b. Hubungan dengan lembaga lain dan masyarakat
Peranan Humas dalam suatu lembaga, tentu juga tidak bisa dipisahkan dari bagaimana Humas tersebut menjalin kerjasama dengan lembaga lain dan juga
masyarakat yang menjadi publicnya. Hal ini juga yang coba Penulis sajikan dalam bagian berikut ini.
Humas Kraton PB XIII Tedjowulan, menurut keterangan Informan 1, juga berusaha menjalin kerjasama dengan semua unsur yang ada.
“Iya. Kita pasti menjalin kerjasama dengan lembaga lain… tentu salah satu peran Humas itu adalah menjaga hubungan atau menjalin relasi dengan
semua pihak ya, semua unsure ya. Termasuk masyarakat juga. Ya kadangkala kami juga diundang e.. diskusi dsb.”
Kerjasama dengan semua unsur, tentunya juga termasuk kerjasama dengan Pemerintah. Satu hal yang membedakan peranan Humas PB XIII Tedjowulan dalam
hal ini adalah apa yang kejar sehubungan dengan kerjasama dengan pemerintah. Sebagai raja yang bertahta di luar tembok Kraton, maka tentu saja pengakuan dari
semua pihak adalah hal yang paling dikejar untuk memperkuat eksistensi mereka. Seperti yang diungkapkan oleh Informan 1 berikut ini :
“Baik-baik saja, buktinya kita masih diakui. Kita masih dapat bantuan dari Pemerintah Provinsi. Tapi bagi kami bukan nilai rupiahnya, tapi nilai
pengakuannya. Itu saja. Karena bagaimanapun juga, kan kita orang yang di luar Kraton kan… Kami kan di luar kraton. Kami butuh pengakuan. Nah
ketika teman-teman, baik itu pemerintah dsb-nya, lembaga-lembaga memberi pengakuan pada kami, itu lebih dari cukup. Lha buktinya kraton sendiri juga
diundang oleh Presiden pada saat jamuan makan malam. Mereka tidak, kita malah yang diundang. Yang setelah selesai dari Bali. Saya pribadi diundang
mewakili kraton ke pak Yusuf Kalla, untuk berdiskusi dengan pak Yusuf Kalla. Berarti kan ada pengakuan kan? Termasuk juga kami diundang MK masih
pak Jimly, tepatnya satu tahun yang lalu. Persisnya tanggal 26 Desember 2008. Solo banjir itu pas saya ada di ruangan pak Jimly dsb. Ini contoh.”
Demikian juga dengan hubungan yang terjalin dengan LSM atau paguyuban masyarakat, Humas juga secara aktif menjalin kerjasama dengan LSM maupun
paguyuban masyarakat. Bahkan terkadang hubungan ini juga merembet ke ranah politik Nasional yang melibatkan PB XIII Tedjowulan.
“…Umpamanya ya contoh kasus saja, e.. apa namanya beberapa waktu lalu ada satu kelompok masyarakat ya, entah itu sebuah LSM atau paguyuban
atau apa. E… meminta kita unutk berperan secara aktif. Contoh kemarin pada saat, kelompok apa ya? Lupa namanya. E.. forum lintas agama itu
seringkali meminta kita untuk berpartisipasi secara aktif… Contoh kasus juga, e.. saat ini menjelang PEMILU. Sinuhun kan sering didatangi partai-
partai politik untuk berdiskusi. Saya tidak mengatakan minta restu. Supaya direstui dsbnya secara langsung. Tetapi setidak-tidaknya e… saya dan teman-
teman yang membantu Sinuhun berusaha agar posisi Sinuhun, menjaga kenetralisasi Sinuhun dalam menjelang PEMILU ini memang kita coba
berusaha. Jadi semua partai kita terima…”
Peranan Humas dalam mempertahankan eksistensi PB XIII Tedjowulan sebagai raja yang ada di luar tembok Kraton juga terlihat dari bagaimana Humas
berusaha menjalin kerjasama dengan lembaga yang lain dalam usaha untuk mempertahankan kebudayaan. Seperti yang diungkapkan Informan 1 berikut :
“…Bahwa kita, bentuknya banyak, bisa beranekaragam. Kita bisa dimintai pandangan, pendapat. Kita juga bisa dimintai berperan serta. Mengirim
delegasi seperti kita diminta ke, baru-baru ini sih Denpasar. Kita mengirim delegasi penari ke sana. Lalu juga ke Indra Giri Hilir, kita juga mengirimkan
delegasi penari kesana,dsb. Salah satu bentuk saja ya”
Pada bagian sebelumnya, dijelaskan bahwa konflik 2 raja ini mempunyai potensi konflik yang sangat besar di masyarakat. Dan tidak hanya pihak Kraton yang
dirugikan, Pemerintah dan mayarakat pun juga bisa merasakan dampak dan kerugian karena konflik 2 raja ini. Salah satu contoh yang terjadi adalah contoh pada kasus
penyelenggaraan Festival Kraton Nusantara yang terancam tertunda karena 2 raja yang ada tersebut mendukung 2 paguyuban kraton Nusantara yang berbeda.
“Justru itukan, saya katakan siapa yang rugi? Diawal tadi, yang rugi pemerintah… Tercatat ada 3 asosiasi. Ada Forum Komunikasi Kraton
Nusantara FKKN yang dipimpin salah satu diantaranya adalah kratonnya Hangabehi. Lalu yang kedua ada Forum Silaturahmi Kraton Nusantara
FSKN itu salah satu penasehatnya adalah Sinuhun Tedjowulan… Karena masing-masing punya pasukan. Masing-masing punya pengikut. FKKN punya
pengikut, walaupun mungkin hanya belasan. FSKN punya pengikut karena di bawah Depdagri… Terus akibatnya apa? Akibatnya ketika mereka
menyelenggarakan atau ketika Pemkot menyelenggarakan itu ya berhubung kami tidak diundang, ya akhirnya kelompok kami tidak ada yang datang.
Demikian juga sebaliknya, ketika penyelenggaraannya di Bali melibatkan FSKN maka kelompoknya FKKN nggak mau datang dsb-nya. Seperti itu.”
Peranan Humas dalam menjalin hubungan dengan lembaga lain, tidak hanya sebatas pada misi kebudayaan saja. Humas juga berperan dalam menyampaikan pada
Pemerintah terkait apa dan bagaimana konflik tersebut terjadi. Semuanya dilakukan Humas berdasarkan tupoksi-nya tugas pokok dan seksi. Seperti penjelasan Informan
1 berikut : “Ya, sesuai tupoksinya aja. Tugas pokok dan seksinya ya. Jadi e.. Humas
dalam hal ini memberikan penjelasan ya apa adanya. Jadi kita ga usah mengada-ada lah… Hanya saja yang kami, atau pribadi saya menyayangkan
adalah ketidakinginan membuka diri dan berusaha untuk apa namanya menyelesaikan konflik ini. Karena semua punya dasar, mereka bicara bahwa
‘saya punya hak’ itu juga punya dasar. Kita bicara dan mengatakan punya hak juga punya dasar. Justru kenapa sih kita tidak mau mendengarkan,
barang semenit…”
Tugas seorang Humas untuk menjalin kerjasama dengan pihak lain juga menuntut seorang petugas Humas untuk menjalankan fungsi eksternal PR atau
berhubungan dengan public-nya. Menurut Informan 1, Humas PB XIII Tedjowulan juga melakukan hal tersebut, salah satu usaha untuk menjalankan fungsi eksternal PR
adalah dengan ikut serta berperan dalam persoalan-persoalan yang terjadi di masyarakat yang masih memiliki keterkaitan dengan Kraton.
Salah satu yang menjadi focus perhatian dari pihak PB XIII Tedjowulan adalah permasalahan pasar Cinderamata yang pembangunannya menimbulkan
polemic diantara pihak kedua raja tersebut. Selain itu, selama masa konflik, menurut Informan 1, pihak PB XIII Tejowulan melalui Humasnya juga menoba untuk
menangkap persoalan-persoalan apa saja yang terjadi di tengah-tengah masyarakat saat ini. Selain contoh kasus Pasar Cinderamata, kasus Radya Pustaka yang sempat
menggemparkan masyarakat Solo juga menjadi satu persoalan yang diperhatikan oleh pihak PB XIII Tedjowulan. Seperti kutipan dengan informan 1 berikut :
“Ya, setidak-tidaknya keterwakilan ya. Jadi keterwakilan itu kita masih berusaha untuk menangkap apa yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.
Persoalan-persoalan yang ada di tengah masyarakat, memang kita coba tangkap. Contoh ketika keprihatinan masalah hilangnya arca-arca Museum
Radya Pustaka ya, kita mencoba untuk tanggap. Ikut serta secara tidak langsung, ini sebetulnya bagian dari program kerja. E… untuk
mengembalikan barang-barang yang hilang itu, apa namanya di Museum Radya Pustaka dan bagaimana membangun image terhadap museum itu
menjadi lebih baik. Kan sekarang ini lagi terpuruk. Salah satu diantaranya. Dan sebetulnya masih banyak lagi persoalan-persoalan yang kemarin kita
masuk secara langsung di tengah-tengah masyarakat.”
c. Kebudayaan