Penentuan kelarutan Fardiaz et al. 1992

17 pengering rak seperti yang digunakan Kristi 2010. Setelah kering, lapisan tipis tersebut diblender kering untuk menghasilkan serbuk mikroenkapsulat. Mikroenkapsulat yang dihasilkan berbentuk butiran seperti serbuk kopi instan dan berwarna kuning. Secara teknis, mikroenkapsulasi dengan metode ini memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya adalah penyalut yang digunakan cukup mudah diperoleh, proses pembuatannya tidak memakan waktu terlalu lama dan peralatan yang digunakan tidak terlalu banyak. Mikroenkapsulat yang dihasilkan juga lebih praktis untuk disimpan jika dibandingkan dengan mikroenkapsulat hasil teknik koaservasi karena berbentuk butiran halus. Akan tetapi, proses pengeringan yang dilakukan pada suhu 60 o C selama 5 jam berpotensi merusak β-karoten. Kelemahan lainnya adalah kapasitas oven vakum yang digunakan terbatas sehingga tidak dapat digunakan untuk membuat mikroenkapsulat dalam jumlah banyak dalam waktu bersamaan.

3. Teknik Penyerapan SiO

2 Metode ketiga yaitu teknik penyerapan SiO 2 . Pada metode ini, sejumlah minyak sawit dicampurkan dengan sejumlah SiO 2 dengan perbandingan 1:1, kemudian campuran diaduk menggunakan sudip selama 5-10 menit. Senyawa SiO 2 atau bubuk silika merupakan komponen stabil yang inert terhadap reaksi kimia dan biokimia, tidak memberikan efek terhadap organ tubuh, dan tidak memberikan risiko silicosis Kofran 1993; Syamsiah 1996. Metode ini pernah dilakukan oleh Syamsiah 1996 dan Wardayanie 2000. Pada penelitian sebelumnya, diperoleh kesimpulan bahwa mikroenkapsulat minyak sawit dengan perbandingan minyak sawit dan SiO 2 2:1 lebih baik dibandingkan dengan perbandingan 1:1. Pada penelitian ini, mikroenkapsulat yang dibuat dengan perbandingan minyak dan SiO 2 2:1 tidak dipilih karena minyak sawit tidak terserap semua oleh SiO 2 . Hal ini mungkin terjadi karena SiO 2 yang digunakan berbeda dengan yang digunakan pada penelitian sebelumnya. Bentuk mikroenkapsulat yang dihasilkan berupa butiran yang berwarna kecoklatan. Menurut Syamsiah 1996, mekanisme masuknya minyak dalam bahan pengisi yang inert ini dapat terjadi dengan dua cara. Cara pertama, minyak langsung masuk ke dalam lubang serbuk sehingga minyak yang terenkapsulasi dapat tahan terhadap sinar UV dan senyawa ozon. Kedua, minyak dihisap oleh permukaan serbuk dan menghasilkan minyak yang tidak tahan sinar UV dan senyawa ozon. Metode ini sangat mudah diaplikasikan dan tidak membutuhkan waktu sert a peralatan yang banyak. β-karoten yang tersalut juga seharusnya tidak mengalami kerusakan karena tidak ada proses pengeringan atau pengaturan pH seperti metode lainnya. Namun, senyawa SiO 2 bukanlah senyawa yang umum digunakan sebagai bahan penyalut sehingga sulit untuk memperolehnya. Menurut Expert group on Vitamins and Minerals EVM 2003, silicon dioxide SiO 2 biasanya terdapat di alam dalam bentuk kristalin dan amorphous. Silika amorphous dapat digunakan untuk bahan tambahan pangan, yaitu sebagai anti-caking. Selain itu, senyawa ini juga dapat digunakan sebagai clarifying agent, pengontrol viskositas, anti-foaming agent, dan dough modifier. EVM menetapkan safe upper level dari silika sebesar 700 mg silikahari untuk orang dewasa setara 18 dengan 12 mg silikakg berat badanhari untuk orang dewasa dengan berat badan 60 kg. Sementara itu, tolerable upper intake dari senyawa ini belum dapat ditetapkan EFSA 2009.

C. Hasil Analisis Mikroenkapsulat Minyak Sawit

Setelah dilakukan mikroenkapsulasi minyak sawit dengan tiga metode berbeda, dilakukan berbagai analisis terhadap setiap jenis mikroenkapsulat yang dihasilkan. Analisis yang dilakukan berupa analisis sifat kimia produk analisis karakteristik kimia produk serta analisis kandungan dan retensi β-karoten, analisis proses mikroenkapsulasi analisis rendemen, analisis efisiensi, analisis lemak tersalut dan lemak tidak tersalut, analisis sifat fisik analisis bentuk, analisis daya serap air, dan analisis kelarutan, serta analisis residu formalin. 1. Analisis Sifat Kimia Produk Mikroenkapsulat Minyak Sawit a. Analisis Karakteristik Kimia Produk Mikroenkapsulat Minyak Sawit Analisis karakteristik kimia produk terdiri dari analisis kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak total, dan kadar karbohidrat. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui kadar komponen penyusun setiap produk mikroenkapsulat. Tidak dilakukan perbandingan di antara ketiganya karena kadar penyalut dan minyak sawit yang digunakan pada tiap metode tidak sama. Sifat kimia lain yang dianalisis adalah kandungan β-karoten mikroenkapsulat. Hasil analisis ini dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Karakteristik kimia produk mikroenkapsulat minyak sawit Parameter Teknik koaservasi Metode pengeringan lapis tipis Metode penyerapan SiO 2 Kadar air g100 g bb 0,28 2,58 0,11 Kadar abug100 g bb 0,07 0,80 49,03 Kadar protein g100 g bb 0,13 1,85 0,00 Kadar lemak total g100 g bb 95,66 37,89 47,38 Kadar karbohidrat g100 g bb 3,86 56,88 3,47 Kandungan β-karoten ppm 42,83 a 200,16 b 1,75 c Keterangan: Huruf yang sama di belakang angka pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata p0,05 Menurut Wardayanie 2000, kadar air mikroenkapsulat dipengaruhi oleh bahan baku minyak sawit yang digunakan dan teknik mikroenkapsulasinya. Selain itu, penyalut yang digunakan juga dapat mempengaruhi kadar air tiap produk. Mikroenkapsulat diharapkan memiliki kadar air yang rendah agar terhindar dari reaksi hidrolisis yang dapat membuat minyak yang tersalut rusak dan menyebabkan kerusakan β-karoten. Dalam pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit, Kristi 2010 menggunakan kadar air kopi instan sebagai acuan kadar air mikroenkapsulat, yaitu maksimal 4 sesuai SNI 01-2983-1992. Pemilihan 19 standar ini dilakukan sesuai dengan pendekatan proses sebagai produk hasil pengeringan. Ketiga jenis mikroenkapsulat yang dihasilkan masih sesuai dengan standar tersebut. Adanya perubahan kadar protein, kadar abu, dan kadar karbohidrat setiap mikroenkapsulat dibandingkan dengan bahan bakunya, yaitu minyak sawit degumming disebabkan oleh adanya penyalut yang ditambahkan. Gelatin menjadi salah satu penyalut yang digunakan pada metode pengeringan lapis tipis dan teknik koaservasi sehingga mikroenkapsulat yang dihasilkan dari kedua metode tersebut mengalami peningkatan kadar protein. Gelatin merupakan protein hewan yang diambil dari pemecahan kolagen yang tidak larut, mengandung 84-90 protein, 1- 2 mineral, dan 8-15 air Simanjuntak 2007. Sementara itu, CMC dan maltodekstrin yang digunakan pada metode pengeringan lapis tipis serta gum arab yang digunakan pada teknik koaservasi mempengaruhi kadar karbohidrat mikroenkapsulat yang dihasilkan. Ketiganya termasuk golongan hidrokoloid yang termasuk karbohidrat. Kadar abu juga dipengaruhi oleh penyalut karena berdasarkan hasil analisis proksimat, minyak sawit degumming tidak mengandung abu. Mikroenkapsulat hasil penyerapan SiO 2 memiliki kadar abu 49,03. Hal ini menunjukkan bahwa mikroenkapsulat dengan metode tersebut memang hanya terdiri dari SiO 2 yang berupa mineral sebagai penyalut dan minyak sawit sebagai zat inti. Berbeda dengan komponen lainnya, kadar lemak total dipengaruhi oleh jumlah minyak sawit degumming yang ditambahkan. Kadar lemak total mikroenkapsulat terdiri dari kadar lemak tersalut dan kadar lemak tidak tersalut yang diperlukan untuk mengetahui efisiensi penyalutan. Sementara itu, hasil analisis kandungan dan retensi β-karoten akan dijelaskan pada subbab berikutnya.

b. Analisis Kandungan dan Retensi β-karoten Mikroenkapsulat Minyak

Sawit Kandungan dan retensi β-karoten merupakan parameter utama untuk menentukan metode mikroenkapsulasi minyak sawit yang terbaik. Hasil analisis kandungan β-karoten dapat dilihat pada Gambar 3, sedangkan hasil analisis retensi β-karoten dapat dilihat pada Gambar 4. Hasil uji One- Way ANOVA dari analisis kandungan β-karoten dapat dilihat pada Lampiran 7, sementara hasil uji One-Way ANOVA dari analisis retensi β- karoten dapat dilihat pada Lampiran 8. Berdasarkan hasil analisis, terjadi penurunan kandungan β-karoten pada ketiga mikroenkapsulat yang dibuat jika dibandingkan dengan kandungan β-karoten minyak sawit degumming, yaitu sebesar 290,55 ppm. M ikroenkapsulat hasil pengeringan lapis tipis memiliki kandungan β- karoten tertinggi, yaitu 200,16 ppm serta retensi β-karoten sebesar 68,89. Penurunan kandungan β-karoten mikroenkapsulat terhadap kandungan β- karoten minyak sawit disebabkan oleh perlakuan yang diberikan dalam pembuatan mikroenkapsulat seperti proses pengeringan serta interaksinya dengan bahan penyalut. 20 Keterangan: Huruf yang sama di belakang angka menunjukkan tidak berbeda nyata p0,05 Gambar 3. Grafik hasil analisis ka ndungan β-karoten mikroenkapsulat Keterangan: Huruf yang sama di belakang angka menunjukkan tidak berbeda nyata p0,05 Gambar 4. Grafik hasil analisis retensi β-karoten mikroenkapsulat Menurut Wardayanie 2000, β-karoten mudah terdegradasi oleh adanya proses oksidasi, panas, serta cahaya. Mikroenkapsulat hasil teknik koaservasi mengandung 42,83 ppm β-karoten dengan retensi 14,74. Hilangnya β-karoten dengan metode ini dapat terjadi pada saat pengaturan pH serta saat proses pengeringan. Meskipun freeze-drying lebih sesuai untuk mengeringkan mikroenkapsulat minyak sawit, kondisi freeze-dryer yang tembus cahaya dapat menyebabkan β-karoten rusak. Sementara itu, kandungan β-karoten dalam mikroenkapsulat hasil penyerapan SiO 2 sangat rendah, yaitu 1,75 ppm dengan retensi 0,60. Menurut Kofran 1993 dalam Syamsiah 1996, senyawa SiO 2 merupakan komponen stabil yang inert terhadap reaksi kimia dan biokimia. Akibatnya, β-karoten dalam minyak sawit yang tersalut di dalam SiO 2 tidak dapat terdeteksi. Kemungkinan mikroenkapsulat hasil penyerapan SiO 2 ini juga 42.83a 200.16b 1.75c 50 100 150 200 250 Jenis Mikroenkapsulat K a nd un g a n β- K a ro ten pp m Teknik Koaservasi Pengeringan Lapis Tipis Penyerapan SiO2 14.74a 68.89b 0.6c 10 20 30 40 50 60 70 80 Jenis Mikroenkapsulat Ret ens i β- K a ro ten Teknik Koaservasi Pengeringan Lapis Tipis Penyerapan SiO2