Penentuan kandungan β-karoten dengan HPLC

14 Ayustaningwarno 2012. Hasil analisis kadar air juga menunjukkan peningkatan kadar air pada minyak sawit setelah degumming. Oleh karena itu, dapat dibuktikan bahwa telah terjadi reaksi hidrolisis yang menyebabkan kenaikan kadar asam lemak bebas dan kadar air pada minyak sawit degumming. Tabel 2 Hasil analisis minyak sawit sebelum dan setelah degumming Parameter Minyak sawit sebelum degumming Minyak sawit setelah degumming Kadar air g100 g bb 0,13 a 0,16 a Kadar abu g100 g bb 0,02 a 0,00 a Kadar protein g100 g bb 0,22 a 0,00 b Kadar lemak g100 g bb 99,48 a 99,76 a Kadar karbohidrat g100 g bb 0,15 a 0,08 a Kadar asam lemak bebas 3,00 a 4,60 b Bilangan peroksida mgg ekivalen O 2 65,61 a 18,21 b Kandungan β-karoten ppm 366,18 a 290,55 b Rendemen - 99,00 Keterangan: Huruf yang sama di belakang angka pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata p0,05 Pada penelitian ini, pemisahan antara pengotor dengan minyak sawit hasil degumming dilakukan dengan penyaringan dengan kertas saring. Menurut Ketaren 2008, diperlukan adsorben yang berfungsi menyerap kotoran-kotoran yang tidak diinginkan seperti sedikit logam, air, fosfatida, serta produk degradasi minyak dan kelebihan asam fosfat yang ada setelah proses degumming. Kadar asam lemak bebas minyak sawit degumming masih lebih rendah dibandingkan syarat mutu SNI 01-0016-1998, yaitu 5 sehingga proses netralisasi maupun penambahan absorben tidak dilakukan. Minyak sawit diolah dengan proses minimal berupa degumming saja untuk mencegah kerusakan β-karoten lebih lanjut. Menurut Sumarna 2006, proses degumming yang baik dapat meningkatkan kualitas minyak yang dihasilkan serta menekan kerusakan β- karoten. Namun, hasil analisis β-karoten menunjukkan penurunan kandungan β- karoten minyak sawit setelah proses degumming . Degradasi β-karoten umumnya disebabkan oleh cahaya, oksigen, logam, serta suhu tinggi. Proses degumming yang dilakukan pada suhu 80 o C tentu akan menyebabkan terjadinya kerusakan β- karoten. Selain itu, pigmen dan sebagian kotoran terjebak dalam fosfolipid yang dihilangkan pada proses degumming sehingg a kadar β-karoten akan menurun Sumarna 2006. Namun, selama penyimpanan, penurunan kandungan β-karoten minyak sawit dapat ditekan melalui proses degumming karena pengotor seperti logam yang dapat merusak β-karoten selama penyimpanan telah dihilangkan. Dari hasil penelitian pendahuluan ini, dapat dilihat adanya pengaruh degumming terhadap kualitas minyak sawit. Pengujian statistik menggunakan uji t berpasangan pada taraf signifikansi 5 menunjukkan adanya perbedaan nyata pada parameter kadar protein, kadar asam lemak bebas, bilangan peroksida, serta kandungan β-karoten minyak sawit. Hasil uji t berpasangan ini dapat dilihat pada 15 Lampiran 3. Meskipun kandungan β-karotennya menurun, minyak sawit degumming memiliki bilangan peroksida yang rendah dan memungkinkan terhambatnya kerusakan β-karoten selama penyimpanan. Selain itu, kadar asam lemak bebas minyak sawit masih di bawah standar SNI 01-0016-1998 sehingga masih layak digunakan untuk bahan baku mikroenkapsulat.

B. Pembuatan Mikroenkapsulat Minyak Sawit

Setelah menghasilkan minyak sawit hasil degumming, penelitian utama dimulai dengan pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit dengan tiga metode, yaitu teknik koaservasi, pengeringan lapis tipis, dan penyerapan SiO 2 . Diagram alir ketiga metode dapat dilihat pada Lampiran 2. Mikroenkapsulat minyak sawit yang dihasilkan pada penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 4. 1. Teknik Koaservasi Metode pertama yang digunakan untuk pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit adalah teknik koaservasi pemisahan fase kompleks. Secara garis besar, metode ini terdiri dari 3 bagian, yaitu pembentukan tiga fase kimia yang tak tercampurkan, yaitu fase cairan pembawa, fase bahan inti, dan fase bahan penyalut; pencampuran bahan penyalut cair pada bahan inti; dan pengerasan penyalut Mustikawati 1998. Penyalut yang digunakan adalah gelatin sebagai sumber muatan positif dan gum arab sebagai sumber muatan negatif. Emulsi minyak sawit dan bahan penyalut yang dihasilkan diatur pH-nya hingga mencapai 4,0, yaitu di bawah titik isoelektrik gelatin. Di bawah titik isoelektriknya, gelatin bermuatan positif sedangkan gum arab akan bermuatan negatif. Dari perbedaan muatan tersebut, gum arab yang telah membentuk emulsi dengan minyak sawit akan menarik gelatin yang bermuatan berlawanan membentuk lapisan dinding yang menyelimuti minyak sawit Efendi 1994. Penambahan formaldehida sebagai crosslinking agent berfungsi untuk memperkeras dinding mikroenkapsulat yang telah terbentuk sehingga bersifat irreversible dan mendenaturasikan kompleks protein-gum arab dan mengikat inti lebih permanen Elisabeth 1992. Menurut Zuidam dan Nedovic 2010, penambahan crosslinking agent merupakan tahap opsional, terutama karena mikroenkapsulat yang dihasilkan akan dikeringkan dengan metode freeze-drying. Akan tetapi, berdasarkan penelitian Siow dan Ong 2013, mikroenkapsulat yang dibuat tanpa penambahan crosslinking agent lebih mudah mengalami kebocoran dibandingkan yang ditambahkan crosslinking agent. Hal ini menyebabkan rendahnya rendemen dan efisiensi mikroenkapsulat yang diperoleh. Agar dinding mikroenkapsulat semakin kuat, suhu emulsi diturunkan sampai 5 o C dan pH-nya dinaikkan menjadi 9,0. Terakhir, dilakukan sentrifugasi dan pencucian untuk memisahkan sisa bahan penyalut yang tidak bereaksi sekaligus mencuci sisa formaldehida. Pengerasan mikroenkapsulat dilakukan dengan freeze-dryer agar kandungan β-karoten dalam mikroenkapsulat tidak rusak akibat suhu tinggi. Pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit dengan metode ini telah dilakukan oleh Efendi 1994 dan Syamsiah 1996, sementara Mustikawati 1998 membuat mikroenkapsulat minyak ikan dengan metode ini. Mikroenkapsulat yang diperoleh dengan metode ini memiliki bentuk yang sama persis dengan yang didokumentasikan oleh Syamsiah 1996, yaitu berbentuk