Analisis Kandungan dan Retensi β-karoten Mikroenkapsulat Minyak
23 terdispersi dan fase kontinyu DPCP, dan kecepatan penghilangan pelarut.
Dalam penelitian ini, pelarut yang digunakan dalam pembuatan mikroenkapsulat adalah air sehingga faktor yang mempengaruhi efisiensi enkapsulasi adalah
konsentrasi polimer penyalut, rasio DPCP, serta kecepatan penghilangan pelarut saja. Pada metode teknik koaservasi, konsentrasi penyalut yang digunakan sangat
kecil, sedangkan pada metode penyerapan SiO
2
, konsentrasi penyalut yang digunakan sebanding dengan konsentrasi minyak yang ditambahkan sehingga
efisiensi penyalutan dengan metode penyerapan SiO
2
jauh lebih tinggi dibandingkan metode teknik koaservasi.
Mikroenkapsulat hasil pengeringan lapis tipis memiliki efisiensi penyalutan yang lebih baik dibandingkan mikroenkapsulat hasil teknik koaservasi karena
memiliki rasio DPCP serta kecepatan pengeringan yang lebih tinggi. Selain itu, penyalut yang digunakan sebagai penyalut pada mikroenkapsulat hasil
pengeringan lapis tipis, yaitu CMC, gelatin, dan maltodekstrin memang terbukti dapat menghasilkan mikroenkapsulat dengan efisiensi yang baik Mustikawati
1998. Menurut Mustikawati 1998, efisiensi serta rendemen yang lebih tinggi dapat diperoleh apabila mengganti gelatin dengan isolat protein kedelai dan dapat
ditingkatkan lagi dengan penambahan sukrosa Jun-xia et al. 2011.
Metode pengeringan juga dapat mempengaruhi efisiensi enkapsulasi. Pengeringan yang cepat dapat meningkatkan efisiensi enkapsulasi. Namun,
metode pengeringan juga dapat mempengaruhi kandungan β-karoten dalam mikroenkapsulat sehingga diperlukan pemilihan metode pengeringan yang sesuai.
Pengujian statistik menggunakan uji One-Way ANOVA pada taraf signifikansi 5 menunjukkan metode yang berbeda akan menghasilkan
mikroenkapsulat dengan rendemen dan efisiensi penyalutan yang berbeda. Metode penyerapan SiO
2
menghasilkan rendemen dan efisiensi penyalutan tertinggi dibandingkan metode lainnya. Hasil uji One-Way ANOVA terhadap analisis
efisiensi mikroenkapsulat dapat dilihat pada Lampiran 10, sementara hasil uji One-Way ANOVA terhadap analisis rendemen mikroenkapsulat dapat dilihat pada
Lampiran 11. 3.
Analisis Sifat Fisik Mikroenkapsulat Minyak Sawit
Analisis sifat fisik mikroenkapsulat terdiri dari analisis daya serap air, analisis kelarutan, serta analisis bentuk. Hasil analisis daya serap air dan analisis
kelarutan dapat dilihat pada Gambar 7. Hasil uji One-Way ANOVA analisis daya serap air dapat dilihat pada Lampiran 12, sementara hasil uji One-Way ANOVA
analisis kelarutan dapat dilihat pada Lampiran 13.
Mikroenkapsulat biasanya berbentuk bubuk dan dapat dikonsumsi sebagai campuran tepung atau premix. Oleh karena itu, daya serap air dan kelarutan
mikroenkapsulat perlu diketahui untuk melihat interaksinya dengan air. Apabila mikroenkapsulat dapat larut dalam air dengan baik, seharusnya zat aktif yang
tersalut akan lebih mudah dihantarkan ke dalam tubuh. Mikroenkapsulat yang dihasilkan diharapkan memiliki daya serap air yang rendah agar tidak mudah
mengalami caking.
Menurut Syamsiah 1996, daya serap air menunjukkan kemampuan penyerapan air oleh matriks jaringan. Kemampuan tersebut ditentukan oleh
struktur jaringan bahan kering. Semakin porous jaringan, akan semakin mudah air berpenetrasi ke dalam jaringan. Menurut Wardayanie 2000, daya serap air suatu
24 produk dipengaruhi pula oleh komponen penyusun produk tersebut. Dalam
produk mikroenkapsulasi yang dihasilkan, selain inti mikroenkapsulat minyak sawit, mikroenkapsulat juga mengandung polisakarida hidrofilik yang sangat
berpengaruh terhadap daya serap air. Karena penyalut yang digunakan berbeda, daya serap air tiap produk juga berbeda.
Keterangan: Huruf yang sama di belakang angka pada parameter yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata p0,05
Gambar 7. Grafik hasil analisis daya serap air dan kelarutan dalam air mikroenkapsulat minyak sawit
Mikroenkapsulat hasil teknik koaservasi memiliki daya serap air tertinggi. Hal ini terjadi karena mikroenkapsulatnya dikeringkan dengan freeze-dryer
hingga kadar airnya sangat rendah dan menghasilkan produk yang menyerupai spons. Dengan kondisi tersebut, mikroenkapsulat akan mudah menyerap air.
Meskipun mikroenkapsulat hasil penyerapan SiO
2
memiliki kadar air terendah, namun daya serap airnya justru paling rendah. Hal ini terjadi karena senyawa SiO
2
sudah jenuh dengan minyak sawit sehingga tidak dapat menyerap air dalam jumlah banyak.
Mikroenkapsulat dengan penyerapan SiO
2
yang memiliki kadar air paling rendah juga memiliki kelarutan yang paling rendah, sementara mikroenkapsulat
dengan pengeringan lapis tipis yang memiliki kadar air paling tinggi justru memiliki kelarutan yang paling tinggi. Hal ini terjadi karena penyalut yang
digunakan pada setiap jenis mikroenkapsulat berbeda-beda. Pada metode pengeringan lapis tipis, penyalut yang digunakan adalah CMC, gelatin, dan
maltodekstrin. Ketiganya merupakan jenis hidrokoloid yang dapat larut di dalam air.
Di sisi lain, SiO
2
yang digunakan sebagai penyalut memiliki kelarutan yang rendah karena SiO
2
telah jenuh menyerap minyak sawit. SiO
2
dan minyak sawit sendiri bersifat tidak larut air sehingga mikroenkapsulat yang dibuat dengan
metode ini sangat sulit untuk larut dalam air. Mikroenkapsulat hasil pengeringan lapis tipis memiliki kelarutan tertinggi, yaitu 127,41. Pada saat analisis,
mikroenkapsulat ini larut dengan sangat baik di dalam air sehingga residu yang
149.51a
67.41a 89.88b
127.41b
74.53c 46.42c
20 40
60 80
100 120
140 160
Daya Serap Air Kelarutan
P er
sent a
se
Parameter Teknik Koaservasi
Pengeringan Lapis Tipis Penyerapan SiO2
25 tidak terlarut hampir tidak ada. Pengujian secara statistik menunjukkan data yang
diperoleh teliti. Menurut Syamsiah 1996, rendahnya persentase kelarutan produk
mikroenkapsulat yang dihasilkan diduga karena adanya pengaruh bahan penyalut yang diberikan berupa senyawa polisakarida dengan sifat kelarutan dalam air yang
berbeda-beda. Pada mikroenkapsulat hasil pengeringan lapis tipis, campuran dari polisakarida yang digunakan sebagai penyalut menyebabkan produk tersebut
sangat mudah larut di dalam air. Dari hasil analisis daya serap air dan kelarutan ini, diketahui bahwa sifat penyalut mempengaruhi aktivitas mikroenkapsulat untuk
menghantarkan zat aktif yang terkandung di dalamnya. Dalam hal ini, mikroenkapsulat hasil pengeringan lapis tipis memiliki daya serap air dan
kelarutan yang sesuai apabila produk ini akan digunakan sebagai premix.
Hasil analisis bentuk mikroenkapsulat dengan menggunakan mikroskop polarisasi dengan perbesaran 40x100 dapat dilihat pada Lampiran 5. Berdasarkan
hasil pengamatan dengan mikroskop polarisasi, dapat diketahui bahwa ukuran mikroenkapsulat yang dihasilkan masih termasuk ukuran mikroenkapsulat pada
umumnya, yaitu 1- 5.000 μm Senatore 2008. Mikroenkapsulat hasil penyerapan
SiO
2
memiliki diameter terkecil, yaitu sekitar 250 μm. Mikroenkapsulat hasil
pengeringan lapis tipis memiliki diameter sekitar 750 μm, sedangkan
mikroenkapsulat hasil teknik koaservasi memiliki ukuran sekitar 3.000 μm.