16 gumpalan seperti jelly yang porous atau seperti spons yang kenyal karena adanya
penambahan gelatin dan dikeringkan dengan freeze-dryer. Secara teknis, metode ini memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya
adalah bahan penyalut yang digunakan, yaitu gum arab dan gelatin, adalah bahan yang mudah diperoleh. Selain itu, proses pengeringan yang dipilih sesuai dengan
sifat β-karoten yang mudah rusak pada suhu tinggi. Namun, proses yang harus dilakukan pada metode ini sangat banyak, seperti pengaturan pH, sentrifugasi, dan
freeze-drying sehingga peralatan dan waktu yang dibutuhkan lebih banyak dibandingkan metode lainnya. Banyaknya proses yang dilakukan juga berpotensi
merusak β-karoten pada minyak sawit yang digunakan sehingga retensi β-karoten mikroenkapsulat yang dihasilkan akan kurang baik.
Kelemahan lainnya adalah pemakaian formaldehida sebagai cross-linking agent. Formaldehida dilarang penggunaannya pada bahan pangan karena bersifat
karsinogen. Bahan lain yang dapat menggantikan formaldehida sebagai cross- linking agent adalah larutan glutaraldehida, seperti yang dilakukan oleh
Vahabzadeh et al. 2003. Namun, glutaraldehida jarang ditemui dan juga dapat menyebabkan asma, iritasi pada mata, rhinitis, serta iritasi kulit dan dermatitis
pada konsentrasi di bawah 0,2 ppm OSHA 2006. Selain glutaraldehida, cross- linking agent lain yang dapat digunakan adalah enzim transglutaminase Zuidam
dan Nedovic 2010.
2. Metode Pengeringan Lapis Tipis Modifikasi Kristi 2010
Penyalut yang digunakan pada metode pengeringan lapis tipis adalah maltodekstrin, Carboxy Methyl Cellulose CMC, dan gelatin. Menurut Westing et
al. 1988 dalam Simanjuntak 2007, enkapsulasi lipid menggunakan maltodekstrin menyebabkan stabilitas emulsi dan retensi minyak rendah, namun
minyak yang terenkapsulasi memiliki daya tahan terhadap oksidasi. CMC digunakan untuk bahan penyalut karena sifatnya sebagai pengikat air, pengental,
dan stabilisator emulsi Simanjuntak 2007. Gelatin merupakan bahan penyalut yang umum digunakan untuk pembuatan mikroenkapsulat karena dapat
membentuk film serta dapat membentuk emulsi.
Ketiga bahan tersebut dicampurkan kemudian dilarutkan dalam air dan dipanaskan hingga suhu 60
o
C. Menurut Simanjuntak 2007, pemanasan bertujuan untuk membuka molekul-molekul bahan penyalut agar dapat berinteraksi satu
dengan yang lainnya sehingga terbentuk suspensi bahan penyalut di dalam air. Setelah suhu suspensi diturunkan menjadi 45
o
C, dilakukan proses homogenisasi agar penyebaran molekul bahan penyalut lebih merata. Setelah suspensi penyalut
homogen, dilakukan homogenisasi antara bahan penyalut dan minyak sawit untuk memperkecil ukuran globula. Apabila globula lemak yang terbentuk semakin
kecil, semakin kecil pula kecenderungannya untuk bergabung kembali.
Emulsi yang dihasilkan dari proses homogenisasi ini kemudian dioleskan tipis-tipis ke atas loyang yang dilapisi plastik mika dengan ketebalan 1-2 mm.
Pada penelitian ini, dilakukan modifikasi terhadap metode yang dilakukan oleh Kristi 2010, yaitu mengganti proses pengeringannya dengan menggunakan oven
vakum pada suhu 60
o
C selama 5 jam. Menurut Puspasari et al. 2009, kondisi pemasakan dengan tekanan menghasilkan level retensi β-karoten dan nilai vitamin
A yang lebih rendah. Oleh sebab itu, pengeringan dengan oven vakum diharapkan dapat menghasilkan retensi β-karoten yang lebih baik dibandingkan dengan