dikisahkan dalam Babad Giyanti, sebuah babad bersajak yang ditulis kira-kira akhir abad ke-18 oleh pujangga Kraton Yogyakarta.
Paku Buwono II membangun kraton secara tergesa-gesa dan perpindahan ke Kraton Surakarta dilakukan ketika kraton baru tersebut belum sepenuhnya selesai
dibangun. Hanya berselang tiga tahun setelah menempati kraton baru tersebut, Paku Buwono II wafat, sehingga penyelesaian pembangunan Kraton Surakarta ditangani
oleh raja-raja selanjutnya. Meskipun hingga pemerintahan Paku Buwono X, bangunan kraton mengalami perkembangan secara terus-menerus, namun pembagian
pelataran atau halaman tidak mengalami perubahan. Dalam hal ini konsep konsentris empat lingkaran kerajaan Jawa dipakai sebagai dasar pembagian kraton. Lingkaran
pertama yaitu kedhaton dan sekitarnya yang dikelilingi oleh benteng pertama. Lingkaran kedua, wilayah diantara dua benteng yang disebut baluwarti. Ketiga yaitu
paseban, yang terletak di halaman luar pintu masuk kori Brajanala. Dan yang keempat yaitu alun-alun yang terdapat di depan paseban. Dept. PK, 1999:13
1. Lingkaran 1 : Kedhaton
Kedhaton merupakan tempat yang paling keramat. Hal ini dihubungkan dengan terdapatnya Prabasuyasa, yaitu tempat penyimpanan tanda-tanda kebesaran
kerajaan. Prabasuyasa adalah sebuah bangunan dalem ageng rumah besar yang terletak di belakang pendapa sasana sewaka. Di Prabasuyasa ini terdapat empat buah
kamar pribadi raja beserta ranjang kebesarannya krobongan. Salah satu dari empat buah kamar tersebut, dipakai khusus untuk menyimpan benda-benda pusaka kerajaan.
Prabasuyasa dibangun pada 1694 tahun Jawa, selain sebagai tempat pribadi raja, juga
digunakan sebagai tempat untuk menghadap para putera raja. Di belakang sebelah barat Prabasuyasa terdapat keputren.
Luas kedhaton mencapai 92.230 meter persegi, dibatasi oleh dua pintu yaitu
Kori Kamandungan di sebelah utara dan selatan, serta jalan raya Baluwarti di sebelah barat dan timur. Untuk dapat mencapai kedhaton, seseorang harus melalui lima kori,
yaitu kori gladag, amurakan, brajanala utara, kamandungan, dan sri manganti. Kori Gladag terletak paling utara. Gladag artinya giring atau halau. Digladag
artinya digiring atau dihalau. Jadi gladag adalah tempat berlalunya binatang hasil buruan yang akan digiring ke tempat penyembelihan hewan.
Kori berikutnya adalah Kori Pamurakan. Pamurakan adalah tempat untuk menyembelih hewan buruan, yang kemudian dagingnya dibagi-bagikan kepada abdi
dalem dan kawula dalem yang punya hak untuk menerima. Selanjutnya adalah Kori Brajanala. Braja artinya senjata tajam atau api.
Sedangkan nala artinya hati atau perasaan. Jadi brajanala berarti tajamnya perasaan harus ditunjukkan apabila seseorang akan masuk atau keluar dari kompleks istana
agar hati-hati jangan sampai kena salah. Di kanan kiri pintu brajanala terdapat bangsal brajanala yang dibangun oleh PB III tahun 1708 Jawa 1782 M bersama-
sama dengan pembangunan baluwarti. Kori yang keempat adalah Kamandhungan. Mandhung berarti berhenti. Di
belakang pintu kamandhungan ini terdapat cermin besar. Maknanya, bahwa sebelum masuk istana terlebih dahulu berhenti sejenak untuk bercermin melakukan koreksi
diri. Di atas pintu terdapat lambang kerajaan Jawa berupa gambar padi kapas dan mahkota raja. Maksudnya sebagai lambang sandang pangan dan keluhuran. Lambang
raja ini disebut sri makutha raja. Kori kamandhungan ini dibangun tahun 1819 pada masa pemerintahan PB V.
Kori yang terakhir adalah Sri Manganti. Manganti artinya menunggu dan sri artinya raja. Jadi sri manganti berarti menunggu perintah raja. Kori ini dibangun
tahun 1718 Jawa 1792 M. Di atas kori sri manganti juga terdapat gambar lambang kerajaan sri makutha raja.
Di dalam lingkaran tembok kedhaton terdapat tiga buah halaman. Yaitu, halaman sri manganti, plataran kedhaton dan halaman magangan. Halaman sri
manganti terletak di sebelah utara plataran kedhaton, memiliki dua buah bangsal yang saling berhadapan, yaitu bangsal marakata di sebelah barat dan bangsal marcukandha
di sebelah timur. Kedua bangsal tersebut berfungsi sebagai tempat abdi dalem yang akan raja. Bangsal marakata untuk abdi dalem lebet, sedangkan bangsal marcukandha
untuk abdi dalem prajurit. Berikutnya halaman magangan. Di tengah-tengah halaman magangan tedapat
bangsal terbuka yang berfungsi untuk menyimpan berbagai macam barang seperti made rengga, yaitu peralatan khitan putera dan kerabat raja. Juga berfungsi untuk
menyiapkan barisan prajurit yang akan bertugas, juga sebagai tempat untuk menyiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan seremoni religius keratin
seperti pembuatan gunungan dan upacara grebeg, dan sebagai tempat magang bagi calon prajurit keraton.
Di seputar plataran kedhaton terdapat kompleks bangunan yang bermacam- macam bentuknya. Halaman luas di depan pendhapa sasana sewaka ditanami pohon
sawo manila sebagai penyejuk dan memperindah pandangan. Jumlah pohon sawo manila sebanyak 88 buah yang mengingatkan angka tahun 1888 sebagai tahun
didirikannya bangunan sasana sewaka. Bangunan-bangunan yang terdapat di kompleks istana kedhaton antara lain :
a. Di Pusat Istana 1. Prabasuyasa yang menghadap ke selatan. Didirikan pada tahun 1694
Jawa. Di tengahnya terdapat krobongan berupa rumah kecil berpagar kaca keliling dan berpintu menghadap ke selatan. Jumlah kamar di
Prabasuyasa ada empat, sebelah timur disebut kamar gading, kamar besar dan kamar pusaka. Sedangkan di sebelah barat terdapat kamar
prabasana, tempat untuk menghadap putera raja. 2. Sasana parasdya, yaitu tempat untuk pertunjukkan wayang.
Berbentuk bangunan joglo kepuhan jubungan tanpa teras membujur arah utara-selatan. Tempat ini merupakan tempat duduk raja sewaktu
menyaksikan pagelaran wayang kulit. 3. Sasana sewaka, adalah pendapa yang berbentuk joglo pangrawit.
Didirikan tahun 1698 Jawa 1888 M, merupakan tempat duduk raja dihadap oleh para abdi dalem lebet.
4. Sasana Handrawina, adalah tempat pesta makan raja beserta keluarganya. Dibangun pada masa PB VI, berbentuk limasan sinom
klabangan nyander. 5. Paningrat, berupa teras dari pendapa sasana sewaka.
6. Maligi, adalah tempat khitan putera raja. Dibangun tahun 1882 M, terletak di sebelah selatan sasana sewaka. Berbentuk limasan jubungan
tanpa teras, bertiang delapan tanpa ander. b. Di sebelah timur halaman istana, terdapat tiga bangsal :
1. Bangsal Bujana, terletak di bagian selatan. Merupakan tempat untuk menjamu para pengiring tamu kerajaan. Berbentuk jubungan limasan,
klabangan nyander. 2. Bangsal pradangga kidul, terletak di sebelah utara bangsal bujana.
Tempat gamelan dibunyikan ketika kraton mempunyai keperluan. 3. Bangsal pradangga lor, terletak di sebelah utara bangsal pradangga
kidul. Tempat alat-alat musik orkestra. c. Sasana prabu, adalah tempat kantor raja. Letaknya di sebelah selatan
parasdya. Adapun di sebelah utara parasdya adalah kantor wakil raja. d. Bangunan yang mengelilingi istana, antara lain :
1. Sasana Wilapa kantor secretariat. Terletak di sebelah utara sasana parasdya. Dahulu digunakan para abdi dalem carik kesepuhan yang
mengerjakan surat-surat raja. Sekarang berfungsi sebagai bagian muka dari keputren.
2. Panti Wardaya, adalah kantor perbendaharaan. 3. Reksa Handana, adalah kantor kas keraton
4. Bale Kretarta, adalah kantor perlengkapan. e. Panggung Sanggabuwana, adalah bangunan yang berbentuk menara
persegi delapan, bertingkat empat dan tingginya 30 meter. Menurut kepercayaan, tempat tersebut digunakan sebagai tempat bertemunya
raja dengan Ratu Selatan, permaisurinya yang beristana di Pantai Parangtritis. Nama Sanggabuwana sebenarnya merupakan sengkalan
angka tahun saat didirikannya bangunan itu.
2. Lingkaran 2 : Kompleks Bangunan di Baluwarti