tingkat suku bunga dan investasi jangka panjang tergantung pada kecenderungan untuk menabung dari masyarakat dan perkembangan teknologi.

2.5 Produk Domestrik Bruto

2.5.1 Pengertian Produk Domestik Bruto

Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah dalam suatu periode tertentu adalah PDB. PDB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. Nilai akhir dari PDB akan sama dengan total nilai nominal dari konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, serta ekspor bersih.

Konsumsi terdiri dari barang dan jasa yang dibeli rumah tangga. Konsumsi dibagi menjadi tiga subkelompok yaitu barang tidak tahan lama, barang tahan


(61)

lama dan jasa. Barang tidak tahan lama (nondurable goods) adalah barang yang habis dipakai dalam jangka waktu yang pendek, seperti makanan dan pakaian. Barang tahan lama (durable goods) adalah barang – barang yang memiliki usia panjang seperti mobil dan televisi. Jasa meliputi pekerjaan yang dilakukan untuk konsumen oleh individu dan perusahaan, seperti jasa potong rambut dan jasa pemeriksaan dokter.

Investasi terdiri dari barang – barang yang dibeli untuk penggunaan masa depan. Investasi juga dibagi menjadi tiga subkelompok yaitu investasi tetap bisnis, investasi tetap residensi, dan investasi persediaan. Investasi tetap bisnis adalah pembelian pabrik dan peralatan baru oleh perusahaan. Investasi tetap residensi adalah pembelian rumah baru oleh rumah tangga. Sedangkan investasi persediaan adalah peningkatan dalam persediaan barang perusahaan (jika investasi gagal, maka investasi persediaan negatif).

Pengeluaran pemerintah adalah barang dan jasa yang dibeli oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah. Kelompok ini meliputi peralatan militer, jalan layang, dan jasa yang diberikan pegawai pemerintah. Ini tidak termasuk pembayaran transfer kepada individu, seperti jaminan sosial dan kesejahteraan karena hanya mengalokasikan pendapatan yang ada dan tidak membuat perubahan dalam barang dan jasa.

Ekspor bersih adalah nilai barang dan jasa yang diekspor ke negara lain dikurang nilai barang dan jasa yang diimpor dari negara lain. Ekspor bersih menunjukkan pengeluaran bersih dari luar negeri pada barang dan jasa yang diekspor pada mereka, yang memberikan pendapatan bagi produsen domestik.


(62)

Umumnya PDB dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu PDB harga berlaku (nominal) dan PDB harga konstan (riil). PDB harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga berlaku pada setiap tahun. Jadi, pada PDB harga berlaku sudah diikutsertakan perhitungan inflasi kedalamnya. Sedangkan PDB harga konstan menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga dasar pada tahun tertentu misalnya tahun 1983, 1993 dan tahun 2000. PDB harga konstan meningkat hanya jika jumlah barang dan jasa meningkat, sedangkan PDB atas harga berlaku bisa meningkat karena produksi naik atau harga turun.

Setelah PDB harga berlaku dan PDB harga konstan diketahui, maka dapat dihitung deflator PDB. Deflator PDB juga disebut dengan deflator harga implisit untuk PDB, didefinisikan sebagai rasio PDB atas harga berlaku terhadap PDB atas harga konstan.

konstan harga

atas PDB

berlaku harga

atas PDB PDB

DEFLATOR =

Deflator PDB mencerminkan apa yang sedang terjadi pada seluruh tingkat harga dalam perekonomian.

2.5.2 Metode Penghitungan PDB 1. Metode Langsung

a. Pendekatan Produksi (Production Approach)

PDB merupakan nilai tambah bruto atau nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh unit produksi di suatu wilayah dalam suatu periode tertentu, biasanya satu tahun. Sedangkan nilai tambah bruto adalah nilai


(63)

produksi bruto dari barang dan jasa tertentu dikurangi seluruh biaya antara yang digunakan dalam proses produksi.

Y = P1Q1 + P2Q2 +………+ PnQn Dimana :

Y = PDB (Produk Domestik Bruto)

P1, P2...., Pn = Harga satuan produk pada satuan tiap sektor ekonomi

Q1, Q2,...,Qn = Jumlah produk pada satuan masing - masing sektor ekonomi

Yang dipakai hanya nilai tambah bruto saja agar dapat menghindari perhitungan ganda.

b. Pendekatan Pendapatan (Income Approach)

PDB adalah jumlah seluruh balas jasa yang diterima oleh factor – factor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun. Berdasarkan pengertian tersebut, maka nilai tambah bruto adalah jumlah dari upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal, dan keuntungan (laba) ; semuanya belum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam pengertian PDB ini termasuk pola komponen penyusutan pajak tidak langsung itu.

Y = Yw + Yr + Yi + Yp Dimana :

Y = PDB (Produk Domestik Bruto) Yw = Pendapatan upah / gaji


(64)

Yi =Pendapatan Bunga Yp = Pendapatan laba

c. Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach)

PDB adalah jumalah seluruh pengeluaran yang dilakukan untuk pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestic bruto, perubahan inventori, dan ekspor bersih dalam suatu wilayah, biasanya satu tahun. Dengan metode ini, penghitungan nilai tambah bruto bertitik tolak pada penggunaan akhir dari barang dan jasa yang diproduksi.

Y = C + I + G + (X – M) Dimana :

Y = PDB (Produk Domestik Bruto)

C = Pengeluaran rumah tangga konsumen untuk konsumsi I = Pengeluaran rumah tangga perusahaan untuk Investasi G = Pengeluaran rumah tangga pemerintah

(X-M) = Ekspor neto atau pengeluaran rumah tangga luar negeri

Yang dihitung hanya nilai transaksi barang jadi saja, untuk menghindari penghitungan ganda.

2. Metode tidak langsung (alokasi)

Menghitung nilai tambah suatu kelompok ekonomi dengan mengalokasikan nilai tambah nasional ke dalam masing – masing kelompok kegiatan pada tingkat nasional. Sebagai alokator digunakan


(1)

Hasil Uji Akar – Akar Unit Variabel Log PDB

T-1

Null Hypothesis: D(LOGPDB1) has a unit root Exogenous: Constant

Lag Length: 2 (Automatic based on SIC, MAXLAG=2)

t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -19.56346 0.0001 Test critical values: 1% level -3.699871

5% level -2.976263

10% level -2.627420

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LOGPDB1,2) Method: Least Squares

Date: 05/19/10 Time: 15:56

Sample (adjusted): 2003Q2 2009Q4 Included observations: 27 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(LOGPDB1(-1)) -3.618695 0.184972 -19.56346 0.0000 D(LOGPDB1(-1),2) 1.741193 0.133186 13.07342 0.0000 D(LOGPDB1(-2),2) 0.879429 0.072727 12.09212 0.0000 C 0.053877 0.003096 17.40087 0.0000 R-squared 0.966648 Mean dependent var 0.003097 Adjusted R-squared 0.962298 S.D. dependent var 0.044506 S.E. of regression 0.008642 Akaike info criterion -6.528455 Sum squared resid 0.001718 Schwarz criterion -6.336479 Log likelihood 92.13414 F-statistic 222.2069 Durbin-Watson stat 0.924236 Prob(F-statistic) 0.000000


(2)

xxxiii

Hasil Uji Akar – Akar Unit Variabel Log Jumlah Pengangguran

Null Hypothesis: D(LOGUNEMPLOYMENT) has a unit root Exogenous: Constant

Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=3)

t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.879517 0.0067 Test critical values: 1% level -3.711457

5% level -2.981038

10% level -2.629906

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation

Dependent Variable: D(LOGUNEMPLOYMENT,2) Method: Least Squares

Date: 05/19/10 Time: 15:57

Sample (adjusted): 2002Q3 2008Q4 Included observations: 26 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(LOGUNEMPLOYMENT(-1)) -0.769952 0.198466 -3.879517 0.0007 C 0.003682 0.001780 2.068330 0.0495 R-squared 0.385414 Mean dependent var 0.000156 Adjusted R-squared 0.359806 S.D. dependent var 0.009755 S.E. of regression 0.007805 Akaike info criterion -6.794330 Sum squared resid 0.001462 Schwarz criterion -6.697553 Log likelihood 90.32629 F-statistic 15.05065 Durbin-Watson stat 2.043744 Prob(F-statistic) 0.000714


(3)

Hasil Uji Kointegrasi

Null Hypothesis: RESID04 has a unit root Exogenous: Constant

Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=2)

t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.130664 0.0037 Test critical values: 1% level -3.711457

5% level -2.981038

10% level -2.629906

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(RESID04) Method: Least Squares

Date: 05/19/10 Time: 15:51

Sample (adjusted): 2002Q3 2008Q4 Included observations: 26 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. RESID04(-1) -0.837262 0.202694 -4.130664 0.0004 C 0.000776 0.014798 0.052444 0.9586 R-squared 0.415523 Mean dependent var -0.000824 Adjusted R-squared 0.391170 S.D. dependent var 0.096667 S.E. of regression 0.075427 Akaike info criterion -2.257497 Sum squared resid 0.136542 Schwarz criterion -2.160721 Log likelihood 31.34747 F-statistic 17.06238 Durbin-Watson stat 1.966288 Prob(F-statistic) 0.000379


(4)

xxxv

Hasil Estimasi Dengan Metode ECM

Dependent Variable: D(LOGKK) Method: Least Squares

Date: 03/20/10 Time: 11:45

Sample (adjusted): 2002Q3 2008Q4 Included observations: 26 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -3.227612 4.244671 -0.760392 0.4569 D(LOGSK) -0.551853 0.188766 -2.923480 0.0091 D(LOGPDBT-1) 0.587138 0.193244 3.038330 0.0071

D(LOGU) -0.033322 0.548822 -0.060715 0.9523 LOGSK(-1) -0.172856 0.074253 -2.327923 0.0318 LOGPDBT-1 (-1) -0.286444 0.120025 -2.386538 0.0282

LOGU (-1) 0.392733 0.329663 1.191314 0.2490 RESID01(-1) -0.199776 0.064416 -3.101346 0.0062 R-squared 0.768415 Mean dependent var 0.066183 Adjusted R-squared 0.678354 S.D. dependent var 0.030684 S.E. of regression 0.017402 Akaike info criterion -5.016823 Sum squared resid 0.005451 Schwarz criterion -4.629716 Log likelihood 73.21870 F-statistic 8.532182 Durbin-Watson stat 2.126149 Prob(F-statistic) 0.000121


(5)

Hasil Uji Multikolinearitas ECM Dengan Metode Correlation Matrix

D(LOGPDBt-1) D(LOGSK) D(LOGU) LOGUt-1 LOGSKt-1 (LOGPDBt-1)t-1

D(LOGPDBt-1)

1 -0.015516 -0.085266 0.116506 -0.066343 -0.021943

D(LOGSK)

-0.015516 1 -0.246089 0.2800272 -0.323002 0.287879

D(LOGU)

-0.085266 -0.246089 1 0.189387 -0.226625 0.314634

LOGUt-1

0.116506 0.280027 0.189387 1 -0.402662 0.242373

LOGSKt-1

-0.066343 -0.323002 -0.226625 -0.402662 1 -0.511088

(LOGPDBt-1)t-1


(6)

xxxvii

Hasil Uji Autokorelasi ECM Dengan LM-Test

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 2.535187 Probability 0.110556 Obs*R-squared 6.256639 Probability 0.043791

Test Equation:

Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 05/19/10 Time: 16:07

Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 2.283818 4.056782 0.562963 0.5813 D(LOGSK) 0.146411 0.186295 0.785908 0.4434 D(LOGPDB1) 0.118891 0.190292 0.624781 0.5409 D(LOGUNEMPLOYMENT) 0.117967 0.517429 0.227987 0.8225 LOGSK(-1) 0.037236 0.070751 0.526297 0.6059 LOGPDB1(-1) 0.079621 0.117240 0.679125 0.5068 LOGUNEMPLOYMENT(-1) -0.191115 0.317012 -0.602863 0.5550 RESID05(-1) -0.036991 0.061772 -0.598829 0.5577 RESID(-1) -0.219538 0.244246 -0.898841 0.3821 RESID(-2) -0.574016 0.265811 -2.159492 0.0463 R-squared 0.240640 Mean dependent var -4.26E-16 Adjusted R-squared -0.186500 S.D. dependent var 0.014766 S.E. of regression 0.016084 Akaike info criterion -5.138256 Sum squared resid 0.004139 Schwarz criterion -4.654373 Log likelihood 76.79733 F-statistic 0.563375 Durbin-Watson stat 2.008563 Prob(F-statistic) 0.807401


Dokumen yang terkait

Analisis faktor yang mempengaruhi permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan syariah di Indonesia Periode 2003-2009

2 9 189

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PERMINTAAN UANG DI INDONESIA PENDEKATAN ERROR CORRECTION MODEL (ECM) (TAHUN PENGAMATAN 2001:1 - 2013:IV)

0 2 163

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INFLASI DI INDONESIA (1:2008 – 12:2015) MELALUI PENDEKATAN ERROR CORRECTION MODEL (ECM)

2 7 133

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN GULA DI INDONESIA TAHUN 1985-2014 (Pendekatan Error Corection Model (ECM))

4 14 181

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR BERAS DI INDONESIA TAHUN 1991 – 2011 (Pendekatan Error Correction Model).

0 7 7

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR BERAS DI INDONESIA TAHUN 1991 – 2011 (Pendekatan Error Correction Model).

0 3 15

PENDAHULUAN FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR BERAS DI INDONESIA TAHUN 1991 – 2011 (Pendekatan Error Correction Model).

0 4 8

ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA PERIODE TAHUN 1983 – 2007 Dengan Pendekatan Error Correction Model.

0 2 17

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BESARNYA PENGELUARAN PEMERINTAH ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JUMLAH PERMINTAAN UANG QUASI DI INDONESIA TAHUN 1997.1 - 2004.4 (Pendekatan Error Correction Model atau ECM).

0 1 13

PENDAHULUAN ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JUMLAH PERMINTAAN UANG QUASI DI INDONESIA TAHUN 1997.1 - 2004.4 (Pendekatan Error Correction Model atau ECM).

0 1 8