kursus pambiwara di Kraton pada malam hari. Seperti yang diungkapkan oleh Informan 4 berikut :
“Kalau pasca konflik, tetep kebudayaan masih. Dan kami e.. kan biasa diundang kemana-mana. Kebetulan kami yang berbicara tentang kebudayaan
Kraton. Saya belum pernah melihat humasnya e.. Gusti Tedjo itu bicara tentang kebudayaan ya. jadi makanya saya kadang-kadang mengatakan,
dalam konteks ini marilah kita menempatkan sebagai Humas budaya, bukan sebagai jubir-nya orang konflik gitu lho. Saya kalau diharapkan menjadi
jubir-nya orang konflik, saya tidak akan melakukan. Anda tahu, saya lebih banyak diam dan lebih tidak bicara di mass media tentang konflik, tapi kalau
ada bicara tentang budaya silakan tanya saya.”
Informan 7 juga menjelaskan seputar peranan Humas sebagai juru penerang kebudayaaan ini, sebagai berikut :
“Iya, kalau yang wetan tidak berfungsinya Humas. Karena lebih yang keluar itu lebih kepada e.. apa? Pembela hukumnya ataupun mungkin e.. malah
bidang-bidang pariwisatanya, lha ini.. atau mungkin malah pengageng sasana wilapanya.”
Peranan kedua Humas tersebut, memang tidak bisa dipandang sebelah mata. Walaupun bisa dikatakan yang satu lebih aktif daripada yang lain, seperti penjelasan
Informan 7, tetapi kedua Humas tersebut tetap menjalankan fungsinya menurut perintah yang sudah diterima sejak awal, terlepas apakah itu sebagai Humas yang
menangani konflik secara aktif ataupun sebagai Humas yang berfungsi sebagai juru penerang kebudayaan.
3. Humas dalam Manajemen Krisis
Seperti yang dijelaskan oleh Jim Mcnamara, ada 6 langkah dalam manajemen krisis yang bisa dilakukan oleh Humas jika organisasi yang menaunginya sedang
berada dalam kondisi konflik atau mengalami krisis. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut :
a. Scenario development Pada tahap yang pertama ini, yang perlu dilakukan adalah mengidentifikasi
dan memperkirakan kemungkinan yang dapat terjadi dan dampak yang mungkin akan timbul.
- Humas PB XIII Hangabehi
Pada tahap ini yang dilakukan oleh pihak PB XIII Hangabehi adalah menyangkal adanya konflik. Karena dalam kasus perebutan kekuasaan ini Humas
tidak diberdayakan secara aktif, maka pihak Kraton yang menjalankan fungsi kehumasan menyatakan bahwa pihak PB XIII Hangabehi tidak mau menyebut
kondisi tersebut sebagai sebuah konflik. Sehingga, menurut penjelasan narasumber, mereka pun tidak melakukan proses identifikasi permasalahan.
- Humas PB XIII Tedjowulan
Berkebalikan dengan apa yang dilakukan oleh pihak lawan, Humas PB XIII Tedjowulan mengakui dan menyadari bahwa kondisi perebutan kekuasaan tersebut
akan berpotensi menimbulkan konflik. Sehingga mulai awal dibentuknya Humas oleh PB XIII Tedjowulan sudah dipersiapkan strategi untuk menghadapi dan
menyelesaikan konflik ini.
b. Preparation Pada tahap ini yang bisa dilakukan oleh Humas adalah : 1. Mempersiapkan
petunjuk layanan telepon 24 jam untuk semua pihak yang berkepentingan. 2. Memiliki dan melatih beberapa orang untuk menghadapi media massa sehingga
selalu siap untuk memberikan informasi jika dibutuhkan. 3. Mendirikan ruangan tertentu yang digunakan sebagai crisis center bagi tim penanggulangan krisis. 4.
Mempersiapkan segala informasi selengkap mungkin yang berkaitan dengan krisis. -
Humas PB XIII Hangabehi
Walaupun selama ini tidak menganggap bahwa apa yang terjadi yaitu perebutan kekuasaan 2 raja ini sebagai suatu konflik, tetapi pihak PB XIII Hangabehi
tetap melakukan beberapa tindakan yang bisa dikategorikan sebagai tindakan untuk menghadapi adanya konflik. Dari empat poin di atas, yang sejauh ini telah dilakukan
oleh pihak PB XIII Hangabehi adalah poin kedua dan keempat. Untuk memberikan keterangan atau informasi seputar kondisi perebutan kekuasaan yang terjadi di
Kraton, pihak PB XIII Hangabehi memang menempatkan beberapa Pengageng Kraton yang memang mengetahui dengan jelas apa yang terjadi. Sehingga jika media
atau masyarakat umum ingin penjelasan, maka yang berwenang untuk menjawab dan memberikan statement ke media adalah para Pengageng yang ditunjuk untuk
memberikan keterangan. Untuk poin yang keempat, pihak PB XIII Hangabehi mempersiapkan informasi seputar suksesi dan konflik ini dengan menerbitkan buku.
Buku yang berjudul “Yang Sah Yang Resmi Susuhunan Paku Buwono XIII” tersebut diterbitkan oleh Kraton untuk menjawab pertanyaan seputar suksesi dan
konflik yang terjadi. Namun sayang, buku tersebut hanya diterbitkan untuk kalangan dalam Kraton saja. Sementara untuk memberi pengertian dan informasi bagi
masyarakat luas, pihak PB XIII Hangabehi memilih mengeluarkan statement di media massa yang isinya secara garis besar sama dengan buku “Yang Sah Yang Resmi
Susuhunan Paku Buwono XIII” tersebut. -
Humas PB XIII Tedjowulan
Yang dilakukan oleh Humas PB XIII Tedjowulan sebenarnya juga tidak berbeda jauh dengan pihak lawannya. Humas PB XIII Tedjowulan membuat
persiapan untuk poin pertama dan keempat. Kondisi tersebut bisa dilihat dari upaya untuk mengoptimalkan fungsi Humas yang ada. Untuk itulah, pihak Tedjowulan
mempunyai dua Humas yang berada di Solo dan Jakarta. Namun untuk tugas-tugas kehumasan, sejauh ini diberikan kepada Humas yang ada di Solo. Untuk memberikan
segala informasi tentang konflik, semuanya adalah tanggung jawab Humas. Begitu juga dengan langkah dan usaha pencitraan melalui media massa, juga merupakan
tanggung jawab Humas. c. Monitoring
Dalam hal ini yang dilakukan adalah pemantauan. Pemantauan yang efektif diperlukan untuk mendapatkan peringatan atau data-data awal krisis. Termasuk di
dalamnya adalah pemantauan terhadap berita-berita yang muncul di media massa.
- Humas PB XIII Hangabehi
Sejauh ini,
peran Humas
juga kurang
berperan dalam
fungsi mendokumentasikan peristiwa yang terjadi Kraton. Untuk monitoring terkait konflik
yang terjadi, pihak PB XIII Hangabehi memanfaatkan keberadaan kliping. Kliping tersebut merupakan inisiatif pribadi seorang putra dhalem anak Alm. PB XII yang
pengerjaannya diberikan kepada Kantor Badan Pengelola Kraton. Kliping tentang krisis yang terjadi, digunakan sebagai bahan evaluasi sekaligus bahan yang akan
dibawa ke rapat besar para putra dhalem. -
Humas PB XIII Tedjowulan
Untuk melakukan monitoring, Humas PB XIII Tedjowulan juga mengandalkan keberadaan kliping dan dokumentasi dalam bentuk yang lain.
Dokumentasi tersebut tidak hanya berasal dari kegiatan PB XIII Tedjowulan, tetapi juga dari pihak PB XIII Hangabehi. Dokumentasi kegiatan dan peristiwa Kraton
tersebut, selain digunakan sebagai evaluasi internal juga berguna untuk menyusun strategi bagaimana mengahadapi konflik yang terjadi. Menurut Informan 1, kegiatan
mendokumentasikan ini juga berguna untuk melihat apa dan bagaimana langkah yang diambil pihak lawan. Jika di pihak Hangabehi yang menjalankan fungsi ini adalah
salah satu putra dhalem dibantu oleh Badan Pengelola Kraton, maka di pihak Tedjowulan yang menjalankan fungsi ini adalah Humas sendiri.
d. Networking Pada saat terjadi krisis, tidak dapat dipungkiri bahwa diperlukan adanya mitra
yang dapat memberikan dukungan. Dukungan yang datang dari mitra tersebut dapat
membantu suatu organisasi untuk memulihkan kembali kredibilitasnya. Hubungan dengan pihak luar tersebut harus sudah terjalin dengan baik sebelum adanya krisis.
Sehingga memang sudah seharusnya suatu organisasi mempunyai program untuk membangun jalinan hubungan dengan pihak luar.
- Humas PB XIII Hangabehi
Sejauh ini berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan dari lapangan, belum terlihat usaha maksimal dari pihak Hangabehi untuk mempunyai program kehumasan
yang mengarah pada pembentukan jaringan, karena memang secara umum belum ada penataan fungsi kehumasan yang jelas. Sehingga selama ini bentuk kerjasama yang
terjalin dengan pihak luar hanyalah untuk tujuan yang berada di luar konflik yang terjadi. Dukungan dari lembaga lain atau mitra yang dimiliki oleh pihak Hangabehi
dalam konflik ini juga tidak diketemukan datanya. -
Humas PB XIII Tedjowulan
Pihak Tedjowulan merupakan kebalikan dari Hangabehi, dalam konflik ini terlihat bahwa Humas Tedjowulan berupaya untuk mencari dukungan sebagai upaya
pengakuan dari pihak lain. Hal ini memang menjadi salah satu program kehumasan pihak Tedjowulan yang berkeinginan untuk menjalin hubungan yang baik dengan
lembaga lain maupun dengan individu-individu. Hubungan yang terjalin pun tidak hanya seputar konflik tetapi juga berkaitan dengan hal-hal yang lain, seperti sosial
kemasyarakatan, kebudayaan, dan lain-lain.
e. Focusing Pada saat krisis akan muncul banyak sekali tekanan dan isu yang berkembang
di masyarakat. Organisasi tentu saja tidak bisa memberikan perhatian kepada semua pihak yang berusaha menarik perhatian. Sehingga kunci dari manajemen krisis adalah
memusatkan perhatian pada isu utama yang berkembang. -
Humas PB XIII Hangabehi
Yang dilakukan pihak Hangabehi memang hanya terfokus pada isu utama perebutan kekuasaan dengan tetap memberikan statement dan pengertian kepada
publik bahwa tidak pernah terjadi konflik di dalam Kraton. Namun yang terjadi belakangan, konflik ini semakin melebar ke arah konflik keluarga yang mulai
menyangkut ke individu yang ada di dalamnya. Sehingga tidak lagi bisa terfokus untuk penyelesaian konflik yang sebenarnya.
-
Humas PB XIII Tedjowulan
Sama seperti yang dilakukan pihak Hangabehi, Humas Tejowulan juga focus pada persoalan yang utama yaitu bagaimana menyelesaikan konflik ini. Usaha yang
ditempuh antara lain dengan mengusahakan islah atau perdamaian dan mengajak berunding pihak Hangabehi. Namun, dengan semakin melebarnya konflik ini maka
perhatian dan statement yang dikeluarkan oleh Humas juga menjadi tidak terfokus hanya pada konflik perebutan kekuasaan saja.
f. Implement a plan
Diperlukan rencana dan langkah yang tepat untuk menjalankan manajemen krisis agar tidak berimbas pada citra organisasi yang bersangkutan. Yang harus
dilakukan adalah penanggulangan dan penanganan kerusakan; manajemen yang proaktif; pemulihan citra. Tiga langkah tersebut belum sepenuhnya bisa diterapkan
dalam organisasi Kraton, karena faktor kepemimpinan dan struktur organisasi serta iklim organisasi yang jelas berbeda dengan organisasi modern. Tetapi yang jelas,
usaha untuk kembali menaikkan citra atau dalam hal ini bisa disebut pamor Kraton, sudah dilakukan oleh masing-masing Humas walaupun belum optimal mengingat
yang dihadapi dan di-manage bukan sekedar konflik tetapi manusia dan adat.
4. Mekanisme Kerja Humas Kraton