dan kadang juga tidak tepat, karena kurangnya pengetahuan masyarakat luas tentang organisasi tersebut, sehingga kadang menghadirkan penilaian yang salah.
C. Citra yang diharapkan wish image Ini adalah citra yang diinginkan oleh pihak management. Citra yang
diharapkan tersebut, biasanya dirumuskan dan diperjuangkan untuk menyambut sesuatu yang relatif baru, yaitu ketika khalayak belum memiliki informasi yang
memadai tentang hal tersebut. D. Citra Perusahaan corporate image
Adalah citra dari organisasi secara keseluruhan, jadi bukan citra atas produk atau pelayanannya, citra ini terbentuk karena banyak hal, dari mulai prestasi
oraganisasi atau hal-hal tertentu yang pernah dilakukan organisasi untuk masyarakat luas dan khalayaknya.
E. Citra Majemuk multiple image Citra ini bisa terbentuk karena setiap organisasi tentu saja mempunyai banyak
anggota, dan tentu saja masing-masing anggota mempunyai kepribadian yang berbeda-beda juga. Dari kepribadian dan tingkah laku tersebut, tanpa disadari, mereka
telah memunculkan suatu citra yang belum tentu sama dengan citra yang dimiliki oleh organisasi pada umumnya.
Frank Jeffkins, 1992:17-20
3. KONFLIK PEREBUTAN KEKUASAAN KERATON SURAKARTA
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata krisis mempunyai dua arti, yaitu : 1.Kemelut, 2.Keadaan genting. Redi Panuju, 2002:1-2
Sedangkan menurut Djamaludin Ancok Ph.D., krisis adalah situasi yang merupakan titik balik turning point yang dapat membuat baik atau buruk, jika
dipandang dari kacamata bisnis. Titik krisis merupakan penentu untuk selanjutnya. Rosady Ruslan, 1995:73
Dalam suatu krisis atau konflik, terdapat perkembangan keadaan yang dapat dikategorikan menjadi empat menurut Steven Fink, yaitu :
1. Masa Prakrisis Suatu krisis atu konflik besar biasanya bermula dari konflik kecil yang
menjadi tanda bahwa konflik tersebut akan berkembang menjadi besar di masa mendatang.
2. Masa Krisis Akut Jika dalam masa prakrisis, konflik yang terjadi tidak terdeteksi dan tidak
segera ditangani dengan benar, maka akan timbul masalah yang lebih fatal. Masa krisis akut ini, jika dibandingkan dengan tahapan yang lain, memang tergolong
singkat. Tetapi masa akut ini adalah masa yang paling menegangkan dan cukup menguras tenaga bagi tim yang bertugas untuk menanganinya.
3. Masa Krisis Kronis Masa ini adalah masa pemulihan citra dan merupakan upaya untuk meraih
kembali kepercayaan dari masyarakat, selain itu juga merupakan masa untuk instrospeksi ke dalam mengapa konflik tersebut dapat terjadi. Masa kronis ini
berlangsung panjang, tergantung dari seberapa berat konflik yang dihadapi dan seberapa sulit untuk mendapat kembali kepercayaan masyarakat.
4. Masa Kesembuhan dari krisis Masa ini adalah masa dimana organisasi yang terkena konflik akan bangkit
kembali seperti sediakala. Setelah melalui perbaikan di dalam tubuh organisasi tersebut, maka mulai dipikirkan kembali bagaimana kelanjutan pemulihan citra
organisasi tersebut di mata khalayak. Rosady Ruslan, 1995:73-76
Konflik perebutan kekuasaan di keraton Surakarta, sebenarnya sudah mulai menunjukkan tanda-tanda akan menjadi besar ketika Sinuhun Pakubuwono XII mulai
mengalami gangguan kesehatan sejak tahun 2002. Permasalahan tentang siapa yang nantinya akan menggantikan kedudukan beliau terus bergulir karena Sinuhun
Pakubuwono XII tidak mengangakat salah satu selirnya unutk menjadi permaisuri, jadilah beliau tidak memiliki putra mahkota yang akan menggantikan kedudukannya
sebagai raja. Konflik menjadi semakin jelas ketika Sinuhun Pakubuwono XII akhirnya
mangkat di usia yang ke-80 pada Jumat Wage, 11 Juni 2004 setelah beberapa hari sebelumnya membuat wasiat yang lebih dikenal dengan nama Pesan Tawangmangu.
Ditengah suasana duka, mulai beredar spekulasi tentang kelanjutan nasib Keraton Kasunana Surakarta. Munculnya isu suksesi tersebut, didorong oleh dua hal.
Pertama, almarhum PB XII tidak mempunyai permaisuri. Kedua, munculnya ide pembaruan dalam sistem pewarisan tahta.
Polemik mengenai suksesi tersebut, bukanlah hal baru. Menjelang masa-masa akhir PB XII persoalan tersebut sudah berkembang dan bahkan sudah sering
diperdebatkan. Namun, perbedan pendapat baru benar-benar terlihat dan menajam ketika Pesan Tawangmangu diungkapkan di media massa. Polarisasi di kalangan
internal keraton dan abdi dalem pun semakin jelas terlihat, dan mulai mengarah pada bentuk rivalitas.
Penyebutan nama KGPH Hangabehi menjadi calon raja yang dipilih saat keraton masih dalam suasana berduka, dinilai tidak etis serta menyalahi kesepakatan.
Karena sebelumnya putra-putri Sinuhun PB XII sudah sepakat untuk tidak membicarakan masalah pewarisan tahta sebelum peringatan 40 hari meninggalnya
beliau. Lebih dari itu, otensitas Pesan Tawangmangu, termasuk capa jempol PB XII diragukan karena hanya disaksikan putra-putri dari sebuah garis keturunan seorang
garwa ampil selir dan sekretaris pribadi PB XII. Ditengah suasana yang belum kondusif, pada tanggal 24 Juni 2004 KGPH
Hangabehi, putra sulung PB XII dari garwa ampil atau selir yang bernama KRAy Pradapaningrum, ditetapkan sebagai pengganti PB XII. Hal ini seakan-akan menjadi
penyulut berkobarnya konflik yang sudah ada. Bagi beberapa pihak yang tidak setuju, peristiwa tersebut dianggap illegal dan menyalahi prosedur.
Sebenarnya dalam hal calon, sejumlah abdi dalem yang tidak puas dan menolak sistem pencalonan tunggal, mengusulkan 4 calon lain yang mereka nilai
memiliki akses luas, berkemampuan serta memiliki trackrecord yang tidak tercela, yaitu KGPH Hadiprabowo, KGPH Tedjowulan, KGPH Puger, KGPH Dipokusumo.
Inilah yang nantinya akan memicu terjadinya pengangkatan KGPH Tedjowulan sebagai raja di luar tembok keraton.
H. METODOLOGI